Chereads / Fallen Orions Tales / Chapter 100 - Babur (2)

Chapter 100 - Babur (2)

Assiyah, pulau besar di seberang benua yang menjadi wilayah ibukota kerajaan Babur. Meski berada tak terlalu jauh dari benua utama, kebanyakan flora dan fauna yang ada disana sangatlah berbeda. Ada beberapa hewan yang memiliki karakteristik sama dengan yang ada di benua utama, tapi perbedaan diantara mereka lebih menonjol dibandingkan persamaannya. Meski begitu, tumbuhan yang ditanam di sekitar jalanan kota masih sama dengan apa yang ada di benua utama. Tanaman endemik dipisahkan sehingga hanya terletak di tempat khusus dengan penjagaan ketat.

Tak terlalu sulit bagi Kumine untuk mencari informasi mengenai peternakan ulat sutra spesial yang ia cari. Dalam waktu singkat, mereka bertiga sekaligus Tan sudah disambut oleh pekerja yang ada di peternakan tersebut.

"Selamat siang, Tuan dan Nyonya. Ada yang bisa kami bantu?"

Kumine turun lebih dahulu dari atas Tan. "Ya. Aku kesini untuk mencari kain yang telah jadi sekaligus melihat bagaimana proses pembuatannya."

"Oh, Nona ingin melakukan tur?"

Kumine mengangguk. "Tentu saja. Karena ingin beli banyak, aku harus memastikan kualitasnya."

Setelah mengikat Tan di luar, Pekerja itu segera membawa mereka masuk untuk berkeliling peternakan yang luas. Mereka memasuki salah satu dari banyaknya tenda yang dibangun secara khusus untuk membuat ulat nyaman. Di dalam tenda, ulat-ulat sutra ditempatkan pada sangkar yang berbentuk seperti meja dengan ukuran besar. Bentuk dan ukuran mereka bervariasi, tapi semuanya memiliki garis berwarna biru cerah pada perut bawah yang menjadi ciri khas spesies mereka. Menurut si Pekerja, terdapat ratusan hingga ribuan ulat pada setiap meja, dan ada puluhan meja yang tersebar pada satu peternakan tersebut.

Proses perkembang biakan yang terjadi sama seperti ulat sutra pada umumnya. Ulat-ulat diberi pakan berkualitas tinggi untuk mempercepat pertumbuhannya. Setelah ulat menjadi kepompong dan berubah menjadi ngengat, kepompong tersebut dipanen dan menjadi bahan sutra yang dibutuhkan. Meski sama, terdapat perbedaan dalam proses menenun kepompong menjadi benang. Para pengunjung boleh melakukan tur ke seluruh bagian peternakan, tapi mereka tidak diperbolehkan untuk mengintip proses menenun. Proses tersebut merupakan rahasia kerajaan Babur yang dijaga sangat ketat, agar hanya mereka satu-satunya yang bisa membuat kain sutra sihir.

Kumine, Fori, dan Shougo melihat proses bagaimana ulat-ulat yang imut tersebut berubah menjadi ngengat putih yang memiliki corak biru cerah pada sayapnya.

"Indahnya ..." ucap Shougo secara tidak sadar akibat terkesima oleh penampilan ngengat tersebut.

Fori mengangguk setuju. "Kau benar. Metamorfosis yang dialami oleh serangga memang menakjubkan."

"Apa kalian akan berkata hal yang sama pada kecoa?" sahut Kumine dari belakangnya. "Ia melakukan metamorfosis juga loh."

Shougo menengok ke arah Kumine sambil memberi tatapan jijik. "Yah, kalau itu ..."

"Tentu saja!" sela Fori. "Semua mahluk hidup itu menakjubkan!"

Disaat Kumine dan Fori tertawa, Pekerja yang mendampingi mereka tur keliling akhirnya kembali. Terdapat sebuah kantung plastik yang ia bawa di tangan kanannya.

"Sepertinya semua suka dengan ngengat sihir ya?"

Ia memberikan bungkusan plastik itu pada Kumine.

"Ini oleh-oleh untuk kalian bertiga setelah menjalani tur yang lumayan panjang ini!"

Kumine mengambil dan membuka bungkusan tersebut. Setelah dikeluarkan, isinya adalah ngengat sihir yang berada di dalam resin bening. Bagian bawah resin tersebut memiliki kayu yang berukiran nama latin dari ngengat sihir.

Kumine memperhatikan nama yang tertulis pada ukiran kayu. "Bombyx Magiri?"

"Mereka yang ada di dalam adalah mereka yang mati secara alami," ucap si Pekerja. "Tak ada satupun ngengat yang disakiti dalam proses pembuatannya."

Bungkusan plastik tersebut berisi 3 resin, sehingga Kumine, Fori, dan Shougo masing-masing mendapat satu. Fori dan Shougo terlihat bahagia memandangi resin cantik dengan ngengat indah yang ada di dalamnya.

Kumine yang melihat mereka berdua menjadi ikut merasa senang. Ia kemudian menatap si Pekerja dan berkata, "Kalau begitu, mari kita berbicara soal pembelian."

Pekerja itu kemudian mengantar mereka ke ruangan utama peternakan yang menjadi tempat transaksi. Kumine mengeluarkan buku catatannya, lalu memberitahu berapa banyak kain yang ia butuhkan, serta warna apa saja yang harus dibeli. Pekerja itu menyanggupi apa yang dibutuhkan oleh Kumine. Ia menyalin catatan Kumine, lalu segera memanggil pekerja lain untuk membantu mengambil kainnya langsung dari tempat menenun.

Seluruh gulungan kain dengan berbagai warna itu dikumpulkan, lalu dibungkus dengan plastik. Untuk menambah keamanan, bungkusan itu diberi tambahan dengan sihir pengunci. Di luar, Tan diberikan tempat tambahan untuk meletakan pengait dan tas tambahan oleh Fori. Setelah para pekerja datang, mereka semua langsung menaruh kain sutra yang dibawa ke tiap tas yang telah disediakan.

"Fiuh, Selesai!" ucap Kumine sambil mengusap dahi setelah ikut membawa beberapa gulungan kain.

Shougo yang telah duduk di atas kemudian bertanya, "Setelah ini kita kemana, Nona?"

Kumine melipat kedua tangannya dan berpikir. "Benar juga ..."

Ia menengok ke dua orang Pekerja yang berdiri di belakang. "Maaf, apakah kalian tau penginapan sekitar sini yang memiliki kandang?"

Kedua Pekerja itu mencoba mengingat kembali seluruh penginapan yang mereka ketahui.

"Ah, seingatku ada satu di dekat area pusat pemerintahan."

Pekerja lainnya mengangguk. "Ya. Disini sudah jarang kandang hewan, tapi pemilik penginapan itu adalah penghobi hewan. Aku yakin kandang di sana cukup nyaman."

Kumine menepuk kedua tangannya. "Terimakasih!"

Sebelum menuju penginapan, mereka terlebih dahulu berputar-putar menikmati pemandangan pulau Assiyah. Ada sebuah taman yang bebas untuk dikunjungi siapapun, jadi Kumine tidak ingin melewatkan hal itu. Meski disebut sebagai taman, tempat itu merupakan sebuah hutan lindung yang sekaligus dijadikan tempat rekreasi.

Taman itu diisi oleh berbagai tanaman endemik serta hewan-hewan yang bebas berkeliaran. Semua orang bisa melihat bagaimana hewan-hewan bergelantungan pada dahan pohon yang lebat. Suara mereka menggema sampai bisa membuat seseorang yang mendengarnya merinding, sekaligus takjub akan keanekaragaman hayati yang ada..

"Hewannya beda sekali ya dari apa yang ada di benua utama," ucap Shoguo.

Fori menatap tajam ke suatu arah. Ia tahu bahwa ada sesuatu yang menatap mereka sejak beberapa saat lalu.

"Ya. Tidak hanya mamalia, unggasnya pun sama."

Taman Assiyah memiliki banyak jenis burung besar yang tidak bisa terbang. Burung-burung itu memiliki warna beragam dan ekor yang sangat cerah seperti pelangi. Mereka menyelinap di dalam hutan, menatap para pengunjung dari lebatnya barikade pepohonan yang menutupi dirinya.

Terdapat papan informasi beberapa tempat tertentu yang berisi penjelasan mengenai spesies apa yang tinggal di daerah sekitar situ.

"Phascolartus Assiyah," ucap Kumine sambil membaca tulisan pada papan.

"Salah satu dari dua famili Phascolarctidae yang merupakan mamalia marsupial," sahut Shougo yang membaca lanjutan teks.

Kumine menengok ke kiri dan kanan. "Dimana? Aku tak melihat satu pun."

Kumine menahan tali Tan agar tidak berjalan lebih jauh. "Tak ada kandang di sini, jadi beberapa hewan mungkin sedang berjalan-jalan."

Sambil sesekali menaiki Tan, mereka terus berjalan melalui jalan setapak yang tersusun atas batu-batu bundar. Beberapa hewan memang tidak ada di sekitar papan informasi, tapi masih ada banyak hewan yang bisa mereka lihat, bahkan secara tidak sengaja bertemu di hadapan muka. Mereka juga sempat diberhentikan oleh petugas yang sedang mengalihkan jalan karena di depannya terjadi perkelahian antar kelompok hewan. Ada banyak pengalaman baru yang mereka temui hanya dalam beberapa jam mengelilingi taman pulau Assiyah.

Setelah lelah berkeliling, mereka pergi ke penginapan yang dimaksud oleh dua orang Pekerja sebelumnya. Tan langsung beristirahat dengan nyaman setelah seharian membawa beban di punggungnya sambil keliling kota. Hari sudah hampir malam, jadi Kumine, Fori, dan Shougo bersiap menunggu makan malam.

Seperti biasa, mereka berdiskusi mengenai apa yang akan dilakukan besok sambil menghabiskan makan malam.

"Jadi, kita akan menggunakan kereta lagi menuju Crysta Horde?" tanya Fori.

Kumine menggelengkan kepalanya. "Sayang sekali. Tidak ada kereta dari Babur menuju Crysta Horde."

Shougo yang mendengarnya menjadi heran. "Kenapa?"

Kumine mengangkat kedua bahunya. "Entahlah. Mungkin hanya Gozen yang berpikir bahwa kereta itu efisien."

Fori menepuk tas kecilnya yang ada di pinggang. "Kalau begitu, apakah kita akan menggunakan kabut lagi?"

Kumine mengangkat kedua bahunya. "Sepertinya begitu. Tak mungkin kan kalau kita menaiki Tan sampai ke Crysta Horde?"

Disaat mereka berdiskusi, seorang pria yang duduk di belakang tak sengaja mendengar pembicaraan tersebut. Ia segera memutar badan dan menyapa Kumine.

"Ehh, permisi. Kudengar kalian beberapa kali menyebut nama Crysta Horde. Apakah itu benar?"

Kumine menengok dan memperhatikan pria tersebut. Rambut ikalnya berwarna hitam dan memiliki banyak noda abu-abu karena uban. Wajahnya tak memiliki jenggot atau kumis, tapi ia tidak terlihat muda sedikitpun. Meski begitu, penampilannya cukup modis dengan jaket kulit tebal, celana yang juga tebal seperti celana militer, serta sepatu kulit tinggi yang terlihat sangat kokoh.

"Memangnya ada apa?" tanya Kumine balik.

"Apakah kalian ingin ke sana?"

Kumine kembali menghadap ke mejanya, membuang pandangan dari pria tersebut. "Sepertinya pembicaraan kami bukanlah bagian dari urusanmu."

Mendengar jawaban Kumine, pria itu tertawa canggung. "Ahaha ... Maaf karena tidak sopan."

Ia berjalan menuju samping Kumine, lalu menunduk. "Perkenalkan, namaku adalah Dhru, Dhru Goldenhour. Aku adalah mantan pasukan kerajaan Crysta Horde. Saat ini, aku berada di Babur karena sedang mengantar barang milik temanku."

Mendengar perkenalan diri yang cukup lengkap, Kumine kembali menjalin kontak mata dengannya. "Jadi, kenapa tiba-tiba kau tertarik dengan pembicaraan kami?"

"Sebelumnya, kalian harus tau bahwa Crysta Horde kerajaan yang ditutupi oleh deretan pegunungan luas. Hal itu akan membuat perjalanan kalian menjadi sulit."

"Lalu?" tanya Kumine sambil menghabiskan sisa minumannya.

"Karena hidup dalam medan yang sulit, Crysta Horde mengembangkan teknologi transportasi mereka ke arah yang agak berbeda, yaitu transportasi melalui jalur udara."

"Maksudmu terbang?" tanya Fori.

Dhru mengangguk. "Ya. Kami memiliki kendaraan yang mampu terbang, bahkan untuk jarak jauh."

"Lalu apa hubungannya denganmu?" tanya Kumine kembali.

Dhru meletakan tangan kanannya pada dada kiri. "Dulu, aku tergabung dalam pasukan yang tugasnya mengoperasikan kendaraan tersebut. Sekarang aku punya kendaraanya sendiri, jadi aku menawarkan diri untuk membawa kalian ke Crysta Horde melalui jalur udara."

Kumine berpikir sesaat. Ia masih menyimpan rasa curiga. "Kenapa?"

"Aku harus kembali dalam beberapa hari ini, jadi kenapa aku tidak pulang sambil mengantungi uang tambahan?"

Kumine memahami maksud Dhru. Sudah menjadi hal yang wajar jika seseorang ingin membawa pulang keuntungan sebanyak mungkin.

"Berapa biayanya?"

Dhru tersenyum. "Jika Nona membantu membayar bahan bakar dan makan malamku hari ini, maka Nona tak perlu membayar sepeserpun."

Mendengar penawaran yang cukup baik, Kumine menanyakan beberapa detail seperti harga bahan bakar, lama perjalanan, serta bagaimana rupa kendaraan yang dimaksud. Kumine juga memberitahunya kalau mereka membawa hewan yang cukup besar. Penasaran dengan hewan yang dimaksud, Dhru minta dipertemukan dengan Tan.

Sesampainya di kandang, mereka langsung menemui Tan yang sudah bangun dan sedang mengunyah makanannya.

"Bagaimana? Ukurannya cukup besar kan?" tanya Kumine.

Tan perlahan berjalan mendekati Kumine. Ia tahu bahwa sedang ada sesuatu yang ingin dilakukan olehnya.

Dhru bergeser ke kiri dan kanan, memastikan ukuran Tan sepenuhnya. "Lumayan besar, tapi sepertinya muat."

Ia menatap Kumine. "Apakah ia hewan yang cukup jinak?"

Kumine mengelus kepala Tan. "Tentu saja. Kau bisa lihat bagaimana ia sama seperti kita."

Tan mendengus seakan meyakinkan Dhru bahwa ucapan Kumine adalah kebenaran.

"Ia bahkan tetap tenang di gerbong hewan selama berhari-hari loh!" sahut Fori.

Shougo mengangguk, mendukung ucapan Fori. "Itu benar. Perjalanan dari Gozen ke Babur memakan waktu berhari-hari, dan selama itu juga ia menjaga sikapnya."

Dhru menepuk tangannya. "Kalau begitu, sepertinya kita sudah mencapai kesepakatan."

Ia menatap Kumine sambil memberikan tangannya untuk bersalaman. "Apakah Nona setuju dengan perjanjian ini?"

Kumine tersenyum dan menjawab, "Kudengar harga bahan bakar cukup murah di Babur karena mereka adalah pusat pertambangannya. Apakah benar begitu?"

Dhru mengangguk. "Tentu saja. Aku berani jamin kalau perjalanan Nona akan lebih murah daripada menggunakan jasa komersil."

Ia meletakan tangan kirinya di dada. "Selain itu, aku juga berani menjamin bahwa perjalanan kita akan jauh lebih cepat!"

Kumine meraih tangan Dhru, dan bersalaman dengannya.

"Aku mengandalkanmu besok, Tuan Dhru."

"Terimakasih, Nona!"