Chereads / Overpower di Dunia Lain / Chapter 27 - Akhir Pertarungan

Chapter 27 - Akhir Pertarungan

Masih dalam posisi memegang pedangnya, Nima mulai merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Pembuluh darahnya bekerja hampir 3 kali lipat untuk mengeluarkan teknik pernapasan ruang itu.

Ia memegangi dadanya yang terasa sesak dan menyakitkan itu. Perlahan ia tersungkur di tanah dekat iblis itu menghilang, ia muntah darah untuk yang pertama kalinya.

Ia tak pernah memikirkan akibat dari Teknik Pernapasan Ruang yang dia gunakan sebelumnya, dengan posisinya itu perlahan ia mengatur kembali nafasnya dan menormalkan kembali pembuluh darahnya dengan sihir yang ia alirkan ke seluruh tubuhnya.

Dari kejauhan Arin dan Mira terlihat berlari menuju posisinya berada, mereka berlari dengan cepat karena khawatir dengan kondisi sang pria, mereka melihatnya tersungkur ke tanah tanpa bisa membantu sebelumnya. Diwajah mereka terpampang jelas kekhawatiran akan rekannya. Eh tidak, apa lebih cocok Prianya ya?

"Kamu baik-baik saja?" Arin bertanya dengan nada yang cemas dan penuh kekhawatiran.

"Atur nafasmu dulu, perlahan saja tak usah buru-buru" Mira menambahkan dan langsung mengalirkan sihirnya secara perlahan ke dada sang pria.

"Ya, aku baik-baik saja" Nima mengangguk dan melihat wajah mereka berdua.

Ia kemudian memulihkan pembuluh darahnya yang rusak dengan sihir, posisinya tepat terkapar tak berdaya di tanah yang dingin.

"(Sial sekali aku)"

Beberapa menit kemudian perlahan perbuluh darahnya yang rusak membaik dibantu dengan ramuan penyembuh yang diminum. Mereka berdua langsung memeluknya dengan erat tak membiarkan ia beristirahat.

"Aku khawatir sekali!!" Arin menangis pelan.

Sedangkan Mira mengangguk mengiyakan dengan pipinya yang memerah dan matanya yang sedikit menitikkan air mata, ia berusaha keras bertahan agar pertahanannya tidak goyah dan tidak menangis.

Namun sepertinya usahanya sia-sia karena aku masih bisa melihatnya walau sedikit.

Ia hanya terdiam seolah terwakilkan oleh Arin atas semua perkataan yang ingin diucapkannya. Yah tidak masalah. Aku juga senang mereka berdua baik-baik saja.

Tapi Arin badannya penuh luka. Aku tak tega melihatnya yang menangis dengan tubuh penuh luka.

"(Sialan, berani-beraninya iblis-iblis itu menyakitinya, dasar cecunguk)"

Setelah pertempuran panjang itu mereka semua kembali ke kediaman Mira tepat pukul 03.47 dini hari. Nima, Arin dan Mira sibuk membersikan bekas luka mereka yang tak sembuh dengan ramuan.

Aku tak bisa menyembuhkan tubuh mereka dengan sihirku sekarang karena daya sihirku sudah terkuras banyak sekali di pertempuran sebelumnya, mungkin besok atau lusa aku bisa menyembuhkannya. Semoga saja.

Dan setelah malam yang panjang itu mereka bertiga terlelap bersama diatas ranjang empuk sederhana. Kenikmatan yang tiada duanya ialah tidur setelah berpeluh dalam pertarungan yang entah memberikan manfaat apa untuknya.

Ini murni membantu Mira dan penduduk desa saja, tapi tak apa karena hatinya lega setelahnya.

Seperti biasa, aku tidur di tengah. Kanan kiriku Arin dan Mira. Tampaknya Arin sudah tidur terlebih dahulu karena kelelahan ekstra.

Sedangkan Mira, ia masih terjaga walaupun sedang berusaha untuk tertidur secepatnya.

Mira merupakan elf muda berumur 23 tahun, tubuhnya terawat dengan baik. Hal itu bisa kubuktikan disini karena walaupun tidak berniat memamerkan, paha indahnya di balik gaun terusan berwarna putih yang berbelahan paha tinggi itu memperlihatkan dengan jelas lekuk paha hingga tubuhnya. Tubuhnya seksi dengan gundukan daging di dadanya memenuhi pakaiannya.

Jauhkan angan-angan mesum kalian!!

Pinggangnya ramping tersambung indah hingga paha yang bisa kulihat jelas berkat terusan gaunnya yang berbelahan paha tinggi itu. Ukuran dadanya? Dia bukan wanita yang menyimpan melon atau semangka di kantung dadanya. Payudaranya berukuran normal dan pas tidak berlebihan.

Walau begitu, takkan ada yang tega mengatakan payudaranya tidak menarik, kalaupun ada akan kusambar mulutnya dengan ujung pedangku.

Tentu saja payudaranya masih menarik meski bukan seukuran semangka. Dadanya masih mencuat kencang dan pasti akan terasa pas jika dipegang dengan seluruh telapak tangan. Menarik sekali bukan. Haha.

Pagi harinya setelah pertempuran sunyi di malam hari itu, banyak dari warga desa yang tidak tahu bahwa semua iblis itu sudah mati tak bersisa dan hanya meninggalkan bangunan kosong di tengah hutan.

Namun mereka mulai sadar bahwa udara di sekitarnya mulai terasa membaik dan racun iblis yang biasa mereka hirup mulai menghilang secara perlahan.

Lingkungan di sekitar pun menjadi normal seperti sedia kala, banyak hewan mulai berkumpul kembali di lingkungan itu dan tumbuhan hijau mulai tumbuh subur di dekatnya.

Kepala desa pun memerintahkan beberapa orang untuk mengintai tempat iblis-iblis itu berada dan melaporkan apa yang sedang terjadi sebenarnya.

Sekitar sepuluh orang pria kekar di kirim kepala desa untuk mengintai hutan bagian dalam dan bangunan tempat iblis itu tinggal.

Namun tidak sampai tiga jam, sepuluh orang elf itu sudah kembali ke desa dan melaporkan hasil temuannya yang mengejutkan, bahwa tidak ada satupun iblis selama perjalanan mereka dan sama halnya di bangunan yang terlihat di tengah hutan sana.

"Apa yang terjadi sebenarnya?" Kepala desa elf itu bertanya terheran-heran dengan laporan para pasukannya.

"Kami juga tidak tahu tetua, sesampainya disana tak ada satupun iblis yang terlihat, namun kami menemukan jejak pertarungan disana. Bangunan di tengah hutan itu hancur sebagian di bagian dalamnya" Salah satu dari elf berotot pun menjelaskan.

"(ada apa ini sebenarnya? Tapi ini berita baik, lingkungan yang tadinya tercemar perlahan mulai pulih)" Kepala desa itu berpikir keras namun tak ada satupun yang terbesit di benaknya.

"Untuk sekarang kita tidak akan memindahkan lokasi pemukiman ini, cepat beritahu warga desa dan mulai lagi penyelidikan lebih dalam ke area hutan itu" Dengan tegas kepala desa itu memerintahkan para pasukannya.

Sementara itu, ketiga pahlawan yang menyelamatkan desa masih tertidur akibat kelelahan yang mereka alami sebelumnya.

Mereka tidur hampir seharian penuh. Orang yang bangun pertama adalah Mira, ia segera berbenah dan menyiapkan makan untuk para rekannya yang masih hidup di mimpinya masing-masing itu.

Tepat pukul 8 malam mereka semua terbangun, Arin dan Nima pun membersihkan diri mereka masing-masing dan langsung menuju ruang makan rumah itu.

"Kamu rajin sekali, Mira!" Nima memuji wanita seksi itu yang sedang memapah makanan hangat yang baru saja dibuatnya.

"Apa maksudmu? Ini wajib bagiku tahu, aku sangat berterima kasih karena kalian sudah membantuku dan sudah membantu menyelamatkan desa ini, justru hal ini kurang sebagai bayaran atas apa yang sudah kalian lakukan"

"Sudah sudah ini memang kemauan kami kok, hehe" Arin menjawabnya namun matanya tertuju pada makanan yang sudah tersaji di depan matanya.

"Iya Mira, jangan terlalu berlebihan" Nima tersenyum hangat padanya.