Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Bunga-untuk-Luna

🇮🇩Ruli_Lesmono9
--
chs / week
--
NOT RATINGS
5.1k
Views
Synopsis
Dua kali juara pertama lomba menulis cerpen tahunan di sekolahnya membuat Luna sangat optimis bisa menjuarai lagi lomba itu yang saat ini terakhir baginya, karena tiga bulan lagi Luna lulus SMUN. Deon, kekasihnya Luna dari perjodohan kedua orang tua masing-masing, mendukung dan membantu Luna. Deon berusaha sekuat tenaganya agar Luna tetap bertahan dengannya. Kali ini, tanpa diketahuinya, Luna adu cerpen dengan Kevin, seorang siswa kelas 3 bahasa pindahan dari sebuah SMUN masih di Jakarta. Kevin diam-diam sangat jago menulis cerpen. Mampukah Luna menjuarai ketiga kalinya lomba menulis cerpen tahunan di sekolahnya? Bagaimana kisah cinta Deon dengan Luna selanjutnya? Apakah Deon berhasil bertunangan dengan Luna? Bagaimana kisah Luna dengan Kevin? Apakah Luna jatuh hati kepadanya? Jawaban-jawabannya ada di novel ini.
VIEW MORE

Chapter 1 - Penggemar Blackpink

Pada suatu Rabu pagi pukul 05.45 WIB, bu Mira sudah tiga kali menelpon Luna dengan HPnya. Namun, Luna tidak mendengarnya, karena HPnya Luna sejak semalam sesudah belajar hingga sekarang dipakai untuk mendengarkan lagu-lagunya Blackpink, grup musik dari Korea Selatan paling disukainnya. Saat ini, Luna Isabella Kusuma masih tertidur pulas di kasurnya dengan kondisi berselimut dan kedua telinganya masih memakai earphone. Lagu-lagunya Blackpink terbaru masih terngiang-ngiang volume pelan di kedua telinganya. 

"Bik Iyem!" Bu Mira memanggil seorang pembantunya dari dapur dengan wajah serius dan agak berteriak. 

Bu Mira mencoba lagi menelpon Luna, sedangkan bik Iyem sambil tetap beraktifitas di dalam dapur segera menoleh ke seorang perempuan majikannya itu yang sudah 10 menit berdiri di depan pintu dapur. 

"Iya, bu." Bik Iyem menjawabnya dari dalam dapur sambil tetap beraktifitas menyiapkan sarapan yang hampir selesai untuk bu Mira sekeluarga seperti biasanya. 

"Tolong bik Iyem kemari sebentar!" Bu Mira berkata agak bernada tinggi dan sedikit kesal kepada bik Iyem sambil memutus sambungan telpon ke HPnya Luna. Luna masih belum mendengarkan panggilan mamanya itu. 

"Baik, bu!" Bik Iyem menjawabnya. 

Bik Iyem segera berjalan mendekati mamanya Luna itu. 

"Ada apa, bu? Ada yang bibik bisa bantu, bu?" Bik Iyem bertanya dengan kalem dan agak menunduk ketika sudah berada di dekat bu Mira. 

"Tumben-tumbennya Luna nggak menjawab panggilan telpon dari saya beberapa kali, bik!" Bu Mira menjawabnya dengan kuatir dan menggenggam HPnya serta kedua matanya memandang kedua matanya bik Iyem dengan tajam. 

"Non Luna sepertinya masih tidur, bu." Bik Iyem menduganya. 

"Tolong bik Iyem bangunkan dia sekarang juga!" Bu Mira memerintah dengan nada agak tinggi dan cemas bercampur gelisah pembantu rumah tangganya itu yang kini sudah berumur 65 tahun. 

"Kalau sudah bangun, suruh dia segera mandi, berseragam sekolah, lalu sarapan bareng seperti biasanya ya bik." Bu Mira menyambung. 

"Baik, bu." Bik Iyem menjawabnya dengan tegas dan agak menunduk. 

"Sudah hampir jam 6 belum bangun juga sih? Nggak seperti biasanya!" Bu Mira menggumam dan menggerutu sambil melihat ke arlojinya yang melingkar di tangan kirinya. 

Bu Mira sekarang mengambil salah satu kursi di meja makan untuk menunggu Luna, sedangkan bik Iyem segera menuju ke tangga yang letaknya memang dekat dengan dapur untuk membangunkan Luna. Letak kamarnya Luna ada di lantai dua. Setelah tiba di depan pintu kamarnya Luna, bik Iyem mengetuk-ngetuk pintunya agak keras beberapa kali sambil memanggil-manggilnya. 

"Iya, bik!" Luna menjawabnya dengan berteriak agak keras. 

Luna segera mencopot kedua earphonenya dari kedua telinganya dan HPnya, lalu menyibak selimutnya. Karena bik Iyem mendengar suara Luna dari dalam, bik Iyem menghentikan ketukan pintu yang sudah ke-9 saat ini. Kamarnya Luna bercat warna hitam separuh dan warna pink juga separuh. Di dalam kamarnya, terdapat satu poster keempat personel Blackpink berukuran besar tertempel di tembok di dekat bantalnya, satu poster berbeda keempat personel Blackpink berukuran sedang di samping kanan tembok dipannya, satu foto di studio foto berbentuk poster berukuran sedang dirinya dan ketiga sahabat karibnya sejak kelas satu SMUN di tembok depan meja belajarnya dekat dengan jam dinding, dan pernak-pernik dan hiasan-hiasan kamar yang tertata bagus dan rapi khas seorang perempuan yang masih remaja. Luna selalu menjaga kebersihan, keharuman, dan kerapian kamarnya dan dirinya sendiri. 

Kemudian, Luna membuka kunci slot pintu kamarnya dari dalam, lalu membuka pintunya setengah. 

"Ada apa, bik?" Luna bertanya. 

"Non Luna bangun dong. Sekarang udah hampir jam 6 loh. Tadi mama menyuruh bibik ke sini membangunkan non Luna, soalnya mama udah menelpon non Luna berkali-kali dan katanya nggak diangkat." Bik Iyem menjelaskan ke Luna. 

Luna terdiam sejenak.

"Kok non Luna malah diem?" Bik Iyem bertanya. 

 "Non Luna disuruh mama segera mandi, berseragam sekolah, terus sarapan bareng seperti biasanya." Bik Iyem berkata. 

"Iya, bik. Luna segera menuruti perintah mama." Luna menjawabnya. 

"Gitu dong non jawabnya." Bik Iyem berkata dengan tersenyum lega. 

"Bibik sekarang turun ya. Luna pasti segera turun juga kok." Luna berkata. 

"Baik, non." Bik Iyem menjawab. 

Setelah itu, bik Iyem segera menuju ke dapur lagi, sedangkan Luna segera membereskan kamar tidurnya, lalu menutup pintunya dan tak lupa menguncinya dari luar seperti biasanya apabila Luna keluar kamar ke manapun. Kemudian, Luna menuruni tangga stainless steel yang panjangnya sekitar 10 meter menuju ke kamar mandi yang letaknya dekat dengan dapur. Mamanya Luna masih duduk menunggu satu-satunya anaknya itu di meja makan. 

"Luna sudah bangun, bik?" Bu Mira bertanya ke bik Iyem sambil berdiri dari kursinya. 

"Alhamdulillah..sudah, bu." Bik Iyem menjawabnya. 

"Alhamdulillah." Bu Mira mengucap syukur. 

"Sekarang Luna gimana, bik?" Bu Mira bertanya sambil berjalan mendekati bik Iyem yang barusan menginjak lantai satu. 

"Non Luna katanya tadi pasti menuruti semua perintah mamanya, bu." Bik Iyem menjawabnya. 

"Syukurlah kalau begitu, bik." Mamanya Luna mengucap syukur sambil menghembuskan nafas lega setelah mendengar perkataan bik Iyem.

"Bibik ke dapur lagi ya bu." Bik Iyem memohon. 

"Baik, bik. Silakan, bik." Bu Mira mempersilakan bik Iyem kembali ke dapur lagi untuk menyiapkan sarapan yang hampir selesai disajikan di meja makan.

Tidak beberapa lama kemudian, Luna terlihat bu Mira menuruni tangga. Bu Mira tersenyum-senyum melihatnya. 

"Sayang, udah jam berapa nih? Apa kamu gak takut terlambat masuk sekolah?" Bu Mira mengingatkan dengan agak suara agak tinggi ke satu-satunya putri kesayangannya itu. 

"Iya, ma." Luna menjawabnya agak lirih sambil menuruni tangga. 

Luna sekarang hampir dekat dengan mamanya yang sejak tadi di lantai satu dekat dengan tangga untuk menunggu Luna. 

"Ayo cepetan mandi sekarang, sayang." Bu Mira menyuruh Luna dengan perasaan kuatir. 

"Iya, ma. Luna udah tahu kok, mam." Luna menjawabnya setelah barusan menginjak lantai satu dan dekat dengan mamanya. 

Sementara itu, papanya Luna barusan keluar dari dalam kamarnya dengan memakai jas dan berdasi membawa sebuah tas jinjing kulit warna hitam seperti biasanya, sedangkan bik Iyem sedang sibuk menata makanan-makanan, minuman-minuman, piring-piring, dan peralatan-peralatan makan lainnya ke atas meja makan.

"Mama udah mandi?" Luna bertanya ke mamanya. 

"Udah dari satu jam yang lalu dong, sayang." Mamanya menjawab dengan tersenyum kepadanya. 

"Bau mama juga udah wangi dong, sayang." Mamanya menambahkan dengan tersenyum lagi kepadanya. 

Tidak beberapa lama kemudian, bu Mira menoleh ke belakang. Bu Mira melihat suaminya sedang berjalan menuju ke meja makan. 

"Tuh papa kamu udah ke meja makan loh, sayang." Bu Mira berkata ke Luna. 

"Iya, ma." Luna menjawabnya sambil kedua matanya menatap ke papanya yang sedang berjalan ke meja makan. 

"Bu, sarapan sudah siap." Bik Iyem memberitahukan ke bu Mira. 

"Baik, bik." Bu Mira menjawabnya sambil berjalan mendekati suaminya. 

Bik Iyem segera ke dapur lagi untuk membersihkan dapur dan lain sebagainya, sedangkan bu Mira sekarang menggandeng suaminya dan membawa tasnya untuk berjalan bareng menuju ke meja makan. Pak Wijaya Kusuma sejenak kedua matanya melirik ke Luna yang barusan masuk ke dalam kamar mandi.

"Pa, tunggu Luna di meja makan ya pa." Bu Mira berkata dengan kalem ke suaminya sambil tersenyum. 

"Kenapa Luna masih baru mandi, ma?" Pak Wijaya dengan agak cemberut ke istrinya yang di samping kirinya. 

"Luna baru bangun, pa!" Bu Mira menjawabnya dengan kalem lagi sambil tersenyum lagi ke suaminya. 

"Kenapa baru bangun, ma?" Pak Wijaya bertanya lagi dengan agak cemberut ke istrinya sambil mengambil sebuah kursi di meja makan, lalu mendudukinya. 

"Mama belum bertanya kepadanya, pa." Bu Mira menjawabnya dengan kalem lagi sambil tersenyum lagi ke suaminya sambil mengambil sebuah kursi di meja makan dekat dengan suaminya, lalu mendudukinya. 

"Papa mohon mama jangan biarkan Luna terlambat lagi seperti ini ya ma." Pak Wijaya berkata agak cemberut sambil mulai membalik sebuah piring di hadapannya.

"Papa bisa terlambat ke kantor, ma." Pak Wijaya menambahkan tanpa menoleh ke istrinya yang duduk di dekatnya itu.

"Baik, pa." Bu Mira menjawabnya agak tegas sambil melihat suaminya itu mengambil nasi hangat di sebuah piring di tengah meja makan. 

Bu Mira terdiam sejenak masih melihat suaminya itu sekarang mengambil lauk dan pauk di tengah meja makan dekat dengan piring nasi hangat. 

Barusan Luna keluar dari dalam kamar mandi sambil melihat sejenak agak cemberut papanya yang sedang berdoa sebelum mulai makan. 

"Papa nggak pengin sarapan bareng Luna seperti biasanya?" Bu Mira bertanya ke suaminya sambil membalik sebuah piring di hadapannya tanpa menoleh ke suaminya. 

"Ini udah jam berapa, ma?" Pak Wijaya bertanya balik ke istrinya, lalu mulai makan setelah berdoa.

Bu Mira segera melihat ke arlojinya. 

"Masih satu jam lagi perjalanan papa ke kantor." Bu Mira memberitahukan kepada suaminya. 

"Masih banyak waktu, pa." Bu Mira menambahkan sambil mengambil nasi hangat di sebuah wadah di tengah meja makan. 

"Luna juga punya waktu satu jam lagi sampai di sekolahnya, pa." Bu Mira menambahkan lagi sambil mengambil lauk dan kuah di sebuah wadah dekat dengan wadah nasi hangat dan lauk. 

Pak Wijaya masih diam sambil menikmati makan. Tidak beberapa lama kemudian, Luna mulai menuruni tangga. Luna sudah berseragam sekolah, wangi, rapi, dan modis seperti biasanya. Kecantikannya Luna yang dilengkapi dengan kepintaran dan kekayaan orang tuanya membuat Luna menjadi primadona sekolah. Para cowok di sekolahnya hanya bisa menghayal menjadi kekasihnya, karena Luna sudah memiliki seorang kekasih sejak Luna kelas tiga SMU hingga tiga bulan menjelang Ujian Akhir Nasional akan ditempuhnya. 

"Pagi ini papa nggak mau makan bareng Luna dan mama!" Pak Wijaya menjawabnya singkat, lalu mulai menikmati makannya. 

"Loh kenapa, pa?" Bu Mira bertanya dengan terkejut sambil menoleh ke suaminya. 

Pak Wijaya menghentikan sejenak makannya dan menghembuskan nafas. 

"Ada suatu urusan yang papa harus selesaikan dengan pak Ronald di kantor, ma!" Pak Wijaya menjawabnya, lalu mulai menghabiskan makannya. 

"Oh begitu, pa!" Bu Mira menjawabnya dengan melirik ke suaminya itu dan mulai mencurigainya. 

Luna masih menuruni tangga. Tetapi, Luna memperlambat jalannya ketika kedua kakinya hendak menyentuh lantai satu dan telah mendengar semua percakapan kedua orang tuanya di meja makan tadi dengan perasaan ingin tahu. 

Tidak beberapa lama kemudian, pak Wijaya pamit ke istrinya untuk berangkat ke kantor, sedangkan Luna sudah di dekat meja makan. Seperti biasanya, pak Wijaya berangkat ke kantor dengan mobil pribadinya. Sekarang, Luna bergabung dengan mamanya di meja makan untuk sarapan bareng mamanya. 

"Sayang..." Mamanya berkata Luna setelah menoleh ke Luna yang sedang mengambil sebuah kursi di meja makan berseberangan dengannya. 

"Selamat pagi, mama." Luna menyapanya sambil duduk dan tersenyum kepada mamanya. 

"Selamat pagi juga, sayang." Mamanya membalas sambil tersenyum juga ke putri kesayangannya itu. 

"Mama kok kelihatan bengong sih tadi?" Luna bertanya sambil membalik piring di hadapannya kepada mamanya.

"Ah, enggak bengong kok, sayang." Bu Mira menjawabnya, lalu mulai makan lagi setelah beberapa saat tadi melihat ke suaminya keluar dari rumah. 

"Kalau enggak bengong, kenapa mama diam menatap ke luar rumah?" Luna bertanya sambil mengambil nasi hangat di tengah meja makan. 

"Oh itu ya sayang?" Mamanya balik bertanya ke Luna sambil tersenyum. 

"Kenapa, ma? Apa yang mama risaukan?" Luna bertanya lagi ke Mamanya sambil mengambil lauk dan kuah. 

"Nggak ada yang mama risaukan dan cemaskan, sayang." Mamanya menjawab sambil makan. 

Luna terdiam sejenak sambil mulai makan dan kedua matanya menatap kedua mata mamanya dengan rasa ingin tahu. 

"Percayalah sama mama, sayang." Bu Mira meyakinkan Luna. 

"Nggak ada yang mama risaukan dan cemaskan, sayang." Bu Mira meyakinkan Luna lagi. 

"Serius, ma?" Luna bertanya ke mamanya sambil menikmati makannya dan kedua matanya tidak menatap kedua mata mamanya. 

"Serius dong, sayang." Mamanya menjawabnya sambil tersenyum dengan terpaksa kali ini membohongi Luna. 

"Kalau begitu, ya udah, ma." Luna berkata sambil menikmati makan. 

"Ya udah gimana maksudmu, sayang?" Mamanya bertanya ke Luna untuk memastikannya. 

"Berarti Luna percaya saat ini nggak ada yang dirisaukan dan dicemaskan mama." Luna menjawabnya, lalu minum beberapa teguk jus jeruk hangat.

"Ngomong-ngomong, tadi kenapa kamu nggak mengangkat panggilan mama, sayang?" Mamanya bertanya ke Luna, lalu minum beberapa teguk jus jeruk hangat juga. 

"Maapin banget Luna ya ma." Luna memohon maaf ke mamanya setelah meletakkan segelas jus jeruk hangat di tempatnya semula di samping kanan piringnya. 

Seketika itu, bu Mira segera berhenti makan, lalu kedua matanya menatap tajam ke Luna. 

"Maap banget kenapa, sayang?" Mamanya bertanya dengan serius ke Luna. 

"Luna ketiduran sambil mendengarkan lagu-lagunya Blackpink, ma!" Luna menjawabnya dengan sedikit tersenyum dan wajahnya memelas berharap maafnya dikabulkan mamanya. 

"Pantesan." Mamanya berkata dengan tersenyum.

"Mama maapin Luna kan?" Luna menanyakannya masih dengan wajah memelas. 

Mamanya mengangguk, lalu minum seteguk jus hangatnya yang terakhir. 

"Terima kasih banyak ya ma udah maapin Luna." Luna bergembira.

Bu Mira segera membersihkan bibir dan kedua tanggannya dengan beberapa lembar tisu. Bu Mira sudah cukup dengan sarapannya. 

"Papa kamu tadi cemberut soal keterlambatan kamu bangun pagi." Bu Mira berkata ke Luna.

Luna diam sejenak dengan menghembuskan nafas agak panjang. 

"Ya gimana lagi, ma?" Luna berkata. 

"Lah wong Luna udah begitu, ma." Luna menambahkan sambil mengelap bibir dan kedua tangannya dengan beberapa tisu. 

"Mama minta, lain kali kamu jangan begitu lagi ya sayang." Mamanya memohon kepada Luna. 

"Baik, mama." Luna menyanggupinya. 

Tidak beberapa lama kemudian, Luna pamit ke mamanya dengan mengucapkan salam dan mencium kedua pipinya serta tangan kanannya. Luna berangkat ke sekolah dengan mobil pribadinya seperti biasanya kalau tidak bersama kekasihnya. Luna selalu berangkat dan pulang sekolah bersama ketiga sahabat karibnya sejak kelas satu SMUN, Sisil, Agnes, dan Mita. Di kelas tiga SMUN saaat ini, Luna dan ketiga sahabat akrabnya itu satu kelas.