Setelah beristirahat semalaman, Army, Shiro, Rikka, Ashborn, Ardent, dan Fori langsung bersiap saat pagi hari telah tiba. Mereka bergerak bersama di dalam lintasan G-Out milik Fori. Ardent juga menggunakan sihirnya untuk membantu mereka berlari dengan cepat.
Sambil berlari, Army memperhatikan pergerakan Shiro. "Bagaimana tubuhmu, Shiro?"
"Sudah lebih baik," jawab Shiro. "Kurasa kalian menyadarkanku dalam waktu yang tepat. Ia sudah cukup melemah saat aku bangun, sehingga tak ada perlawanan apapun darinya."
"Baguslah," ucap Ashborn. "Karena perjalanan ini cukup jauh, akan sulit bagimu jika tidak fit."
Rikka menghela nafasnya. "Hah ... Meski begitu, kita mendapat tugas berturut-turut tanpa istirahat."
Army tertawa. "Haha. Mau bagaimana lagi? Kita tidak bisa tinggal diam saja kan?"
Rikka memalingkan pandangannya. "Tetap saja ..."
Ardent yang tidak sengaja menguping pembicaraan mereka menjadi tertawa akibat tingkah laku Rikka. "Haha, jangan khawatir. Anggap saja ini liburan, karena aku jamin kalian tidak akan mendapat tugas berat nanti."
"Kau dengar itu Rikka?" tanya Army. "Kita akan 'liburan' loh!"
"Bukan liburan itu yang ku mau!"
Shiro menengok ke arah Rikka. "Jadi apa yang kau mau?"
Rikka memelintir rambutnya dengan jari."Kalian lihat ini? Ia sudah terasa kasar." Ia menarik nafas dan berteriak. "AKU MAU BERENDAM DAN KE SALOOOOOON!"
Setelah beberapa jam perjalanan, mereka akhirnya sampai ke perbatasan wilayah ibukota kerajaan Saint Athaelai. Mereka menyusup ke dalam ibukota dengan mudah dan berusaha membaur di dalamnya sambil berkeliling mencari informasi. Mereka tak perlu menggunakan penyamaran apapun karena tidak ada yang mengenalinya.
Disana ada banyak orang yang penampilannya sangat rapih, seakan-akan mereka semua adalah bangsawan. Tutur kata mereka saat berbicara juga sangat enak didengar, walaupun yang berbicara adalah rakyat biasa.
Rikka menengok ketika mendengar suara lonceng dari belakang. "Lonceng?"
Ardent mengangguk. "Ya, itu adalah lonceng dari tempat ibadah." Ia menengok ke kiri dan kanan. "Sepertinya ini adalah saatnya bagi mereka beribadah."
"Ahhh ... Kerajaan yang religius ya?" tanya Army.
"Seperti sebuah teokrasi," jawab Ashborn.
Shiro memperhatikan papan yang bertuliskan doa-doa di depan setiap toko yang ia lihat. "Sepertinya memang teokrasi."
Ardent kembali teringat akan masa lalunya ketika ia melihat penduduk ibukota Saint Athaelai. Ingatan tersebut berasal dari ratusan tahun yang lalu, tapi hanya terasa seperti kemarin baginya. Saat itu, ia sedang berjalan di taman tempat ibadah bersama seorang wanita tua yang memakai pakaian biarawati. Penampilannya masih sangat sehat meskipun ia sudah tua. Ia masih bisa berjalan normal, kulitnya tidak mengkerut, matanya masih sehat sehingga tak perlu kacamata, serta seluruh giginya masih kuat dan menciptakan senyuman yang sangat indah ketika ia tersenyum.
"Suster Lai," panggil Ardent. "Apa yang kedepannya akan kau lakukan?"
Wanita tua itu adalah Suster Athaelai, pemimpin keagamaan yang kelak namanya diabadikan menjadi sebuah kerajaan. Ia adalah pencetus sebuah kultus yang berhasil merubah nasib banyak orang di kotanya. Meski lebih dikenal sebagai biarawati, ia sebenarnya adalah penyihir yang cukup kuat. Ia memiliki spesialisasi pada sihir cahaya yang digunakan dalam penyucian, sangat cocok dengan pekerjaannya.
Suster Athaelai tertawa kecil. "Ini semua berkat bantuanmu. Aku tak pernah menyangka, kalau kultus ini akan menjadi seperti sekarang."
Dengan bantuan Ardent, Suster Athaelai membangun sebuah kultus yang tidak hanya terfokus pada sebuah ajaran agama. Kultus tersebut mengajarkan seluruh pengikutnya untuk melakukan aksi nyata yang bisa membuat sebuah perubahan. Akibatnya, kondisi kota yang sebelumnya berantakan menjadi stabil secara perlahan. Seluruh warga kota telah bergabung menjadi anggota kultus hanya dalam beberapa tahun. Mereka semua aktif dalam menjalankan ajarannya, sehingga kestabilan kota dapat dengan mudah dicapai.
"Yah, meski begitu ..." Ardent melihat sekeliling area ibadah. Bagian tamannya dihiasi dengan berbagai bunga yang Indah, serta air mancur yang terdapat di tengah-tengahnya.
"... Aku hanya membantu internalnya saja. Kemajuan lainnya adalah tindakanmu sendiri, Suster."
Beberapa biarawati yang lewat menundukkan kepalanya pada mereka berdua sebagai tanda hormat. Ardent dan Suster Athaelai juga balik menunduk pada mereka, menandakan bahwa mereka juga menghargai para biarawati disana.
Suster Athaelai berbelok menuju aula utama. "Tetap saja, aku tidak akan bisa sampai di titik ini jika sendirian."
Ardent ikut berbelok sambil tertawa. "Haha. Doamu selama ini pasti telah dikabulkan, Suster."
Suster Athaelai mengangguk. "Ya. Cahaya akan selalu muncul pada mereka yang mencarinya."
Ingatan masa lalu itu secara tidak sadar membuat tersenyum kecil sambil berjalan. Ia memang mahluk abadi dan memiliki paling banyak pengalaman, tapi ia tetap terus belajar dari orang-orang sekitarnya, termasuk dari Suster Athaelai yang memberi gambaran bagaimana kepercayaan bisa merubah nasib sebuah kota.
Sesuai dengan rencana Ardent, mereka pergi menuju pusat rumah ibadah yang menjadi tempat pemimpin kerajaan berada. Saint Athaelai tidak dipimpin oleh raja, tapi oleh seorang pemuka agama. Mereka juga memiliki beberapa dewan yang bekerja untuk pembangunan kerajaan di bawah perintah pemuka agama tertingginya. Hal ini membuat tempat ibadah pusat mereka menjadi seperti istana raja. Yang membedakan hanyalah adanya jemaat yang sering keluar masuk "istana" setiap harinya.
Menyusup menjadi sangat mudah dengan adanya Fori. Mereka hanya tinggal bergerak di belakangnya dalam lintasan G-Out. Tidak terlihat karena terlalu cepat, tidak meninggalkan jejak, dan tidak bersuara. Tak satupun penjaga yang menyadari adanya penyusup. Mereka kemudian pergi menuju ruang bawah tanah yang menjadi tempat kecurigaan Ardent. Karena jalanannya terlalu rumit, mereka berhenti menggunakan G-Out dan memilih untuk berjalan seperti biasa. Tidak adanya penjaga di ruang bawah tanah juga membuat mereka tak perlu khawatir ketika mengendap-endap.
Rikka melihat ke kiri dan kanan. Koridor putih dengan karpet merah sedang mereka telusuri bersama sambil berlari. Tidak ada apapun dalam koridor tersebut selain lorong bercabang dan penerangan. Meski menjadi ruang bawah tanah, tapi tempat tersebut cukup terang sehingga mereka tak merasa sedang berada di bawah tanah.
"Keren sekali," ucap Rikka.
Army mengangguk. "Ya. Ruang bawah tanahnya sangat mewat dengan warna putih dan karpet merah."
"Tapi selanjutnya kita kemana?" tanya Ashborn.
"Suruh saja Army membuka void," jawab Shiro. "Semuanya nanti akan kelihatan."
Army menengok ke arah Shiro. "Bahaya. Mereka bisa tahu kalau terjadi sesuatu, jika aku menggunakan Purgatorio."
Shiro berpikir sesaat. "Benar juga. Mereka tidak mungkin diam saja ketika semuanya menjadi void."
Tiba-tiba, Ardent merasakan hawa keberadaan dari sesuatu yang ia kenal. Ia kemudian menghentikan langkahnya. Seluruh tubuhnya merinding saat merasakan hal itu.
Ardent menengok ke belakang. "Ar! Pakai saja Purgatorio sekarang!"
"Hah? E-eh, baiklah!"
Tanpa berlama-lama, Army membuka penutup matanya. Darah kembali mengalir dari sana ketika Purgatorio aktif. Seluruh area bawah tanah berubah menjadi void tembus pandang.
Ardent melihat sekeliling, mencari sesuatu. "Itu dia!"
Disaat yang sama, beberapa orang di sebuah ruangan sangat luas terkejut dengan void yang tiba-tiba muncul. Di dalam ruangannya terdapat 6 lingkaran sihir yang aktif dan melayang-melayang . Void itu menghilang setelah beberapa saat, tapi mereka menjadi sangat panik karena tahu bahwa ada sesuatu yang tidak beres terjadi.
"Bapak!" Salah satu orang yang memakai jubah putih berteriak. "Apa yang akan kita lakukan?!"
Orang berjubah lainnya ikut berbicara. "Sepertinya ada yang tidak beres!"
Seseorang yang mereka panggil bapak itu berjalan naik ke atas tangga. Ia memakai jubah putih seperti yang lain, tapi ia memakai topi putih yang seperti mahkota dan menggenggam sebuah tongkat di tangan kanannya. Ia adalah pemuka agama tertinggi, dan orang-orang yang tidak memakai topi adalah para anggota dewa.
Pemuka agama tertinggi itu berbalik badan dan menatap para dewan. "Artinya kita harus cepat! Pengintai sudah memberitahu kita akan kemungkinan serangan mereka!"
Ia mengangkat tongkatnya keatas. Terlihat cahaya keluar dari ujung tongkatnya yang terbuat dari batu sihir.
"Bangkitlah! Aku memanggil kalian!"
Setelah beberapa saat, sayap-sayap ber mata keluar secara perlahan dari keenam lingkaran sihir. Pemuka agama itu memanggil 6 The Angel secara bersamaan di dalam ruangan. Para dewan bertekuk lutut di hadapan The Angel sambil mengucapkan berbagai doa.
Sang pemuka agama menunjuk salah satu Angel. "Pergilah ke ibukota kerajaan Gozen, lalu ratakan mereka dengan tanah!"
Angel yang ditunjuk olehnya secara perlahan menghilang entah kemana. Ia kemudian menunjuk Angel selanjutnya.
"Pergilah ke ibukota Crysta Horde, lalu ratakan mereka dengan tanah!"
The Angel kedua ikut menghilang. Dari kedua nama yang disebutkan, sangat jelas bahwa sang pemuka agama mengirimkan The Angel untuk menghancurkan beberapa kerajaan yang akan menjadi lawannya.
Ia menunjuk Angel selanjutnya. "Pergilah ke-"
Sebuah ledakan muncul menghancurkan pintu ruangan mereka. Belum sempat menengok, sesuatu bergerak dengan sangat-sangat cepat menuju sang pemuka agama. Sesuatu itu adalah Fori yang bergerak dua kali lebih cepat daripada kecepatan suara dalam lintasan G-Out. Ia memotong kedua tangan sang pemuka agama, menusuk jantungnya, dan memenggal lehernya di tempat untuk menghentikan aksinya dalam mengirimkan The Angel, sekaligus menghentikan aliran sihir yang berpotensi memberi perintah secara tidak langsung pada Angel yang tersisa.
Setelah membunuh sang pemuka agama, Fori lanjut membunuh para dewan dengan memenggal lehernya, tapi kali ini ia tidak menusuk jantung mereka karena tidak perlu dilakukan. Sihir yang harus diwaspadai hanyalah sihir milik sang pemuka agama. Pemuka agama dan para dewan itu terbunuh hanya dalam waktu kurang dari satu detik.
Kemampuan bergerak hingga dua kali kecepatan suara adalah skill lain yang dikuasai oleh Fori, Mach+. Untuk menggunakannya, ia akan menarik nafas cukup dalam sebelum bergerak. Saat menghembuskan nafas, ia bisa bergerak lebih cepat dari suara sampai selesai menghembuskan nafasnya.
"Fori!" Teriak Ardent.
Army, Shiro, Rikka, Ashborn, dan Ardent berlari masuk ke dalam ruangan. Mereka melihat jasad para anggota dewan dan pemuka agama yang tak berkepala.
"Bagus! Seharusnya mereka-"
Saat Ardent merasa senang, tiba-tiba terdengar suara teriakan yang sangat keras di telinga mereka. Suara tersebut sangat aneh. Ia berasal dari para The Angel, tapi suaranya terdengar dari dalam kepala pendengar. Rasa tak nyaman yang sangat mengganggu itu tidak bisa hilang bahkan setelah mereka menutup telinganya dengan sihir.
"Gawat!" Ardent sekalipun tidak bisa melindungi dirinya dari teriakan itu. "Aku tidak pernah tahu kemampuan ini!"
Tiba-tiba, mereka semua seperti tersedot ke dalam void. Segalanya menghitam tanpa ada apapun disana.
"Ini kan ..." Ardent berusaha melihat sekeliling.
"Dimensi para Angel!"
Selain bergerak dengan cara melayang seperti biasa, para The Angel bisa bergerak melalui sebuah dimensi khusus yang hanya bisa diakses oleh mereka. Perpindahan yang terjadi di dalam dimensi akan sama dengan perpindahan yang terjadi saat mereka keluar, sehingga mereka bisa menembus apapun melalui dimensi itu dan keluar di tempat yang sesuai dengan perpindahannya. Meski hanya bisa diakses oleh mereka, tapi orang lain bisa secara tidak sengaja ikut masuk ke dalam saat diakses. Mereka juga tak bisa berlama-lama berada di dalam dimensi itu, dan ada jeda beberapa waktu sebelum bisa mengaksesnya kembali.
Setelah beberapa saat, dimensi itu menghilang. Mereka semua tiba-tiba sudah berada cukup tinggi di atas tempat ibadah pusat.
"Eh?" Ardent terkejut.
Selain para The Angel yang tersisa, mereka semua terjun bebas di udara secara tak karuan.
"Dimana mereka?" Ardent menengok ke kiri dan kanan mencari Army, Shiro, Rikka, Ashborn, dan Fori.
Setelah menemukan mereka semua, Ardent langsung bersiap mengaktifkan sebuah sihir yang bisa memperlambat jatuh. Tetapi, ia kembali terkejut saat melihat apa yang dilakukan oleh para warga sipil di bawah.
"K-kenapa mereka malah berdoa?!"
Para warga sipil menekuk lutut mereka sambil melipat tangannya. Mereka semua menghadap ke arah para The Angel, seakan-akan menyembahnya. Ardent yang telah mengaktifkan sihir pelambat jatuh langsung membetulkan posisi jatuhnya.
"Mereka itu monster loh!"