Chereads / Fallen Orions Tales / Chapter 101 - Crysta Horde

Chapter 101 - Crysta Horde

Pagi hari yang cerah, Kumine telah tampil cantik di depan cermin dengan pakaian andalannya yang berupa coat cokelat muda, kemeja putih, celana panjang hitam, dan sepatu heels hitam. Ia hendak menyiapkan kacamata hitam untuk digunakan, tapi beberapa hari ini ia merasa tak cocok menggunakan kacamata, sehingga kacamata itu ditaruh kembali ke dalam tasnya.

Ia memutar tubuhnya beberapa kali untuk memastikan bahwa seluruh riasan serta pakaian telah ia pakai dengan sempurna. Saat membuka jendela, angin sepoi-sepoi melintas di pipinya. Ia menyaksikan bagaimana sibuknya aktivitas kota pagi itu. Berbagai kendaraan melintas di jalan raya, begitpun orang-orang yang berjalan di trotoar. Ia sudah mulai terbiasa dengan perbedaan budaya yang signifikan. Kemampuannya dalan beradaptasi membuat ia sanggup berbaur dengan sangat mudah.

Terdengar suara ketukan pintu beberapa kali yang disusul oleh panggilan dari Fori.

"Nona, apakah Nona sudah siap?"

Kumine meraih tasnya, lalu membuka pintu. "Ya, kalian sudah siap?"

Ia melihat Fori dan Shougo yang sudah membawa tasnya masing-masing.

"Ya!" jawab mereka berdua secara bersamaan.

Di ruang makan, mereka disambut oleh Dhru yang telah siap sambil melahap sarapannya.

"Pagi semuanya! Kalian siap berangkat?"

Setelah sarapan, mereka semua langsung menuju sebuah tempat dimana Dhru menyimpan kendaraannya. Tak begitu lama berjalan, mereka tiba di sebuah tempat yang rupanya sedikit mirip dengan stasiun kereta.

"Stasiun?" tanya Shougo. "Kupikir kita akan terbang."

Dhru tertawa sambil terus berjalan. "Ahahah. Memang mirip, tapi tempat ini namanya bandara."

"Jadi itu namanya ya ..." Sahut Kumine sambil memperhatikan sekitarnya.

Ia mulai melihat beberapa kendaraan pengangkut dengan bentuk yang cukup unik. Di kejauhan, ia bisa melihat sesuatu yang besar dan bersayap bergerak secara perlahan.

Dhru mengangguk. "Yap. Singkatan dari Bandar Udara, tempat dimana penerbangan berangkat dan mendarat."

Mereka melewati pos keamanan dan memberikan barang-barangnya untuk di periksa. Kemudian, mereka berjalan menuju jalur khusus yang diperuntukan untuk orang yang memiliki kendaraan pribadi. Dhru memperlihatkan tanda pengenal serta lisensi terbangnya pada petugas. Setelah diperiksa dan dinyatakan benar, mereka diperbolehkan masuk ke area yang menjadi garasi.

Saat berjalan di tempat terbuka, ada sesuatu yang membuat langkah mereka terhenti. Sebuah kendaraan besar melintas tepat di seberang. Rupanya seperti kereta raksasa dengan baling-baling pada bagian moncong depan. Kendaraan itu juga memiliki sayap besar di kanan dan kirinya yang masing-masing memiliki satu baling-baling. Setelah beberapa saat bergerak dengan cepat di lintasan lurus, kendaraan itu mulai melambung hingga akhirnya terbang tinggi.

"Itu dia kendaraan yang akan kita gunakan," ucap Dhru. "Pesawat terbang!"

Ia menunjuk ke suatu arah. "Lihat. Di sana lebih banyak lagi yang sedang menunggu penumpang."

Di arah yang ditunjuk oleh Dhru, terdapat banyak pesawat yang sedang berbaris. Pesawat-pesawat itu adalah sesuatu yang dilihat oleh Kumine sebelum mereka masuk. Terdapat sebuah lorong yang menempel antara pintu serta bangunan tempat penumpang menunggu. Mereka dapat melihat ada beberapa orang yang berjalan melalui lorong tersebut.

Dhru mengantar mereka sampai ke garasi tempat ia menyimpan pesawat miliknya. Ia kembali memberi laporan pada petugas yang menjaga serta memberi tanda pengenal miliknya. Setelah diberi izin, Dhru membuka pintu belakang pesawat, memperlihatkan ruangan yang cukup luas di dalam serta beberapa peti barang yang berjajar rapi.

Dhru menepuk beberapa peti yang ia lewati. "Maaf ada banyak barang. Ini adalah barang-barang pesanan temanku."

"Tidak sebesar yang tadi," ucap Fori sambil berjalan masuk ke dalam pesawat.

"Jalan masuknya juga beda," tambah Shougo.

Dhru tertawa sambil menjadi yang pertama berjalan masuk. "Hahaha. Tentu saja. Untuk mengoperasikan yang sebesar itu perlu banyak orang. Aku sendiri hanya bisa menjalankan yang ini."

Beberapa petugas kemudian mulai berpenar mengitari pesawat untuk membantu Dhru menjalankan pesawatnya menuju lintasan terbang. Setelah memanaskan mesin dan memeriksa seluruh persiapan, ia menengok ke para penumpang di belakang.

"Kalian sudah mengikat pengaman?" tanyanya.

Semuanya mengangguk, termasuk Tan yang diikat dengan pengikat kargo.

"Kalau begitu, terus pegang erat sampai aku beri aba-aba untuk tenang ya!"

Perlahan, pesawat mulai berjalan menuju lintasan yang telah disediakan. Setelah petugas memberikan aba-aba, Dhru mempercepat laju pesawatnya untuk memulai penerbangan. Pesawat melaju dengan cepat. Ia mulai terangkat secara perlahan hingga seluruh rodanya tak lagi menyentuh daratan. Terjadi beberapa guncangan keras akibat turbulensi yang mereka rasakan, tapi semuanya aman terkendali karena pengaman sudah terpasang dengan baik. Semakin lama pesawat mengudara, turbulensi yang dirasakan semakin mengecil. Pesawat akhirnya mulai berjalan lurus ketika ia sudah sampai pada ketinggian yang diinginkan oleh Dhru.

Dhru menekan beberapa tombol pada panel kendali di depan, lalu melepas sabuk pengamannya.

"Fiuh, semua berjalan lancar."

Ia berdiri dan menghampiri para penumpang. "Bagaimana penerbangan pertama kalian?"

"Bagaimana dengan kendalinya?" tanya Kumine yang cukup terkejut melihat Dhru menghampiri mereka.

Dhru menggoyangkan kedua tangannya, menandakan bahwa situasi berada di dalam kendali. "Jangan khawatir, pesawat ini bisa terbang secara otomatis setelah diatur. Kalian juga bisa melepas sabuk pengaman dan berjalan-jalan jika bosan."

Dari jendela pesawat, mereka melihat pemandangan daratan yang sangat luas. Tak terasa bahwa kini mereka telah terbang di atas benua utama. Pulau ibukota kerajaan Babur perlahan menghilang dari pandangan. Hewan-hewan liar yang berkeliaran di bawah terlihat seperti titik kecil yang bergerak. Mereka menyaksikan bagaimana besarnya dunia ketika dilihat dari tempat yang cukup tinggi.

"Wah ..." ucap Kumine, Fori, dan Shougo secara bersamaan.

"Luasnya dunia memang tak pernah bisa ditebak."

Begitulah kata ketiganya dalam hati.

Dhru hanya tertawa. Ia memaklumi kekaguman mereka yang pertama kali terbang. Ia seakan melihat dirinya sendiri yang sedang dalam penerbangan perdana.

Untuk mengisi waktu luang, Kumine menanyakan beberapa hal pada Dhru. Ia ingin lebih mengetahui beberapa hal tentang Crysta Horde, terutama mengenai sesuatu yang akan ia cari di sana.

"Sequoia Antimagenteum?" Dhru berpikir sesaat, menggali ingatan dalam kepalanya.

"Ah, pohon anti sihir raksasa alias Blocker Wood?"

Kumine mengangguk. "Ya. Pohon yang serat dalamnya cukup lunak, sehingga bisa dijadikan sebagai kain."

"Ya ya. Aku tahu lokasi penjual terbaiknya, tapi ..."

Dhru menatap barang bawaan Kumine. "Bukankah Nona sudah punya sutra sihir? Kenapa mencari kain yang bersifat isolator sihir?"

"Sihir yang mengalir dalam sutra itu mudah lepas," jawab Kumine. "Mereka akan menjadi energi sihir bebas lagi jika alirannya tidak dikunci dengan material yang bersifat isolator."

Kumine menatap Dhru tepat di matanya. "Bukankah itu dasar pembuatan pakaian yang bisa mengalirkan sihir?"

Dhru menganggukkan kepalanya. "Hmm ... Begitu ya. Aku tidak pernah tahu soal rinciannya sih ..."

Kumine tertawa kecil. "Haha, bukan salahmu juga sih kalau tidak tahu. Perancangan baju yang seperti ini memang sangat jarang dan umumnya dirahasiakan."

"Nona tau banyak soal sihir ya?" tanya Shougo menyela pembicaraan mereka.

Kumine menengok ke arah Shougo. "Tentu saja. Di akademi, semua orang mempelajari dasar sihir. Hal seperti ini sudah menjadi makanan sehari-hari bagi kami."

Shougo kembali memperlihatkan wajah keingintahuannya pada Kumine. "Dasar sihir? Seperti apa?"

Kumine mengangkat jari telunjuknya seraya menjelaskan. "Kau tahu? Energi sihir adalah energi tak terlihat yang mengalir bebas di udara. Saat diserap oleh tubuh mahluk hidup, energi tersebut berubah menjadi mana yang akan tersimpan pada tubuhnya. Setelah menjadi mana jugalah aliran energi sihir bisa terlihat di tubuh seseorang."

Shougo mengangguk-angguk, berusaha memahami dan menyimpan dalam-dalam penjelasan Kumine.

"Jika seseorang hendak menggunakan sihir, ia harus menggunakan mana sebagai bahan bakarnya. Jika sihir digunakan, maka mana tersebut ikut keluar secara bersamaan dan menjadi residu. Residu bisa terlihat, tapi untuk melihatnya perlu beberapa alat khusus. Lalu seiring waktu berjalan, residu akan menghilang karena berubah kembali menjadi energi sihir yang mengalir bebas di udara."

"Dan energi bebas itu akan diserap kembali oleh seseorang untuk menjadi mana?" tanya Shougo kembali.

Kumine mengangguk dan meletakan kembali tangannya di bawah. "Setidaknya begitulah bunyi hukum kekekalan sihir. Energi sihir tidak bisa diciptakan atau dimusnahkan, namun bisa berubah bentuk menjadi energi sihir, mana, dan residu sihir."

Mereka terus membicarakan berbagai hal sambil mengisi waktu dengan bermain permainan papan yang dimiliki oleh Dhru. Keseruan permainan itu akhirnya harus berakhir setelah tidak terasa kalau waktu telah berjalan selama 4 jam. Alarm pada panel kendali mulai berbunyi, menandakan bahwa Dhru sudah harus kembali mengendalikan pesawatnya.

Dhru berdiri sambil memakai sarung tangannya. "Ups, sebaiknya kalian cepat kembali ke tempat duduk. Sebentar lagi kita mendarat, dan akan terjadi guncangan kembali."

Terdengar suara Dhru yang sedang berkomunikasi menggunakan radio. Ia berbicara dengan semacam kode yang memberi tahu bahwa ia ingin mendarat. Setelah mendapat konfirmasi dari darat, pesawat Dhru mulai menukik. Kumine, Fori, dan Shougo bisa melihat daratan di bawah mereka semakin dekat secara perlahan. Guncangan kembali terasa, hingga puncaknya saat roda pendaratan menyentuh tanah. Tetapi pada akhirnya, mereka semua akhirnya bisa mendarat dengan selamat.

Tali pengikat Tan mulai dilepas, lalu semuanya turun dari pesawat.

"Semuanya, selamat datang di Crysta Horde!" ucap Dhru.

Bagian bandara memang mirip seperti bandara pada Babur, tapi kali ini terdapat banyak gunung tinggi yang mengitari mereka. Udara pun berubah hampir 180 derajat. Suhu menurun dengan sangat drastis ditambah dengan angin yang menerpa cukup kencang. Berada di dataran tinggi serta memasuki waktu menjelang musim dingin, udara di Crysta Horde semakin menusuk meski waktu masih siang.

Kumine menutupi matanya dari cahaya matahari yang menyilaukan sambil menatap gunung terdekat dari posisi mereka.

"Crysta Horde, kerajaan yang berada di medan paling sulit ..."

Dhru kemudian menghampiri Kumine dari belakang. "Baiklah Nona, apakah perlu kuantar sampai ke luar?"

Kumine menengok, lalu menggelengkan kepalanya. "Tak usah Tuan Dhru. Kau sudah banyak memberi informasi padaku."

"Selain itu ..." Kumine memandangi peti-peti kargo besar yang sedang diturunkan oleh petugas bandara. "Sepertinya kau masih sibuk dengan pekerjaanmu."

Dhru tertawa. "Hahaha. Kau memang pengertian, Nona!"

Ia memberikan tangan kanannya untuk berjabat tangan dengan Kumine. "Kalau begitu, terimakasih atas kerja samanya. Semoga perjalanan kalian berikutnya lebih baik!"

Kumine meraih tangan Dhru, menerima jabatan tangannya. "Terimakasih juga Tuan Dhru. Sungguh pengalaman perjalanan yang menyenangkan bagi kami."

Selanjutnya, Dhru juga bersalaman dengan Fori dan Shougo. Ia juga mengelus kepala Tan sebagai tanda pertemanannya.

"Sampai jumpa Tuan dan Nona sekalian," ucap Dhru sambil melambaikan tangannya pada mereka.

Sambil berjalan pergi, mereka melambai balik pada Dhru.

"Sampai berjumpa kembali Tuan Dhru!" seru Shougo.

Setelah mengisi administrasi untuk ke sekian kalinya, mereka akhirnya keluar dari bandara. Pemandangan sekitar masih sama seperti Gozen dan Babur. Kendaraan berlalu lalang serta orang-orang yang sibuk menjadi pemandangan biasa. Akan tetapi, sesuatu mulai terasa semakin menusuk ke dalam tulang.

Fori melipat kedua tangannya di perut. "Dingin ..."

Udara menjadi semakin dingin ketika mereka keluar area bandara. Tak ada mesin penghangat yang dapat menghangatkan udara di luar ruangan.

Kumine berjalan ke belakang Fori. "Untung kita telah memakai pakaian tertutup yang cukup tebal dan sarung tangan."

Ia memakaikan syal pada leher Fori, lalu memakaikan syal yang mirip juga pada leher Shougo. Saat Shougo menengok, ia melihat Kumine telah memakai dengan motif yang mirip juga. Kumine kemudian mengeluarkan topi bulu tebal dari tas pada punggung Tan, lalu memakaikannya pada dirinya sendiri beserta Fori dan Shougo.

"Bagaimana, lebih hangat?" tanya Kumine.

Shougo mengangguk. "Tentu saja. Terimakasih, Nona."

Fori ikut mengangguk. "Terimakasih juga, Nona!"

Kumine kemudian naik ke atas Tan. "Kalau begitu, ayo naik. Perjalanan kita masih belum berakhir!"