Chereads / Zephyr : Warisan Pewaris Surgawi / Chapter 11 - Kesaksian: Sang Dewa Perang

Chapter 11 - Kesaksian: Sang Dewa Perang

Di tengah salju dan dingin yang menusuk tulang, seorang pria berjalan menuju tujuan yang misterius. Tubuhnya dipenuhi bekas luka, tiap sentimeter tubuhnya tampaknya telah mengalami sabetan pedang dan sejenisnya.

"Sudah lama sekali mereka tidak muncul di sini," bisiknya dengan nada yang penuh kepenatan. "Thalorion telah pergi, tetapi aku masih dalam pelarianku." Ekspresi wajahnya menunjukkan keteguhan hatinya. "Pembuka gerbang para dewa sudah diaktifkan oleh Enhale. Mereka tidak tahu apa yang sebenarnya batu itu."

Di desa Aederne, warga tengah berkumpul untuk meratapi kematian Raja Maxhill. Reynand dan teman-temannya baru saja tiba di sana, penasaran dengan kerumunan yang sedang terjadi.

"Pak, kenapa Raja Maxhill bisa tewas?" tanya Shazmeen kepada salah seorang warga setempat. "Apakah kalian tahu siapa yang melakukannya? Dengan begitu kejamnya."

Warga desa itu menghela nafas berat sebelum menjawab, "Kami tidak tahu dari mana asalnya. Yang pasti, dia dibunuh dengan cara yang sangat sadis." (Indonesian)

Reynand dan teman-temannya merenungkan berita mengerikan ini, sementara mereka siap untuk mengungkap kebenaran yang misterius di balik kematian sang raja.

Reynand dan teman-temannya, yang terdiri dari Shazmeen, Shazia dan Synthia, memutuskan untuk menyelidiki lebih lanjut tentang kematian Raja Maxhill. Mereka merasa bahwa ada sesuatu yang tidak beres dengan kisah ini, terutama dengan kekejaman yang terjadi.

Mereka mulai berbicara dengan warga desa Aederne, mencari tahu apakah ada saksi mata atau petunjuk yang dapat membantu mereka memecahkan misteri ini. Beberapa warga berbicara tentang seorang pria bertopeng yang terlihat meninggalkan tempat kejadian, tetapi tidak ada yang tahu identitas sejati pria itu.

Reynand, penasaran tentang siapa pembunuh Raja Maxhill, "siapa orang itu? dia bisa masuk dan keluar kerajaan, membunuh sang raja tanpa terdeteksi? dia sepertinya bukan orang biasa." , namun Reynand harus kembali ke Ardalivia.

"Aku akan kembali ke Ardalivia, kalian jaga diri kalian, baik-baik." Reynand berjalan meninggalkan mereka bertiga. "terimakasih Rey, semoga kita dapat bertemu kembali disuatu saat nanti." Ucap Shazia.

Synthia terlihat sangat kelelahan "aaaaahhhhh, akhirnya kita terbebas juga dari ini semua ya kak, perjalanan kemarin benar-benar membuat nadi kita mati rasa ya. Tak kusangka aku bisa hidup sampai saat ini."

"Sebaiknya kita mencari tempat tinggal, untuk kita tinggali, setidaknya desa ini desa besar dan aku kira kita akan aman disini." Shazia berkata kepada kedua adiknya. Mereka mulai menjelajahi desa Aederne, mencari tempat yang cocok untuk tinggal.

*Di tempat dimana Zephyr berada*

Di tempat di mana realitas dan imajinasi saling terkait, Zephyr berdiri di atas batu yang menjulang tinggi, memikul beban dunia di pundak mudanya. Di usianya yang baru 14 tahun, ia dibebani dengan takdir yang berat. "Sudah saatnya aku meninggalkan semua ini," gumamnya dalam hati.

Mengulurkan tangannya ke depan, dia membuat portal yang menjembatani dimensi dan memungkinkan terjadinya teleportasi. "Aku muak dengan semuanya mulai hari ini dan seterusnya, aku akan menyelesaikan tanganku sendiri," dia berbicara dengan lembut sambil perlahan menghilang ke dalam portal dimensional.

Ketika dia keluar dari portal, dia mendapati dirinya berada di sebuah kerajaan subur yang terletak jauh di dalam hutan. Orang-orang di sini tampaknya tidak berbeda dengan orang-orang di kampung halamannya di Ardalivia, sebuah kerajaan yang dulunya damai.

Zephyr menatap dengan kagum pada struktur megah kerajaan, menyerupai kuil yang memanjakan mata. "Bangunan macam apa ini? Luar biasa indahnya, aku belum pernah melihat yang seperti ini sebelumnya," seru Zephyr dengan takjub.

Kedatangan ia ke kerajaan ini bukan tanpa sebab, ia ingin mencari pandai besi yang bernama Lucien. Ia ingin menanyakan tentang ayahnya, karena ia merupakan seorang pandai besi yang membuatkan Pedang ayahnya, sekaligus pengawal setia ayahnya dulu saat sebelum pensiun.

Karena pakaian Zephyr tidak cocok untuk tempat itu, dia berusaha berkomunikasi dengan penduduk setempat untuk membeli pakaian baru dan mengganti pakaiannya yang sekarang. "bu, saya ingin membeli baju ini berapa harganya ya?" dengan ekspresi dingin dia mencoba untuk berusaha berkomunikasi dengan orang sekitar.

"kowe ngomong opo? Aku ora ngerti basamu, coba nganggo basa isyarat ben aku ngerti maksudmu" ucap pedanggan itu. Zephyr heran dengan perbedaan bahasanya. Zephyr mulai memperagakan aoa yang dibutuhkannya. Dengan polos dan lucunya ia memperagakan itu.

Pedagang itu mulai mengerti apa yang dimaksud oleh Zephyr "Ooooo, koe arep tuku klambi? iki regane seket ewu. dek.". Zephyr masih mencoba memahami apa yang di ucapkan pedagang itu.

Begitu banyak kata-kata yang terdengar asing bagi Zephyr, hingga dia tidak dapat menyembunyikan raut kebingungannya. Matanya yang tajam seperti pedang terus mengamati putri yang misterius ini, yang kecantikannya masih tersembunyi di balik cadarnya yang indah.

Zephyr menegakkan dirinya dengan gagah, meskipun bahasa yang digunakan oleh putri ini tidak sesuai dengan bahasa kota yang biasa dia kunjungi. Ia berusaha mencerna kata-kata yang keluar dari mulut sang putri.

"Sugeng enjing Gusti," kata putri itu dengan lembut. "Apakah panjenengan pengin pitulung?"

Zephyr menatap putri itu, mencoba mengerti maksud dari kata-kata itu. "aku... tidak mengerti," ujarnya dengan nada bingung.

Melihat kebingungan Zephyr, putri itu mencoba berbicara dengan bahasa yang lebih dikenal oleh Zephyr. "Owhhh, apakah kamu bukan berasal dari sini, tuan?" tanyanya dengan nada yang lebih bersahabat.

Zephyr masih merasa kebingungan, namun dia menanggapi dengan serius, "Ya, aku bukan berasal dari sini. Saya di sini untuk membeli baju ini, tetapi orang ini selalu saja membuatku bingung."

Sang putri tersenyum lembut, matanya yang indah seolah memancarkan sinar kebahagiaan. "Ya, tentu saja kau bingung dengan kita karena bahasa yang kau gunakan, bukan berasal dari sini."

Zephyr menunjukkan. "Terserah kau saja. Sekarang kau katakan pada dia, bahwa aku ingin membeli baju darinya."

Sang putri yang melihat sikap Zephyr itu, semakin penasaran dengan sosoknya. Bagaimana mungkin ada seseorang yang sama sekali tidak mengerti bahwa dia sedang berbicara dengan seorang putri kerajaan? Namun, ia tidak ingin membiarkan Zephyr menghadapi kesulitan lebih lanjut.

Dengan gerakan gemulai, sang putri mendekati pedagang yang sedang berbicara dengan Zephyr. Ia mengangkat cadarnya, mengungkapkan wajahnya yang cantik. Mata Zephyr hampir terbelalak saat dia melihat kecantikan yang begitu memesona.

"Nyuwun pangapunten, sudagar ingkang sae," ujar sang putri dengan nada lembut.

Pedagang itu, yang awalnya berbicara dengan Zephyr, langsung merasa tersanjung melihat putri kerajaan yang hadir di depannya. "Mesthi, Mrs. Carane aku bisa ngawula kanjenengan?"

Sang putri tersenyum lembut lagi. "Ingkang arsa tuku busana karo sampeyan. Sampunira, tolong ganjuraken dhawah terbaikipun.

Pedagang itu dengan cekatan membawa beberapa baju dari dalam tokonya dan menunjukkannya satu per satu kepada sang putri. Ia menjelaskan detail setiap baju dengan penuh semangat, berharap bisa memikat hati sang putri.

Sementara itu, Zephyr yang sekarang mengawasi dengan penuh perhatian, mulai memahami situasi. Ia mengerti bahwa putri ini adalah seorang anggota kerajaan. Namun, ada sesuatu yang masih menyusup ke pikirannya. Mengapa putri ini begitu peduli padanya? Apa yang membuatnya menawarkan bantuannya?

Saat pedagang masih sibuk menunjukkan koleksinya kepada sang putri, Zephyr merasa ada yang salah. Dia merasakan getaran aneh yang datang dari kejauhan. Matanya yang tajam segera mencari sumber getaran itu.

Dan di sana, di kejauhan, dia melihat sesuatu yang mengejutkannya. Sebuah kelompok perompak bersenjata lengkap sedang mendekat dengan cepat ke lokasi mereka. Wajah mereka keras, dan senjata-senjata mereka bersinar dalam sinar matahari.

Para perompak yang kasar dan kejam dengan wajah yang dipenuhi bekas luka dan tatoo, segera merespons tindakan Putri Milady dengan tawa yang ganas. Mereka tahu persis siapa yang mereka tangkap, seorang putri yang bisa menjadi alat untuk mendapatkan kekayaan yang besar.

Namun, para pengawal Putri Milady tidak tinggal diam. Mereka dengan cepat bergerak, berusaha melindungi sang putri dari para perompak yang berani ini. Serangan mereka terasa begitu cepat dan kuat, tapi sayangnya, para perompak ini bukanlah musuh yang bisa dianggap enteng.

Dalam sekejap mata, pertarungan pecah di antara pasar yang penuh dengan pedagang dan pengunjung yang panik. Tindakan kejam para perompak yang dikenal dengan kekejamannya segera membuat semua orang berlarian dan bersembunyi.

Di tengah kekacauan itu, seorang pedagang baju bernama Zephyr tengah bersembunyi di bawah meja dagangannya. Wajahnya pucat dan matanya penuh ketakutan. Dia tahu bahwa ketika para perompak ini datang, tidak ada yang bisa menghentikan mereka.

Sementara itu, Putri Milady yang berani dan bersemangat mencoba melakukan perlawanan. Dia berteriak dengan suara lantang, "Hiyaaaa...enyah kau dari sini, orang jahat!" Namun, tindakan Putri Milady tampak sia-sia di hadapan para perompak yang kejam ini.

"halooo putri cantik, kemarilah dan kita bersenang-senang sejenak!" Kata ketua perampok itu sambil mengangkat Putri Milady dengan kedua tangannya, menyapu rambutnya yang panjang dan indah di muka sang putri.

Ssssssraaattttt

Tiba-tiba, suara yang tajam seperti kilatan petir terdengar. Tebasan pedang Zephyr sangat cepat menebas kedua tangan Ketua perampok itu. Darah dari perampok itu mengenai dress yang digunakan sang putri, membuatnya terkejut dan ketakutan.

Para perampok yang lain segera menyerang Zephyr dengan amarah yang membara. Mereka mengabaikan keselamatan Putri Milady dan memfokuskan serangan mereka kepada Zephyr. Tapi Zephyr tidak gentar.

Dalam keadaan yang terlihat tenang dan pandangan yang sangat dingin, Zephyr berhasil menghabisi semua perampok itu satu per satu. 

Pedangnya berkilat seperti mata elang yang lapar akan mangsanya. Setiap gerakan pedangnya mematikan, dan tiap serangannya memenggal nyawa para perompak dengan kejam. Darah mengucur dan tubuh-tubuh mereka terjatuh begitu saja.

"Kalian mengganggu waktuku, sialan." Ucap Zephyr dengan suara yang dingin ketika dia berdiri di tengah tumpukan mayat para perompak. Dia menginjak wajah salah satu perampok yang terluka parah, menambah rasa ngeri yang mengelilingi dirinya.

Para pengawal yang tersisa juga merasa kagum dengan kemampuan Zephyr. Mereka menyadari bahwa jika bukan karena pedagang ini, Putri Milady mungkin sudah jatuh ke tangan para perompak dengan nasib yang tak terduga.

Namun, meskipun pertarungan sudah usai dan para perompak telah dikalahkan, suasana di pasar masih dipenuhi ketegangan dan ketakutan. Wajah-wajah ketakutan masih terpancar di antara para pedagang dan pengunjung yang menyaksikan pertarungan ini.

Zephyr memandang sekeliling, matanya mencari Putri Milady. Dia melangkah mendekati sang putri yang masih berdiri di tempatnya. "anggap saja ini balas budi ku kepada kau yang sudah membantuku, aku hanya pengunjung disini jadi tenang lah." Ucap Zephyr dengan wajah yang datar dan dingin.

Putri Milady mengangguk dengan cepat, masih terguncang oleh kejadian yang baru saja terjadi. "Terima kasih, Kau telah menyelamatkan nyawaku, tuan muda."

Sementara itu, polisi kota akhirnya tiba di tempat kejadian setelah menerima laporan tentang keributan di pasar. Mereka melihat tumpukan mayat perampok dan wajah Zephyr yang masih dingin setelah pertarungan sengit.

Kepala polisi yang bertanggung jawab memandang Zephyr dengan curiga. "Siapa kau sebenarnya, pedagang?"

Zephyr melihat kearah para polisi itu, "Aku hanya pengunjung biasa, pergi dan amankan dia sekarang. Sebelum yang lain menyadari keberadaanya."

Putri Milady memberi suara untuk mendukung Zephyr, "Betul, tuan muda ini adalah pahlawan yang menyelamatkan saya. Kami berhutang budi padanya."

Setelah Zephyr dan para perampok yang tersisa ditangkap oleh polisi kota, keadaan di pasar perlahan-lahan mulai tenang. Pedagang dan pengunjung yang tadinya ketakutan mulai merasa lebih aman. Mereka melihat ke arah Putri Milady dengan rasa syukur karena telah selamat dari bahaya.

Putri Milady memberikan terima kasih kepada Zephyr sekali lagi, "Terima kasih, tuan muda, atas keberanian dan pertolonganmu. Kau telah menyelamatkan nyawaku."

"Sudah kukatakan padamu itu sebagai balas budiku karena kau telah membantuku." Ucap Zephyr, Pedagang yang daritadi bersembunyi akhirnya keluar dan langsung memberikan bajunya secara gratis. "Iki kelambi mu, matur nuwun kanggo, mung njupuk klambi iki gratis minangka wujud rasa syukurku."

Zephyr mengambil baju yang diberikan lalu pergi meninggalkan mereka semua disana dengan wajah datar dan dingin.

Angin malam berdesir dengan lembut di dalam hutan yang sunyi. Pepohonan rimbun membentuk kanopi alami yang menyelimuti jalan setapak yang dilalui oleh Zephyr, seorang pria muda yang penuh tekad. Bulan menghiasi langit dengan cahaya samar, dan pakaian barunya memberikan kilauan misterius pada pedang yang tergantung di pinggangnya. Pedang itu adalah warisan dari ayahnya, seorang raja hebat yang telah lama tiada. Ayahnya pernah membuatkan pedang ini di Lucien, dan Zephyr ingin menanyakan tentang ayahnya kepada Lucien.

Langkah-langkah hati-hati Zephyr terdengar seperti bisikan pada daun-daun kering di bawahnya. Hati dan pikirannya fokus pada tujuannya. Kedatangannya ke kerajaan ini bukan tanpa sebab, dan dia tidak akan berhenti sebelum menemukan apa yang dicarinya.

Saat ia sudah sampai di sebuah gubuk tua yang tersembunyi di dalam hutan, ia langsung masuk tanpa adanya permisi. Langkahnya mantap, dan itu membuat orang-orang di dalam gubuk merasa kesal akan kehadirannya.

"Aku kesini tidak berniat jahat," ucap Zephyr dengan tegas, mata birunya bersinar dalam kegelapan. "Aku hanya mencari seseorang yang bernama Lucien."

Para pandai besi yang duduk mengelilingi meja kayu di dalam gubuk itu saling pandang. Mereka tidak terkesan dengan kedatangan Zephyr yang begitu tiba-tiba. Salah seorang di antara mereka, seorang pria berdada bidang dan berjenggot tebal, akhirnya memberanikan diri berbicara.

"Hei bocah, sebaiknya kau tidur saja. Ini sudah terlalu larut malam untuk urusan seperti ini," ucapnya dengan nada merendahkan.

Tapi Zephyr tidak bergeming. Dia tahu betul apa yang dia cari, dan dia tidak akan mundur begitu saja. Dia menatap pandai besi itu dengan tajam. "Kukatakan sekali lagi, aku kesini untuk mencari seseorang yang bernama Lucien."

Seketika, pandai besi itu merasa terhina oleh desakan Zephyr. Dengan cepat, dia melompat dari kursinya dan mengepalkan tinjunya. Serangan itu datang begitu cepat, namun Zephyr dengan sigap menghindarinya. Tubuhnya meliuk seperti angin, dan dalam sekejap, dia telah mengunci lengan pandai besi itu ke belakang.

"Orang tua bodoh," Zephyr berkata dengan nada dingin, "aku datang kesini tidak untuk berkelahi denganmu. Aku kesini hanya mencari orang bernama Lucien. Kalian katakan padaku dimana Lucien, atau bapak ini akan kupenggal kepalanya saat ini juga."

Mendengar ancaman itu, teman-teman pandai besi yang lain segera memberikan informasi yang dia cari. Salah satu dari mereka, seorang pria dengan janggut abu-abu, berbicara dengan cepat.

"Dia dimalam hari seperti ini ada di rumahnya, dipinggir kerajaan dekat dengan sungai," ucapnya, berusaha menjaga ketenangan. "Kau pergilah kesana, dia pasti ada disana."

Zephyr mengangguk, melepaskan cengkeramannya pada pandai besi yang sebelumnya menyerangnya. Ia langsung pergi begitu saja tanpa sepatah katapun.

Rumah Lucien terletak di pinggiran kerajaan, di tepi sungai yang tenang. Cahaya bulan menerangi jalanan setapak yang mengarah ke rumah itu, memberikan sentuhan magis pada pemandangan malam yang tenang. Dedap dedaunan menyambut langkah Zephyr saat ia berjalan hati-hati, langkah demi langkah mendekati rumah kayu Lucien. Muncul seorang pria tua dengan jenggot putih yang panjang. Wajahnya ramah, dan matanya menatap Zephyr dengan penuh kebijaksanaan. Lucien.

"Ada apa malam-malam seperti ini, nak?" sapa Lucien dengan lembut. "Apa yang bisa ku bantu?"

Zephyr menanyakan tentang dirinya. "Kau Lucien ahli pedang Ardalivia dahulu bukan?" Lucien kaget tentang pertanyaan tersebut tidak ada yang pernah tau bahwa dia merupakan seorang pandai besi kerajaan Ardalivia.

"Egh? ada urusan apa kamu menanyakan itu nak?" tanya Lucien. "Aku hanya ingin mencari informasi tentang Ardalivia dan ayahku pada kau."

"Ayahmu?" tanya Lucien lagi.

"Ya, ayahku Raja Thalorion dan aku anaknya, Zephyr." Ucap Zephyr. Lucien tambah kaget lagi setelah mendengar nama Zephyr karena pada saat ia pensiun, Zephyr baru saja lahir. "Zep....hyr? Ini sungguh Zephyr? Saat aku pergi meninggalkan Ardalivia, kau baru saja lahir. Bagaimana kau tau aku? Sebelum itu, masuklah kedalam!"

Digubuk yang sederhana itu, mereka saling berbicara mengenai apa tujuan Zephyr kesana dan kenapa Lucien yang dicarinya.

Zephyr duduk di sebuah kursi kayu tua di dalam rumah Lucien. lampu petromax berkobar di tengah ruangan, memberikan cahaya temaram yang memainkan bayangan di dinding kayu. Zephyr merasa hangat dan nyaman di sini, meskipun begitu banyak pertanyaan yang mengganggunya.

"Kenapa kau mencari informasi tentang Ardalivia dan ayahmu, Zephyr?" tanya Lucien, sambil duduk di seberang Zephyr.

Zephyr menatap kobaran api unggun. "Aku ingin memahami sejarah keluargaku, Lucien. Ayahku meninggal saat aku masih sangat muda, dan aku hampir tidak tahu apa-apa tentangnya. Aku ingin tahu lebih banyak tentang Ardalivia, tentang perjalanan ayahku, dan apakah ada pesan atau warisan yang dia tinggalkan."

Lucien mengangguk paham. "Aku mengerti perasaanmu, nak. Ardalivia adalah kerajaan yang penuh dengan rahasia dan legenda. Dan ayahmu, Raja Thalorion, adalah seorang pemimpin yang hebat."

Mereka terus berbicara sepanjang malam. Lucien menceritakan kisah-kisah tentang masa lalu Ardalivia, tentang peperangan yang pernah mereka alami, dan tentang perjuangan ayah Zephyr dalam menjaga kerajaan mereka. Zephyr mendengarkan dengan penuh perhatian, mencoba menyerap setiap kata yang diucapkan Lucien.

Waktu berlalu dengan cepat, dan akhirnya, Zephyr merasa seperti dia semakin mengenal Lucien, seperti dia telah menemukan sepotong sejarah yang selama ini hilang dari hidupnya. Namun, ada satu pertanyaan lagi yang belum terjawab.

"Lucien," ucap Zephyr dengan hati-hati, "ada yang mengatakan bahwa ada senjata legendaris yang pernah dimiliki oleh ayahku. Apakah itu benar?"

"Ya, ayahmu pernah menjadi salah seorang pengguna sebelas pedang legendaris yang belum pernah terunggkap keberadaanya hanya pedang Yami no Tachikirenai yang pernah digunakan ayahmu." ucapnya 

"sebelas pedang katamu?" Ucap Zephyr dengan wajah dingin dan serius.

"Ya, tujuh diantaranya jika disatukan menjadi satu kesatuan hanya kekuatan dewa yang mampu mengimbangi kekuatan pedang tersebut." Ucap Lucien

"Hanya kekuatan dewa yang mampu menandinginya?" tanya Zephyr penasaran.

"Pedang itu bernama Tatsujin no Ken, Kōri no Kiba, Ōgon no Tsurugi, Yami no Naginata, Inazuma no Katana dan Hikari no Yaiba  ketujuh pedang ini sangatlah kuat jika mereka disatukan."

"Bagaimana dengan sisanya?"tanya Zephyr

"Yami no Naginata, Shippū no Ken, Akuma no Tōken dan Hono no Ken." Jawab Lucien.

"Hono no ken? Sial ternyata dia mempunyai pedang mengerikan itu." gumam Zephyr dalam hati