Chereads / Istri Jenius si Miliarder / Chapter 2 - Melarikan diri

Chapter 2 - Melarikan diri

'Tuhan, apakah Engkau begitu membenci saya hingga memberi saya kehidupan yang begitu rumit?' Scarlett tak dapat menahan diri untuk mencaci Tuhan dalam hatinya.

Begitu banyak pertanyaan yang kini mengisi dan menghina pikirannya,

Bagaimana mungkin orang tuanya menukarnya demi melunasi utang perusahaan?

Seberapa banyak utang yang mereka harus bayar untuk tindakan yang keji ini?

Sulit bagi Scarlett untuk percaya bahwa ayahnya bisa berbuat begitu pada dirinya. Dia merasa hatinya hancur, dan itu terasa menyakitkan. Pria yang selama ini Scarlett kagumi dan cintai ternyata mengkhianatinya. Dia tidak tahu apakah, di masa depan, dia masih akan bisa memanggilnya 'Ayah.'

"Bwahaha… Nona Piers, tapi saya masih ragu gadis ini akan menerima saya. Saya seorang duda dengan lima anak." Tawa Frans kembali menghina telinga Scarlett.

Scarlett bingung harus berkata apa.

Bagaimana mungkin orang tuanya menjodohkan dirinya dengan duda yang memiliki lima anak?

Tak pernah terlintas di benak Scarlett bahwa hal seperti ini akan terjadi pada dirinya. Hal semacam ini biasanya hanya terjadi dalam drama atau film. Tapi sekarang, dia mengalaminya sendiri.

"Pak Frans, Anda masih muda. Anda berusia 60 tahun, tapi Anda masih terlihat seperti berusia akhir tiga puluhan." dia tersenyum. "Nah, jangan khawatir, Scarlett yang cantik pasti akan setuju…."

Scarlett tidak tahan mendengar intrik menjijikkan dari dua orang tidak tahu malu ini lagi. Dia mencoba menawan pikirannya dengan sekuat tenaga agar efek penawar racun bisa mengembalikan tubuhnya normal. Dia harus lepas dari semua ini.

Sementara dia masih berusaha mengendalikan otot-otot kakinya yang masih sulit bergerak, dia mendengar orang lain memasuki ruangan.

Dua pria besar dengan pakaian hitam menangkap Scarlett dan menyeretnya keluar dari ruang VIP.

Masih pura-pura tidak sadarkan diri, Scarlette menutup matanya erat-erat, tetapi telinganya tetap waspada. Berusaha mendengar percakapan mereka.

"Kasihan gadis kecil ini..." Kata salah satu pria di sebelah kanannya.

"Orang tua gadis ini serakah, menjual putrinya pada orang tua bejat itu!?" Kata pria lainnya.

"Ke lantai berapa kita akan pergi?" tanya pria itu saat mereka masuk lift.

Entah mengapa, malam itu hotel begitu sepi. Tidak ada pengunjung lain yang berpapasan dengan mereka di dalam lift.

Scarlett tidak bisa meminta tolong. Dia tidak bisa mengucapkan sepatah katapun, sekalipun dengan kedua pria yang memanggulnya. Otot rahangnya masih lemah.

"Lantai 20, cepat… si bejat mengatakan kita harus meletakkannya di kamar #2011. Dia akan mengikuti setelah selesai berbicara dengan Nona Piers…"

"Gadis kecil, maafkan kami. Kami tidak punya pilihan. Kami hanya menjalankan perintah." Mereka meletakkan gadis itu di tempat tidur empuk dan dengan cepat meninggalkan kamar tersebut.

Setelah kedua pria itu meninggalkan ruangan itu, Scarlet membuka matanya. Dia tercengang melihat betapa mewahnya kamar itu.

Bejat tua itu memang orang kaya. Dia rela mengeluarkan banyak uang untuk suite presiden ini.

Scarlett keluar dari tempat tidur dan menyeret kaki lemahnya menuju minibar — dia membutuhkan pil penawar racun lagi.

Dia harus keluar dari kamar ini sebelum bejat tua itu datang.

Scarlett menemukan sebotol air. Dia mengambil lima pil dari tas ranselnya dan meminumnya sekaligus. Setelah beberapa detik, dia merasa agak lebih baik. Dia bisa menggerakkan kakinya, tetapi kekuatannya belum kembali normal. Setidaknya itu sudah cukup untuk membuatnya keluar dari kamar itu.

Dia terhuyung-huyung menuju pintu, mencoba mendengar adanya gerakan di luar. Dia takut kedua pengawal itu masih berjaga di pintu.

Tapi untungnya, setelah berdiri sejenak, dia tidak mendengar suara apa pun. Tanpa membuang waktu, dia berjalan keluar dari kamar.

Koridor-koridor kosong hotel memungkinkan Scarlett berjalan tanpa hambatan menuju lift. Namun, ketika dia sampai di depan lift, hatinya seperti akan berhenti. Dia melihat lift naik dan sepertinya akan berhenti di lantainya.

'Sialan kau, orang tua bejat! Kenapa kau datang begitu cepat!'

Dia mengutuk pria itu sambil terhuyung-huyung menuju pintu keluar darurat. Saat pintu keluar darurat menutup di belakangnya, dia bisa mendengar suara 'ding'.

"Terima kasih, Tuhan!! Itu terlalu dekat…" dia bergumam pelan sambil menyeka jejak keringat di dahinya.

Scarlett perlahan berjalan menuruni tangga. Namun, hanya beberapa langkah yang dilewatinya, dan dia berhenti. Ada beberapa pasang kaki berjalan mendekatinya. Langsung dia merasa waspada karena menyadari bahwa orang-orang itu mungkin adalah orang yang membawanya ke ruangan itu.

'Ya ampun! Siapa mereka itu? Apakah mereka juga mengawal pintu keluar darurat?'

Dia merubah rencananya; memutuskan untuk naik ke rooftop. Untungnya, beberapa menit terakhir, tubuhnya bisa dikendalikan. Dengan langkah ringan, dia dengan cepat memanjat tangga.

Setelah beberapa detik memanjat, Scarlett akhirnya mencapai lantai atas — dia merasa lega pintu tidak terkunci. Segera dia keluar dari sana dan mengunci pintu di belakangnya dengan erat.

Setelah dia keluar, kakinya gemetar. Dan entah mengapa, otot-otot tubuhnya kembali terasa lemah, tetapi dia tidak berhenti di situ. Dengan susah payah, dia menyeret kakinya menuju tempat tersembunyi di pojokan.

Mencari tempat persembunyian adalah suatu keharusan baginya. Dia tahu saat ini dia belum sepenuhnya lepas dari orang-orang itu.

Dia berdiri di tempat itu, memandangi laut yang sama sekali tak terlihat — malam itu, langit begitu gelap, tidak ada bulan seolah-olah langit sekelam perasaannya.

Scarlett tidak peduli angin kencang dari laut yang menyapu wajahnya. Dia mencoba menghirup sebanyak mungkin udara segar untuk mengisi dadanya yang sesak.

Yang terjadi padanya benar-benar menguras pikiran dan energinya.

Andai dia tidak memiliki penawar racun, dia tidak tahu apa yang akan terjadi pada dirinya sekarang. Mungkin, hidupnya hancur karena orang tuanya dan lelaki tua bejat itu.

"Ayah, bagaimana bisa kau menjualku kepada orang tua hanya karena kau butuh uang untuk membayar utangmu?"

Scarlett berbicara pelan pada dirinya sendiri untuk mengungkapkan apa yang ada di pikirannya saat ini, atau mungkin pikirannya akan meledak — terlalu banyak kemarahan.

"Aku ingin memaafkanmu, tapi aku tidak bisa menerima ini sekarang. Yang kau lakukan kepadaku kali ini sangat menyakitkan dan tidak menghormati. Bagaimana seorang ayah bisa melakukannya pada anaknya sendiri?"

Untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun, Scarlett menangis. Hatinya begitu sakit sehingga dia tak tahan lagi. Hanya air mata yang bisa membuat hatinya merasa sedikit lebih baik.

"Ayah, aku... lebih memilih mati daripada dipaksa menikah dengan orang tua itu!" Sebelum Scarlett menyelesaikan kalimatnya, sebuah telapak tangan raksasa tiba-tiba menutup mulutnya dan dengan segera menariknya ke belakang.

Dalam kepanikan, dia berusaha melepaskan diri dari pelukan pria itu, tetapi tangan pria itu begitu kuat. Dia memeluknya dari belakang seolah-olah tubuhnya terkunci di antara lengannya. Pria ini sangat kuat, dia bahkan tidak bisa berteriak.

'Sialan!! Mereka menemukanku!?'

Scarlett merasa ingin menangis, menyadari bahwa pelariannya sia-sia. Tidak perlu waktu lama bagi mereka untuk menemukannya di sini.

"Seandainya aku menjadi kamu, aku akan berhenti melawan dan membuat suara apa pun…" sebuah suara terdengar di telinganya. Suaranya sangat memikat, seperti mendengar suara aktor yang biasa memerankan raja dalam drama kerajaan. Tidak terkesan tergesa-gesa, tetapi membuatnya langsung menuruti kata-katanya.

Tubuh Scarlett membeku saat menyadari bahwa pria yang menyeretnya bukanlah pengawal yang mengejarnya tetapi orang lain.

Siapa dia?

Dari aroma maskulin yang segar, dia bisa mengenali pria itu mengenakan Eau de Parfum mahal. Dia tahu aroma ini. Temannya, CEO perusahaan AS besar, biasanya mengenakan EDP ini. Dia juga melihat jam tangan yang dipakainya, salah satu koleksi terbaru dari merek jam tangan mahal Patek Philippe.

Dia ingin menoleh, tetapi pria itu sepertinya menahan kepalanya, sengaja agar dia tidak berbalik.

"Diam! Mereka mendekat."

Mendengar peringatannya, Scarlett segera menyadari bahwa dia belum selamat dari orang tuanya dan orang tua bejat itu.

Seketika dada nya tersumbat, dan kakinya melemah saat mengingat apa yang telah menimpanya. Perlahan dia kehilangan akal. Kepalanya merosot saat kegelapan menelannya.

"Nona, mereka semua pergi. Anda bisa pergi sekarang..." Kata pria berjas abu-abu itu. Tapi gadis dalam pelukannya tidak merespon. "Apa kau tertidur?"

Dia memutar tubuhnya menghadap kepadanya.

"Bagaimana bisa kau kehilangan kesadaran begitu saja, gadis!?"

Pria berjas abu-abu itu bingung.

Dia menariknya, meletakkan kepalanya di atas bahu kanannya, dan menelepon.

"Siapkan mobil di pintu belakang. Kami akan ke rumah sakit…" setelah mengakhiri panggilan. Dia menggendongnya dengan lembut dan meninggalkan atap gedung.