Setelah bertarung dengan ikan-ikan ganas akhirnya Madara sampai di pulau besar Dressrosa.
Matanya bergerak menyelidik sambil mengamati boneka-boneka mainan yang hidup di sana. Dressrosa benar-benar unik.
Ruko-ruko penyedia makanan juga membuat Madara merasa penasaran dengan dagangan yang dijual. Dia bahkan tidak ingat lagi saat-saat dimana dia menikmati makanan.
Sebelum kematiannya yang kedua, dia mengkonsumsi chakra dari Gedo Mazo untuk bertahan hidup. Lalu, setelah di bangkitkan pada perang dunia Madara tidak menyentuh makanan sama sekali sampai saat ini.
Madara akhirnya memutuskan untuk bersinggah di salah satu cafe yang cukup ramai di tempat itu.
Madara memesan makanan untuk sekedar melegakan rasa penasarannya. Baginya makanan itu tidak lagi penting. Tubuhnya telah terjaga berkat sel Hashirama dan tingginya tingkat penguasaan chakra.
"Hm" gumam laki-laki itu mengapresiasi makanan yang telah di sajikan di depannya.
Tiba-tiba saat sedang asyik menikmati makanannya ada seseorang yang dengan tidak sengaja menyenggol meja makan Madara.
"Gomennasai" Kata perempuan dengan baju pink sambil membungkukkan diri kepada Madara. Dia menengok ke kanan dan ke kiri seperti sedang mencari seseorang.
"Ano, apakah anda melihat laki-laki tinggi pirang dengan topi tinggi dan mantel berwarna hitam? Dia memakai cravat berwarna putih di lehernya, lalu dia juga membawa pipa saluran air, tingkahnya sep—"
Wanita itu kemudian diam setelah Madara memberhentikan celotehan itu dengan mengangkat tangannya.
"Dengar—"
"Koala" Wanita itu memotong kalimat Madara dan mengatakan namanya. Koala berhenti bicara karena merasa ngeri dengan tatapan tajam yang diberikan oleh Madara.
Koala merasa dirinya sedang berada di hadapan panglima tertinggi Dragon ketika berbicara dengan laki-laki berbaju zirah di hadapannya.
"—bocah. Aku sama sekali belum melihat orang yang kau cari"
Koala bernafas dengan lega ketika Madara tidak menceramahi dirinya dan malah menjawab pertanyaan tersebut dengan sangat jelas.
Madara kembali fokus pada makannya. Dia memasang wajah orang yang sedang berfikir keras sambil mencicipi makanan nya satu persatu dengan sumpit. Tidak peduli apakah makanan tersebut adalah steak berukuran besar (dengan sedikit chakra di ujung sumpit Madara membelahnya dengan mudah), pizza, spageti ataupun lasagna.
Koala masih berdiri di tempatnya sambil memandangi laki-laki misterius menikmati hidangannya. Sesekali perempuan itu meneguk ludahnya sendiri karena rasa lapar itu menular kepadanya.
Dari sudut matanya Madara mengawasi perempuan kelaparan bernama Koala. Mengetahui bila Koala tidak memiliki niatan buruk kepadanya, Madara menyuruh Koala untuk duduk di bangku kosong seberang tempat duduknya.
"Terimakasih"
"Hm" Respon Madara karena memang meja makan yang dipilihnya itu adalah tempat paling nyaman di antara meja-meja lainnya. Letaknya juga sangat strategis, dengan sekali pandang saja penghuni tempat tersebut bisa melihat seluruh ruangan kafe tak terkecuali area luar yang terlihat jelas dari jendela.
"Permisi tuan, kalau boleh tau siapa nama anda?" Tanya Koala setelah dia duduk dengan nyaman.
Madara terdiam sambil mengimbang benda cair yang ada di gelas minumannya. Dirinya berjanji bahwa inilah terakhir kalinya dia akan memberikan namanya begitu saja. Setelah itu, dia akan mengumumkan namanya di depan umum agar seluruh dunia ini tahu tentang keberadaannya.
"Madara Uchiha"
"Eh, aku belum pernah dengar nama anda Madara-san" ujar Koala sambil salah satu tangannya menumpang dagu dan mengingat-ingat nama tersebut dalam buku buronan.
"Tentu saja" Respon Madara yang membuat perempuan di hadapannya membelalakkan matanya terkejut.
"Jadi, Madara-san adalah orang super rahasia atau bagaimana?" Koala bertanya sambil mencoba menggali informasi dari mulut Madara. Dia benar-benar bingung mengapa seseorang beraura sekuat Madara tidak memiliki harga buronan. Mungkinkah Madara merupakan aktor yang baik atau dirinya memang sangat ditakuti sehingga pemerintahan tidak berani mengungkapkan keberadaannya.
"Hm"
"Hmm? Apa itu berarti anda menyetujuinya atau tidak...?" Koala yang tidak pernah bertemu klan Uchiha tentunya tidak mengerti bahasa para pemilik mata sharingan itu.
"Diam dan makanlah makanan ini" ujar Madara sambil memberikan tanda pada beberapa makanan yang tidak ia sukai. Beberapa menu asing terasa tidak cocok di lidahnya.
"Terimakasih. Itadakimasu" Ucap Koala sambil melahap makanan itu dengan senangnya.
Meja makan yang sunyi benar-benar bukan tipe Koala yang memiliki hobi merumpi. Dirinya dengan mudah menarik perhatian Madara ketika mengatakan bahwa ada pertempuran gladiator di Koloseum Corida.
"Tentu saja banyak sekali yang akan bertarung di situ aku dengar angotta bajak laut Blackbeard juga akan muncul lho. Selain itu ada pula Bellamy, anak buah Doflamingo yang memakan buah iblis bane-bane no mi sehingga menjadi seperti pegas—" Madara menyimak dengan senang hati sambil mendorong piring yang berada di meja makannya mendekat ke arah gadis itu.
Sepertinya makanan membuat mulut Koala menjadi ember. Dia juga tidak begitu khawatir berbagi informasi dengan Madara, lagi pula informasi tersebut sudah menjadi pengetahuan umum di Dressrosa.
Koala beberapa menit yang lalu telah menyadari bahwa Madara bukan berasal dari Dressrosa. Mungkin saja laki-laki itu baru sampai dan tidak mengerti apa saja yang terjadi di pulau ini.
Seperti keyakinan Koala di Revolutionary Army bahwa seseorang tidak akan mendapatkan informasi jika dirinya tidak memberikan informasi terlebih dahulu.
"Apa itu buah iblis?" Madara bertanya sambil berfikir tentang buah chakra berwarna merah yang pernah dia dapatkan.
Koala menatap Madara tanpa berkedip selama beberapa detik. Tidak ada di dunia ini yang tidak tahu apa itu buah iblis, karenanya misteri dari laki-laki di hadapannya malah menjadi semakin rumit.
Karena tidak ada pilihan lain Koala akhirnya menjelaskan secara panjang lebar kepada Madara tentang buah iblis.
"Hm" Madara mengangguk dengan perasaan lega. Beruntung sekali buah iblis bukanlah buah chakra tapi jika saja buah chakra berada di antara buah iblis tentu semuanya akan sangat menarik baginya.
"Madara-san bagaimana denganmu? Apa kau menginginkan buah iblis juga?" Perempuan itu bertanya dengan polos, namun dapat membuat sel-sel di tubuh Madara menyatakan waspada pada tuannya.
"Tidak perlu. Aku bisa mengurus diriku sendiri"
"Apa kau pengguna Haki?" Koala memberikan pertanyaan asing lagi pada Madara.
Laki-laki Uchiha itu dengan sekuat tenaga berusaha untuk tidak tertarik dengan kata 'Haki' yang di sebutkan wanita itu. Rasa keingintahuannya meningkat, tapi kali ini informasi tentang 'Haki' tidak akan dia dapatkan dari Koala.
Madara masih ingat akibat dari informasi bila hanya diberikan melalui satu orang saja. Zetsu, jika Madara menemukan lintah hitam itu di sini dia berjanji akan membuat penghianat itu merasakan neraka abadi.
"Hm"
"Koala!"
Seseorang datang dan berteriak dari pintu masuk. Suara itu membuat semua orang yang ada di cafe menengok pada laki-laki yang tengah membungkuk dengan nafas terengah-engah (hanya acting).
Tentu saja saat melihat Koala dirinya berjalan perlahan menuju meja makan Madara. Perlahan Uchiha itu beranjak dari tempat duduknya dengan elegan.
"Eh, Madara-san?"
"Hm, laki-laki yang kau cari sudah datang. Semua makanan sudah di bayar" Madara dengan cepat meninggalkan Koala yang terlihat seperti seseorang yang kalah lotre dan temannya, (Sabo) kebingungan sekaligus penasaran pada Madara.
*****
Madara kembali menikmati pemandangan sekitar sambil melihat peta yang dia dapatkan dari salah seorang bajak laut sombong yang dengan bodohnya berani menabrakkan diri ke pundaknya.
Tidak hanya melihat peta, Madara juga mendapatkan sekantong uang koin yang bila di total mencapai 700 berry. Tidak banyak memang uang tersebut karena bajak laut sombong itu sangatlah lemah.
Lagi pula kalau memang harus membayar banyak, Madara bisa dengan mudah menggunakan genjutsu pada mereka. Seperti apa yang dia lakukan di cafe.
Dengan kecepatan berlarinya di atas atap bangunan, maka tidaklah terlalu lama bagi Madara untuk sampai di Koloseum Corida.
Bangunan tersebut sangatlah megah mesti beberapa dindingnya ada yang retak dan hancur. Teriakan semangat para penonton dan bunyi hantaman pedang membuat Madara memasang senyum sadisnya.
"Benar-benar menarik" Ujarnya sambil berjalan santai mendatangi pintu masuk arena gladiator itu.
"Hei kau, Pertarungannya sudah di mulai. Kau telat kalau ingin menonton" seru salah seorang petugas di sana.
"Aku ingin bertarung"
"Tidak bisa begitu, bung. Pendaftaran juga sudah di tutup" Madara menatap rendah ke arah petugas itu.
"Biarkan aku membukanya, kalau begitu"
"Hah? Apa maksud—" tatapan petugas itu menjadi kosong. Dia seperti melihat sesuatu yang tidak terlihat oleh orang-orang di sekitar.
Dengan santai Madara memasuki Koloseum tersebut dengan santai tanpa ada orang lain yang menghalangi jalannya.
"Aku datang wahai para petarung dunia ini"