Ia masih belum menunjukkan Suatu reaksi, akan tetapi mengapa ia menjatuhkan Cutterfall?
Faith dengan tingkat kecemasan tertinggi sedikit mengambil langkah mundur, namun kedua tangan Vampir menyentuh wajahnya, lalu
"Argh!!!!!"
Benar juga, tindakan bodoh akan mengundang Efek negatif, Wajahnya dirobek-robek , mulutnya ditarik dan terakhir ia dibanting hingga meruntuhkan tanah yang mereka pijak.
Namun wajahnya tertutup Rambut perak indahnya, ia masih mencengkram erat wajah lelaki ini.
"Gawat!!! Manusia datang menyerang!!!"
Para Elf harus mengabaikan konflik internal ini, mereka menata kembali strategi yang sebelumnya sempat terganggu.
Ribuan pasukan membawa berbagai perangkat perang, yang paling mengancam ialah Semacam Catapult dengan peluru yang dibakar, mereka berencana membakar hutan pemukiman Elf.
"Apa tujuan anda komandan?" Wakilnya bertanya.
"Elf punya magic yang kuat, namun bagaimana jika mereka semua kekurangan Oksigen?, pasti akan mati" jawaban dari komandan bengis.
Mereka berencana membakar seluruh hutan yang didiami oleh para Elf, walau pepohonan enggan menjatuhkan air yang setia membasahi mereka, para manusia tetap menjalankan rencana, karena ini adalah tenggat waktu untuk mereka.
Vampir meninggalkannya tanpa sepatah kata pun, namun emosinya benar-benar tak karuan.
Tubuhnya perlahan beregenerasi, Dalam batin pria yang masih tergeletak lemas
"(Apa sebenarnya yang diberikan para Elf pada Vampir ini)"
Sebuah ramuan alam yang mampu meningkatkan kapasitasnya (areté), tentunya rahasia ini tetap terjaga di tiap generasi.
Babak kedua dari konflik yang sudah pada batas akhir ini mulai memanas, demi melampiaskan emosinya, Vampir melangkah menuju panggung peperangan.
"Tembak!"
Mereka melontarkan batuan panas yang berapi-api, puluhan batu menghantam dan membakar hutan pemukiman.
Para Elf terguncang, mencoba mengevakuasi diri dan menjaga sang tetua yang rapuh.
"Beraninya dia!"
"Beraninya dia...."
"Lagi dan lagi mempermainkan ku"
"Setiap kali bertemu, Selalu saja...
Siluet wajah lelaki terlukis di ingatannya, lelaki yang selalu ia pandang sebagai pembohong besar.
"Rasa sakit ini"
Kedatangan yang epic, Faith mencoba mengejarnya
Prajurit berusaha keras menyerang vampir, walau sia-sia, tujuan mereka hanya memborbardir Hutan pemukiman.
Zodias menunjukkan sebuah ketegasan saat ia meneriakkan nama Lelaki yang mengejar seorang wanita.
"FAITH!! Aku mohon, Bantu Kami para Elf"
"Konflik antara Elf dan Manusia, Kau tahu jika aku ini manusia, akan tetapi...."
Kali ini Faith benar-benar menegaskan kembali...
"Aku akan melakukan yang terbaik!" Sambil menunjuk wajahnya dengan ibu jari, jawaban ini membuat Zodias semakin lega.
"Jika tetua percaya pada Si Vampir, maka Seharusnya aku juga percaya Padamu"
Kali ini Para Elf di seluruh Dragon's Teeth Mountain's memfokuskan strategi mereka dalam bentuk Pertahanan.
Dengan amarah yang muncul dari entah berantah sebuah Frasa yang tepat untuk menggambarkan kondisi emosional sang Ratu.
Ia mengepakkan darah yang bermanifestasi menjadi Sepasang Sayap. Ratusan pasang mata melotot,
"Monster"
"Monster itu muncul kembali!"
Seandainya ini bukan sebuah perintah, Sang komandan lebih memilih meninggalkan tugas ini.
"Sebenarnya siapa monster ini!?" Sebuah komando tegas untuk menyerang sang Ratu yang terbang rendah, kali ini semua serangan difokuskan hanya kepadanya.
Senja yang memandangi Savana, cahaya indahnya perlahan ditelan bayangan malam. Vampir yang mengambil jarak terdekat seolah-olah menghilang dari pandangan, Ayunan gemulai tangan kanannya, Cutterfall menebas ratusan nyawa manusia.
Hanya Nafas berat yang mereka tinggalkan, Namun pasukan ini didesain untuk memenangkan peperangan ini, hanya bisa kembali dengan kemenangan.
Dengan kata lain mereka harus mati andaikata kegagalan adalah hasil akhirnya.
Sang komandan turun tangan, wakilnya mengambil alih komando pasukan.
Seorang petarung handal yang mampu menggunakan dua jenis senjata.
Sebuah tombak Kilat membelah pandangan, menancap tepat dihadapan Vampir.
"Namaku Ronan, Kau siapa?, Kau bukan Elf, bukan Manusia, bukan Juga Iblis" sang komandan membuka identitasnya,
"Siapa yang memberimu Izin Bicara?"
Tidak perlu basa-basi lagi, Ronan menghunuskan pedangnya, akan tetapi sebelum ujung pedangnya nampak, Cutterfall yang vampir genggam sudah hampir menyentuh Leher komandan ini.
Tepat waktu bagai pahlawan, Faith menahannya dengan sebilah pisau, Ronan hanya terkejut, Ayunan pedang dan kedatangan lelaki ini sama sekali tak ia rasakan.
Seolah-olah seluruh inderanya lenyap.
"Minggir,Bocah"
"Apa kau marah karena aku mencium bibirmu?" Pertanyaan yang tak memandang situasi kondisi.
Bibirnya yang pucat tergerak, sebuah jawaban untuk lelaki ini.
"Aku marah karena kau lancang padaku".
Ronan tak mengerti apa sebenarnya yang terjadi diantara mereka.
"(Hah? Pria ini menciumnya? Apa sebenarnya kami terhambat karena ada lelaki yang mencium paksa seorang wanita?)" Ronan mengambil sedikit langkah mundur.
Lalu dengan tegas Faith mengungkapkan unek-unek terhadap Wanita ini.
"Kali ini, aku yang akan membuat keputusan!"
"Hah!?, memang kau bisa apa!?"
"Karena kau selalu bertindak sesukamu!, Kali ini aku punya rencana yang lebih baik"
Sambil menutup mulut vampir, Faith menatap wajah sang komandan,
"Brother,..Tarik pasukanmu, atau kau dibabat Habis oleh Wanita itu"
"Apa kau paham dengan apa yang kau ucapkan?" Ronan membalas dengan tatapan mata penuh kepercayaan diri, demi menyembunyikan kelemahannya.
"Kau tahu Taskal?, buat laporan pada atasanmu, Jika orang yang membunuh Daemon Taskal adalah Wanita itu, Kau bisa menarik pasukanmu Mundur" jari telunjuk tegak menunjuk vampir.
Ronan mengamatinya, dalam benaknya, wanita yang ia pandang bukanlah humanoid biasa, mulai dari cara ia memegang pedang, gerakan yang terstruktur serta aura membunuh yang pekat, sangat mungkin jika dia sanggup berkonfrontasi dengan Taskal.
"Jangan Berbohong!"
"Tunjukkan pada manusia ini"
Lalu Vampir mengayun Cutterfall keatas dengan sengaja ia menggores tubuh Faith hingga terbelah bersama Langit malam.
Saat itu semua orang tercengang sebuah tebasan yang mampu menggusur awan yang kini memperlihatkan cahaya bulan yang terang.
Semua Pasukan berhenti bergerak, satu kata
"MONSTER!!!!!"
Ronan lebih terkejut, Tubuh pria didepannya perlahan menyatu dan tersusun ulang, entah sudah berapa baju yang ia miliki hancur.
"Woi!! Apa maksudnya tadi!?" Faith tak terima dengan kontribusi vampir yang sedikit belok ini.
Namun wajah diamnya vampir sudah menjawab. Ronan membuat keputusan bulat untuk mundur dari savana, sebab kali ini adalah hal yang benar-benar mendesak.
"Dan juga, katakan pada atasanmu, Kalau akan ada perwakilan dari para Elf untuk berbicara dengan Kalian semua" Faith, Finally Spoke.
Kali ini Faith akan melakukan diplomasi dengan para manusia, tentunya keberadaan Vampir akan menjadi senjata terkuat untuk mendominasi.
Melawan sebuah kerajaan dengan hegemoni kuat harus dengan penuh kepercayaan diri, dan tentunya Zig-zag dalam penyusunan rencana harus benar-benar Ia kuasai.
Faith telah menyusun sebuah rencana, walau ini terdengar licik.
"Vampir, aku benar-benar minta maaf, kali ini aku benar-benar membutuhkan bantuanmu"
Alisnya meruncing dengan matanya yang tertuju satu arah, ketidakpuasan dan kejengkelan terlukis di wajahnya.
"Lakukan sesukamu"
Namun, Vampir setuju dengan keputusannya, walau jawabannya sedikit ambigu. Ia bersedia membantu Faith dalam berdiplomasi.
Vampir bersedia berdiskusi dengan tetua Elf setelah Cukup lama Faith mencoba untuk membujuknya.
"Aku merasa terhormat karena bisa bertatap wajah dengan anda Ratuku"
Vampir yang entah mengapa masih geram dengan tetua Elf, mencoba untuk mencabik-cabik Humanoid tua ini, Tentunya Faith selalu mencegahnya.
"Maaf, Tetua, sebaiknya anda jangan sangat Formal didepannya" Lalu Faith melanjutkan alasan mengapa ia ingin Berdiplomasi.
Ia ingin jika Dragon's Teeth Mountain's tetap terjaga orisinalitas keindahannya, tanpa adanya eksploitasi serta menjauhkannya dari segala tindakan destruktif.
"Apa sebenarnya yang kau inginkan Nak, Kau sadar jika kau adalah manusia" sang tetua menyeruput segelas teh.
"Cerita, aku ingin membuat cerita dalam hidupku lebih menarik, dengan kata lain, aku membantu kalian hanya untuk menikmati jalannya cerita"
"Srlurppp" tetua masih menyeruput segelas teh.
Vampir merebahkan tubuhnya, tanpa peduli dengan suasana, Ia terlihat acuh tak acuh dengan interaksi antara manusia dan Elf, namun sesekali matanya melirik Lelaki di sampingnya.
"Sudah kuduga, kau benar-benar mirip dengannya" Kalimat tetua ini benar-benar membuat seisi ruangan penasaran.
"Zodias, temani pemuda ini, Besok pagi kalian bisa berangkat, kalian hanya perlu lurus ke barat, tepatnya setelah keluar dari savana kalian akan melihatnya"
Sebuah kerajaan modern, mereka telah mencapai evolusi industri lebih dulu, pemanfaatan minyak bumi serta mengurangi ketergantungan Sihir, sebuah peralihan energi yang sebenarnya sangat mengganggu keseimbangan alam.
Dengan sepucuk surat dari tetua, Faith, Zodias dan Vampir telah berdiri didepan gerbang masuk. Para penjaga telah mendapati bahwa Ras Elf akan mengirimkan diplomat untuk berbicara.
Mereka bertiga harus menunggu keputusan lanjut, sebuah penginapan disuguhkan sebagai fasilitas.
Faith satu kamar dengan zodias, sedangkan Vampir menempati satu kamar sendirian.
Sambil merogoh kantong, ia memikirkan kebutuhan harian yang makin lama menghabiskan tiap keping koin.
"100 koin perak, wanita itu benar-benar menghabiskan uangku"
Saat malam tiba Faith berkeluyuran menuju sebuah tempat paling aman di kerajaan ini, tempat dimana tindakan kriminalitas dilarang. Sebelumnya Faith sempat bertemu dengan Daily, sebagai rasa terima kasih, Daily memberikan sebuah informasi rahasia.
"Jadi...., mari kita cari orang itu"
Ia memasuki sebuah area terlarang, sebuah tempat dimana segala transaksi tersembunyi sangat rahasia dari dunia luar, hanya segelintir orang yang mengetahuinya.
Pasar gelap, tempat dimana segala sesuatu dapat dibeli dengan uang. Budak,organ dalam, obat-obatan, serta informasi rahasia.
Faith duduk disebuah kedai kopi, bukan sekedar kedai biasa, namun tempat menjual berbagai informasi.
"Kopi, jangan sentuh gagangnya, karena itu punyaku"
Seorang wanita muncul, tubuhnya benar-benar indah, dengan rambut cokelat pendeknya, pesonanya benar-benar memikat setiap lelaki yang memandang.
Bibir tipisnya serta senyumnya benar-benar menyembunyikan identitas rahasianya.
"Jadi, kopi apa yang ingin anda pesan tuan?dingin,hangat ataukah panas?" Dengan nada menggoda, tetaplah tak sanggup menggetarkan nafsu lelaki ini.
"Kopi panas" satu keping koin emas ia tunjukkan disela-sela jari tangan kanannya.