Chereads / Danaus Plexippus / Chapter 4 - 04 Menagih hutang

Chapter 4 - 04 Menagih hutang

Waktu makan malam telah tiba. Suara dentingan pisau dan garpu saling bersahutan. Di ruangan yang cukup luas, dua orang remaja laki-laki sedang makan dengan getaran keanggunan.

Kepala pelayan dan wakil kepala pelayan berada tak jauh di belakang remaja tersebut. Para maid wanita berdiri sejajar dengan menundukkan kepala, serta prajurit yang menjaga pintu.

"Noah."

"Saya menjawab, Pangeran."

"Laporkan."

"Baik, Pangeran."

Noah mengambil satu langkah maju mendekati tempat Rune dan berdiri tepat di belakangnya.

"Saya telah mengantar dewan ke-tujuh menuju istana utama dengan selamat."

Rune mendengarkan dalam diam. Dia memotong daging yang di masak medium rare lalu memasukkannya ke dalam mulut.

"Di tengah jalan kami di hadang oleh sekelompok orang berpakaian hitam, dan kelompok tersebut di pimpin oleh sekertaris dewan ke-tujuh sendiri."

Kening Rhys berkerut. Dia menatap ke arah adiknya yang masih terlihat tenang begitu mendengar ucapan dari Noah.

Noah terus melanjutkan ucapannya.

"Saya telah membunuh mereka semua. Namun, dewan ke-tujuh mendapatkan luka tusukan pada bagian perut dan membutuhkan waktu untuk pulih."

Rune menghentikan pergerakan tangannya yang ingin memotong daging.

Untuk seseorang yang telah hidup selama 30 tahun di kerajaan Scorpio, pria itu sangat naif.

"Dia sangat naif."

Rune membagikan pemikirannya.

"Aku rasa tidak."

Rune melirik ke arah Rhys yang menyahuti ucapannya.

"Dia bukan naif, melainkan bodoh."

Sudut mulut Rune berkedut. "Ya, kurasa kau benar." Rune kembali memotong daging untuk di makan.

Noah memiliki senyum tipis mendengar obrolan mereka. Namun, dia perlu memberitahu informasi terakhir sebagai penutup.

"Saya telah melakukan pertolongan pertama pada luka dewan ke-tujuh, dan memberitahunya bahwa beliau memiliki hutang yang banyak kepada Pangeran kelima."

"Kau melakukannya dengan baik."

"Terima kasih, Pangeran."

Noah membungkuk hormat. Secara perlahan dia mengambil langkah mundur.

Bulu mata Rune sedikit turun, lalu bibirnya melengkung membentuk senyuman.

Rencananya berjalan dengan lancar. Meskipun dia tidak menyangkan bahwa dewan ke-tujuh akan mendapatkan sebuah luka, tapi itu lebih baik daripada tidak selamat.

Sekarang yang perlu dia lakukan selanjutnya adalah bertemu dengan penguasa kerajaan Scorpio. Dan itu cukup sulit.

Tapi, bukan berarti tidak layak untuk di coba.

"Noah."

"Saya menjawab, Pangeran."

Rune mengusap mulutnya menggunakan sapu tangan.

Salah satu maid wanita datang menyingkirkan piring kotor, lalu menghidangkan makanan penutup.

"Kirim surat ke istana utama-"

Trang.

Rhys menjatuhkan alat makannya, lalu memandang adiknya dengan tatapan tidak suka.

"Apa kau ingin menemui bajingan itu?"

"Tentu."

"Kenapa?!"

Rune menatap wajah Rhys yang penuh tanda tanya.

Dia dapat mengerti mengapa Rhys sangat tidak menyukai penguasa kerajaan ini. Tapi dia perlu melakukan sesuatu sebelum konflik pertama di mulai.

"Rhys, bila kau tidak ingin menemuinya, maka lakukanlah. Tapi aku harus menemuinya."

Rune mencondongkan tubuhnya ke depan.

"Orang itu harus membuka kasus ku kembali."

Rhys kehilangan kata-kata. Harusnya dia berusaha lebih keras, dengan begitu adiknya tidak perlu melakukan hal itu.

Padahal Rune baru saja sadar dari koma, tapi sudah ingin mengatasi masalahnya yang tidak bisa dia lakukan.

"Aku mengerti."

Rhys menurunkan pandangannya. Dia memakan makanan penutup dengan lesu.

Rune menaikkan satu alisnya, lalu menghela napas. "Rhys, aku tidak memiliki sihir lagi. Untuk itu, aku akan mengandalkan mu ke depannya."

Rhys mengeluarkan batuk palsu, lalu menjawab ucapan Rune dengan suara ketus.

"Tentu saja, kau lemah sekarang. Jadi kau membutuhkan perlindungan dariku."

Rune mengangguk kecil. "Ya, ya. Kau sangat hebat."

Tatapan mata Rhys sedikit bersinar.

Noah memiliki senyuman di wajahnya, melihat interaksi saudara kembar yang terlihat sangat imut.

"Noah, kirim surat ke istana utama. Tulis kalimatnya sepertinya ini,"

"Sebilah pedang akan memotong bulan tepat di waktu siang."

"Pastikan kau menulisnya dengan benar."

"Di mengerti, Pangeran."

Rune mengangguk puas pada jawaban yang diberikan oleh Noah.

"Apa arti dari kalimat itu?"

Rune menyeringai kecil.

* * *

Keesokan harinya.

Rune melakukan lari pagi mengelilingi taman istana Lunar bersama dengan Rhys. Sayangnya, baru dua kali putaran napas Rune sudah terengah-engah.

Rhys yang mengetahui hal itu berlari sejajar dengan langkah kaki Rune, dan berkata. "Istirahatlah, kau terlihat sangat kelelahan."

"Sebentar lagi, aku akan menyelesaikan putaran ketiga."

"Jangan terlalu memaksakann diri, kau baru saja sadar setelah terbaring selama dua bulan."

"Aku-"

Ucapan Rune terhenti saat dia merasakan tubuhnya terhuyung ke depan.

Rhys secara refleks meraih pinggang kecil adiknya, dan memeluknya dari samping. Dia dapat mendengar suara napas Rune yang memburu.

Rhys mengeratkan rahangnya.

"Dasar bodoh. Bukankah aku sudah meminta mu untuk beristirahat, lihat! Kau hampir saja jatuh. Noah!!"

Rune meringis mendengar teriakkan Rhys yang terdengar dekat dengan telinganya.

"Jangan berteriak di telingaku."

"Mulutmu itu setidaknya masih bisa bicara."

Rhys menjawab dengan nada ketus. Dia menunggu kedatangan Noah dan prajurit yang sedang berjalan kemari.

Meskipun dia berhasil menahan tubuh Rune yang ingin jatuh, tapi dia tidak memiliki kekuatan untuk menggendongnya.

Noah yang baru saja sampai melihat wajah pucat milik pangeran ke-lima. "Pangeran, biarkan saya yang membawa pangeran ke-lima."

"Aku memanggilmu memang untuk itu."

Rune menangis di dalam hati. Harga dirinya sebagai seorang pria dewasa terluka, saat tubuhnya di gendong oleh Noah.

Ini juga salahnya karena tidak fokus saat berlari. Pikirannya berada di tempat lain.

Rune sedang menunggu kedatangan orang dari pihak istana utama.

Hingga saat ini mereka belum juga datang. Apa karena ini masih pagi? Sehingga orang itu belum membaca suratnya.

Mereka telah sampai di tempat teduh.

Rune menepuk pundak Noah. "Turunkan aku."

"Baik, Pangeran."

Rune turun dari gendongan Noah, dia beranjak menghampiri kursi panjang yang sudah di sediakan. Merebahkan tubuhnya pada kursi, seorang pelayan mendekati dengan membawa kain kering.

Rune mengambil kain kering tersebut, lalu mengusap keringat yang membasahi wajahnya.

Rhys duduk di kursi panjang yang sejajar dengan Rune. Dia mengambil gelas yang berisi jus buah dari pelayan, lalu meneguknya hingga habis.

"Tetaplah di sini, tubuh lemah mu itu membutuhkan istirahat."

"Aku tahu."

Rhys menghela napas panjang, dia menatap wajah adiknya dengan tatapan pengertian.

"Rune, aku mengatakan itu padamu karena aku menyayangimu."

Rune menoleh ke samping, dia memandangi wajah Rhys dengan tatapan rumit.

"Kata-katamu terdengar menggelikan di telingaku."

Rune berkomentar dengan ekspresi aneh di wajahnya, lalu mengalihkan pandangan.

Menyayangi? Rasa sayang?

Itu adalah hal asing baginya yang hidup dalam kesendirian.

"Sialan! Aku juga merasa geli saat mengatakannya."

Rhys membalas dengan tajam. Dia meneguk jus buah yang berada di tangannya hingga habis. Lalu, memberikan gelas kosong pada pelayan.

"Aku akan kembali berlari."

"Lakukan sesukamu."

Rhys mengeratkan rahangnya. Dia berlari mengelilingi taman istana Lunar dengan ekspresi keras yang terlihat di wajahnya.

Rune mengangkat satu alisnya.

'Ada apa dengannya?'

Rune merasa bingung melihat Rhys yang berlari dengan langkah tajam, namun dia segera menghiraukan di detik berikutnya.

Rune mengambil buah yang sudah di sediakan oleh para pelayan, lalu memakannya.

"Noah."

"Saya di sini, Pangeran."

Noah menjawab panggilan.

"Kau benar-benar sudah mengirim suratnya ke istana utama 'kan?"

Noah terdiam pada pertanyaan yang diajukan oleh Rune.

Ternyata pertengkaran kecil yang di alami mereka, sekali lagi di sebabkan oleh pria itu. Dan sepertinya, pangeran kelima masih mengharapkan kasih sayang dari pria itu.

"Saya sudah mengirimkannya kemarin malam, saat anda memberikan perintah."

Rune merenungkan jawaban yang diberikan Noah. Dia mempercayai kata-kata Noah.

Sepertinya, untuk bertemu dengan seorang penguasa kerajaan memang sangat sulit. Sayangnya, dia sangat keras kepala.

Kalau sampai waktu tengah hari orang-orang dari pihak istana utama tidak juga datang menemuinya, maka Rune akan mengambil tindakan.

Seperti, membuat kekacauan misalnya.

* * *

Sinar matahari terpancar terang di balik jendela kaca. Ini sudah menunjukkan waktu siang. Menatap keluar jendela dengan ekspresi datar, Rune meminum teh hangat secara perlahan.

Hingga saat ini, tidak ada orang-orang dari pihak istana yang datang menemuinya.

Ada dua kemungkinan dari kejadian ini. Pertama, surat yang di kirim belum di baca. Kedua, surat yang di kirim sudah di baca namun orang itu mengabaikannya.

Rune menaruh cangkir teh di atas meja.

Dari dua kemungkinan itu, jawabannya tidak ada. Tidak ada yang datang kemari untuk menemuinya. Yang artinya, dia perlu melakukannya sendiri.

Rune menghela napas panjang. Bahkan di tempat seperti ini pun, dia harus melakukannya sendiri untuk mendapatkan hal yang diinginkan.

"Noah."

Noah yang berdiri di dekat pintu, berjalan mendekat. "Saya menjawab, Pangeran."

"Dimana Rhys?"

"Pangeran ke-empat sedang berlatih pedang dengan sir Arthur, di temani oleh wakil kepala pelayan, Himne."

Rune bangkit dari posisinya, lalu mengambil langkah maju.

"Ikut denganku, kita akan menagih hutang."

Noah berjalan mengikuti di belakang.

Cukup terkejut dengan perintah yang diberikan secara tiba-tiba. Tapi, bila memang pangeran ke-lima ingin pergi menagih hutang, itu berarti mereka akan pergi ke istana utama. Dan itu membutuhkan kendaraan.

"Pangeran, izinkan saya pergi untuk menyiapkan kereta."

"Lakukan dengan cepat."

"Di mengerti."

Noah mengangguk.

Dia segera pergi melakukan tugasnya. Tak lupa memberitahu pelayan untuk memberi kabar keberangkatan pangeran ke-lima menuju istana utama pada wakil kepala pelayan.

Trang. Trang. Trang.

Rhys menepis pedang dari pria dewasa yang bertanding dengannya. Rhys berusaha untuk menahan setiap serangan yang diberikan padanya. Lalu mencari celah agar dapat melakukan serangan balik.

Trang.

"Akh."

Pedang yang di pegang oleh Rhys terjatuh, lalu sebilah pedang berada di lehernya.

Arthur menarik kembali pedangnya, dia berjalan mendekati pangeran ke-empat lalu menepuk pundaknya.

"Mari kita beristirahat sejenak."

Rhys menghela napas panjang, lalu mengangguk kecil. Dia mendekati tempat teduh, seorang pelayan menghampirinya dengan membawa kain kering.

Rhys mengambil kain tersebut untuk mengusap keringat di tubuhnya.

"Anda sudah melakukannya dengan baik, Pangeran."

"Terima kasih."

Rhys mengambil gelas yang di berikan oleh wakil kepala pelayan, Himne.

"Pangeran ke-empat, ada informasi yang saya terima dari kepala pelayan Noah."

Rhys menghentikan pergerakan tangannya.

"Noah?"

"Itu benar, Pangeran."

"Katakan."

"Pangeran ke-lima sudah berangkat menuju istana utama bersama dengan kepala pelayan, Noah."

Pandangan mata Rhys menjadi sedikit gelap.

Sepertinya surat yang di kirim Noah di abaikan oleh bajingan itu, sehingga adiknya harus mendatangi istana utama.

Cengkraman tangan pada gelas semakin kuat, Rhys meneguk habis minuman di dalamnya.

"Sir Arthur, aku akan mengalahkan mu kali ini."

Rhys menaruh gelas kosong, lalu meraih pedang yang di pegang oleh wakil kepala pelayan, Himne.

Arthur menghela napas.

"Pangeran, tidak baik berpedang dalam keadaan marah."

"Apakah begitu? Tapi aku tidak marah."

Rhys tidak marah saat mengetahui Rune mengunjungi istana utama. Dia hanya merasa tidak berguna sebagai seorang kakak.

Untuk itu dia perlu menjadi kuat agar bisa menjadi perisai maupun pelindung bagi adiknya.

"Baiklah kalau begitu, saya akan memulainya."

Arthur mengambil pedang miliknya, lalu menyusul pangeran ke-empat yang telah berada di tengah lapangan latihan.