Di dunia Toram yang gelap dan tandus, ada seorang pria yang berlari dengan tergesa-gesa. Sambil mengenakan pakaian ala pendeta yang sudah tersobek-sobek, ia terus berlari tanpa henti. Udara yang sesak bisa ia tahan sedikit dengan sihir penyucian, tapi efek korosif udara tersebut masih merusak tubuhnya secara perlahan. Setelah cukup lama berlari, akhirnya ia menemukan sebuah tempat yang ia cari.
"Akhirnya, kuil Angel!"
Ia memasuki salah satu gedung raksasa yang merupakan cabang manufaktur para Angel. Saat masih aktif, gedung itu menjadi salah satu pabrik pembuatan Angel. Sambil menggenggam batu kristal di tangan kanannya, ia menuju aula utama dan menatap sebuah gundukan batu pada bagian tengahnya.
"Hanya ini ... Hanya ini cara satu-satunya membalas mereka!"
Ia berjalan mendekati gundukan tersebut dan meletakan kristal di atasnya.
"Hancurkan Falorin dan balas kehancuran Saint Athaelai!"
Seketika, seluruh gedung bergetar hebat. Beberapa bagian atap runtuh hingga hampir menimpanya, tapi ia justru tertawa dengan sangat keras sambil melihat ke sekelilingnya.
"I-ini dia! Wujud sesungguhnya dari para Angel!"
Tak berapa lama kemudian, muncul portal raksasa di depannya yang memenuhi seluruh aula. Dari dalam portal tersebut, keluar sosok raksasa secara perlahan. Sosok tersebut tidak memiliki wajah, tapi memiliki banyak mata pada kepalanya. Meski memiliki bentuk humanoid, wujudnya masih jauh dari manusia. Warna tubuhnya gelap, tapi bukan hitam atau abu-abu. Ia memiliki 6 pasang sayap yang berjejer pada punggungnya. Kadang ia terlihat seperti cairan karena bentuknya yang tidak stabil, tapi kadang juga ia terlihat padat. Wujud penuhnya mustahil untuk digambarkan dengan kata-kata. Sosoknya tidak bisa dipahami oleh pikiran manusia yang terbatas. Rasa merinding dan gemetar menjadi respon biasa bagi siapapun yang melihatnya.
Disaat sang pria masih mengagumi monster tersebut, ia tiba-tiba mendengar sesuatu.
"Ahwai munasia!"
Suara tersebut sangat tidak jelas untuk didengar, tapi terasa sangat dekat seakan berasal dari kepala sang pria. Suara yang terdistorsi itu menggema di dalam kepalanya hingga memberi rasa tidak nyaman yang luar biasa. Selain itu, bahasa yang digunakan hingga logatnya juga sangat-sangat tidak biasa. Ucapannya selalu tidak jelas, tapi pria itu perlahan bisa memahami apa yang ia ucapkan.
Ia memberanikan diri untuk menatap monster tersebut. "Wahai Archangel! Kumohon, balaskan dendam kami!"
Monster itu adalah Archangel, prototipe Angel yang dikembangkan oleh Lucius. Seharusnya prototipe itu tidak sampai selesai dikerjakan oleh bawahan Lucius, tapi Saint Athaelai bisa menyelesaikan prototipe tersebut. Meski tidak sempurna seperti tujuan Lucius, Archangel tetap bisa hidup setelah dilanjutkan oleh para peneliti Saint Athaelai.
Tiba-tiba, pria itu merasakan sensasi aneh di dalam kepalanya. Otaknya seakan meleleh, tapi ia tidak merasakan sakit sama sekali. Matanya terus melotot tanpa bisa berkedip. Mulutnya terbuka hingga air liur menetes tanpa bisa dikendalikan. Tubuhnya kaku dan tidak bisa ia gerakan sama sekali. Ia berdiri mematung sambil kebingungan dengan apa yang terjadi pada dirinya.
Archangel mendekatinya. "Mtegnrie"
Tak jelas apa yang diucapkannya, tapi ia kemudian menggenggam sang pria. Ketika digenggam, tubuh sang pria langsung menguap tak bersisa hingga ke pakaian yang dikenakannya. Uap dari tubuh pria tersebut kemudian berjalan masuk ke tubuh sang monster, lalu memunculkan cahaya yang berpendar selama beberapa saat. Setelah mengangkat kepalanya, Archangel menghilang secara tiba-tiba tanpa meninggalkan jejak apapun.
Sementara itu, di Falorin. Army sedang berjalan bersama dengan seluruh partynya, yaitu Shiro, Rikka, dan Ashborn. Mereka baru saja selesai menyelesaikan misi pagi itu dan hendak melaporkannya. Tanpa sengaja, mereka berpapasan dengan Reol dan Fuuko yang sedang makan di kursi depan sebuah cafe.
"Army!" panggil Reol.
"Yo, kalian semua," tambah Fuuko sambil melambai pada mereka.
Army terkejut. "Kalian?!" Ia tidak menyangka bahwa Reol dan Fuuko hari itu ada disana, karena sepengetahuannya, mereka berdua bekerja serabutan kesana dan kemari.
"Eh, sedang makan-makan nih?" tanya Rikka sambil menatap kue yang dipesan oleh Reol dan Fuuko.
Shiro melirik Rikka. "Kau sudah lapar? Ini masih pagi loh."
"Oh tentu saja!" jawab Rikka. "Berburu monster di pagi ini cukup melelahkan!"
Reol tertawa melihat Shiro dan Rikka yang berbalas kata. Ia kemudian menatap Ashborn yang hanya terlihat diam saja. "Ash, kau sehat? Tidak biasanya kau diam saja."
Ashborn menghela nafasnya. "Hah ... Aku tidak apa-apa. Hanya saja, belakangan ini pasar menjadi agak rumit."
"Ah, begitu ya. Bekerja di guild sekaligus petugas ekonomi kerajaan pasti tidak mudah."
Rikka menjentikkan jarinya. "Ah, mumpung ada semua disini, bagaimana ka-"
Tiba-tiba, gempa hebat terjadi. Beberapa bangunan bergetar sangat parah, tapi tidak sampai runtuh. Semua orang berlarian keluar dari rumahnya untuk menyelamatkan diri.
Reol langsung berdiri. "Apa itu?!"
Belum sempat ada yang menjawab, mereka semua sudah sangat terkejut melihat sosok Archangel yang berukuran jauh lebih besar daripada saat ia di dunia Toram. Archangel itu berdiri di luar tembok dan terlihat seperti sedang menatap kota. Semua orang tidak bisa berkata-kata ketika melihat sosok aneh yang hampir tidak bisa dijelaskan tersebut. Semuanya berdiri mematung sambil terus menatapnya dengan rasa takut dan bingung yang bercampur.
Setelah keheningan terjadi, Archangel menembakan laser dengan sangat cepat dari kepalanya. Laser itu menghancurkan tembok serta beberapa bangunan yang ada di hadapannya.
"BARRIER!"
Need yang sudah tersadar segera muncul di atas menara lonceng. Ia memunculkan beberapa lapis barrier untuk menahan laser tersebut, sebelum ia menghancurkan lebih banyak bangunan. Akan tetapi, barrier tersebut satu-persatu hancur karena tidak bisa menahan kekuatan laser yang sangat besar.
Need berusaha membangun lapisan barrier lain. "G-gawat! Lasernya terlalu kuat!"
"Need!" Eevenyxz tiba-tiba muncul di sebelah Need.
"Serahkan padaku!"
Ia mengarahkan tongkat sihir ke Archangel. "One Turn Kill Magic - All on Assault!"
Serangan sihir dari keenam elemen dilepaskan. Archangel menghentikan serangan lasernya bersamaan dengan hal tersebut. Selama beberapa saat, Archangel diserang dengan serangan beruntun yang dilancarkan oleh Eevnyxz.
"Tidak berefek?!" Eevenyxz terkejut ketika serangannya tidak mengakibatkan apa-apa, meski ia telah menyerangnya cukup lama.
"Eev, hentikan saja!" seru Need. "Sepertinya ada sesuatu, jadi lebih baik kita hemat tenaga."
Eevenyxz menghentikan One Turn Kill Magicnya. "Aku mengerti, tapi bagaimana selanjutnya?"
Menggunakan ibu jarinya, Need menunjuk ke arah istana. "Kita bisa menunggu Raja Xaniel."
Tepat seperti ucapan Need, langit tiba-tiba menjadi gelap akibat sihir Raja Xaniel. Sang Raja telah berdiri di atas istana sambil mengangkat tongkat sihirnya.
Setelah melafalkan mantranya, Raja Xaniel mengarahkan tongkat sihir ke arah Archangel. "Falorin Bombardmend!"
Muncul banyak lingkaran sihir besar di atas istana yang secara terus menerus menembakan sihir berbagai elemen. Tidak hanya elemen dasar, mereka juga menembakan beberapa elemen campuran dan tingkat lanjut. Falorin Bombardmend adalah sihir pamungkas yang bisa terus dipakai oleh Raja Xaniel selama beberapa syaratnya terpenuhi. Ia terus menghujani apapun targetnya tanpa henti dengan serangan sihir yang luar biasa. Sebagai orang terkuat kedua di kerajaan, sihirnya berada di level yang jauh berbeda.
Meski sudah dibombardir sekian lama, Archangel masih berdiri dengan sangat kokoh. Raja Xaniel kemudian menyadari apa yang sedang mereka hadapi saat ini dan menghentikan serangannya untuk menghemat energi. Sesaat setelah bombardir sihir berhenti, laser kembali dilepaskan oleh Archangel, tapi kali ini Need beserta divisi pertahanan kota berhasil menahannya dengan lebih baik meski mereka tetap kewalahan.
Evakuasi segera dijalankan oleh semua petugas. Mereka juga berusaha menyelamatkan beberapa korban yang berada di bawah reruntuhan. Need dan Eevenyxz pergi menuju atas istana bersama beberapa anggota Fallen Orions yang tersedia. Karena kebetulan ada Reol dan Fuuko, mereka juga diajak untuk pergi. Semua kemudian berkumpul untuk memikirkan sebuah rencana bersama Raja Xaniel dan Jenderalnya. Tetapi, ada sebuah halangan besar yang harus dilewati.
"Resistensi sihir total?!" ucap seluruh Jenderal dan anggota Fallen Orions secara bersamaan.
Raja Xaniel mengangguk. "Ya. Meski tidak sepenuhnya yakin, tapi aku curiga bahwa itulah faktanya."
Eevenyxz memikirkan ucapan Raja Xaniel. "Yah, kalau Raja sendiri yang bilang ..."
"Jadi, apa yang harus kita lakukan?" tanya salah satu Jenderal.
"Serangan sihir mustahil digunakan, jadi kita hanya bisa mengandalkan serangan fisik," ucap Shiro.
"Aku bahkan tidak yakin serangan seribu artileri akan sanggup," sahut Ashborn.
Rikka menggaruk kepalanya. "Ahh ... Kenapa ia muncul disaat Ardent pergi sih?!"
Disaat mereka berdiskusi, tiba-tiba serangan laser yang datang semakin kuat. Beberapa lapis barrier yang melindungi kota langsung hancur secara bersamaan. Berbagai bangunan kembali hancur akibat tembakan yang membabibuta, bahkan laser tersebut sempat mengenai rombongan warga yang sedang di evakuasi.
"Gawat!" Need segera membuat barrier baru yang lebih kuat, tapi hal itu membuatnya kehabisan sangat banyak energi sihir.
"Need!" Shacchi langsung menangkap tubuh Need yang sempoyongan.
Need menampar wajahnya sendiri agar bisa fokus kembali. "Gawat gawat gawat! Kalau seperti ini, kita tidak akan bisa bertahan lama!"
Eevenyxz memberi pertolongan pertama dengan sihirnya pada Need. "Seandainya transfer mana bisa efisien, aku akan memberi seluruh energi padamu untuk membangun barrier. Tidak ada lagi yang bisa membangun barrier sekuat dirimu. Aku dan Raja Xaniel bahkan tidak bisa membuat barrier yang kuat."
Need menyeringai dalam kondisinya yang lemas. "Heh, seandainya tidak hanya 10% ..."
Tan dan Vivien terlihat cemas. Mereka berdua adalah pengguna serangan fisik, tapi sangat jelas bahwa mereka tidak bisa berbuat apa-apa menghadapi Archangel.
Vivien menggigit jarinya. "Ultimate Slayer mungkin sedikit mempan, tapi syarat aktivasinya harus memiliki banyak musuh dan tidak bisa dimanipulasi."
"Serangan fisik itu terlalu dasar. Apa yang bisa kita gunakan untuk melawannya?" tanya Tan.
Sementara itu, Fuuko sudah menyerah dengan dirinya. "Mars Crash mustahil untuk digunakan. Meski menyerang dengan pedang, sihir tetap mengambil peran penting dalam manipulasi massa."
Rikka melipat kedua tangannya. "Serangan fisik manusia sangatlah terbatas. Selama ini, kita memperkuat semua serangan fisik dengan sihir untuk mencapai tingkat maksimal. Tak ada serangan fisik murni yang cukup kuat untuk melawan mahluk itu."
Tan menyahut, "Jikapun ada, serangan itu tidak akan berasal dari manusia."
Serangan laser selanjutnya kembali muncul dan menjebol barrier. Archangel bukanlah mahluk bodoh, jadi ia mengincar tempat perlindungan warga, yakni di bunker kota.
"Sial!" Need berusaha merapalkan barrier lagi, tapi energi sihir yang sedikit membuat rapalannya menjadi lambat.
Laser itu menembus lebih banyak bangunan sambil bergeser menuju ke arah bunker. Dari dekat bunker, seorang penyihir dengan pakaian serba merah memunculkan tahta emas dari bawah kakinya.
"Crimson Reality ..."
Akane duduk di dalam tahta dan memunculkan barrier merahnya di sekitar area bunker.
"Tidak ada laser itu dalam realitasku ..."
Crimson Reality "memakan" laser yang melewatinya. Meski bunker selamat, tapi banyak orang telah terkena laser yang sebelumnya menyasar ke berbagai arah selama barrier kota hancur.
Rikka tersenyum. "Bagus, Akane!"
Akane menyadarkan wajah pada tangan kanannya. "Jika terjadi selamanya, aku pun aka kehabisan tenaga. Seseorang harus berbuat sesuatu ..."
Dengan sisa tenaganya, Need akhirnya bisa membangun kembali barrier kota.
Nafas Need semakin terengah-engah. "S-sial, ini terlalu ..."
Ia benar-benar kehilangan kemampuan berdirinya. Shacchi kemudian memegangi tubuhnya dan menjaga posisinya agar tetap bisa melihat ke arah Archangel.
Situasi semakin kacau. Para petugas evakuasi berusaha lebih keras untuk membawa para warga ke dalam bunker, tapi laser Archangel terus menyerang tanpa henti. Suara teriakan terdengar di Falorin disertai dengan runtuhnya banyak bangunan. Kepanikan mulai semakin kritis, bahkan bagi para petinggi yang masih terus berdiskusi. Akane berusaha mempertahankan Crimson Reality sebisanya, tapi "memakan" laser tersebut cukup melelahkan setelah dilakukan beberapa kali. Jika ia melepas Crimson Reality, maka tembakan laser selanjutnya akan menghancurkan bunker dan membunuh semua orang yang ada di dalamnya.
Rikka menengok ke arah Shiro. "Bagaimana dengam Divine Dragon?"
Shiro mengangkat kedua tangannya. "Ia harus dibangunkan dengan tumbal yang banyak. Kau mau aku membantai warga kota?"
Ashborn menyahut, "Mungkin saja itu diperlukan, jika tak ada jalan lain."
Disaat harapan hampir habis, Reol tiba-tiba berjalan maju ke dekat pembatas atap istana. "Tidak, jangan lakukan itu. Biar aku yang mencoba."
"Mencoba?" tanya Shiro.
Dari kedua tangan Reol yang mengepal, muncul semacam api hijau yang membara tetapi tidak panas. "Biar aku yang menahannya. Mungkin aku bisa memberi kalian semua waktu untuk pergi, bukan hanya berlindung."
Kemudian, seluruh tubuh Reol tertutupi oleh api hijau yang sangat pekat. Api tersebut muncul dengan mengamuk pada awalnya, tapi perlahan api itu mulai tenang dan mengecil seperti beresonansi dengan tubuh Reol.
Shiro terkejut melihat banyaknya api yang tidak biasa. Ia teringat dengan api biru yang sering muncul pada tubuh Ardent. "Api apa itu?"
Rikka sama terkejutnya seperti Shiro, tapi ia tidak terlalu asing dengan apa yang dilihatnya saat itu. "Itu kan ..."
Fuuko melipat tangannya sambil mengangguk. "Chakra. Sebuah energi yang berada di atas kekuatan fisik, tapi tidak sampai menjadi sihir.
Ia memperhatikan Reol dengan seksama. "Ribuan tahun lalu, mempelajari Chakra melalui seni bela diri adalah hal umum. Para ahli bela diri menggunakan Chakra untuk menyamai ahli sihir yang saat itu sangat jarang."
Locked terlihat memahami ucapan Fuuko. "Setelah sihir mulai umum, penggunaannya ditinggal karena terlalu sulit untuk dicapai dan digunakan."
Ia tersenyum setelah mengingat sesuatu. "Karena Chakra bukan fisik atau sihir, tak ada sesuatu yang resisten terhadapnya!"
Fuuko mengangguk. "Ya. Dengan itu, mungkin Reol bisa menahannya."
Ia mengepalkan kedua tangannya dengan sangat kuat. "Tetapi, tetap saja kita tahu apakah kita bisa selamat atau tidak."
Dari belakang, Army tiba-tiba menyahut, "Jangan khawatir. Ia tak sendirian."
Shiro menengok. "Apa maks-"
Army tiba-tiba menepuk bahu Shiro dari belakang. Saat itu juga, Shiro langsung merasa sesuatu bangkit dari dalam jiwanya. Tubuhnya mulai bercahaya semakin terang secara perlahan. Sesuatu yang tak asing itu membuatnya terkejut.
"Oi, Ar, apakah ..."
Saat menatap Army, atmosfir sekitarnya menjadi sangat berat, bahkan jauh lebih berat daripada yang pernah ia rasakan di Ousbundle. Atmosfir tersebut bahkan bisa membuat Raja Xaniel merasakan bulu kuduknya naik. Kemudian, sebuah gelombang kejut muncul dan merubah pakaian Army menjadi pakaian Devil's Incarnationnya. Ia melepas penutup mata dan membuka mata kanannya yang buta. Kini, mata itu telah kembali terisi oleh mata iblis Tofu. Sosok sang iblis telah kembali ke dunia untuk kedua kalinya.
Army menengok ke arah Raja Xaniel. "Raja, apakah engkau mengizinkan ini?"
Raja Xaniel menatap para Jenderalnya di belakang. Mereka semua terlihat mengangguk setuju.
Ia menutup mata dan mengangguk. "Demi keberlangsungan Falorin, aku memerintahkanmu untuk melakukannya."
Army menatap Archangel yang sedang berusaha menjebol barrier dengan laser. "Reol, kau siap untuk melawannya?"
Sambil menekuk lututnya, Reol tersenyum lebar. "Lebih dari siap!"
Dari depan istana, tepat di hadapan Reol. Muncul perwujudan Ashura yang berukuran lebih besar dari sebelumnya. Dengan keempat senjata dan wajah marahnya terpampang di depan, ia menatap The Archangel. Sosok tersebut bukan sekedar perwujudan, tapi merupakan Ashura itu sendiri.
Army mengeluarkan sabit panjang yang diikat dengan rantai dari lengan jubahnya. "Ah ... Sepertinya baru kemarin aku merasakan perasaan ini."
Dari belakang Army, muncul setengah tubuh bagian atas wujud asli Tofu. Badan manusia yang dipenuhi bulu hitam, kepala kambing dengan tanduk panjang dan gigi yang tajam, serta mata ungu yang menyala terang. Sangat jarang bagi manusia untuk bisa melihat wujud asli iblis, terutama wujud asli dari iblis kuno. Tofu mendengus dan meraung sangat kuat hingga seisi kota terkena Fear. Bahkan mereka yang berada di dalam bunker juga ikut merasakan hal tersebut.
"Semuanya, bersiaplah," ucap Army. "Hanya kita bertiga yang memiliki serangan non sihir terkuat sekarang."
Persis di sampingnya, muncul kepala Divine Dragon yang terbang mengitari istana. Sinar dari tubuhnya menyala sangat terang hingga membuat semua orang harus menutupi sebagian pandangannya. Mereka bertiga telah siap bertempur habis-habisan untuk melawan The Archangel, monster misterius dari dunia Toram yang kebal dengan serangan sihir.