Pada siang hari yang cerah sekaligus dingin, 3 orang sedang berjalan dengan menaiki hewan tunggangannya. Saat tiba di kaki gunung, mereka menghentikan langkahnya, lalu menatap bagaimana tingginya gunung tersebut di depan mata. Dari kiri dan kanan lebatnya hutan, suara serangga menyambut kedatangan mereka. Terdapat sebuah papan penanda di ujung jalan setapak yang keberadaannya cukup menarik perhatian.
"Hati-hati jalan terjal," ucap Kumine sambil membaca papan penanda.
Fori dengan cepat membaca informasi lanjutan yang ada di bawah papan tersebut. "Hmm ... Sepertinya jalan setapak ini hanya sedikit. Sisanya adalah medan terjal."
Shougo menengok ke arah Fori di belakang. "Eh? Lalu bagaimana kita menemui sesepuh itu?"
Kumine menarik tali pengikat Tan, memberi kode untuk kembali berjalan. "Kalian lupa sedang naik Tan ya?"
Sambil tersenyum bangga, ia berkata, "Tak ada medan yang tak bisa dilewati oleh Tan!"
Tiba-tiba, senyuman bangganya itu hilang setelah menyadari sesuatu. "Yah, kecuali jurang sih. Tan tidak bisa terbang."
"Tentu saja bisa dengan sihir," sahut Fori.
"Atau dengan pesawat Tuan Dhru," tambah Shougo.
Mereka hendak melakukan perjalanan untuk menemui sesepuh yang tinggal di dekat puncak gunung. Menurut informasi yang diterima, sesepuh itu adalah ahli dari ahlinya penenun kain serat Blocker Wood. Ia biasanya hanya turun dari gunung beberapa bulan sekali, yaitu ketika ia akan mengirim hasil tenunan ke toko yang melakukan kontraknya. Meski terikat kontrak, ia masih bisa menerima pesananan dalam jumlah kecil sebagai selingan dari rutinitasnya. Akan tetapi, ia hanya menerima pesanan tersebut jika seseorang menemuinya secara langsung di puncak gunung. Itulah yang Kumine, Shougo, dan Fori akan lakukan.
Jalan setapak yang dilewati mulai habis. Mereka mendapati adanya rute pendakian yang hanya terdiri dari batuan yang membentuk tangga. Setelah diam beberapa saat, Tan mulai melangkahkan kembali kakinya secara berhati-hati.
Kumine yang selalu duduk di tengah mempererat ikatan sadel Shougo dan Fori. "Jaga keseimbangan agar perjalanan ini lebih mudah untuk Tan."
Jalanan yang tidak rata membuat tubuh Shougo bergoyang-goyang setiap kali Tan melangkah.
"Seseorang mungkin bisa mabuk dengan ini ..." ucapnya.
"Silahkan saja kalau mau," balasKumine sambil memberinya kantung kertas.
Shougo mengambil kantung kertas tersebut. "Ah, terimakasih Nona, tapi aku sepertinya bisa menahannya."
"Jangan malu-malu," sahut Fori dari paling belakang. "Keluarkan saja jika memang terasa."
Sepanjang jalan, Shougo terus menggenggam erat kantung kertas dari Kumine. Meski Tan sudah berusaha bergerak semulus yang ia bisa, rute perjalanan terlalu terjal untuk mengharapkan perjalanan yang mulus. Medan berbatu kadang berubah menjadi tanah sepenuhnya, membuat Tan berjalan dengan lebih hati-hati agar tidak terpeleset. Pada beberapa kesempatan, mereka melewati area yang tidak ditutupi oleh pepohonan. Jika terjadi, mereka bisa melihat bagaimana pemandangan kota dari ketinggian.
Fori bisa melihat adanya hewan buas yang mengintai, tapi keberadaan Tan membuat mereka tidak berani mendekat. Karena itu juga, perjalanan mereka berjalan dengan lebih aman dan lebih cepat. Tidak ada manusia yang bisa menanjak secepat dan sebaik Tan. Hanya dalam beberapa jam, mereka sudah berada di area dekat puncak. Ada sebuah jalan setapak lain yang terdiri dari bebatuan. Mereka cukup yakin bahwa itu adalah jalan menuju rumah si sesepuh, jadi Kumine mengarahkan Tan agar terus berjalan pada jalan setapak tersebut.
Tepat seperti perkiraan, mereka melewati sebuah area yang ditumbuhi oleh pohon-pohon Blocker Wood. Deretan pohon tersebut menjulang tinggi dengan diameter yang besar. Adanya pohon itu sekaligus menadakan bahwa tujuan mereka tak jauh lagu dari sana.
"Nah, ini dia pohon yang kita cari," ucap Kumine sambil memandangi jajaran pohon di kiri dan kanannya.
"Pohon sebagai kain, agak aneh," ucap Shougo.
Kumine mengangguk. "Memang normalnya mustahil, tapi ada bagian kecil yang terdiri atas serat unik di dalam pohon tersebut. Serat itu lunak dan elastis, sehingga bisa ditenun sebagai kain dengan cara tertentu."
"Bagian kecil pohon, tenun dengan cara tertentu. Pasti harganya akan mahal," sahut Fori.
"Tentu saja," tambah Shougo. "Yang memakai pakaian seperti ini kan biasanya bangsawan."
Tak lama menyusuri area pohon Blocker Wood, mereka mendapati sebuah rumah kayu berdiri tegak tepat di akhir jalan setapak yang sedang dilalui. Tampilan rumah itu cukup tradisional, tidak seperti kebanyakan bangunan di kota. Ukurannya tidak terlalu lebar, tapi ia memiliki dua tingkat. Terdapat pagar yang membatasi kebun herbal kecil-kecilan di sebelah. Jika diperhatikan lebih jauh, ada sebuah papan kecil yang menggantung pada pintunya.
Kumine turun dan berjalan hingga ke teras rumah untuk membaca tulisan pada papan yang menggantung di pintu. "Sedang pergi, mohon tunggu."
Shougo mengangkat kedua tangannya, membiarkan Fori membantunya melepas kunci sadel. "Apakah tidak ada orang di rumah?"
Setelah melepas sadel Shougo, Fori melepas sadelnya sendiri. "Sepertinya begitu. Kita harus menunggu."
Kumine meletakan kedua tangannya di pinggang, lalu berbalik badan. "Mau bagaimana lagi? Kita sekalian istirahat saja dulu."
Setelah Fori turun, Tan langsung merebahkan dirinya di atas tanah. Perjalanan panjang melalui medan terjal memang keahliannya, tapi ia tetap butuh istirahat yang cukup agar tetap berada di kondisi terbaiknya. Ia langsung diberi camilan berupa beberapa potong daging oleh Kumine. Karena tidak ada kursi, mereka bertiga duduk di lantai dan bersandar di pagar teras selama menunggu.
Udara dingin menerpa wajah mereka, membawa hawa sejuk dari hutan yang rimbun. Keheningan kembali tercipta, membuat mereka bisa mendengar kembali suara dari berbagai serangga yang bersembunyi. Tidak seperti di perjalanan, Fori tidak merasakan adanya kehadiran hewan buas di sekeliling mereka.
"Jadi, apa yang Nona akan lakukan setelah ini?" tanya Fori.
"Tentu saja pulang, tapi mungkin ..."
Sebelum Kumine menjawab lebih jauh, Shougo menunjuk ke arah jalan setapak di belakangnya. "Nona, ada yang kemari."
Saat menengok, ia melihat ada seorang pria berjalan dengan tongkat sambil membawa tumpukan batang kayu di punggungnya. Rambutnya terlihat memiliki banyak uban, tapi postur tubuhnya sangat tegak tidak seperti orang yang sudah tua.
"Oh, ada tamu?" ucap Pria itu.
Kumine langsung berdiri dan menghampiri Pria itu. Ia memperkenalkan dirinya sendiri serta Fori dan Shougo. Seperti yang sudah ditebak, Pria itu adalah sesepuh yang dicari oleh Kumine. Fey Mythwood, atau yang biasa disebut sebagai Pak Fey merupakan namanya. Puluhan tahun waktu hidup telah dihabiskan untuk menyempurnakan tehnik menenun yang ia pelajari dari mendiang orang tuanya. Untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal, ia memilih untuk tinggal langsung di area yang banyak ditumbuhi oleh Blocker Wood. Menurutnya, menyatu dengan alam membantu pikirannya tetap segar sehingga hasil tenunan yang ia buat memiliki kualitas tinggi.
Pak Fey tertawa sambil berjalan menuju teras. "Hohoho. Ingin membeli kain ya?"
Ia merebahkan tumpukan kayunya di depan teras. "Tepat waktu sekali. Aku baru saja mengumpulkan batang-batang yang masih segar."
Batang kayu yang ia bawa merupakan Batang Blocker Wood. Kumine menengok ke belakang, menatap barisan pohon Blocker Wood dari bawah hingga ke atas. Ia menyadari bahwa pohon-pohon itu memiliki batang kecil yang hanya tumbuh di sekitar puncaknya. Hal itu mengartikan bahwa Pak Fey sebelumnya pergi untuk memanjat dan memotong beberapa batang kayu sendirian.
Setelah membuka pintu rumah, Pak Fey mempersilahkan semuanya masuk ke dalam. "Silahkan, semuanya ..."
Mereka berjalan masuk memasuki lantai satu yang merupakan tempat kerja. Terdapat banyak alat-alat ringan hingga berat yang tersusun rapi. Semua alat di sana merupakan barang antik, terlihat dari model serta bahan penyusunnya yang hampir semuanya terdiri dari besi. Meski antik, alat-alat tersebut dijaga dengan sangat baik sehingga warnanya masih tetap mengkilap. Di ujung ruangan, terdapat ruangan lain yang merupakan gudang penyimpanan kain.
Pak Fey meletakan batang kayu yang ia bawa ke dalam tumpukan batang lainnya. "Jadi, Nona butuh berapa banyak?"
Ia melipat kedua tangannya sambil berpikir. "Jika butuh banyak, mungkin agak sedikit lama ..."
Kumine mengeluarkan kembali buku catatannya, lalu memperlihatkan buku tersebut pada Pak Fey. "Banyak atau tidak cukup relatif sih, tapi sepertinya angka ini tidak banyak."
Setelah memandangi catatan perhitungan dalam buku Kumine, Pak Fey langsung memilih beberapa batang kayu yang tersedia.
"Mungkin malam lusa sudah selesai jika aku kerjakan dari sekarang," ucapnya.
"Eh, apa tak masalah menyelesaikan punyaku lebih dulu?" tanya Kumine.
Pak Fey tertawa. "Hohoho, tentu saja. Toko-toko elit itu bisa menunggu."
Ia berdiri sambil membawa beberapa tumpuk batang. "Karena kalian telah repot-repot kesini, maka aku juga harus membalas usaha kalian secara setimpal."
Kapak serta pisau kecil ia jajarkan pada meja kerja. Setelah dilakukan pengukuran, salah satu batang dibelah, lalu diletakan di atasnya.
"Ada satu kamar kosong yang tidak dikunci di atas. Silahkan gunakan kamar itu sampai besok. Jika ada sesuatu yang ingin ditanyakan, aku akan ada di sini."
Kumine, Fori, dan Shougo saling bertatapan. Mereka bersama-sama menuju lantai dua untuk memasuki kamar yang dimaksud. Rapi dan tidak berdebu. Pak Fey sering membersihkan ruangan tersebut untuk berjaga-jaga jika mendapatkan tamu. Tidak mewah, dan tidak terlalu sederhana. Kamarnya cukup besar dengan dua kasur yang bersebelahan. Dua jendela menyinari kamar dari sinar matahari yang masuk melaluinya.
Disaat Kumine asik rebahan, Fori dan Shougo turun kembali untuk membawa Tan ke kandang milik Pak Fey. Setelah selesai mengisi suplai makanan Tan, mereka tang sengaja melihat Pak Fey yang sedang fokus dengan pekerjaannya. Rasa penasaran mereka mulai menumpuk hingga akhirnya tak bisa ditahan lagi.
Dari balik pintu, Fori mengintip sambil berbisik., "Jadi begitu caranya ..."
Shougo mengangguk dan balik berbisik, "Ya. Kayu dibelah dan diambil bagian tertentunya."
Tiba-tiba, mereka dikagetkan oleh Pak Fey yang memanggil.
"Jika ingin melihat kesini saja."
Setelah tahu bahwa telah mendapatkan izin, mereka melihat bagaimana Pak Fey mengambil serat khusus yang hanya dimiliki oleh kayu pohon Blocker Wood. Seperti deskripsi dari Kumine, serat itu memiliki sifat yang lunak dan elastis. Akan tetapi, sifatnya yang lunak itu membuat Pak Fey harus sangat berhati-hati dalam proses pengambilan.
"Kalian tahu, serat yang bisa jadi kain hanyalah serat dari batang yang muda," ucapnya.
"Memangnya kenapa?" tanya Shougo.
Saat serat ditarik, terjadi sebuah pemandangan sangat memuaskan mata. Serat itu keluar secara bersamaan dari potongan kayu dengan sangat indah.
"Karena jika terlalu tua, serat ini akan mengeras. Jika terlalu muda, maka serat ini terlalu lunak."
Ia menatap tumpukan batang kayu di sampingnya. "Kalian bisa lihat sendiri. Ukuran panjang serta diameter batang yang kuambil kurang lebih sama."
Fori berjalan mendekati tumpukan kayu dan memperhatikannya lebih detail. "Memangnya Tuan boleh memberitahu informasi itu pada kami?"
Pak Fey tertawa. "Hohoho. Ini sudah menjadi informasi umum di Crysta Horde. Selain itu ..."
Sekali lagi, ia menarik serat dari potongan batang lainnya. "... Yang terpenting dalam proses penenunan ini adalah proses ekstraksinya."
Ia memperlihatkan serat yang ada di tangannya pada Fori dan Shougo. "Tehnik pengambilan inilah yang sangat sulit. Sihir pun tidak membantu karena proses ini harus dirasakan langsung oleh si pengambil."
Proses ekstraksi serat harus dilakukan dengan cepat dan tepat. Jika terlalu lama dalam proses penarikan, maka serat yang telah berkontak dengan udara akan menjadi lebih keras daripada yang belum. Hal itu akan membuat serat kehilangan kekuatannya dan terputus saat proses ekstrasi. Karena kesulitan inilah belajar melakukan ekstraksi Blocker Wood bisa memakan waktu yang lama.
Keahlian Pak Fey sudah berada pada puncaknya, sehingga tak sampai satu jam seluruh tumpukan kayu yang dipisahkan sudah habis. Semua serat yang ia butuhkan untuk pesanan Kumine telah tersedia dan siap untuk ditenun. Kemudian, Fori dan Shougo membantu memindahkan kayu sisa tersebut ke gudang lain yang berada di luar rumah. Saat pintu gudang dibuka, mereka melihat beberapa tingkat rak dengan isi berupa jamur yang tumbuh pada batang pohon.
Pak Fey menengok ke arah mereka berdua. "Siapa yang mau memanen langsung makan malamnya?"