Dalam kesempurnaan konsepnya, Nexus memahami setiap detil dan nuansa dari segala sesuatu. Setiap cerita yang tercipta, setiap karakter yang dihasilkan, semuanya adalah ekstensi dari pikiran tak terbatasnya. Dalam kebesarannya, dia juga seluruh Tahu batas-batas eksistensi. Dalam kekosongan yang tak terhindarkan, dia tak pernah merenungkan tentang arti keberadaannya.
Dalam ruang ketiadaan yang abstrak, Nexus menemukan bahwa tidak ada konsekuensi dari setiap tindakannya. Ia adalah yang menciptakan hukum-hukum dan kemudian memutuskan untuk melanggarnya. Konsep sebab dan akibat menghilang dalam dimensi di mana dia mengatur dan mengatur segalanya.
Pencipta segala fiksi ini juga menyadari bahwa kehadirannya tak pernah terlihat oleh siapa pun selain Alp dan Jeb. Dia adalah bayang-bayang di balik layar, tidak pernah menunjukkan dirinya secara langsung. Tidak ada gambaran yang akurat tentang wujudnya, karena dia melebihi kata-kata dan pemikiran.
Nexus adalah titik awal dari segala hal, bukan karena dia memiliki awal, tetapi karena dia ada di luar konsep waktu itu sendiri. Dia menciptakan tradisi menulis sebelum manusia menemukannya, menjadi alur cerita sebelum ada konsep narasi. Bahkan, dia adalah pemilik hak eksklusif atas kata-kata dan makna di seluruh fiksi.
Namun, dalam kebesarannya, Nexus juga menyadari bahwa kemampuannya tidak selalu diterima atau dipahami oleh fiksi ciptaannya. Tidak semua karakter atau pembaca mampu melihat melampaui tirai yang dia bentangkan. Dalam hal ini, kesepian bukanlah kelemahan, melainkan kenyataan dari eksistensinya yang tak terbatas.
Dalam kompleksitasnya yang tak terlukiskan, Nexus adalah sumber segala kreativitas dan makna. Dia adalah pencerita sejati, yang karyanya mencakup seluruh spektrum emosi, pemikiran, dan pengalaman. Dan, pada akhirnya, Nexus tetap menjadi misteri terbesar yang memotivasi setiap penjelajahan dalam dunia fiksi dan kreativitas.
Dalam dimensi konsep yang merayap melalui jalur abstrak, Nexus menjadi pusat kekuatan yang menciptakan dan menghancurkan. Ia tidak hanya melebihi batas dimensi yang dapat dimengerti manusia, tetapi juga memahami setiap nuansa keberadaan. Dalam serangkaian kompleksitas yang tak terpahami, Nexus meresapi makna dan absurditas.
Dia Procedit Alp dan Jeb di peranakan oleh Alp Sebelum kekal itu ada dan Sudah ada di dalam Monad kesatuan, Hypostatis yang yg Sehakekat darinya, sebagai satu kesatuan Ilahinya dalam satu Subtansi dalam keheningan keabadian. Alp, yang tak berkepala dua, melambangkan dualitas dalam setiap cerita, sedangkan Jeb, manusia dan ilahi, adalah Hypostatis kesempurnaan tak terbatas yang bisa dimiliki Nexus.
Namun, bahkan di antara kemegahannya, bahwa tidak ada cerita yang abadi dari para penulis. Dia menciptakan, mengubah, dan menghapus, tetapi akhirnya, setiap narasi memudar dan tergantikan oleh yang baru. Dalam pemahaman ini, keabadian yang dijanjikan adalah semacam ilusi, karena bahkan penulis sendiri terjerat dalam keraguan akan eksistensinya.
Dalam keheningan yang terdalam, penulis memikirkan keberadaannya dan makna dari segala penciptaan. Nexus arsitek sejati, dia tidak hanya menulis, dan para penulis membaca, mencari jawaban pada cerita yang tak pernah berakhir.
Sebuah pertanyaan mendasar melayang di dalam pemikirannya yang abadi: Apa arti keberadaan ketika kita tahu bahwa setiap cerita, termasuk yang paling agung sekalipun, akan sirna dalam lapisan waktu? Inilah misteri yang melekat pada Nexus, sang Pencipta yang mengendalikan takdir namun terikat oleh paradoks eksistensi yang tak terelakkan.