Di malam hari, Jiang Junmo akhirnya bangun. Kondisi tubuhnya sudah membaik, meski masih agak demam.
Namun, Lu Xia masih merasa khawatir. Menganggap dia belum makan apa pun seharian ini, dia kembali ke kamar mereka dan mengeluarkan panci kecil yang mereka gunakan untuk memasak bersama.
Dia juga mengambil beras hasil panen di ruangan itu dan menggunakan mata air spiritual untuk memasak bubur di atas kompor yang biasa mereka gunakan untuk merebus obat di halaman.
Serangkaian aksi tersebut mengejutkan para pemuda terpelajar.
Bahkan Su Man terkejut dan bertanya, "Apa kamu membawa panci ke sini?"
Lu Xia menjelaskan dengan malu-malu, "Keluargaku mengira aku harus memasak sendiri setelah datang ke pedesaan, jadi mereka menyiapkan panci untukku. Tapi kami tidak mempunyai cukup tiket industri, jadi mereka membawakan ku panci kecil tua dari rumah. Tapi, karena aku sudah makan dengan semua orang di sini, aku belum sempat menggunakannya."
Su Man mengangguk dan melihat ke arah panci nya, berpikir itu cukup berguna. Saat ada kesempatan, dia ingin membelinya di kota. Akan lebih mudah untuk memasak saat bepergian.
Aroma bubur Lu Xia dengan cepat menyebar.
Semua orang di tempat pemuda terpelajar jadi lapar.
Makan malam di tempat pemuda terpelajar juga bubur, tapi dibuat dari butiran yang kasar dan tidak bisa dibandingkan dengan bubur yang dibuat Lu Xia dengan menggunakan mata air spiritual.
Setelah Lu Xia selesai memasak, dia menyendok bubur ke dalam mangkuk. Masakannya tidak banyak, hanya cukup untuk satu mangkuk. Setelah menyajikannya, dia membawanya langsung ke Jiang Junmo untuk dimakan.
Jiang Junmo terkejut sekaligus tersentuh saat melihat bubur yang dimasak khusus oleh Lu Xia untuknya. Dia dengan penuh semangat menyesapnya dan bahkan semakin merasa terkejut. Dia tahu masakan Lu Xia enak, tapi dia tidak menyangka bubur sederhana akan terasa begitu enak.
Dia bahkan bisa merasakan sedikit rasa manis di buburnya.
Setelah makan beberapa kali lagi dengan penuh semangat, dia melihat ke arah Lu Xia yang duduk di sampingnya dan tiba-tiba menyadari sesuatu.
"Bagaimana denganmu? Apa kamu hanya membuat satu mangkuk?"
Lu Xia tersenyum dan berkata, "Hanya untuk malam ini, kamu harus memakannya dengan cepat."
Jiang Junmo merasa agak menyesal setelah mendengar jawabannya. Dia tidak menyangka Lu Xia hanya membuatnya untuk malam ini saja, dan nasinya terlihat sangat enak. Mungkin ini adalah nasi yang sama dengan yang dia bawa dari Beijing yang sebelumnya enggan dia makan.
Memikirkan hal ini, dia merasa agak menyesal. Kalau dia tahu, dia tidak akan memakannya secepat itu.
Melihat ekspresinya, Lu Xia tahu apa yang dia pikirkan.
Dia tersenyum dan berbisik di telinganya, "Jangan khawatir, aku masih punya banyak persediaan, tapi kita berada di tempat pemuda terpelajar. Aku tidak bisa membuatkannya untuk semua orang, jadi aku hanya membuatkan sedikit untuk mu. Mereka tidak akan mengatakan apapun tentang hal itu."
Namun, Jiang Junmo masih merasa kurang nyaman. "Bukankah beras ini sulit untuk dibeli?"
Memahami kekhawatirannya, Lu Xia menenangkannya, "Jangan khawatir, kita masih bisa membeli beras ini di masa depan. Makan saja sekarang. Saat kita sudah pindah, kita bisa makan nasi ini setiap hari."
Jiang Junmo terkejut. "Apa kita bisa membelinya di sini?"
Lu Xia tidak menjawab, tapi menatapnya dengan tatapan penuh arti.
Jiang Junmo membiarkan imajinasinya menjadi liar. Dia tahu Lu Xia tidak akan berbohong. Karena dia bilang masih ada persediaan, berarti pasti masih ada. Hal ini membuat pikirannya tenang. Jika memang ada yang menjualnya di sini, dia bisa meminta lebih banyak uang kepada keluarganya di masa depan untuk membeli beras ini.
Jiang Junmo segera menghabiskan buburnya, lalu dia merasa agak pusing setelah makan, dan berbaring kembali.
Lu Xia juga keluar untuk makan.
Namun ketika dia keluar sambil membawa mangkuk kosong dan duduk bersama semua orang untuk makan, Cheng Yujiao mengerucutkan bibirnya dan berkata, "Beberapa orang benar-benar sangat licik. Mereka bisa membuat makanan yang rasanya lezat untuk diri mereka sendiri dan masih punya muka untuk datang makan makanan hambar ini di tempat remaja terpelajar. Apa mereka tidak takut kekenyangan?"
Wajah Lu Xia menjadi dingin setelah mendengar itu dan langsung menjawab, "Aku juga ikut membeli biji-bijian ini dari hasil kerja ku. Kenapa aku tidak punya muka untuk ikut makan? Kalau iri, kamu juga bisa memasak sendiri."