Lalu babak pertama usai, aku masuk daftar yang akan menggantikan. Sebenarnya menangkap bukan keahlianku, tapi kali itu ku beranikan saja. Siapa tahu jadi pengalaman berharga yang tak ku dapat di bangku sekolah.
Dan, babak kedua sudah dimulai, sang lawan mengobrak-abrik pertahanan, lalu penjaga utama pun harus merebahkan badan. Karena tak berhasil menangkap si kulit bundar.
Akhirnya aku dipersilahkan masuk menggantikan. Di sisa menit yang sepertinya akan berakhir.
Ahh, ku fikir, tak ada salahnya. Aku juga tak berkesal hati karena baru dipersilahkan mengganti. Dalam otakku tak ada salahnya berusaha, meskipun hasil akhirnya berbeda. Lagi pula, siapa yang bisa menetukan mutlak soal hasil akhir?
Tapi, karena pertandingan cukup sengit dan lawan sudah menelaah celah pertahanan, aku pun tersungkur setelah lima kali berhasil menyelamatkan gawang.
Lemas rasanya, sudah berjuang sedemikian rupa namun seperti itu realitanya.
Ahh tapi aku bangkit, karena tensi permainan tinggi, salah satu tim ku dapat sanksi keras dari wasit dan harus meninggalkan lapangan. Aku berbincang dengan pelatih, merayunya menukar posisiku dan menggantikan posisi tim ku yang tadi dikeluarkan.
Pelatihpun setuju, pertukaran posisi dilkukan.
Karena ketinggalan, aku malah sangat semangat mengejar ketertinggalan, bagiku aku harus mencoba semaksimal yang ku bisa sampai di penghujungnya.
Aku tetap berlari di lapangan, meski penontonnya tunanetra.
Aku akan tetap berjalan, meski langkahku dipatahkan.
Akhirnya kami dapat mengimbangi ketertinggalan, dan ada keajaiban pada menit akhir pertandingan. Kami memenangkan pertandingan itu dengan tim yang tak seimbang.
Pelajaran berharga yang sangat ku tekankan dan bisa di aplikasikan dalam berbagai aspek sampai masa sekarang.