Chereads / Fallen Orions Tales / Chapter 75 - Rangkaian Misi

Chapter 75 - Rangkaian Misi

Ardent dan Fori kemudian masuk ke dalam kota. Rasa kaget Need dan Eevnyxz langsung hilang ketika tahu bahwa sihir tersebut berasal dari Ardent. Need dan Eevnyxz membawa mereka pergi menuju ke para pasukan yang sebelumnya hendak mengungsi. Para pasukan terlihat sangat senang ketika tahu bahwa The Angel sudah dikalahkan. Mereka juga menawarkan Ardent, Fori, Need, dan Eevnyxz untuk merayakan kemenangan mereka disana. Melihat langit yang sudah mulai sore, Ardent kali ini menerima ajakan tersebut. Ia juga tahu bahwa Fori membutuhkan istirahat sebelum nanti kembali ke Army dan partynya.

Di sela-sela perayaan, Need dan Eevnyxz menceritakan tentang kondisi disana yang sedang tidak baik. Mereka menjelaskan apa yang terjadi sebelum Ardent datang, tepatnya mengenai para pasukan yang dikendalikan oleh sihir pengendali. Kerajaan tetangga dari Crysta Horde kerap kali memulai sesuatu yang dapat memicu peperangan. Kerajaan tersebut adalah Savartha, salah satu kerajaan yang tergabung dalam aliansi 6 kerajaan musuh mereka. Mendengar kabar tersebut, Ardent berterimakasih pada Need dan Eevnyxz. Ia juga menghampiri pemimpin pasukan dan meminta mereka untuk tidak terlalu khawatir. Ardent berkata kalau ia dan sang Raja akan membantu mereka dalam menyelesaikan masalah tersebut.

Perayaan pun terus berlanjut hingga larut malam. Suara nyanyian dan tawa orang yang berpesta masih terdengar, meski sudah banyak orang yang beristirahat. Sebelum Fori tidur, Ardent pergi ke salah satu rumah tempat Fori menginap hari itu. Ia baru ingat kalau belum menjelaskan perubahan rencana besok.

Ia berjalan menuju kamar Fori dan mengetuknya. "Fori, kau belum terlalu ngantuk kan?"

Fori membuka pintu. "Ya, Pa. Aku masih memiliki tenaga yang tersisa."

Ardent kemudian mengambil bangku dan duduk di samping Fori. "Kau tau kalau besok harus kembali ke Army dan yang lainnya kan?"

"Ya, aku tahu."

Ardent memejamkan mata dan menarik nafas cukup panjang, lalu menghembuskannya. "Hah ... Ini menjadi lebih panjang dari perkiraan."

Ia menatap Fori. "Besok, kau harus mendampingi mereka menghancurkan 4 kota lain yang masih menjadi wilayah Saint Athaelai."

"4 lainnya?"

Ardent mengangguk. "Ya. Saint Athaelai itu terdiri dari 5 kota. Satu sudah dihancurkan, maka kita juga harus menghancurkan 4 lainnya."

Ardent bersandar dan menggunakan tangan kanan sebagai pangkuan wajahnya. "Tidak mungkin kita menyisakan mereka kan?"

Fori mengangguk. "Aku mengerti."

"Setelah itu, kau akan melanjutkan misi utamamu sebelumnya bersama mereka."

Fori menjadi bingung. "Bersama mereka?"

Tugas utama Fori pada awalnya adalah pergi ke kerajaan yang berada di luar benua. Tetapi, karena berbagai hal darurat yang terjadi, misi itu terhambat sampai sekarang.

Ardent mengangguk. "Ya, tapi jangan bocorkan detail apapun pada mereka sebelum sampai di tujuan, terutama pada Army. Diam saja jika mereka bertanya tentang detail. Jika perlu, bilang saja itu adalah perintah dariku."

"Baiklah," jawab Fori sambil mengangguk. "Jadi, besok tugas kami adalah lanjut menghancurkan kota, dan pergi ke kerajaan seberang kan?"

Ardent menjentikkan jadinya. "Benar, tapi kalian mungkin akan terlambat. Jika mereka sudah ditahan atau sejenisnya, langsung saja diselamatkan dan pulang."

Ardent berdiri dan berjalan menuju pintu. "Ah, satu lagi ..."

"Apa itu, Pa?"

"Jika misi sudah selesai, katakan ini pada Army."

Ardent menggeser kursi yang ia gunakan untuk duduk sebelumnya, agar tidak mengganggu di tengah ruangan. "Lakukan saja sesukamu pada kerajaan itu, termasuk seluruh kota dalam wilayahnya."

Keesokan paginya, Shiro terbangun akibat mendengar suara berisik dari luar tenda.

Ia mengusap matanya sambil membuka tenda. "Rikka? Army? Ash?"

Terlihat Rikka dan Fori sedang mengobrol di depan api unggun yang telah dinyalakan kembali dengan kayu baru.

"Shiro!" panggil Rikka.

Mengetahui bawah Shiro sudah bangun, Rikka langsung mengajaknya bergabung dengan obrolan. Fori langsung menjelaskan kembali soal misi mereka selanjutnya, dengan sedasar mungkin sesuai perintah Ardent. Shiro langsung paham dengan misinya hanya dalam satu kali penjelasan. Ia juga berpendapat bahwa hal itu harus diselesaikan secepatnya.

Fori kemudian bertanya, "Berapa lama tuan menghancurkan satu kota?"

"Kemarin sih sekitar tiga jam," jawab Rikka.

Shiro berpikir sebentar sambil berhitung. "Ibukota kerajaan biasanya memiliki luas yang sangat besar kan? Jika hanya kota-kota sampingan mungkin hanya sekitar 2 jam."

"Kalau begitu, 8 jam adalah waktu kasarnya ya?" tanya Fori.

Shiro mengangkat kedua bahunya. "Tidak tahu juga sih, aku hanya mengira-ngira."

Rikka meletakkan kedua tangannya di belakang sebagai sandaran. "Yah, setidaknya tidak lebih dari satu hari, jika ditambah dengan istirahat dan perjalanan."

"Benar juga," ucap Shiro. "Kita tetap bisa istirahat cukup malamnya sebelum lanjut misi kedua."

Fori berdiri. "Kalau begitu, apakah tuan-tuan siap untuk berangkat?"

Shiro tertawa. Ia menunjuk tenda Army dan Ashborn yang bersebelahan di belakang dengan ibu jarinya . "Haha, tapi sebaiknya kita berikan mereka waktu mengumpulkan nyawa."

Army yang baru kepalanya saja keluar dari tenda langsung heran. "Hah? Apa?" Ia masih lesu dan mengantuk karena baru saja bangun.

Mereka bersiap sambil mendengarkan kembali misinya dari Fori. Sama seperti sebelumnya, Fori hanya menceritakan dasar misi saja pada Army dan Ashborn. Mereka hanya tahu tugas secara garis besar dan tujuan misinya. Tak lama, semuanya telah siap untuk menyelesaikan misi tahap pertama. Dari pagi sampai sore, mereka terus berpindah ke tiap kota dan menghancurkannya. Jaringan informasi ke tiap kota saat itu terbatas, sehingga kebanyakan mereka tidak sempat memberi kabar atau bantuan ke kota lain. Mereka hanya menggunakan hewan-hewan sihir untuk mengirimkan pesan jarak jauh. Tak ada satupun hewan sihir yang bisa menembus kubah Paradiso. Bahkan jika ada sekalipun, Fori telah menunggu mereka di luar.

Keempat kota dihancurkan dengan mudah oleh Army dan Shiro dalam rata-rata waktu 2 jam setengah. Kota terakhir selesai dihancurkan ketika hari sudah mulai sore. Mereka segera mencari tempat untuk membangun kembali kamp di hutan terdekat. Army dan Shiro sudah sangat lelah, sehingga mereka langsung tidur setelah tenda selesai dibangun. Rikka, Ashborn, dan Fori menyusul beberapa saat kemudian, beristirahat di tengah hutan yang dingin dan gelap, hanya diterangi oleh api unggun. Tidak terjadi banyak percakapan malam itu karena semua energi sudah dihabiskan di perjalanan. Mereka juga harus tetap segar untuk melanjutkan misi tambahan esok hari.

Pagi hari akhirnya tiba. Rikka kembali menjadi orang pertama yang bangun setelah Fori. Ia merapikan tendanya, lalu menyiapkan sarapan untuk yang lain. Angin pagi yang dingin meniup sup Rikka dan membawa aromanya kemanapun mereka bergerak. Aroma itu juga embuat semua orang di dalam tenda mulai bangun satu persatu.

Shiro melompat keluar dari tenda. "Sarapan tiba!" Ia sudah terlihat sangat segar pagi itu.

Ashborn membongkar tenda sambil menahan nafsu makannya akibat wangi makanan yang terus ia hirup. "Tahan Ashborn ..."

Army menguap dan meregangkan tubuhnya di depan tenda. Ia adalah yang paling terakhir bangun, tapi ia sudah tidak telihat lelah lagi, sama seperti Shiro. "Misi selanjutnya ya?"

Setelah semuanya dikemas, mereka langsung memakan sarapannya bersama sambil mengobrol. Sup hangat Rikka sangat cocok di pagi yang dingin saat itu. Ia tidak hanya membuat makanan yang hangat, tapi jiwa dan raga teman-temannya pun ikut menghangat ketika memakan sup buatannya. Setelah selesai, mereka mencuci peralatan makan dan menyimpannya kembali. Mereka lanjut mengobrol selama beberapa saat sambil menunggu sarapannya diproses dalam perut. Berlari dengan perut penuh bukanlah pilihan baik.

Rikka menghela nafas sambil melihat dan memelintir rambut pada jari telunjuknya. "Hah... Kapan ya kita akan pulang ..."

Army tertawa. "Masih mengkhawatirkan penampilanmu, Nona Rikka?"

Shiro ikut tertawa. "Tuan Putri kita memang sangat perlu perawatan ya?"

Ashborn memperhatikan rambut Rikka. "Memangnya perlu diapakan lagi?"

Army mengangguk. "Ya, ya, kau sudah cantik, Rikka!"

"Lhaaa ..." Rikka cemberut. "Selain menjaga kebersihan biasa, kalian tidak tahu pentingnya merawat diri bagi wanita ya?"

Orang-orang yang mendapat misi jangka panjang biasanya diberi perbekalan standar, termasuk sabun disinfektan yang multifungsi. Akan tetapi, hal tersebut dianggap tidak cukup oleh Rikka.

Ia berdiri dan menggerai rambutnya dengan anggun. "Rambut adalah salah satu hal utamanya! Jika rambut saja tidak terurus, maka yang lainnya juga akan terlantar!"

"Maaf," ucap Ashborn. "Semua sihirku berbentuk ofensif, jadi tidak bisa digunakan untuk membantu keperluan sehari-hari."

Army dan Shiro hanya tertawa. Mereka sudah sangat memahami hal itu sejak lama, tapi mereka menggodanya karena ingin melihat reaksi Rikka yang seperti itu. Sebenarnya mereka juga memahami hal itu dari Rikka sendiri yang sering berkomentar tentang kesulitan dalam perawatan dirinya.

"Ah, Nona Rikka." Fori meraih tas dan mengambil sebuah gulungan dari dalamnya. "Aku lupa kalau aku bawa ini."

Saat gulungan dibuka, beberapa rangkaian sihir aktif secara berurutan. Sihir pertama adalah sihir air yang mencuci seluruh rambut Rikka hingga ke akarnya. Sihir air tersebut bukanlah sihir air biasa, melainkan dicampur dengan sihir sedikit sihir angin dan cahaya yang memberi efek sejuk tahan lama, wangi, serta pembersihan yang lebih efektif. Setelah dibersihkan, selanjutnya adalah giliran sihir api. Rambut Rikka dikeringkan dengan sensasi hangat yang telah diatur. Selanjutnya, rambut Rikka dirapikan kembali dengan sihir angin hingga seperti semula. Rambutnya seakan baru selesai menjalani perawatan panjang yang biasa ia lakukan secara rutin.

Rikka mengambil cermin dan berkaca sambil memegang rambutnya. "Fori ..." Ia masih tidak percaya dengan apa yang barusan terjadi.

Ia menghirup sebagian kecil rambut yang diraih. "Wangi ini, juga wangi kesukaanku ..."

Wangi yang diciptakan oleh sihir angin tersebut sama persis oleh sampo yang digunakan oleh Rikka selama ini. Gulungan sihir itu seakan memang diciptakan khusus untuknya.

Ia menatap Fori dengan ekspresi bahagia. "Aku tak tahu itu apa, tapi terimakasih banyak!" Ia memeluk Fori dan menggoyangkannya dengan sangat kuat.

Fori ikut senang dan tersenyum. "Sama-sama Nona. Papa Ardent memberikanku banyak yang seperti itu setiap ada misi."

"Ardent?!" Rikka langsung melepas pelukannya pada Fori.

Ia menjadi sangat kesal ketika mengetahui bahwa Fori mendapat benda seperti itu, tapi dirinya tidak. Wangi yang persis dengan kesukaannya berada dalam sihir tersebut membuat ia merasa dipermainkan oleh Ardent. Tangannya mengepal dengan sangat kuat. Matanya tertutup sambil tersenyum lebar dengan penuh kekesalan.

Ia menginjak tanah dengan sangat keras sampai guncangannya terasa oleh yang lain. "Awas saja kalau kita bertemu lagi, Ardent ..."

Di sisi lain, Ardent, Need, dan Eevnyxz sedang dalam perjalanan pulang menggunakan kereta kuda yang dipercepat dengan sihir.

Ardent tiba-tiba merasa merinding tanpa tahu apa sebabnya. Ia gelisah sambil melihat ke luar.

"Ada apa, Pa?" tanya Eevyxz.

"Ah, tak apa." Ardent kembali berusaha tenang, karena rasa merindingnya mulai hilang secara perlahan. "Kurasa aku hanya kelelahan saja."