Chereads / Fallen Orions Tales / Chapter 74 - Pengejaran

Chapter 74 - Pengejaran

Di arah barat laut dari ibukota Saint Athaelai, ada 2 orang yang sedang berlari di hamparan padang rumput yang luas. Angin bertiup kencang disana, tapi tiupan angin tersebut tidak bisa mencapai mereka. Lintasan G-Out menghilangkan sesuatu yang bisa menjadi hambatan ketika bergerak cepat.

"Papa," panggil Fori.

"Ada apa?" sahut Ardent.

"Apakah kita bisa mengejarnya?"

Karena perlu membuat G-Out untuk Ardent, Fori tidak bisa meninggalkannya dengan menggunakan Mach+. Tidak ada gunanya juga jika ia sendiri yang menghadapi The Angel karena sudah pasti kalah. Ia hanya bertugas mendampingi Ardent dengan terus membuat lintasan G-Out sambil menyesuaikan kecepatannya.

"Seharusnya bisa," jawab Ardent sambil berpikir sesaat. "Mungkin kita akan sedikit terlambat. Kuharap ada seseorang yang bisa menahan selama beberapa saat, karena para Angel bisa bergerak sangat cepat."

"Mereka bisa berteleportasi kan?" tanya Fori. "Seperti yang mereka lakukan pada kita sebelumnya."

Ardent menggelengkan kepalanya. "Tidak, itu bukan teleportasi. Mereka hanya berpindah dimensi."

"Pindah dimensi?"

"Ya. Agak sulit menjelaskannya, tapi singkatnya mereka sama sepertimu ketika menggunakan G-Out. Bedanya adalah mereka berpindah dimensi saat berada di dalam lintasannya, dan tidak bisa dilihat atau diserang sama sekali. Pada dasarnya, mereka tetap bergerak seperti biasa."

"Begitu ya." Fori mengangguk. "Aku mengerti!"

Sebenarnya Fori tidak memahami penjelasan dari Ardent. Ia hanya berpura-pura mengerti karena tahu bahwa Ardent sendiri kesusahan menjelaskannya.

Setelah cukup lama berlari, mereka akhirnya sampai ke wilayah kerajaan Gozen. Tembok kota dapat terlihat di cakrawala.

"Itu dia!" Ardent melihat sebuah titik besar yang ada di atas kota. Ia juga bisa melihat adanya garis-garis yang merupakan serangan laser The Angel.

"Tidak ada waktu untuk menggunakan sihir," ucap Ardent dalam hati.

Seketika tubuh Ardent terbakar oleh api biru. Api sama yang pernah ia keluarkan ketika bertarung melawan Lucius. Matanya menyala terang dengan api yang menyelimutinya. Setelah sampai di tembok kota, mereka melompatinya dan melihat kondisi kota yang beberapa bangunannya sudah hancur. Tetapi, kota itu masih bisa dibilang selamat karena kerusakannya tidak seberapa. Para penduduk juga tidak terlihat dimana-mana, membuat Ardent sedikit lega.

Ardent melihat ada beberapa orang sedang bertarung melawan Angel di tengah kota yang berada cukup jauh dari mereka. "Fori, selamatkan mereka! Biar aku yang mengurus Angel."

For mengangguk. "Baik Pa!"

Secara bersamaan, Fori menggunakan G-Out dan Mach+ untuk menyelamatkan para pasukan, sedangkan Ardent melompat lagi menuju The Angel yang mengamuk.

Di udara, Ardent meraih kedua pedangnya dan bersiap untuk menebas. Api biru juga membakar kedua pedangnya dan membuat ia terlihat seperti cahaya biru yang terbang di atas kota. The Angel yang menyadari kedatangan Ardent langsung menyerangnya dengan semua laser yang ia punya.

"Cih, ketahuan."

Ardent menggunakan sihirnya untuk memadatkan udara sebagai tapakan kakinya. Ia menggunakan itu untuk melompat menghindari serangan laser sambil terus bergerak mendekati The Angel. Sementara itu, Fori dengan cepat menarik satu-persatu pasukan yang berada disana untuk menjauh. Tak satupun dari pasukan tersebut sadar akan apa yang membawa mereka. Tiba-tiba mereka sudah berada di pinggir kota dan melihat cahaya biru di langit mendekati The Angel.

Setelah cukup dekat, Ardent mengambil ancang-ancang dan mempersiapkan sihir lainnya untuk menerjang The Angel. Dalam satu serangan, ia menembus The Angel sampai ke tanah dan membuat lubang di tengah tubuhnya. The Angel itu mati seketika terkena serangan dahsyat dari Ardent. Setelah mencapai tanah, Ardent berdiri kembali dan membakar tubuh The Angel dengan sihir. Ia juga menerbangkan abunya dengan sihir angin untuk menghilangkan jejaknya secara total.

"Para prajurit!" Ardent mematikan api biru di tubuhnya dan langsung berlari menuju Fori.

Setelah melihat Fori di depan barisan para prajurit, Ardent langsung memanggilnya. "Fori!"

Bukan hanya Fori yang menyahut, tapi terdengar suara lain yang memanggilnya.

"Papa!"

"Tak heran monster itu langsung mati!"

"Tentu saja bantuan tak terduga kali ini bukanlah bantuan biasa!"

Suara tersebut terdengar familiar karena berasal dari Tan, Vivien, dan Locked yang memanggil secara bersamaan.

"Tan, dan yang lainnya?!" Ardent segera berlari menghampiri mereka. "Kalian masih disini? Kalian baik-baik saja?"

Mereka bertiga mengangguk.

"Ya, kami baik-baik saja," ucap Tan.

Ardent melihat sekeliling kota yang terlihat sepi. Hanya ada para prajurit disana. "Dimana para penduduk?"

Vivien melipat tangannya dan menatap pemimpin pasukan kota Gozen. "Para pasukan mengevakuasi mereka dengan baik. Mereka sedang berada di dalam bunker sekarang."

Locked mengangguk. "Ya. Sistem keamanan mereka telah mendeteksi kedatangan mahluk itu dari jauh, sehingga kami bisa melakukan evakuasi lebih dulu."

Ardent menghela nafas. Ia merasa lega dengan kabar tersebut. "Syukurlah ... Kupikir telah ada beberapa korban akibatnya."

"Omong-omong, itu monster apa?" tanya Tan.

Ardent tertawa kecil. "Ahaha ... Agak panjang jika kujelaskan sekarang."

"Serangan kami rasanya tidak ada yang mempan padanya," ucap Locked.

Pemimpin pasukan kemudian berjalan menghampiri Ardent.

"Oh, apakah anda adalah Ardent sang pemimpin Fallen Orions?"

Ardent mengangguk dan bersalaman dengannya. "Ya, itu aku."

Sang pemimpin pasukan beserta pasukannya kemudian berterimakasih pada Ardent. Ardent menerima terimakasih tersebut dengan menundukkan balik tubuhnya kepada mereka, memperlihatkan bahwa ia benar-benar peduli pada prajurit kecil sekalipun.

"Kalau begitu, apakah sebaiknya kita rayakan kemenangan ini?" tanya pemimpin pasukan.

Para prajurit bersorak.

"Ayo!"

"Kita pesta sampai besok!"

"Para warga juga pasti akan ikut memeriahkan!"

"Segera panggil dan beritahu kalau ancaman sudah berakhir!"

Ardent menggaruk kepalanya. Ia sadar bahwa waktunya tidak banyak.

"Eh ... Anu ..."

Sang pemimpin pasukan menengok. "Ada apa tuan Ardent?"

Ardent kembali menundukkan tubuhnya. "Maaf, tapi aku harus segera pergi! Ada satu lagi monster seperti itu yang harus dibasmi."

Semua orang yang mendengarnya terkejut. Satu monster saja sudah membuat mereka kesulitan, apalagi dua. Mereka tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika Ardent tidak datang untuk membantu.

Ardent kembali berdiri tegap. "Mohon maaf sekali. Kami harus pergi lagi sekarang juga."

Tan berjalan menghampiri Ardent. "Hati-hati Pa!"

Locked duduk sambil memangku pedangnya. "Tidak ada yang bisa kami lakukan untuk membantu, jadi kami hanya bisa membantu doa."

Ardent mengangguk. "Terimakasih, semuanya!"

Ardent dan Fori segera pergi dari kota tersebut menuju The Angel selanjutnya. Ardent pergi dengan penuh perasaan yang tidak tenang karena Crysta Horde berada di arah yang berlawanan dari Gozen. Jika Gozen berada di barat laut dari Saint Athaelai, maka Crysta Horde berada di timur laut. Ia sudah sangat yakin bahwa mereka berdua akan terlambat.

Menyadari Ardent yang gelisah, Fori mendekatinya dan bertanya, "Ada apa Pa?"

"Kita akan terlambat. Paling beruntung adalah kita sampai ketika kotanya sudah setengah hancur, tapi penduduk sudah di evakuasi."

"Paling buruknya?"

"Tak ada lagi yang tersisa disana, dan Angel itu mengamuk ke tempat lain."

Mendengar ucapan Ardent, Fori menjadi ikut cemas. Jika The Angel sudah selesai menghancurkan kota, ia akan menjadi liar karena tidak ada yang memerintahnya lagi. The Angel yang liar akan kesana kemari menghancurkan sesuatu tanpa diketahui tujuannya. Ardent sekalipun tidak akan bisa menebak kemana ia akan bergerak setelah seluruh kota Crysta Horde dihancurkan.

Kecemasan yang terkumpul selama perjalanan mereka membuat Ardent semakin stres. Dahinya mengkerut, giginya saling beradu dengan kuat, tangannya mengepal sangat keras. Ia berlari lurus, tapi pikirannya entah kemana. Luka lama yang sebelumnya terpendam menjadi terbuka kembali. Ingatan tentang bagaimana para manusia di dunia Toram dibantai habis-habisan oleh Lucius kembali muncul. Fori sampai harus berkali-kali memanggil namanya untuk membuat ia tersadar bahwa mereka sedang dalam perjalanan.

Untuk pertama kalinya, ada seseorang yang melihat Ardent cemas. Ia tak pernah sekalipun terlihat seperti itu sebelumnya. Ia dikenal selalu santai dalam menghadapi apapun karena ia adalah yang terkuat. Tetapi, saat ini ia tidak terlihat seperti itu. Fori menjadi semakin paham kenapa Army mau menggantikan Ardent dalam melakukan pembantaian, karena Ardent tidak terbiasa dengan kematian orang lain. Berapa kali ia mencoba menenangkan dirinya sendiri dengan berkata "yang terjadi, terjadilah", tapi hal itu tidak memberi ketenangan sama sekali.

Mereka akhirnya berada di wilayah Crysta Horde setelah sekian lama berlari. Seperti sebelumnya, ia dapat melihat The Angel yang sedang mengamuk di atas kota dan menembakan berbagai laser ke seluruh penjuru. Tetapi, ada sesuatu yang berbeda ketika Ardent melihatnya dengan sangat teliti.

"Barrier?!" ucap Ardent yang terkejut dalam hati.

Di dalam kota, ada Need dan Eevnyxz yang dengan santainya duduk di atas menara jam. Mereka belum pulang sejak menyelamatkan para pasukan dari sihir pengendali. Saking bosannya, Eevnyxz bahkan sampai menguap sambil memperhatikan The Angel yang terus menyerang tanpa bisa menembus barriernya.

"Hoaahm. Memang master barrier tidak bisa dilawan soal sihir barriernya," ucap Eevnyxz.

Need tertawa. "Haha. Lagipula, apa yang bisa kita lakukan? Tak ada satupun serangan kita berdampak padanya."

Eevnyxz memangku wajahnya. "Bagaimana mungkin ada mahluk sekuat itu?"

Need mengangkat kedua bahunya, menandakan kalau ia pun tidak tahu jawabannya. "Entahlah. Yang penting para pasukan sudah siap untuk mengungsi. Kita bisa membuat rencana mengalahkannya nanti."

Tiba-tiba, Ardent yang sedang berlari menuju kota mendengar suara Rikka dalam pikirannya.

"Ardent, kamu itu kuat ..."

Ardent langsung menghentikan langkahnya ketika mendengar suara Rikka. Bersamaan dengan itu, Fori menjatuhkan dirinya dan mencengkram tanah untuk ikut berhenti.

"Eh?" Ia bingung kenapa Ardent berhenti padahal The Angel sudah di depan mata.

Bayangan Rikka berjalan melewati Ardent dari belakang. "Tetapi, ada kalanya kau tidak bisa menyelesaikan sesuatu sendirian."

Bayangan Rikka berbalik badan dan tersenyum ke arah Ardent. "Jadi, percayalah pada yang lainnya. Jangan selalu memikul semuanya sendiri!"

Setelah itu, bayangan Rikka kembali menghilang. Ardent ikut tersenyum sambil mentertawakan dirinya sendiri. Ia terlalu cemas dalam menghadapi sesuatu dan ingin menyelesaikannya sendirian, sampai-sampai ia lupa dengan hal penting lain. Terkadang ia sangat yakin dengan keputusannya, tapi ia juga bisa mendadak ragu dengan keputusannya.

"Aku memang bodoh."

Api biru kembali membakar seluruh tubuh Ardent sambil ia memutar kedua tangannya di depan dada.

"Hidup ribuan tahun, tapi engkau masih lupa dengan hal semacam ini."

Bersamaan dengan itu, muncul semacam cairan berwarna biru cerah di antara kedua tangannya.

"Army, Shiro, Rikka, Fori, Need, Eevnyxz, dan yang lainnya ..."

Ardent bermonolog dalam hatinya dengan penuh kebahagiaan. Ia seakan lepas dari sebuah belenggu yang selama ini mengikatnya.

"Mereka selalu ada untukmu. Kau tak lagi sendirian, Ardent. Percayalah pada orang lain."

Cairan bercahaya itu semakin membesar dan bercahaya semakin terang.

Ardent mendorong kedua tangannya ke depan dan berkata, "Purifier ..."

Selama beberapa saat, keheningan total terjadi. Cairan di tangannya berubah menjadi serangan laser biru setelah keheningan itu berakhir. Ukurannya sangat besar, bahkan melampaui ukuran The Angel. Laser itu melewati The Angel hingga menembus langit dan menghanguskannya seketika. Purifier adalah serangan air suci yang ditambahkan dengan seluruh elemen sihir. Karena dicampur dengan elemen lain, serangan tersebut menjadi berbentuk seperti sebuah laser dan bukan air.

Need dan Eevnyxz sangat terkejut akan hal itu. Mereka yang sebelumnya tidak bisa melakukan apa-apa selain bertahan tiba-tiba menyaksikan sebuah laser menghabisi The Angel dalam sekali serang. Selain itu, serangan tersebut juga berlangsung cukup lama, membuat mereka tahu bahwa penggunanya memiliki energi sihir yang sangat banyak.

"OI EEV, ITU APA?!"

Need menarik-narik bahu Eevnyxz sambil terus menatap laser di atasnya.

"Mana aku tahu!" jawab Eevnyxz sambil ditarik-tarik oleh Need.

Melihat serangan laser itu, Fori hanya bisa terkesima. Serangan mematikan namun indah di mata. Cahaya biru itu mengeluarkan partikel cahaya kecil yang berjatuhan dimana-mana jika dilihat dengan seksama. Sungguh sebuah keindahan yang sangat berbahaya.

Tidak hanya disana, serangan tersebut dapat dilihat dari jarak yang sangat jauh. Akane pada saat itu sedang berada di perpustakaan keluarga menjadi terkejut bukan main. Ia tiba-tiba merinding dengan sangat luar biasa, seakan ada yang ingin membunuhnya dari belakang, tapi ia tidak bisa melakukan apa-apa. Pena yang ia pakai untuk menulis sampai jatuh tanpa disadari. Ia kemudian melihat garis biru yang muncul di langit dari jendelanya.

"A-apa itu?!"

Ia berlari menuju jendela untuk melihatnya lebih jelas. Dengan kemampuannya, ia bisa merasakan bahwa itu adalah sebuah serangan sihir.

"Luar biasa ..."

Tak terpikir olehnya siapa perapal sihir tersebut. Tetapi, satu hal yang ia ketahui, bahwa sihir tersebut sangatlah indah sekaligus mengintimidasi semua orang yang melihatnya. Ia merasa seperti ada sesuatu yang menyentuh hatinya. Perasaan terkejut seseorang ketika melihat sesuatu yang jauh lebih kuat darinya bisa menjadi hal buruk dan hal baik, tergantung siapa yang mengalaminya.

Bukannya takut, Akane membuat senyum yang menggambarkan ambisi besarnya. "Sihir seperti itu, aku juga harus mencapainya!"

Setelah beberapa saat, Purifier mulai menghilang secara perlahan. Cahaya biru yang menerangi sekitarnya perlahan juga menghilang. Tubuh Ardent jatuh ke tanah bersamaan dengan menghilangnya Purifier.

"Papa!" Fori terkejut dan langsung menghampirinya, mengira bahwa Ardent kelelahan setelah menggunakan sihir sekuat itu.

Tidak seperti anggapan Fori, Ardent ternyata baik-baik saja. Ia kembali tersenyum lebar disertai dengan beberapa tetes air mata yang mengalir. Itu bukanlah air mata kesedihan, tetapi sebuah air mata kebahagiaan. Ia sendiri bahkan tidak bisa mengira seberapa besar kebahagiaan yang ia rasakan pada saat itu.

Ardent menatap Fori sambil tersenyum lebar dan tertawa. "Hahaha, aku memang punya anak-anak yang hebat!"