Chereads / Tes Cerita / Chapter 3 - Memulai Lagi Dari Awal

Chapter 3 - Memulai Lagi Dari Awal

Waktu pun berlalu dan orang tersebut masih berada di tempat yang sama. Tidak tahu harus bagaimana.

Duduk dalam diam memikirkan apa yang akan dia lakukan mengtahui bahwa dia telah kehilangan ingatannya. Dia menyadari bahwa diam seperti ini saja tidak akan mengembalikan ingatannya. Mau tidak mau dia harus merelakan ingatannya.

...

Apakah hanya itu yang bisa dia lakukan?

...

Tidak, dia tidak akan semudah itu merelakan ingatannya. 

Dia bertekad untuk mengembalikan ingatannya.

Dia akan mengembalikan ingatannya dan membuat ingatan baru sepanjang perjalananya. Orang tersebut mengangkat kepalanya, berfikir bagaimana memulai hal ini. Bagaimana memulai teruntuk seseorang yang kehilangan ingatan serta tidak tahu apa-apa tentang dunia ini, kecuali bahasa yang dia tahu.

Suara dari orang-orang disekitarnya mulai terdengar. Dia menyadari orang-orang disekitarnya yang bercengkrama satu sama lain. Orang-orang tertawa, memakan makanan, ngobrol dan ada yang sedang bersedih, ada yang sedang sendirian dan ada yang sedang bersama dengan kelompok mereka. Dia lalu mengarahkan pandangannya ke pintu keluar dari bangunan ini dan banyaknya orang-orang berada diantara dia dan pintu tersebut.

"Mungkin bisa dimulai dari sini" gumamnya dengan tersenyum.

Dia menyadari banyaknya kesempatan untuk membuat ingatan baru disini. Berada di tempat berkumpulnya berbagai macam orang dengan berbagai macam cerita yang mungkin akan menyenangkan untuk didengar. Dia mungkin juga bisa membuat cerita baru bersama dengan mereka.

Dia hendak berdiri untuk mulai menyapa, tetapi dia tiba-tiba berhenti. Dia baru sadar dia tidak tahu bagaimana cara membuka percakapan, khususnya membuka percakapan dengan orang yang tidak ia kenal. Mungkin akan sedikit membantu jika dia kenal seseorang disini, tetapi itu bukan kasusnya sekarang. Diapun membeku ditempat.

Dia berfikir apakah akan aneh jika orang asing yang tidak seorang pun kenal tiba-tiba datang mengajak bicara. Apakah dia akan dicurigai, dicurigai akan melakukan kejahatan saat kelompok mereka sedang lengah dan tidak akan menerima dia. Apakah dia akan dilihat sebagai seorang yang sok kenal dan akan dibenci karena hal itu. Bisa juga dia akan dilihat sebagai orang lemah yang harus dikasihani karena sendirian dan tidak tahu apa-apa. Bagaimana kalau dia diterima di suatu kelompok tetapi bukan karena ingin menerima dia, tetapi dengan alasan karena mereka hanya merasa kasihan. Diterima karena dikasihani adalah hal yang paling tidak ia sukai. Dia ingin diterima karena mereka menerima dia apa adanya, dan bukan karena hal lain.

"Sial..." Dia merasa kesal dan perlahan kembali duduk di tempat duduknya semula.

Dia pun mulai merenung. Masalah tersebut mungkin bisa di hindari dengan menembunyikan fakta bahwa dia tidak tahu apa-apa dan berperilaku normal seperti orang-orang disekitarnya. Dia hanya perlu mengetahui apa yang disebut normal disini. Dia melihat sekelilingnya. Tempat ini adalah tempat yang sempurna untuk mempelajari apa yang disebut normal. Orang tersebut mengamati bagaimana orang-orang berinteraksi satu sama lain. Dia mengamati tiap-tiap meja. Satu persatu dia perhatikan secara seksa-

PLAKK!!

Suara tamparan terdengar dari meja dekat orang tersebut.

"Kukira kau adalah orang yang berbakat seperti yang kau katakan kemarin!"

"..."

"Seandainya aku tidak mempercayaimu dan tidak menerimamu ke dalam kelompok perburuan, Jean dan Jun pasti tidak akan mati"

"..."

"aku tidak akan memaafkanmu"

Dia melihat seorang pemuda tersebut pergi dengan wajah penuh penyesalan dan kesedihan dan satu orang lainnya duduk terdiam tak bergeming tak bisa berkata apa-apa. Di wajahnya sangat terlihat bahwa dia sangat menyesal.

Orang tersebut merasa sedikit kasihan dengan pemuda yang menyesal tersebut. Tetapi tidak ada yang bisa ia lakukan untuk membantunya dan itu adalah kesalahan dia sendiri karena telah berbohong. Dia pun mengalihkan pandangannya pada meja lain.

Dia melihat seorang pemuda lain datang mendekati suatu meja yang tengah ia amati.

"Yo! perkenalkan. Aku Polo. Aku datang karena ingin membatu kalian. Aku bla bla bla bla..."

Di wajah pemuda tersebut terlihat bahwa dia menjual dirinya agar bisa bergabung dengan kelompok tersebut. Pemuda tersebut sangat percaya diri memamerkan pencapaian-pencapaian yang telah ia capai. Tetapi raut wajah dari kelompok tersebut tidak terlalu positif.

"Hei. Diamlah. Kami tidak butuh orang yang pandai membual sepertimu. Orang-orang seperti kalian biasanya hanya bisa bicara saja"

Perkataan dingin tersebut yang datang dari seseorang yang sepertinya adalah ketua kelompok tersebut menghentikan ocehan pemuda tersebut.

"Pergilah sebelum aku menghajarmu." lanjutnya.

Tanpa berfikir pemuda tersebut balik kanan dan pergi meninggalkan meja tersebut.

Mengamati hal tersebut dia sedikit tidak percaya dia menemukan 2 kemungkinan yang akan terjadi jika dia menyembunyikan jati diri dan berpura-pura. Diapun menyadari bahwa mungkin menyembunyikan dirinya yang sebenarnya bukanlah hal yang bagus, apalagi berpura-pura dan berbohong. Jika dia ingin orang-orang menerima dia apa adanya, dia juga harus apa adanya dan jujur kepada orang lain dan dirinya sendiri.

Dia pun memutuskan untuk mengatakan apa adanya tanpa menyembunyikan apapun.

Tetapi kesan pertama tetaplah penting.Dia berfikir kata apa yang kan dia katakan untuk pertemuan pertama dia yang mungkin bisa memberikan kesan baik dan sebisa mungkin untuk tidak meninggalkan kesan buruk.

Dia berfikir apakah harus memulai dengan 'halo' atau 'hi' untuk menyapa. 'selamat siang' mungkin bisa juga digunakan, tetapi sepertinya terlalu formal dan agak kurang cocok untuk digunakan disini. Dia memikirkan setiap detail percakapan yang mungkin akan terjadi. Haruskah dia berbasa basi dahulu atau langsung mengatakan maksud dia. Haruskah dia langsung duduk di kursi kosong atau menunggu mereka mengijinkan untuk duduk. Apa yang harus dia lakukan saat ditolak atau diterima dalam kelompok juga dia pikirkan. Sesi persiapan tersebut berlangsung sedikit lama. Muka orang tersebut terlihat kelelahan setelah memikirkan semua hal ini.

Dia pun memutuskan untuk melakukan sebagai berikut:

--- 1. Memulai dengan mencari kelompok yang terlihat ramah

--- 2. Mendekati mereka lalu menyapa mereka dengan 'halo' dan duduk di tempat kosong didekat kelompok tersebut jika ada

--- 3. Menyatakan maksud untuk bergabung dengan kelompok mereka

--- 4. Menyatakan alasan untuk bergabung, yang adalah untuk belajar, mendapatkan pengalaman, dan mungkin rekan baru yang dapat membantu satu sama lain.

--- 5. Menjelaskan lagi bahwa dia melakukan ini karena dia kehilangan ingatannya

--- 6. Jika ditolak ungkapkan rasa terima kasih lalu dengan tenang pergi dari meja tersebut

--- 7. Jika diterima ungkapkan rasa terima kasih dan berusaha yang terbaik untuk memanfaatkan kesempatan ini

Itulah rencana yang orang tersebut telah buat untuk melakukan misi ini. Ya, bagi dia ini adalah misi penting. Misi penting untuk masuk ke dalam kelompok dan belajar dari mereka. Diapun memulai langkah pertama, mencari kelompok yang terlihat ramah.

Setelah mencari di semua sudut ruangan, dia menemkan satu kelompok yang terlihat cukup ramah. Beranggotakan 3 orang pemuda yang ceria. Terlihat mereka saat ini sedang istirahat dari berburu dan sedang menyantap hidangan yang mereka pesan.

Dia mulai mendekat ke meja tersebut. Tiap langkah ia mendekat, dia merasakan tiap otot di tubuhnya mulai menegang. Tapi ini sudah sedikit terlambat untuk mundur. Dia melakukan kontak mata dengan salah satu anggota kelompok tersebut. Sudah sangat terlambat untuk mundur. Saat sudah cukup dekat dia pun mulai menyapa.

"Halo" sapa dia sambil duduk di kursi kosong dekat meja mereka.

"Hi juga" jawab salah satu dari mereka.

Ketegangan yang dia rasakan sedikit hilang saat mendengar jawaban ramah dari mereka.

"Apa kalian ada tempat kosong di kelompok kalian? Aku sedang mencari kelompok dan ingin bergabung dengan kalian" Orang tersebut mendapatkan kembali sedikit kepercayaan dirinya.

"Bergabung ke kelompok kami? kenapa?" balas mereka singkat.

"Iya, betul. Aku disini tidak tahu apa-apa dan tidak berpengalaman, jadi aku ingin belajar dari kalian yang sudah lebih lama dan lebih berpengalaman dari aku di kota ini dan juga aku ingin dapat teman dan rekan yang bisa dipercaya disini." Kepercayaan diri dia dapatkan lagi setelah mengatakan ini. Dia merasa ini akan berjalan sangat lancar.

"Oh kau anak baru disini? Aku bisa membantumu" kata salah satu dari mereka

"Mencari teman? Boleh-boleh" Anggota lain dari kelompok mereka menerima dengan tangan terbuka.

"Ya, hal tersebut tidak sulit. Kami bisa mengajarimu satu-dua hal. Ngomong-omong siapa namamu?"

Seperti petir yang menggelegar dalam kesunyian malam. Kalimat tersebut membuat orang tersebut sadar bahwa dia melewatkan sesuatu yang penting. Sesuatu yang sangat penting. Dia lupa untuk memikirkan nama untuk dirinya sendiri.

Dalam keterkejutan didalam pikirannya, dia mulai berfikir. Dia berfikir dengan sangat keras. Ototnya mulai menegang kembali. Dia tidak ingin terlihat seperti orang aneh yang lupa dengan namanya sendiri. Dan juga dia tidak ingin merusak kesan pertamanya pada lawan bicaranya. Dengan sedikit gugup, dia mencoba mengulur sedikit waktu dengan berpura-pura batuk kecil dan berdeham beberapa kali, berharap suatu nama yang bagus akan terlintas di pikirannya.

  1. tokoh utama