Chereads / Fallen Orions Tales / Chapter 86 - Pertempuran Brandsdatter

Chapter 86 - Pertempuran Brandsdatter

Cahaya bulan mengisi sebuah teras di sebuah kediaman pada pertengahan malam. Berdiri seorang gadis dengan rambut merah yang menyala seperti api. Dengan jarinya, ia membuat api yang melayang untuk menerangi sekitar dikala seluruh lampu telah mati. Sambil berdiri di pinggir teras, ia memangku wajahnya yang terlihat penuh dengan berbagai hal. Disaat ia hampir tenggelam dalam pikirkannya sendiri, seseorang datang menghampirinya dari tangga yang berada di belakang.

"Sedang memikirkan sesuatu, Nona?" tanya Shiro sambil mengangkat termos pada tangan kanannya.

Akane menengok. "Begitulah."

Shiro meletakan 2 gelas di atas pembatas teras. "Sampai-sampai tidak bisa istirahat di hari libur?"

Akane menghela nafasnya. Ia terlihat seperti orang yang sedang kelelahan. "Mengurai bahasa Toram membuatku cukup pusing."

"Kurasa bukan itu yang membuatmu pusing." Shiro menuangkan susu hangat ke kedua gelas, lalu menggeser salah satunya ke dekat Akane. "Keberatan jika menceritakannya padaku?"

Sambil menikmati susu hangat di bawah bulan, Akane mulai menceritakan beberapa keluh kesah tim peneliti. Mereka sudah memiliki hipotesis mengenai beberapa kata dalam bahasa Toram, tapi perjalanan untuk benar-benar menerjemahkannya masih terasa sangat jauh. Berbagai barang yang mereka temukan juga tidak diketahui fungsinya apa, sehingga kebanyakan dari benda itu hanya menumpuk dalam gudang.

"Jadi, apa yang mengganggumu?" tanya Shiro.

"Hmm? Sudah ku bilang kan? Penelitian ini berjalan dengan sangat lambat."

Shiro tertawa kecil. "Haha, tak perlu malu. Ceritakan saja padaku."

Akane menatap Shiro selama beberapa saat. Setelahnya, ia menghela nafas kembali. "Hah ... Apakah sebegitu kelihatannya?"

"Tidak," jawab Shiro. "Hanya perasaanku saja."

Akane kemudian menceritakan pandangannya mengenai penelitian yang sedang berjalan. Ia tidak menentang penelitian tersebut, tapi ada sebuah hal yang cukup mengganggu dan berkaitan dengan penelitian.

"Shiro, kudengar kau baru saja meratakan 2 kerajaan sekaligus bersama Kakaknya Cherry?"

Shiro mengangguk. "Benar. Kenapa?"

Akane menatap langit di atasnya yang penuh dengan bintang. "Mereka bersatu untuk memperebutkan informasi tentang penelitian ini kan? Semuanya bersaing menjadi yang pertama, demi peluang untuk berkuasa. Penelitian belum memperlihatkan adanya hasil positif sama sekali, tapi banyak yang telah mati demi sesuatu yang belum pasti. Impian akan perubahan yang tidak jelas apakah akan terjadi. Masih akan ada lebih banyak lagi korban setelah ini, karena pasukan sudah diperintahkan Raja untuk pergi."

Shiro berpikir sebentar. "Lingkungan Toram tidak memungkinkan adanya kehidupan, sehingga teknologi mereka pasti sangat hebat. Jika manusia berhasil mengambilnya, pasti akan terjadi perubahan yang sangat signifikan. Itu bukan sebuah hal tak pasti."

Akane menyeruput susu hangatnya, lalu melirik Shiro. "Anggap saja kami telah menerjemahkannya dan berhasil melakukan integrasi. Revolusi pasti akan kembali terjadi dengan berkembangnya teknologi. Tetapi, setiap munculnya revolusi, pasti banyak pertumpahan darah terjadi lagi."

Ia melirik ke arah yang lain, membuang pandangannya dari Shiro. "Apakah ini salah kami, para peneliti yang mencoba membuat sebuah deskripsi? Akankah kita bisa keluar dari lingkaran setan ini?"

Dengan tatapan yang sangat santai, Shiro menjawab, "Entahlah. Aku juga tidak begitu peduli, selama tidak mengenal mereka yang mati."

Ia tersenyum kecil. "Lagipula, revolusi belum terjadi. Tak ada gunanya menyalahkan diri. Pada dasarnya, memang manusia saja yang suka berperang. Ego manusia itu, jauh lebih kuat daripada sihir."

Sementara Shiro dan Akane berbicara, ada sekumpulan orang sedang bersiap-siap akan sesuatu. Jauh di wilayah kerajaan Brandsdatter, ada pasukan yang sedang bersiap. Mereka semua berbaris, mempersiapkan senjata, serta mengatur dan memastikan posisi artileri sudah siap. Mereka berada cukup menyebar di wilayah perbukitan, kecuali pasukan kavaleri ringan dan kavaleri berat yang berkumpul di satu titik.

Sambil menaiki monster tunggangannya, Jendral Nathan berteriak, "Pasukan, bersiap!"

Pasukan Falorin telah sampai di dekat Brandsdatter beberapa hari lalu. Mereka sampai di tujuan hanya dalam beberapa minggu karena kemampuan mobilisasi pasukan yang sangat cepat. Selain karena seluruh pasukannya menunggangi monster, kedisiplinan mereka juga sangat tinggi. Seluruh pasukan sanggup bertahan sangat lama dalam perjalanan jauh. Monster yang menjadi tunggangan dikembangbiakan secara khusus, sehingga monster yang seperti kuda itu bisa memiliki stamina dan kecepatan yang tinggi. Dengan mobilisasi yang cepat, mereka bisa mengintai medan tempur dan mengumpulkan informasi akurat sebelum memulai peperangan.

Di tengah kegelapan malam, Jendral Nathan menghunuskan pedang ke arah tembok ibukota Savartha. Pasukan kavaleri ringan mulai maju secara perlahan bersamanya, meninggalkan kavaleri berat di belakang.

"SERBUUU!!!"

Bersamaan dengan majunya seluruh pasukan, artileri yang telah disiapkan di balik perbukitan ikut menembakan pelurunya. Jeritan perang beserta tembakan artileri menciptakan sebuah teror di tengah malam. Penjaga ibukota yang terlambat menyadari serangan tersebut langsung berlarian untuk memberi kabar pada pasukannya. Lonceng darurat dinyalakan, tapi hal itu sudah terlambat. Barrier kota juga sudah diaktifkan, tapi peluru artileri yang digunakan adalah peluru khusus untuk menembus barrier. Saat melakukan kontak dengan barrier, peluru langsung "memuntahkan" sihir yang bisa menembus dan melelehkan barrier. Hal ini membuat barrier kota akan menghilang selama beberapa saat, sampai barrier baru dihidupkan kembali.

"BERSIAP!"

Jendral Nathan memberi aba-aba sambil membidik dengan kedua tangannya yang tidak memegang apa-apa. Para pasukan yang ada di belakangnya juga ikut membidik bersamaan dengan munculnya aba-aba tersebut.

"TEMBAK!"

Setelah melihat barrier mati untuk sesaat, Jenderal Nathan melepaskan tembakan sihirnya yang muncul dari tangan seperti panah. Pasukan di belakang juga ikut melepaskan tembakan dan menghujani kota dengan berbagai elemen yang mereka kuasai. Pasukan Falorin telah dilatih untuk bisa beradaptasi dengan gelap, sehingga bidikan mereka cukup baik meski berperang dalam gelap. Para penjaga tembok terbunuh satu persatu selama barrier tersebut menghilang.

"BERPUTAR!"

Setelah melepaskan tembakan, Jenderal Nathan mengambil manuver setengah lingkaran untuk membawa pasukannya berputar balik.

Serangan sihir jarak jauh merupakan strategi andalan Falorin. Dengan mengedepankan penggunaan sihir, mereka dapat menekan berat barang bawaan. Tempat persenjataan bisa digunakan untuk membawa makanan, obat-obatan, serta ramuan khusus yang beratnya tidak seberapa. Berkurangnya beban tersebut juga menjadi alasan kedua pasukan Falorin bisa bergerak dengan cepat. Akan tetapi, strategi ini membuat latihan pasukan menjadi sangat berat. Mereka dilatih untuk fokus terhadap penggunaan serta efisiensi sihir setiap harinya.

Setelah barrier kota kembali muncul, para penjaga tembok mulai melancarkan serangan balasan. Pasukan Falorin dihujani dengan sihir serta panah yang sangat banyak. Serangan balasan tersebut kurang efektif karena gelapnya malam dan pasukan Falorin yang bergerak cepat. Jumlah pasukan yang berada di satu sisi tembok juga terbatas jika dibandingkan dengan pasukan Falorin yang menyerang. Jumlah serangan balasan yang mereka berikan tidak sebanding dengan jumlah lawannya.

Pasukan Falorin menjalankan strategi maju mundur yang cukup merepotkan. Mereka akan maju untuk menembak dan langsung berputar balik. Setelah siap untuk menembak lagi, mereka kembali berputar, maju, dan melepaskan tembakan. Pada awalnya, strategi tersebut berjalan dengan sangat mulus. Pasukan yang bisa berdiri di tembok terlalu sedikit untuk memberi perlawanan, sehingga bisa dihabisi dengan mudah. Semua mulai berubah ketika sekumpulan pasukan dengan baju zirah yang berbeda mulai berbaris di tembok. Seluruh pasukan itu menggunakan senapan yang terlihat jelas telah diperkuat dengan sihir. Selain itu, tiba-tiba muncul juga meriam yang menembaki mereka dari dalam kota.

Jendral Nathan menyadari kehadiran pasukan tambahan tersebut saat hendak berbalik arah. "Sesuai dengan informasi tuan Raidil!"

"NISARI DAN YUDHA DISINI!" teriak Jendral Nathan.

Pasukan Nisari adalah pasukan elit yang berasal dari Geverhan. Mereka memiliki kemampuan menembak yang sangat hebat, serta memiliki desain senapan yang revolusioner. Tidak hanya mahir berpedang, mereka juga ahli dalam pertempuran jarak jauh seperti yang saat ini sedang berlangsung. Sementara itu barisan belakang, Yudha adalah tentara khusus dari Savartha yang memiliki tugas membombardir pasukan lawan dengan meriam dan artileri. Seluruh peluru yang digunakan juga adalah peluru anti personil, sehingga sangat efektif untuk digunakan dalam menghancurkan formasi pasukan lawan. Peluru anti personil adalah peluru yang akan meledak dan mementalakan proyektil mematikan, sehingga kerusakan yang ditimbulkan lebih besar daripada peluru biasa.

Keberadaan mereka di ibukota Brandsdatter sudah diketahui oleh Jendral Nathan melalui Raidil dan tim pengintainya. Ia mendapat informasi bahwa aliansi 6 kerajaan menyatukan sisa pasukannya dalam pertempuran kali ini untuk meningkatkan kemungkinan bertahan. Hal itu terbukti benar dengan adanya dua pasukan elit kerajaan lain yang berada di Brandsdatter. Strategi mereka untuk bersatu juga merupakan pilihan yang bagus, karena jumlah pasukan kedua sisi sekarang menjadi seimbang.

Pasukan Jenderal Nathan mulai kesulitan ketika mendapati serangan beruntun dari pasukan Nisari dan Yudha. Monster yang mereka tunggangi memiliki kulit yang cukup keras, tapi beberapa tembakan beruntun bisa membunuh mereka pada akhirnya. Satu persatu pasukan Falorin mulai jatuh dari tunggangannya dan menjadi sasaran empuk. Akan tetapi, jumlah mereka yang masih banyak membuat Jendral Nathan tetap menjalankan strateginya. Serangan mereka juga masih memberikan dampak yang kuat, hanya saja pertempuran menjadi seimbang.

Melihat Jenderal Nathan mulai menghadapi pertempuran seimbang, Mayor Tian yang memimpin divisi artileri dan jarak jauh lain mulai melakukan strategi lanjutan. Ia memerintahkan artileri mengubah sasarannya ke bagian tembok depan untuk mengganggu pasukan Nisari, serta menyebar pasukan pemanah sihir ke perbukitan yang ada di sebelah timur Brandsdatter. Para pemanah sihir itu bertugas untuk mengalihkan serangan agar Jenderal Nathan dan pasukannya kembali unggul.

Panah-panah sihir mulai dilepaskan ketika para pemanah Falorin telah sampai di posisinya. Sesuai dengan harapan, fokus pasukan Nisari dan Yudha menjadi terbagi. Mereka yang sebelumnya hanya fokus menyerang Jenderal Nathan, kini membagi dua serangannya ke arah perbukitan. Hal itu harus mereka lakukan karena serangan panah sihir Falorin bisa juga mengakibatkan kerusakan yang cukup besar. Pasukan Nisari dan Yudha sedikit diuntungkan karena posisi pasukan pemanah Falorin berada di titik yang berbeda dari kavalerinya. Hal ini membuat mereka bisa menyebar lebih banyak pasukan yang sebelumnya tertahan karena serangan hanya berasal dari satu titik.

Pertempuran yang seimbang terus terjadi selama beberapa saat. Jenderal Nathan masih bisa mempertahankan formasinya di tengah hujan peluru. Disaat pertempuran masih berlangsung, pintu gerbang kota yang sangat besar tiba-tiba terbuka. Jendral Nathan menatap ke arah gerbang tersebut, menanti kekuatan selanjutnya yang akan melawan mereka.

"Ini dia, para Budak dan Archaic!"

Ukuran gerbang tersebut memungkinkan 2 pasukan besar keluar secara bersamaan. Pasukan kavaleri dengan dua zirah berbeda yang sama-sama menaiki monster keluar, lalu bergerak ke arah mereka. Pasukan yang disebut sebagai Budak adalah pasukan elit Afdhal yang mirip dengan pasukan Falorin. Mereka kebanyakan terdiri dari kavaleri ringan, serta juga bisa bertarung jarak jauh menggunakan sihir. Meski bernama Budak, mereka bukanlah budak sama sekali. Sebutan Budak muncul karena pada awalnya, pasukan tersebut hanyalah bagian kecil dari kekuatan militer Afdhal yang beranggotakan para budak. Akan tetapi, tehnik berperang mereka terus berkembang hingga keahliannya diakui oleh sang Sultan. Sejak saat itu, gaya bertarung mereka ditetapkan sebagai gaya bertarung utama kesultanan Afdhal.

Sementara itu, Archaic adalah pasukan elit kavaleri berat Brandsdatter yang memiliki pertahanan luar biasa dari zirah lapis sihirnya. Meski bukan berasal dari kerajaan yang beragama kental seperti Saint Athaelai, para Archaic memiliki lambang keagamaan yang tergambar pada perisai serta bagian dada pada zirahnya. Mereka umumnya melakukan pertempuran jarak dekat, sehingga mereka agak kesulitan untuk melakukan pertempuran jarak jauh. Tetapi, kekurangan para Archaic itu berhasil ditutupi oleh para Budak yang berperan sebagai penyerang jarak jauh. Archaic berada di barisan paling depan sebagai perisai, sementara para Budak menjadi panahnya.

Menyadari posisinya yang kurang diuntungkan, Jenderal Nathan langsung bermanuver memutar pasukan.

"MUNDUR!"

Tidak hanya sekedar mundur, pasukan Jenderal Nathan mundur sambil tetap menembaki segala hal yang bisa mereka tembak. Seiring bertambahnya jarak, mereka tak lagi bisa menembaki tembok, sehingga mereka hanya bisa menembaki kavaleri musuh yang mengejar. Tetapi, kekuatan zirah Archaic dari Brandsdatter sangatlah kuat. Sihir-sihir yang digunakan hanya meninggalkan goresan pada zirahnya.

Pasukan Falorin terus mundur hingga sampai ke wilayah perbukitan yang cukup terbuka. Sesampainya di bukit, Jendral Nathan langsung berteriak.

"BAGI DUA!"

Seketika, pasukan Falorin langsung terbagi menjadi dua, lalu berbelok ke kiri dan kanan. Pasukan Budak dan Archaic yang mengejar sempat bingung melihat hal tersebut. Sebelum pemimpin pasukan mereka memutuskan mengejar yang mana, tiba-tiba muncul pasukan lain dari balik bukit di depannya. Pasukan itu menaiki monster yang sama dengan pasukan Jendral Nathan, tapi mereka menggunakan zirah yang jauh lebih tebal, serta pedang yang jauh lebih kuat daripada baja. Baju zirah bahkan juga ikut dipasangkan di beberapa bagian pada tunggangannya.

Mayor Koujima, pemimpin divisi kavaleri berat membawa pasukannya untuk menyerang para Budak dan Archaic secara langsung. Pertempuran sudah mulai memasuki puncaknya.

Sambil menggenggam pedang di tangan kanan, Mayor Koujima siap menebas lawannya. "KEJAYAAN UNTUK FALORIN! KIRIM PARA PENENTANG KE NERAKA!!!"