Rizqin duduk di meja kerjanya yang besar, matanya terfokus pada sejumlah rencana taktikal yang tersebar di atasnya. Sebagai ketua negara, tanggungjawabnya amat besar, terutama dalam hal menjaga perdamaian di tengah ketegangan geopolitik yang semakin memuncak.
Tetapi itu bukan masalahnya. Rizqin termenung melihat kertas kerja yang hampir sama tinggi dengannya.
Saat itulah, telefon pintar di meja kerjanya berdering. Dia termenung sebelum mengambil telefon dan menjawabnya dengan cepat. "Rizqin di sini."
"Saudara Rizqin, ini Serena Aziz," suara hangat pembantunya terdengar dari hujung telefon.
Rizqin tersenyum. Walaupun Serena berasal dari keluarga yang memiliki sejarah panjang dalam dunia politik, Serena adalah sosok yang telah setia melayani keluarganya selama bertahun-tahun.
"Apa yang bisa saya bantu, Serena?"
"Kami memiliki masalah mendesak di perbatasan barat di Perlis, Saudara. Terjadi insiden yang membutuhkan perhatian Anda segera."
Rizqin langsung berdiri dari kursinya. Insiden di perbatasan Barat adalah hal yang sangat serius. Kerana berdekatan dengan Thailand adalah salah satunya.
Tapi apa yang menggembirakannya adalah dia dapat lari dari kertas kerja yang menunggunya.
Rizqin menyarungkan jaket tempurnya dan mengambil barang yang diperlukan."Saya akan segera berangkat. Persiapkan helikopter untuk saya."
"Baik, Saudara. Kami akan menunggu Anda di landasan helikopter."
Rizqin menutup telepon dengan cepat, menatap peta di dinding yang menunjukkan wilayah perbatasan Barat.
Rizqin sekarang berada di Kedah, tidak akan mengambil masa yang lama untuk sampai ke sana
Tak berapa lama setelah panggilan telepon dengan Serena, Rizqin melangkah cepat menuju pintu kantornya. Dia tahu dia tidak boleh menyia-nyiakan waktu. Di luar pintu, pemandu peribadinya sudah menunggu dengan kereta peribadinya.
Pengawal pribadinya, Kapten Amir, membantu membukakan pintu kereta.
"Saudara Rizqin, kami sudah siap untuk berangkat," kata Kapten Amir dengan sikap yang tenang.
Rizqin mengangguk, memasuki mobil dengan Langkah yang tenang. Dalam hitungan menit, mereka tiba di landasan helikopter yang terletak di halaman belakang bangunan Perdana. Serena sudah menunggu di sana, dan helikopter terbang siap untuk lepas landas.
"Saudara Rizqin," sapa Serena dengan hormat sambal menundukkan badannya.
Rizqin membalas dengan menundukkan sedikit kepala ke arah Serena sebelum mereka naik ke dalam helikopter. Mesin besar berdentum dan segera mereka meninggalkan tanah, menuju perbatasan barat yang jauh.
Di dalam helikopter, Rizqin merenung sejenak. Dia tahu bahwa masalah di perbatasan baratini bisa menjadi ujian besar untuk negaranya. Tetapi dia juga tahu bahwa dia tidak sendirian. Dalam perjalanan ini, dia akan mengandalkan pengalaman dan keahlian timnya, serta tekadnya untuk melindungi negara dan rakyatnya.
Helikopter terus melayang melintasi lanskap yang berubah, menuju cakrawala timur yang menjelang.
Tapi Rizqin terfikir, apa sebenarnya yang terjadi di sana.
Dan…
Setahunya Kanselir Angela Müller ada di sana.