"Manipulasi darah ya," desis Orang asing itu.
Orang asing itu mengibaskan mantelnya ke belakang membuat pedang yang ada di pinggangnya terlihat. Orang-orang di sekitar yang melihat itu pun ketakutan dan berlari menjauh. Seseorang dari mereka tidak sengaja terjatuh di dekat Orang asing ketika sedang berlari. Orang itu pun meronta berusaha cepat berdiri. Sembari berdiri, orang itu memperingatkan Orang asing itu.
"Hey cepatlah lari. Anak itu adalah monster!" seru Orang itu.
Orang asing itu pun berbalik ke arah Orang yang memperingatinya barusan. Mata Orang itu pun melebar ketika ada pin Penyihir Juntoshi yang menempel di dada Orang asing itu.
"Dari matamu itu sepertinya kau tahu pin ini adalah logo apa," ujar Orang asing itu. "Karena kau mengetahuinya, sekarang pergilah. Aku akan baik-baik saja di sini."
"Huh?! B-baik!!" ujar Orang itu langsung berlari kencang.
"Baiklah, sekarang aku harus mulai darimana?" desis Orang asing itu dengan suara berat dan ekspresi yang datar. Orang asing itu memutar balikan badannya menghadap Zaka yang sedang mengamuk.
"Orang-orang telah berhamburan pergi. Baiklah, aku bisa menyelesaikannya dengan cepat."
Orang asing itu mulai memasang kuda-kuda dan menggenggam gagang pedangnya dengan erat.
"Audio Wave: Acceleration." Mata hijau Orang Asing itu pun menjadi sedikit menyala dan pedangnya mulai diselimuti energi LYNK bewarna putih.
Teriakan Zaka semakin keras dan semburan darah yang ditimbulkan pun semakin dahsyat. Semburan darah-darah itu begitu dahsyat hingga menggetarkan tanah di sekitarnya.
Orang asing itu mulai menguatkan kedua kakinya dan menggenggam pedangnya semakin erat. Orang itu dengan cepat melepaskan pedangnya dari sarungnya dan menebaskannya di tempat membuat semua semburan darah itu terpecah berantakan.
Orang itu langsung melesat dan dengan sangat cepat bergerak menuju sebelah kanan Zaka. Orang Asing itu menekuk semua jari tangan kanannya kecuali jari telunjuk dan tengahnya. Kedua jari Orang itu juga dilapisi oleh energi LYNK pada ujungnya. Orang itu dengan sangat cepat menekan kedua jarinya itu di leher Zaka membuat Zaka berhenti mengamuk dan tak sadarkan diri. Zaka pun terjatuh dengan wajah yang berhadapan dengan sahabatnya itu.
"Kehilangan sesuatu yang kita sayangi memanglah menyakitkan. Namun dengan begitulah kita mengingat seberapa pentingnya hal yang hilang itu," ujar Orang asing itu.
Orang asing itu pun memandangi sejenak Zaka dan Echo yang terbaring di tanah.
"Tapi sepertinya kalian sudah 'ditempa' dengan baik oleh lingkungan dan pengalaman kalian selama ini," ujar Orang asing itu.
***
Beberapa jam kemudian, Zaka mulai terbangun di sebuah kamar. Berbeda sekali dengan tempat tidur yang biasa dia tiduri. Tempat itu nyaman, hangat, memiliki bantal yang empuk, dan selimut yang begitu menghangatkan. Zaka juga berada di atas ranjang yang begitu nyaman.
"Uh? Dimana aku?" tanya-nya melihat ke sekeliling.
Zaka mulai berdiri dan berjalan ke sekeliling kamar itu. Dia melihat sebuah cermin yang cukup besar di kamar itu. Dia mencoba berdiri di depan cermin itu dan sadar, bahwa pakaian yang dia kenakan telah berbeda. Pakaian itu hangat, nyaman, dan tidak lusuh seperti pakaian lamanya.
"Uh? Apa aku bermimpi?" ujar Zaka mencubit pipinya. Dia pun merasakan sakit dari cubitannya.
"Huh? Ini bukan mimpi?" tanya Zaka.
"Tentu saja bukan. Kau baru saja bangun bukan?" ujar seseorang yang tiba-tiba masuk ke kamar itu. Zaka pun terkejut karena Orang itu masuk tiba-tiba.
"Hah?! Kau Orang asing yang tadi?" tanya Zaka.
"Ya, itu aku," jawab Orang itu.
"Uh, apa yang terjadi? Bagaimana aku ada disini?" tanya Zaka.
"Ya singkat cerita aku menemukanmu terbaring di jalanan, jadi aku membawamu kemari," jawab Orang asing itu.
"Uh? Kenapa kau menolongku?" tanya Zaka.
"Hmm? Karena kau butuh pertolongan. Apa kau nyaman tidur di jalanan?" jawab Orang asing itu menanyai balik Zaka.
"E-eh tentu saja tidak!" jawab Zaka. "Yang aku ingat terakhir kali adalah... " Zaka mencoba untuk mengingat-ingat lagi. "Darah... Beberapa darah tiba-tiba mengalir sangat deras menjadi tsunami yang mengerikan. Aku merasa seperti menjadi monster saat itu," ujar Zaka. "Dan... Echo ada di depanku. Tunggu, Echo? Echo!!" ujar Zaka dengan suaranya tiba-tiba mengeras. "Dimana Echo?!!" tanya Zaka kepada Orang asing itu dengan suara keras.
***
Di sebuah pemakaman di sore hari. Cuaca mendung sore itu membuat cahaya mentari tidak dapat menerangi pemakaman itu. Di dalam pemakaman itu, ada Satu Orang yang sedang berdiri di sebuah pemakaman. Di batu nisan itu tertulis "Echo" berserta tanggal kematiannya. Dan di depan makam itu ada seseorang bermantel yang menggunakan perban di tangan kanannya.
Tidak lama kemudian, Zaka dan Orang asing itu datang menghampiri makam itu.
"Oh? Apa kau baru datang?" tanya Orang asing itu.
"Hmm?" Orang berperban itu menoleh. "Hehe iya."
Zaka melihat makam sahabatnya itu dan langsung menghampirinya. Zaka hanya terdiam di sebelah makam sahabatnya dan menundukkan kepala. Di sebelah makam Sahabatnya tersebut, Zaka mengingat semua pengalamannya bersama Sahabatnya itu. Momen saat memakan sepotong kue yang layak dimakan untuk pertama kali, bersama-sama bekerja, semua terlintas di kepalanya.
"Kenapa?" ujar Zaka.
"Hmm?" Orang berperban dan Orang asing itu menoleh.
"Kenapa... harus aku yang selamat? Dia lebih layak mengenakan pakaian ini. Dia lebih layak tidur di ranjang yang empuk daripada aku. Aku hanyalah Orang egois yang tidak memikirkan siapapun," ujar Zaka menahan tangis.
Melihat itu, Orang asing itu menarik nafas panjang sebelum akhirnya berkata, "Masa lalu adalah sebuah 'cerita' yang telah terjadi. Mau bagaimanapun, kita tidak bisa mengubah apa yang ada di isi 'cerita' itu setelah 'cerita' itu terjadi."
Zaka mulai mengangkat kepalanya dan menoleh ke arah Orang asing itu.
"Ubah 'masa lalu'-mu sebelum penyesalanmu menjadi sebuah 'masa lalu'. Berubah lebih baik daripada tidak melakukan apapun dan hanya meratapi masa lalu yang telah terjadi dan tidak bisa diubah itu," lanjut Orang asing itu.
"Kau pasti bisa menjadi Orang yang lebih baik. Tebus dosamu, dan aku yakin sahabatmu memaafkanmu," ujar Orang berperban dengan tersenyum.
"Kau memiliki potensi yang sangat besar dalam dirimu," ujar si Orang asing. "Karena itu, kami akan menawarkan sesuatu. Saat kau cukup usia nanti, kami akan merekrutmu menjadi Penyihir Juntoshi, sebuah tim yang bertugas untuk melindungi orang-orang dari marah bahaya. Aku yakin kekuatanmu bisa menjadi sangat berguna bagi tim kami."
"Uh... T-tapi... Aku adalah monster... Aku memiliki kekuatan mengerikan dalam tubuhku," ujar Zaka.
"Hmm? Hehe begitu ya. Kalau begitu, kami ini juga monster yang sama-sama mengerikan," ujar Orang berperban. Orang berperban itu pun menjulurkan kepalan tangannya ke arah Zaka. "Tapi walau begitu, ayo kita buat kekuatan mengerikan ini menjadi sesuatu yang bermanfaat dan berharga. Kami akan membimbingmu di tim ini. Ini kesempatanmu untuk menunjukkan kepada sahabatmu bahwa kau telah berubah. Ayo, tos tanganku jika kau ingin bergabung dengan kami," lanjut Orang berperban itu dengan senyuman lebar yang menghiasi wajahnya.
Zaka memandangi kepalan tangan Orang itu dan sedang menentukan pilihannya.
"Ayo ayo. Ayo~" bujuk Orang berperban itu.
"Baiklah." Zaka pun tos beradu kepalan dengan Orang itu.
"YEAY!!" Orang berperban itu kegirangan.
Namun tidak lama kemudian, Orang berperban itu mendekati telinga si Orang asing dan berbisik, "Hey, kamu kalo ngebujuk Orang formal sekali. Yang asik gitu dong."
"Berhubung Kau ada di sini, jadi aku tidak perlu melakukannya," ujar Si Orang asing.
"Sialan, ternyata itu alasanmu menyuruhku datang," desis Orang berperban dengan kesal.
"Uh sebelum itu... ," saut Zaka memanggil kedua Orang itu.
Orang asing dan Orang berperban pun menoleh ke arah Zaka.
"Bisakah aku mengetahui nama kalian berdua?" tanya Zaka.
Orang berperban pun tersenyum lebar dan berkata, "Hehe namaku Kuroto. Kau bisa memanggilku Pak Kuroto."
Si Orang asing pun tersenyum tipis dan berkata, "Namaku Wise, kau bisa memanggilku Pak Wise."
Wise pun memberi salam hangat kepada Zaka, "Selamat datang di Penyihir Juntoshi, Nak Zaka."
"Kau bisa jadi bapak-bapak yang lembut juga ternyata. Suami idaman banget," ujar Kuroto tersenyum jahil.
"Berisik!!" sentak Wise memukul kepala Kuroto.
"Aduh, jangan main pukul juga lah! Baru aja dibilang suami idaman," ujar Kuroto memegangi kepalanya yang benjol karena pukulan Wise.