Chereads / Fallen Orions Tales / Chapter 67 - 12 Hand Goddess

Chapter 67 - 12 Hand Goddess

Pada pagi hari yang tenang, suara kicauan burung di dalam hutan membangunkan seorang gadis yang sedang tidur di atas dahan pohon. Fori yang mengenakan kantung tidur membuka matanya, merasakan dinginnya udara pagi yang melewati wajahnya. Ia segera keluar dari kantong tidur dan memastikan seluruh atribut ninja yang ia bawa tidak hilang. Setelah yakin, ia pergi ke sungai untuk minum dan mencuci muka sambil mengingat perintah Ardent padanya.

"Kamp militer sebagai prioritas ..."

Ia menatap pantulan wajahnya di air selama beberapa saat sebelum kembali untuk mengambil makanan yang digantung di samping kantong tidur.

Tugas yang diberikan Ardent pada Fori terbagi menjadi dua. Yang pertama adalah pergi ke benua lain untuk mengintai kerajaan disana dan memastikan keselamatan utusan kerajaan tanpa diketahui siapapun. Ia baru diperbolehkan untuk memunculkan diri disana jika para utusan berada dalam kondisi darurat dan nyawa mereka dalam bahaya. Tugas kedua yang menjadi prioritasnya lebih dulu adalah menghancurkan kamp militer tersembunyi yang harus ia cari sendiri lokasinya. Ardent hanya mengetahui bahwa lokasinya satu arah dengan misi keduanya, jadi ia menyerahkan sisanya padanya.

Setelah selesai makan, ia merapikan kembali kantung tidurnya ke dalam tas.

"G-Out!"

Lintasan 3 dimensi muncul beberapa meter di depannya. Ia kemudian mengaktifkan beberapa sihir untuk mempercepat larinya.

"Aku tak boleh mengecewakan Papa!"

Ia langsung melesat di dalam lintasan G-Out dengan kecepatan yang tidak tertandingi oleh siapapun.

Pada siang harinya, dimulailah pertarungan antara Reol, Fuuko, dan Ashura melawan petapa gunung. Seluruh serangan yang dilancarkan oleh petapa gunung memanglah cepat, tapi semua serangannya masih bisa dihindari oleh mereka bertiga. Reol dan Ashura bahkan seringkali beradu tinju dengannya, tetapi hal itu tidak berpengaruh apapun.

"Fu!" Reol berteriak sambil berlari di atas salah satu lengan petapa gunung.

Fuuko melompat tinggi ke atas dan menggunakan Meteor Breaker. "Tunggu aku!"

Meteor Breaker Fuuko berhasil ditahan oleh tangan petapa dengan sangat mudah. Ia langsung berlari menuju Ashura untuk dilemparkan menuju wajah petapa gunung.

Reol berlari di lengan petapa gunung sambil terus melompat beberapa kali mengindari serangan yang datang padanya. Mereka berdua datang secara bersamaan menuju wajah sang petapa.

"Sekarang!"

Fuuko yang dilempar oleh Ashura menyerang wajah sang petapa dengan kekuatan tebasan yang sangat kuat. Reol juga ikut memberikan serangan dengan tinjunya yang sangat kuat, bahkan setara dengan tinju Ashura. Sementara itu, Ashura juga menyerang dengan pedang dan tombaknya sekaligus ke wajah sang petapa secara bersamaan. Akan tetapi, wajahnya tidak mengalami kerusakan sedikitpun setelah menerima serangan keras dari ketiganya. Ia langsung menyerang balik mereka bertiga secara bersamaan, tapi mereka beruntung berhasil menahan serangannya sehingga hanya terpental bersama-sama.

"Sial!" Reol langsung berdiri kembali dengan kuda-kuda.

"Tampaknya wajah bukan kelemahannya," ucap Fuuko sambil mengaktifkan Gladiate.

Sang petapa mentertawakan mereka. "Hahaha. Serangan kalian tidak akan mempan terhadapku." Ia langsung membalas mereka dengan tinju beruntun dari kedua belas tangannya.

Serangan petapa gunung itu membuat mereka bertiga cukup kewalahan. Meski sang petapa tidak menggunakan sihir lain, tubuhnya sangatlah kuat sehingga mereka tidak bisa menyerang balik. Beradu tinju, ditebas oleh Fuuko, bahkan keenam jenis senjata Ashura tidak ada yang berhasil melukainya sedikitpun.

Reol menahan serangan yang datang sambil berpikir keras untuk mencari jalan keluar dari situasi yang mereka hadapi.

"Tcih, tubuhnya terlalu keras. Belum pernah aku melihat material sekuat ini!" Ia kembali beradu tinju dengan sang petapa, tapi hasilnya juga sama, tidak ada yang berubah.

Ia memperhatikan seluruh tubuh sang petapa dengan teliti. "Tidak ada sejenis inti yang terlihat dari luar. Pasti intinya berada di dalam dan terlindungi."

Ia menyerah mencari titik lemah sang petapa dan memperhatikan Ashura yang juga sedang bertahan. "Bahkan Ashura tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Tidak ada gunanya menyerang jika semua serangannya tidak berefek apa-apa."

Ia menatap Fuuko yang sedang melompat-lompat menghindari serangan. Tidak seperti Reol dan Ashura, Fuuko tidak cukup kuat beradu serangan dengan sang petapa untuk bertahan. Pedangnya lama-kelamaan akan hancur jika terus dipaksa beradu karena pedangnya adalah benda fisik, tidak seperti tinju Reol yang dilapisi oleh energi Ashura.

"Fu! Aku berharap padamu!"

Fuuko yang sedang melompat mendengar ucapan Reol. Setelah berpikir dengan cepat, ia merasa bahwa tidak ada ruginya untuk mencoba satu serangan terkuatnya. Ia tinggal mengajak Reol mundur jika serangan tersebut gagal, begitulah pikirnya. Dalam satu lompatan, ia menghindari serangan dan melompat sangat tinggi hingga keluar dari jarak pandang sang petapa.

Setelah mencapai titik tertinggi, tubuhnya melambat dan perlahan kembali jatuh ke bawah. Ia menatap sang petapa dari atas dan memegang pedangnya dengan sangat erat. Saat jatuh, ia secara tiba-tiba mengingat salah satu momen hangat yang terjadi jauh ketika ia masih kecil.

Fuuko kecil adalah anak yang tertarik dengan berbagai hal. Ayahnya seringkali pulang membawakannya berbagai jenis barang aneh dan buku pengetahuan untuk ia koleksi. Suatu hari, ia menemukan sebuah kecintaannya terhadap sesuatu, yaitu alam semesta. Keindahan gambar-gambar ilustrasi yang ada di buku menarik minatnya untuk mempelajari alam semesta. Galaksi, planet, bintang, asteroid, dan hal-hal lainnya yang berada di alam semesta menjadi sesuatu yang sangat ia sukai sejak kecil.

Saat ayahnya sedang libur dari tugasnya sebagai pasukan kerajaan, ia sering membicarakan alam semesta bersama.

"Ayah tahu? Planet dalam tata surya kita sangat besar loh!"

Ayahnya tersenyum melihat antusiasme Fuuko kecil yang sangat tinggi. "Haha. Tentu saja ayah tahu. Tapi apakah kau tahu, bahwa planet terbesar dalam tata surya kita itu hanya terdiri dari gas?"

Fuuko kecil mengangguk. "Ya! Jupiter meski besar tapi isinya adalah gas, jadi ia tidak lebih berat dari bumi!"

Ayahnya bertepuk tangan. "Luar biasa!" Ia kemudian menepuk kepala Fuuko kecil beberapa kali. "Kau memang anak ayah yang paling pintar!"

Fuuko tersenyum kecil mengingat masa lalunya. "Meski terbesar, ia bukanlah yang terberat."

Ia terjun bebas sambil mengatur posisi jatuhnya. "Jika mencari yang terberat, mungkin jawabannya hanya satu."

Pedang Fuuko memerah seperti terbakar sesuatu. Kecepatan jatuhnya tiba-tiba menjadi semakin cepat hingga ia sudah kembali terlihat oleh sang petapa dari bawah. Melihat Fuuko yang menjatuhkan diri ke arahnya, ia langsung menghentikan serangannya pada Reol dan Ashura untuk fokus menahan Fuuko.

Fuuko semakin dekat dengan sang petapa. "Sebagai planet batuan, ia adalah yang paling berat kedua dalam sistem tata surya."

Ia menghantam tangan sang petapa yang menahannya. "Mars Crash!"

Mars Crash adalah serangan pamungkas Fuuko yang sangat kuat. Ia meningkatkan massa imajiner pedangnya hingga setara dengan planet Mars serta meningkatkan energi potensialnya saat jatuh hingga sama dengan energi potensial planet Mars yang sedang mengorbit. Hal itu membuat target yang terkena serangan Mars Crash akan merasa dirinya ditabrak oleh planet Mars yang sedang mengorbit dengan kecepatan tinggi. Karena yang ditingkatkan adalah massa imajinernya, Mars Crash hanya memberi efek serangan pada target yang ingin diserang saja. Area di sekitar tidak akan ikut hancur oleh Mars Crash, tetapi gelombang kejut yang sangat kuat tetap akan tercipta akibatnya.

"Hancurlah menjadi debu!" ucap Fuuko.

Sang petapa gunung yang mencoba menahan Mars Crash dengan tangannya tidak menyadari apa yang baru saja ia tahan. Seketika, tangannya hancur bersamaan dengan retakan yang muncul di seluruh tubuhnya. Dalam sekejap, seluruh tubuhnya hancur berkeping-keping menjadi debu tanpa menyisakan apapun. Gelombang kejut menggetarkan seluruh pohon di gunung sekaligus menerbangkan sisa debu sang petapa, menghilangkan jejak keberadaannya. Tubuh sang petapa memanglah sangat kuat hingga bisa menahan serangan Ashura, tapi ia tidak cukup kuat untuk bisa menahan tabrakan sebuah planet.

"Bravo Mars Crash!" teriak Reol.

Fuuko yang kelelahan langsung merebahkan dirinya di tebing sambil terengah-engah. "Hah ... Mars Crash memang sangat menguras tenaga."

Reol melemparkan botol minum pada Fuuko. "Minumlah! Kita akan langsung kembali nanti setelah beristirahat." Ia ikut duduk di samping Fuuko bersama Ashura.

Angin sepoi-sepoi kembali bertiup ke arah mereka, membuat suasana menjadi sejuk. Keheningan kembali tercipta setelah mereka mengalahkan petapa gunung tersebut. Pemandangan dari tebing menjadi sangat indah ketika mereka memperhatikannya tanpa perlu memikirkan adanya sosok petapa gunung. Dedaunan yang tertiup angin, suara angin yang bertiup melalui formasi batuan, serta cahaya matahari yang menyinari seluruh tebing. Sungguh tempat yang sangat menenangkan, begitulah yang ada di dalam pikiran mereka.

Reol melepas sarung tangannya. "Tidak kusangka bahwa si petapa sekuat itu."

Fuuko mengangguk. "Ya, tapi sekarang mereka sudah bisa memanfaatkan area ini dengan tenang."

"Sayang sekali." Reol tertawa kecil. "Area ini mungkin tidak akan senyaman ini lagi ketika sudah dihuni."

Fuuko melihat pohon-pohon yang ada di sekeliling. "Yah, mau bagaimana lagi. Perlu sebuah pengorbanan untuk menghasilkan hal lainnya."

"Kau benar," jawab Reol. "Apakah kelak di masa depan masih akan tersisa alam yang Indah seperti ini?"

Fuuko berdiri dan membersihkan celananya dari debu. "Entahlah, tapi aku yakin akan ada banyak manusia yang peduli dengan alam." Ia memberikan tangan kanannya pada Reol untuk membantunya berdiri.

Reol meraih tangan Fuuko. "Kuharap begitu."