Chereads / The A-War / Chapter 2 - Episode 01: Pilot

Chapter 2 - Episode 01: Pilot

"This is the truth that everyone always ignores! They constantly silenced us and considered our report hoax. A just freaking hoax! They always want to hide the truth. The media, the law enforcement, even the government don't want this truth to be spread to everyone around you!

"Time is short! Those creatures are dangerous to humankind! We don't know whether they will attack us! Humanity is in danger! Could be in danger right now!"

Seorang pria berambut cokelat pendek, berwajah oval, dan berkumis tebal secara tegas menjerit-jerit seakan-akan sedang membuat provokasi dalam sebuah video itu. Tipikal video yang sering sekali menjadi hoax.

"We have 100 percent proof that these creatures or we called it an alien species are dangerous! Totally dangerous! But they always took it down. Because you know what, you always silence the truth. So you just put ourselves in total grave danger! You will be e—"

"Nonton konspirasi itu lagi, Adly?" sapa pemuda rambut hitam spike pendek berkemeja putih dengan celana abu-abu dari samping.

Adly, pemuda bertubuh kurus dan berambut lurus, tengah menonton video konspirasi melalui ponselnya. Ia menoleh pada temannya yang juga bermata agak sipit dan berkulit putih khas oriental.

"Ngapain nonton gituan terus? Udah tahu itu hoax. Lagian si pria itu udah ketangkap FBI."

Adly menganggapi sambil menatap temannya itu, "Enggak tahu nih. Di grup chat klub sains aja rame ngomongin ginian pas istirahat. Ya, katanya sih pada penasaran sama alien, walau jelas-jelas enggak ada bukti sama sekali. Ada yang bilang pernah lihat video yang jelasin tampak dari alien itu."

"Adly, Adly." Pemuda berwajah oriental itu menggeleng. "Kamu tuh ya, udah pintar, jago MIPA lagi, terus malah percaya konspirasi ginian. Itu tuh jelas-jelas hoax."

"Iya, gue tahu, Chris," tegas Adly, "lagian gue juga enggak percaya seratus persen kok. Lagian udah pada di-takedown semua. Apalagi baru ada broadcast message tadi pagi kalau alien yang mereka sebut di Tuvalu sama Madagascar kemaren. Itu pun cuma hoax. Sama video-video itu kayak propaganda militer, seakan-akan mau perang aja,"

Chris pun merebut ponsel dari genggaman Adly, menekan tombol "kembali" menuju grup chat itu. Ia menekan lama terhadap postingan video konspirasi pada chat dan mengarahkan jari pada pilihan "Delete".

"Lo!" Adly merampas kembali ponselnya. "Sembarangan aja narik ponsel."

Belum sempat Chris membuka mulut untuk membalas, seorang guru berkepala botak berkemeja batik ala kadarnya menyahut masuk ke dalam ruangan kelas, mengalihkan semua siswa yang tengah bercengkerama. Banyak dari mereka bergegas kembali ke tempat duduk masing-masing.

"Mau duluan ke rumah enggak? Soalnya jam tiga gua harus kerja."

"Gue ada latihan penelitian buat lomba di lab, Bro," Adly menjawab.

"Pasti pada ngebahas alien-alien itu lagi. Udah deh, mending lo fokus aja sama lomba. Lo kan jago, bisa-bisa tim lo tuh menang."

Mereka pun kembali fokus terhadap papan tulis di hadapan para siswa. Chris dan Adly menempati salah satu bangku tengah. Alasannya sepele, di depan selalu saja menjadi pusat perhatian guru, apalagi yang sudah terkenal killer. Di belakang malah tambah tidak fokus, terlebih sama saja, dapat teguran guru killer saat kedapatan ribut.

Berlama-lama melihat papan tulis sambil mencatat, apalagi iringan penjelasan pelajaran biologi guru yang membuat hilang fokus, Chris sampai-sampai membuka tutup pulpennya demi mengalihkan. Memang, guru biologi di hadapannya itu seperti membuat penjelasannya untuk diri sendiri, tidak heran banyak dari materi itu tidak masuk ke otak. Kalaupun sempat mencatat, ia sama sekali tidak mengerti penjelasannya, harus bertanya pada Adly.

Sering sekali, guru berkepala botak itu keluar masuk ruangan. Kalau pun kedapatan keluar melalui pintu kanan dekat papan tulis, Chris pun menoleh pada sekeliling kelas. Memang, ada beberapa yang mencatat materi di papan tulis. Ada pula yang sampai mengobrol hingga lancang sekali, mengeluhkan penjelasan dari sang guru, terutama di barisan bangku belakang.

Terkadang ia juga menatap ke sebelah kiri. Hanya dinding putih monoton dan jendela terbuka agar mendapat oksigen segar, walau pun sinar mentari siang itu sangat terik. Terlihat dari langit biru cerah dan sinar matahari menyilaukan jika melihat langsung ke arahnya.

"Bisa aja itu nyata, anjing! Lagian mereka udah kasih video bukti serangan alien sama manusia! Itu dari CCTV keles"

Chris bisa mendengar dari barisan belakang terdapat percakapan mengenai teori konspirasi alien beserta hoax-nya. Ia melirik pada mereka yang asyik berdiskusi kabar propaganda itu.

"Lo mending nginep di rumah aja. Barusan gue WA Kak Rayhan," kata Adly sontak memicu sedikit kekagetan.

Chris kaget melongo. "Eh? Lo ngajak gue juga?"

Adly menjawab sambil tertawa, "Ya iyalah, Bro. Lagian lo bakal sendirian kalau gue sendiri yang ke rumah."

"Ah, lo jadi ngerepotin juga akhirnya. Tapi sebelum ke rumah lo, gue kerja dulu. Lo nanti jemput gue di tempat kerja. Gue naik angkot dari sini jam satu-an. Motornya di lo aja."

"Shift lo kan jam tiga. Emang enggak ke rumah dulu?"

"Biasa, ke shooting range." Chris mengangkat telunjuk dan mengarahkannya seakan-akan menembakkan peluru dari pistol.

"Latihan pistol? Ah, lo percaya kali sama konspirasi gituan juga,"

"Enggak lah!" bantah Chris tegas, "Buat ngelindungin diri aja. Ya enggak sampai nyalahgunain juga sih."

Beruntung sekali, bel membunyikan suara terompet nyaring selama tiga kali. Padahal guru biologi belum juga kembali masuk. Tidak peduli, sebagian besar dari mereka mulai memasukkan buku catatan dan alat tulis ke dalam tas.

"Selamat siang," suara seorang wanita terdengar memasuki ruangan kelas.

Chris bisa mengdengar suara mengerang menandakan keluhan dari sebagian besar siswa lain. Alih-alih guru biologi, seorang wanita ber-blazer merah dan memiliki rambut panjang keriting justru datang. Ia adalah kepala sekolah.

Wanita itu langsung mengutarakan pengumuman langsung pada intinya, "Baru-baru ini sudah menjadi perhatian sekolah kalau adanya share hoax tentang konspirasi yang lagi trend sekali di media sosial. Apalagi Ibu tahu beberapa dari kalian membagikannya melalui WA, LINE, atau Telegram."

Lagi-lagi, konspirasi teori tentang alien menjadi perbincangan hangat. Terlebih, pihak resmi dari berbagai negara sudah berkali-kali mengingatkan kabar itu merupakan berita bohong.

"Jadi Ibu minta tolong sama kalian buat hapus semua konten alien atau hoax itu. Ibu minta besok sudah betul-betul dihapus, sama bakal ada pemeriksaan. Ketua kelas ada tidak?"

Seorang murid laki-laki berkacamata di bangku barisan mengangkat tangan tanpa ragu.

"Bagus. Tolong periksa hp teman-teman kamu. Nanti juga pas mau pelajaran pertama besok ya," pesan sang kepala sekolah sebelum pamit.

Saat bersamaan, guru biologi kembali memasuki kelas dan hanya mengucapkan pamit. Singkat dan padat. Namun, tidak sebelum mengumumkan ia akan menggelar ulangan pada pertemuan berikutnya, membuat hampir seluruh siswa mengeluh.

"Oke. Semuanya, lima menit gua bakal cek hp kalian satu per satu. Atau kalau ada keperluan mendesak, temui gue aja!" sahut sang ketua kelas setelah berdiri dari bangku untuk menghadap seluruh teman sekelasnya.

Adly pun buru-buru mengambil ponselnya dan segera membuka aplikasi LINE. Tanpa ragu lagi, ia menghapus semua konten konspirasi teori alien yang dianggap hoax itu. Benar-benar semuanya, tanpa kecuali.

"Ah! Fuck! Ada ketemuan lagi sekarang!" Adly mendapat notifikasi dari LINE grup klub sains saat membuka WhatsApp.

"Bahasa woi!" sindir salah satu teman sekelasnya.

Chris menoleh pada seorang gadis gadis rambut pendek berbando kuning yang tengah berjalan mendekati pintu kelas sambil membawa tas pink putih. Ia terburu-buru keluar tanpa menemui sang ketua kelas.

"Woi!!" panggil sang ketua kelas secara tegas.

"Dia kenapa sih? Padahal dia juga ikutan latihan penelitian. Mentang-mentang top 3 di kelas, tapi gue enggak suka sama kelakuannya," ujar Adly jengkel.

"Emang orangnya juga kayak gitu, Adly. Biarin aja," tegur Chris.

"Oke, udah semua. Gue duluan ketemu sama anak-anak klub sains." Adly bangkit dari tempat duduk setelah menarik tas dari kolong mejanya.

Chris pun mengangguk. Ia melakukan salam fist bump tiga kali, atas, bawah, dan mengenai masing-masing kepalan tangan pada Adly.

Begitu menyaksikan Adly keluar ruangan, Chris memasukkan buku catatan dan alat tulisnya ke dalam tas. Sering sekali ia menoleh pada sang ketua kelas yang menghampiri setiap teman sekelasnya di barisan terdepan. Sambil menutup risleting tas, tangan kanannya meraih ponsel dari saku celana. Bergetar, terlihat pada layar "Mom" menelepon.

"Bu." Mendengarkan semua perkataan sang ibu, Chris sampai melongo kebingungan. Ia sampai mengalihkan pandangannya ke arah jendela kiri ruangan. Sampai-sampai, pemuda berketurunan Tionghoa itu menyaksikan sesuatu yang belakangnya terbakar terbang mendekati jendela secara cepat.

"Holy shit!" teriak seorang siswa.

"Anjing! Itu apaan?"

Chris menatap sesuatu yang tertunjuk sebagai sebuah pesawat putih. Pesawat itu berputar-putar menuju tepat ke arah mereka. Sempat tidak memiliki respon, ia secara spontan menjerit memperingatkan.

"Tiarap!!"

Chris menubruk tubuhnya sendiri ke lantai dekat papan tulis. Tubrukan pesawat meretakkan jendela dan dinding ketika semuanya menjerit keras atau berbalik berlari ke belakang keluar dari kelas. Kepala pesawat memasuki ruangan kelas menerbangkan meja, kursi di dekat jendela.

Alih-alih merunduk ke lantai, seluruh siswa yang berupaya meloloskan diri terdorong dan tertimpa meja menuju dinding serta lantai karena posisi tubuh masih berdiri.

Chris pun akhirnya kehilangan kesadaran ketika salah satu kaki kursi membentur bagian kiri kepala. Kesadarannya kini menjadi hitam penuh kekosongan.

***

Chris tercengang ketika membuka kedua mata mengumpulkan kesadaran. Kepalanya terasa seperti terpukul palu saat mencoba untuk bangkit. Tubuhnya lemas, cukup lemas. Ia menempatkan tangan kanan pada lantai sambil perlahan menyeimbangkan tubuh untuk berdiri.

Tubuh Chris memulai gemetar setelah menyaksikan apa yang telah terjadi pada teman sekelasnya. Dia seperti sedang berada di tanah bersalju bersuhu rendah, bedanya tercemar mayat berdarah, api, dan asap hitam.

Mayat berdarah, benar. Ia sampai merasakan sebuah cairan naik menusuk kerongkongannya. Melihatnya saja sudah bukan lagi merasa ngeri, melainkan memicu adrenalin meningkat sampai-sampai ingin muntah. Untungnya, ia bisa menahannya.

Dinding dan jendela telah meretak akibat benturan kepala pesawat. Tampaknya, pesawat yang menabrak dinding dan jendela kelas entah telah terjatuh atau berbalik meninggalkan begitu saja.

Kedua kaki mulai berjalan menghadap pintu begitu sebuah pertanyaan tertanam. Kecemasan terhadap kejadian mengapa hanya dirinya masih bertahan di kelas membuat otaknya terpukul. Otaknya telah tertumpuk kegelisahan sejak melihat mayat-mayat segar itu.

Begitu berjalan keluar dari kelas, kegelisahan pada benaknya bertambah. Sering menatap ke belakang ketika berjalan, jantungnya menambah irama detakan ketika melihat lebih banyak mayat di luar kelas.

Langkah Chris terhenti ketika melihat seorang siswi tengah berjalan lurus dari belokan samping kanan. Alih-alih membantunya, siswi itu membuang muka dan mengabaikan Chris begitu saja, hanya peduli terhadap diri sendiri.

"Tunggu!" jerit Chris berbelok mengikuti siswi itu.

Sang siswi bergumam angkuh ketika berbelok menuju tangga, "Tunggu apaan? Lo halangin gue aja."

Sang siswi tercengang ketika menyaksikan sebuah makhluk berada di dekatnya. Padahal, hanya selangkah menuju anak tangga. Kedua kakinya telah kehilangan kendali akibat sang makhluk mengangkat tanpa merasakan beban berat.

"ENGGAAK!" Sang siswi menjerit ketika tubuhnya berdekatan dengan sang makhluk.

Chris tercengang menyaksikan sang siswi telah tertangkap oleh sebuah makhluk. Terlebih, dia menyaksikan kepala sang siswi mulai memasuki dasar mulut si makhluk. Napasnya mulai sesak akibat kengerian si makhluk pemakan manusia, menyimpulkan penyebab mayat-mayat berserakan sebagai akibat perbuatan si makhluk.

"ENGGAAAAK! GAAAK!!" Jeritan sang siswi tenggelam ke dalam gua gelap di dasar mulut si makhluk.

Chris menggelengkan kepala dengan kencang menyaksikan taring makhluk telah di atas kulit leher sang gadis. Matanya kini bertemu dengan pandangan sang siswi.

"Tolongin gu—!"

Mulut si makhluk menutup memenggal kepala sang gadis. Darah menetes damai dari wajahnya, diikuti suara kunyahan renyah. Sebagian cipratan darah terkena kemeja putih Chris sebagai getahnya

Pandangan Chris berbinar-binar menyaksikan tubuh sang siswi terjatuh tanpa kepala menuju lantai. Jantungnya kembali menambah kecepatan detak, keringat keluar lebih banyak dan menetes pada kulitnya. Saking tercengangnya, ia roboh seperti terpeleset.

Makhluk itu mengalihkan pandangan pada Chris sebagai incaran berikutnya. Kedua kakinya bergerak mengambil langkah lebih besar. Chris mundur dengan cepat merespon langkah sang makhluk, menjauh, menggeserkan bokong dan kedua kaki.

Saat makhluk itu berlari hampir mendekati Chris, sebuah labu ukur kaca terlempar ke arahnya dari sebelah kiri. Makhluk itu meraung mengeluarkan jeritan dengan keras.

Chris mengalihkan pandangannya menuju Adly dari sebelah kiri. Sahabatnya berlari berteriak melempar gelas kimia pada makhluk itu.

"Adly!"

Makhluk itu berhenti sambil memegang lengan kirinya yang terkena lemparan gelas kimia dan kembali meraung dengan keras.

Adly segera menemui Chris dan membantunya berdiri selagi makhluk itu lengah. "Chris!"

"Adly! Adly!" Chris panik. "Sebenarnya ini—" Ia menghentikan omongannya begitu menatap tangan Adly gemetar.

"Cepatlah! Kita cari jalan keluar!"

"Adly ... lo—"

"Udah! Cepat!" seru Adly saat berbalik.

Chris dan Adly berlari berbalik meninggalkan alien itu yang kembali mengejar mereka. Mereka segera berlari lurus sebelum belok kanan menuruni tangga. Mereka melihat satu mayat berseragam sekolah tanpa kepala dengan darah terus mengalir pada anak tangga dari leher.

Di lantai bawah juga sama seperti di lantai atas, banyak mayat murid, guru, dan staf yang tergeletak di lantai begitu saja, tetapi lebih sadis jika dibandingkan dengan yang di atas, bahkan ada mayat yang seakan-akan mengeluarkan usus dari perutnya di dekat tangga.

"Oh bloody hell!" Adly mengumpat kaget memandangi usus yang keluar setelah melewati anak tangga, ia hampir roboh.

Chris memandang ke belakang. "Ayo, dia masih mengejar kita!"

Chris dan Adly berlari belok kanan saat alien itu turun dari tangga. Mereka berdua segera melangkahi lantai yang telah dipenuhi oleh mayat segar, kertas-kertas robek berserakan, properti seperti meja dan kursi juga berjatuhan serta hancur berantakan.

Mereka terus berlari lurus hingga akhirnya mereka melihat pintu keluar yang roboh dan pecah berkeping-keping di lantai pintu masuk. Mereka segera berlari keluar dari sekolah itu. Namun, secara tiba-tiba, Adly terjatuh dan tertarik ke belakang.

"AAAARRRGH!! SHIT!!" Adly menjerit saat kaki kanannya ditarik oleh alien itu dengan tangan kanan. "AAARRRGH!!"

"Adly!!" Chris segera berbalik sambil mengambil sesuatu untuk menyerang alien itu. Ia segera melompat dan memukul tepat pada kepala alien itu dengan kayu pecahan papan penanda sekolah hingga terdengar bunyi.

Makhluk itu terjatuh ke lantai bersamaan dengan Adly setelah terkena pukulan pipa sampai tak sadarkan diri melepaskan kaki kanannya. Adly pun berhenti menjerit keras.

Adly seakan-akan sedang mengalami sesak napas. Dadanya terasa sakit akibat kepanikan hampir terbunuh oleh sebuah alien pemakan manusia.

"Oh shit! Gua masih hidup, gua masih hidup."

Ia memegang kaki kanannya sambil kembali bernapas, terlihat darah sedikit mengucur keluar dari luka pada pergelangan kakinya. Luka tersebut hanya goresan kecil, ia berusaha menutupi luka tersebut dengan jarinya, darahnya mengucur membasahi kulit.

"Masih bisa jalan, kan?"

Adly bersikukuh, "Kita ke rumah gue aja! Kak Rayhan dan Tata masih ada di rumah, Bro. Tata enggak ke sekolah, Kak Rayhan katanya baru pulang dari kampus juga."

Dua makhluk yang sama persis datang dari sisi kiri dan kanan, hal tersebut membuat dirinya menjatuhkan pipa besi ke lantai sambil menatap kedua makhluk tersebut.

"Holy shit!" Chris segera mengangkat Adly dan menggendongnya dengan mengangkat kedua lipatan kakinya.

"Chris! Woi! Enggak usah gini juga kali!" Adly kaget saat dirinya diangkat oleh Chris sambil meringis panik. "Chris! Chris!"

Chris segera berlari meninggalkan lobi sekolah itu sambil dua makhluk dengan kecepatan relatif sama dan mengangkat Adly. Chris terlihat berusaha untuk berlari dan mengangkat Adly pada waktu yang sama. Adly masih mampu berjalan didampingi Chris meski kakinya masih terluka.

Chris dan Adly melewati halaman sekolah yang sudah dipenuhi oleh lagi-lagi mayat, ditambah beberapa orang tengah melarikan diri dari serangan para makhluk pemakan manusia itu, namun segala usaha gagal, bahkan juga menyerang sekaligus. Beberapa orang akhirnya menjadi mangsa sekali tubuh mereka tertangkap tangan para makhluk. Mangsa-mangsa itu menjerit keras saat mereka tertangkap seraya termakan.

Begitu juga dengan beberapa siswa yang berupaya untuk melarikan diri dengan mengendarai motor, namun banyak makhluk itu berhasil menghentikan dan menangkap mereka sehingga membuat motor-motor itu jatuh. Makhluk-makhluk mirip kadal itu juga memakan bagian tubuh siswa-siswa pengendara motor hingga terbunuh seketika.

Chris pun menyadari bahwa melarikan diri dengan mendendarai motor sudah tidak aman lagi karena sudah banyak makhluk yang mengepung tempat parkir untuk memangsa banyak korban. Solusi terbaiknya, dia membawa Adly berlari menuju jalan raya.

Jalan raya itu dipenuhi oleh banyak mobil yang berhenti, kebanyakan pengemudi yang keluar untuk mengeluh agar mobil di depan mereka cepat melaju untuk meloloskan diri dari bencana. Beberapa makhluk kembali beraksi, mereka membunuh orang-orang itu dengan memakan anggota tubuh mereka, terutama kepala. Mereka juga memasuki mobil yang pintunya terbuka dan tidak terkunci untuk memangsa masing-masing penumpang,

Chris memandang satu mobil Subaru XV oranye di barisan paling belakang mobil-mobil di jalan. Pintu depan dan belakang sebelah kanan secara kebetulan terbuka, mungkin karena pengemudinya sudah lari duluan dengan panik meninggalkan mobilnya dikejar alien. Alien-alien itu juga paling mengincar mobil-mobil di barisan depan.

"Jadi ini alien yang dimaksud teori konspirasi itu?" seru Chris panik.

"Iya, temanku bilang ini dia!"

"Lo yakin kita ke rumah dulu?" Chris menghentikan langkahnya di depan mobil tersebut.

Adly meluruskan kaki kanannya di atas box abu-abu di antara dua jok depan saat Chris menutup pintu belakang. Tanpa sengaja, dia menutup dengan keras, sehingga membuat alien-alien yang sedang mengepung mobil di barisan-barisan depan berbalik menuju arah mereka.

"Oh, you got to be fucking kidding me!" Chris segera berlari masuk dan menduduki jok supir serta menutup pintu kanan depan.

Chris memutar kunci dan menekan tombol "start/stop" untuk menyalakan mobil itu dengan tangan kanannya. Dia buru-buru menginjak kopling dan menggerakan tuas trasmisi pada gigi mundur (R) dengan tangan kirinya. Kaki kanannya menginjak pedal gas secara penuh dan kasar dan langsung, sehingga Subaru XV yang mereka tumpangi mundur dengan kecepatan tinggi menghindari kejaran alien-alien di depan mereka.

"Chris, lo jangan ngebut!! Jangan NGEBUT!!" Adly mulai panik saat melihat barisan mobil di belakang.

Subaru XV yang dikendarai Chris akhirnya menabrak sebuah Suzuki APV abu-abu. Pintu depan kanan itu sampai patah dan terjatuh ke atas jalan aspal seiring suara alarm juga berbunyi secara tiba-tiba. Hal tersebut membuat alien-alien yang sedang mengelilingi barisan itu mulai mengejar.

Chris segera menginjak kopling dengan kaki kiri sambil menggerakan tuas transmisi menuju angka satu dengan tangan kiri. Kaki kanannya mulai menginjak gas secara kasar lagi.

Chris memutar roda setir mobilnya secara kasar menggerakan mobilnya belok kiri sambil buru-buru menggerakan tuas transmisi menuju angka dua. Dia kembali mengebut saat tangan kirinya menggerakan tuas transmisi menuju angka tiga, empat, dan... lima, Kecepatan tinggi dia dapatkan.

Salah satu alien di hadapan mereka tertabrak dan terjatuh hingga tergilas mobil dengan kecepatan tinggi.

"Chris, lo gila!"

"Pasang sabuk pengaman lo, Bro!"

"Lo gimana? Lo juga belum pake sabuk!"

"Woles, Bro!"

Chris menarik sabuk pengaman dan menempelkannya pada pinggulnya. Ia mengencangkan sabuk pengamannya. Namun, tepat setelah ia mengencangkan sabuk pengamannya, ia melihat seorang pemuda yang berlari ke depannya. Kaki kanannya segera menginjak rem secara kasar, lalu lepas, injak, lepas, injak, lepas, dan injak sambil memutar roda setir ke kiri membelokkan mobil untuk menghindar dari tabrakan.

Tidak sempat memasang sabuk pengaman, wajah dan badan Adly terhantam jok depan bagian belakang, dengan kepalanya menabrak bantalan jok.

Tak lama, orang yang hampir tertabrak itu menjadi tamu tak diundang dengan membuka pintu kiri depan. Chris dan Adly tidak menyangka bahwa orang itu dengan berani tanpa meminta izin terlebih dahulu memasuki mobil yang mereka tumpangi.

Lelaki berambut hitam shaggy hampir menutupi alisnya itu berseru, "Cepat pergi! Mereka mengejar kita!"

Adly protes, "Lo siapa? Mau apa lo ke sini!"

"Chris, cepat jalan!" sahut orang itu menatap pada kaca belakang bahwa beberapa alien tengah mengejar mereka. "Mereka datang!"

Chris menempatkan kaki kanannya kembali pada pedal gas secara penuh dan kasar hingga meteran kecepatan meningkat hingga 80 km per jam. Ia juga memutar setirnya untuk belok menghindari mobil-mobil yang ada di depan. Ia juga sempat menabrak dua alien di depannya sekaligus hingga tergilas.

Chris segera memutar roda setir ke kiri sambil menge-drift hingga bahkan menggilas sebuah sepeda motor hitam yang tergeletak di jalan dan juga menabrak sebuah mobil sedan putih yang terhenti di sisi kiri jalan. Chris terus membelokkan mobilnya dengan menge-drift, bahkan tanpa mengerem sekalipun, hingga menabrak beberapa mobil, motor, dan alien yang ada di hadapan mereka.

"Seharusnya di sini ada polisi dan TNI." Chris bergumam sendiri. "Tapi mereka ada di mana?"

"Awas!!" Orang tak dikenal di jok belakang itu berteriak saat Chris kembali memutar roda setirnya arah kiri membelokkan mobilnya.

Jalan yang akan mereka lewati dipenuhi oleh beberapa mayat manusia yang sebagian tubuhnya sudah hilang berdarah secara sadis, bahkan tulang dari masing-masing tubuh juga terlihat beserta daging berdarah yang tampak menjijikan. Mayat-mayat itu bagaikan kumpulan daging berlapis kulit yang baru saja dimakan.

Chris memindahkan kaki kanan untuk menekan pedal rem dan juga memutar roda setir untuk menghindari agar mobilnya tidak menggilas mayat-mayat itu dengan cara menyelip.

Upaya itu sia-sia karena hampir seluruh jalan itu telah dipenuhi oleh mayat-mayat manusia, sehingga ban mobil yang berputar sampai menggilas beberapa mayat hingga darah bercipratan ke jalan dan ke kaca depan mobil. Darah segar dari mayat itu kini bagaikan lumpur yang mengotori kaca depan mobil.

"Sekarang darah mayat segar?" sahut Adly.

Secara tiba-tiba, mobil pun terhenti setelah terdengar suara tabrakan yang keras. Chris pun cukup kaget terdorong ke depan, tetapi kepala dan badannya tidak sampai menabrak roda setir, sedangkan Adly dan sang orang asing, karena tidak sempat memakai sabuk pengaman, kepala dan badan mereka tertabrak. Adly menabrak bagian belakang jok depan kiri, sementara sang orang asing memegang kepalanya sambil bergoyang-goyang. Chris menyalakan wiper untuk membersihkan darah dari kaca depan itu.

"Ka-kamu enggak apa-apa?" tanya Chris pada orang asing di jok belakang itu

"Shit ...," Balasnya sambil memegang jidatnya dengan tangan kanannya, "kita nabrak, kan?"

Adly kembali menatap ke belakang lewat kaca, beberapa alien sudah mendekati mobil yang mereka tumpangi. "Kita harus keluar dari sini!"

Orang asing itu kaget. "Maneh gila, sia!!"

"Itu satu-satunya cara kita keluar, coy!" Adly menjerit kasar.

"Gandeng sia! Bukan cuma lo yang kesakitan, tapi gue juga! Semuanya ada di Bandung udah pada mati! Mati dimakan alien!! Mending gue turun aja sekalian!" Sang orang asing pun membuka pintu untuk turun dari mobil.

"Hei!" Chris juga melepas sabuk pengamannya dan membuka pintu mobil bagian kanan untuk keluar mengikutinya.

Percuma saja, orang itu sudah berjalan lebih cepat daripada diri Chris. Namun hal yang tidak diperhatikan orang asing itu adalah sekelilingnya, kepalanya tetap saja mengarah ke depan. Sampai-sampai, ada sebuah alien yang berlari dari sebelah kiri yang sudah membuka mulut dan langsung menangkapnya.

Chris terpaksa harus menyaksikan orang itu tengah dilahap oleh alien itu. Terdengar suara jeritan dengan keras hingga kehabisan napasnya saat semakin banyak daging terlahap oleh alien itu. Darah kembali bercipratan.

Chris kaget memandang tubuh sang orang asing sudah tidak lagi bernyawa akibat termakan alien itu. "Holy fuck!

Alien itu menatap Chris setelah menikmati mayat sang orang asing, dia langsung melesat membuka mulutnya dan berlari mendekati Chris sambil meraung.

Namun, alien itu tertembak duluan, suara tembakan itu mengagetkan Chris. Alien itu tertembak lehernya hingga badannya terjatuh tepat di depannya. Chris segera berlari mendekati ang orang asing, namun ia menghentikan langkahnya saat ia memandang seorang personel TNI yang berjarak beberapa meter jauhnya sedang mengarahkan pistol ke arahnya. Ia mengangkat kedua tangannya.

"Pak."

"Jangan bergerak!" teriak personel TNI yang berpakaian helm hitam dan seragam tentara hijau biasa itu.

Chris menjawab dengan napas terengah-engah di setiap kalimat, "Pak ..., saya hanya orang biasa .... Teman saya terluka .... Kakinya terluka akibat serangan alien, Pak."

Personel TNI itu melapor melalui radio yang dia pegang dengan tangan kanan, "Pak, ada seorang pemuda berseragam SMA. Seragamnya penuh dengan darah."

"Pak, dengarkan saya. Saya butuh bantuan."

"Baik, Pak." Personel TNI itu mengarahkan pistol SS1-nya pada Chris.

"Pak, saya butuh ...." Chris menyadari bahwa personel TNI itu akan menembaknya. "Pak!!"

Suara tembakan berdering nyaring tepat setelah Chris menjerit. Saking kagetnya, Chris menjatuhkan diri seraya merunduk di atas jalan aspal. Lengan kirinya yang mendarat terlebih dahulu harus tergesek merasakan sakit.

Personel TNI tersebut terjatuh menjadi sebuah mayat segar. Sebuah peluru telah melubangi kepalanya dan mengeluarkan darah segar. Pistolnya terjatuh seraya mengeluarkan bunyi tubrukan keras pada jalan aspal.

Chris tercengang, benar-benar tercengang. Tidak percaya apa yang baru saja terjadi di depan mata, seseorang telah menembak salah satu pihak terpercaya untuk membantunya di balik bencana. Dia menggelengkan kepala sambil berdiri memegang lengan kirinya. Telapak tangan kiri masih menyentuh kerasnya aspal, memastikan dirinya sama sekali tidak tertembak.

Chris menatap tiga orang yang berjalan mendekati mayat segar personil TNI tersebut. Salah satu dari mereka merupakan pelaku penembakan mematikan, seorang lelaki kurang lebih seumuran dengan dirinya, berwajah babyface polos, memakai kaos hitam serta celana jeans biru bolong-bolong, dan berambut spike pendek.

Sang pelaku berlari mendekati Chris sambil mengarahkan pistol revolver jenis Colt Peacemaker pada kepala.

"Lo, lo! Lo ngapa—"

"Diam sia maneh!! Gue enggak peduli apa lo bakal lakuin! Gue bakal bunuh kalau lo emang mau macam-macam!" jerit sang pelaku geram.

Chris mengangkat kedua tangan. "Gue enggak mau ada masalah sama lo."

"Teuku, udah," ucap seorang pemuda berwajah kulit sawo dan berambut tersisir ke samping kiri.

"Tapi, Kak! Dia kagak bisa dipercaya! Ini cowok bisa jadi udah kepengaruh sama orang yang kagak kita percaya. Apalagi teori konspirasi itu?" sahut Teuku.

"Te-teori? Teori konspirasi?" tanggap Chris.

"Iya. Video yang viral itu, Yang jadi hoax tapi sebenarnya ini kenyataannya kan?"

"Chris!" Adly segera melangkah keluar dari mobil Subaru XV untuk menemui Chris. Langkahnya sama sekali tidak lancar, dia seperti lelaki yang sedang pincang menahan rasa sakit dari luka pada kaki.

"Jangan gerak lo!" teriak Teuku sontak menghentikan langkah Adly.

Seorang lelaki berambut hitam pendek dan beralis tebal yang memakai kaos abu-abu kehitaman dan celana jeans hitam mengangkat tangan kanan untuk menurunkan pistol yang dipegang Teuku.

"Adly?"

Adly membalas sambil menyeimbangkan badan, "Deva? Kang Deva?"

Deva berbicara dengan Teuku, "Teuku, mereka bisa dipercaya. Gue kenal sama orang ini. Namanya Adly. Dia adik teman gue."

Teuku membalas, "Gue enggak yakin kalau dia bisa dipercaya, Dev. Selama dia kagak bisa dipercaya, gua enggak peduli kalau dia teman lu kek, pokoknya enggak ada siapapun yang bisa diajak kerja sama bareng kita."

Deva mengeluh, "Man. Temmy, adik lo lebay banget sih!"

Temmy menganggapi, "Dia enggak bisa nerima sejak dia ditipu oleh seorang oknum."

"Oknum? Maksud lo?" Chris heran.

Adly menatap sebuah mayat personil TNI di dekat ketiga pemuda itu. "Kayak dia?" Tanpa disadari, sebuah alien sedang berlari mendekatinya dari belakang dengan cepat bersiap untuk memakannya.

Teuku segera mengarahkan pistolnya dan menekan pelatuk untuk melepas peluru ke arah kepala alien di belakang Adly. Suara tembakan pistol yang menghantam kepala alien itu tentu saja mengagetkan Adly, karena dirinya yang merasa hampir tertembak.

"Shit, dude!! Lo ngapain! Lo mau bunuh gue? Lo serius mau bunuh gue? Hah!"

Teuku menjawab, "Gue nyelamatin hidup lo dari santapan Lizardian itu."

"Lizardian?" Chris heran.

Deva juga mengangkat tangan kanan pada Teuku. "Whoa, whoa, whoa. Lo tahu darimana kalau makhluk biadab ini namanya kayak gitu?"

"Gue anggap mereka gitu soalnya mereka mirip kadal." Teuku berkata, "Oke, lo berdua, enggak ada pilihan lagi, lo ikut bareng kita aja."

"Oh, goddammit. Mereka datang!" seru Temmy.

Beberapa Lizardian mulai bermunculan dari belakang Adly. Adly pun berlari mendekati Chris dan lainnya. Ia menghentikan langkahnya sambil berbalik menatap beberapa alien yang sedang melangkah mendekati mereka.

"Ya udah, harus perang sama mereka!"

Teuku membuka risleting tengah tas hitamnya. Ia mengambil sebuah pistol Colt Peacemaker setelah menyerahkan pistolnya yang sedang ia pegang sendiri pada Temmy. Ia juga mengambil dua buah pistol Colt Peacemaker untuk dipakai Chris dan Adly.

"Pakai. Lo butuh buat bertahan dari makhluk bullshit ginian."

Chris tanpa ragu mengambil pistol itu dari genggaman Teuku. Ia melihat senjata api tersebut lebih dekat. Ia berpikir tidak menyangka dirinya bisa memegang sebuah pistol di luar shooting range. Kemampuan yang ia dapat selama berlatih menembak dapat menjadi andalan demi bertahan hidup.

Lain halnya bagi Adly. Ia perlahan meraih pistol dari genggaman Teuku. Saat tersentuh bagian pegangan pistol itu, ia masih tidak percaya. Keraguan mulai memenuhi kepalanya, entah harus menggunakan pistol demi bertahan hidup atau tidak melakukan apa-apa.

"Whoa! Whoa! Whoa! Bro! Gue enggak mau berurusan sama senjata berbahaya kayak pistol gituan. Gue enggak suka megang senjata," ucap Deva, "terus, lo dapat darimana pistol-pistol itu?"

"I-ini ... jadi ini rasanya pertama kali megang pistol beneran. Enggak kayak ... di game," tanggap Adly melihat-lihat setiap sudut pistol pada genggamannya.

"Oke, ini peluru-pelurunya!" Teuku menunjukkan menyerahkan beberapa peluru terbungkus plastik kepada Chris, Adly, dan Temmy. "Kita tembak mereka sambil berlari mundur ke belakang. Mari kita bunuh para bajingan itu!"

"Lo dapat darimana peluru itu?" Deva kembali protes.

"Lo dari tadi banyak mulut!" tegur Teuku geram.

"Oke!" seru Chris mulai mengarahkan pistolnya pada salah satu Lizardian yang mulai mendekati mereka.

"Tu-tunggu du—" Adly sama sekali belum siap.

Chris menarik pelatuk pistolnya untuk menembak kepala Lizardian itu untuk memulai perang. Suara tembakan pun terdengar saat kepala Lizardian terkena peluru yang langsung membunuhnya.

Para Lizardian itu berlari mendekati mereka berlima, sementara Chris, Teuku, dan Temmy mulai menembak para Lizardian itu. Tembakan tersebut mengenai masing-masing bagian tubuh dari Lizardian, mulai dari kepala, perut, lengan, hingga kaki, meski tembakan-tembakan awal tidak mengenai sama sekali.

Darah segar mulai terciprat kemana-mana saat para Lizardian berhasil tertembak. Meski beberapa Lizardian terjatuh mati ke jalan aspal, hal itu tidak menghentikan mereka untuk memangsa kelima pemuda itu.

Chris, Teuku, dan Temmy terus menembak para Lizardian sambil melangkah berlari mundur dengan cepat, meskipun Adly harus rela menahan rasa sakit pada kaki kanannya hingga ia terjatuh.

"AH!" Adly terjatuh ke jalan aspal dari belakang.

"Adly!" seru Chris.

Secara refleks, ia mengarahkan pistol mengarah pada salah satu Lizardian yang berlari mengincar. Dilihatnya makhluk itu membuka mulut lebar memperlihatkan gerigi runcing, ingin segera menghantam sang mangsa.

Sekali lagi, refleksnya memicu telunjuk kanan menekan pelatuk pistol itu lima kali. Tiga peluru itu masuk ke dalam mulut Lizardian hingga roboh ke samping.

"Gu-gue ... baru aja nembak beneran kan?" Adly terheran sambil perlahan bangkit.

"Ayo! Mereka masih banyak!" Chris menyemangati Adly sambil menembak para Lizardian.

Saat peluru pistol masing-masing sudah kosong, mereka berempat segera memasukan peluru pistol masing-masing sebelum menembak kembali para Lizardian yang lapar akan daging mereka tanpa alasan jelas.

Suara tembakan peluru yang keras tentunya tidak menghentikan para Lizardian untuk memangsa kelima pemuda itu, meskipun beberapa dari mereka sudah mati tertembak hingga mengeluarkan darah pada tubuh mereka masing-masing. Beberapa Lizardian yang tertembak beberapa kali terjatuh di atas jalan aspal mati mengeluarkan darah yang banyak.

"Mereka kuat sekali!" seru Chris.

"Tapi jumlah mereka sudah ngurang!" seru Teuku sambil kembali menembak para Lizardian yang sudah berkurang dengan banyak.

Chris berbalik ke belakang dan kembali berlari lurus memandangi tanda sebuah komplek, ia bersiap untuk berbelok kiri. "Adly! Komplek lo udah deket! Kita ke sini dulu! Kita ke rumah Adly biar aman!"

"Ya udah," ucap Teuku. "Lagian, peluru kita enggak banyak buat ngebunuh para Lizardian ini. Sebaiknya kita cari tempat aman buat cari strategi baru."

Deva menambah, "Sekalian kita cari stok makanan, obat-obatan, dan peluru."

"Itu peluru kalau ada," ucap Teuku saat semuanya berhenti menembak, kecuali Temmy yang masih menembak para Lizardian yang jumlahnya semakin sedikit, kurang lebih lima Lizardian.

Kelima pemuda itu melangkah belok kiri memasuki komplek sambil berjalan lurus, tetapi Temmy juga sambil menatap ke belakang menembaki kelima Lizardian itu. Satu Lizardian berhasil ia tembak kepalanya hingga terjatuh.

"Kak Temmy, usahakan Kakak hemat pelurunya buat ngebunuh mereka!"

Temmy segera mengisi peluru pistolnya kembali. "Kakak usahain! Lagian kita enggak mungkin aman nyampe ke rumah Adly sampai ...." Ucapannya terpotong dengan raungan saat salah satu Lizardian berlari dengan cepat dan memegang kedua bahunya. "WHOA! WHOAAA!"

Teuku menekan pelatuk pistolnya untuk menembak kepala Lizardian yang sudah siap untuk melahap kepala Temmy. Lizardian itu tertembak dan terjatuh mati seketika.

"Oh, shit!" seru Temmy berbalik menatap Lizardian yang telah Teuku tembak.

"Aku bantu Kakak!" seru Teuku sambil menembaki keempat Lizardian yang mengejar mereka beberapa kali.

Teuku dan Temmy menembaki beberapa bagian tubuh keempat Lizardian itu, sementara Chris, Adly, dan Deva terus berlari menunjukkan jalan menuju rumah Adly. Mereka tentunya disambut oleh beberapa mayat manusia yang berserakan pada jalan depan beberapa rumah yang sudah terabaikan meskipun hanya sebentar. Mereka segera belok kanan saat Teuku dan Temmy berhasil menembak mati dua Lizardian. Tinggal dua Lizardian yang mengejar mereka.

Mereka berlima segera melewati sebuah jembatan yang menlintasi sebuah sungai menuju sebuah jalan perluasan perumahan. Terlihat beberapa mobil yang berhenti dengan salah satu pintu terbuka di depan masing-masing rumah. Ada juga beberapa mayat manusia yang tergeletak berdarah dan kehilangan beberapa anggota tubuh masing-masing, terutama pada kepala.

Deva tertegun menggelengkan kepala ketika menyaksikan beberapa mayat segar itu. "Seram banget!!"

"Kita hampir sampai!" Adly menunjuk sebuah rumah di sebelah kanan tepi perempatan jalan. "Kita belok kanan!"

"Sedikit lagi!!" seru Teuku menembak salah satu dari dua Lizardian.

Peluru yang ditembakkan peluru mengenai tepat pada perut satu Lizardian, dua tembakan lagi dia tewas. Temmy juga menembak Lizardian yang satunya lagi pada kepala hingga tewas mengeluarkan darah.

Temmy berkata, "Wow!!" Ia mengecek peluru pada pistol Colt Peacemaker yang dia pegang. "Peluru gue habis, Man."

Adly berjalan mendekati Temmy. "Pake pistol gue aja, Kak Temmy." Ia menyerahkan pistolnya pada Temmy saat mereka tiba di depan rumah berdinding cat krem, beratap hitam, berjendela dan berpintu cat coklat kayu, serta garasi berlantai abu-abu. Namun sebuah cipratan darah terlihat pada lantai garasi dan rumput taman. Pintu pun juga terbuka lebar.

"Ah!" Adly segera berlari memasuki rumahnya. Saat dia melewati pintu, tidak memedulikan rasa sakit pada kaki kanannya, dia terjatuh tepat di depan meja ruang tamu, badannya mengenai lantai yang sudah kotor dengan bercak darah.

"Adly!" Chris segera berlari menemui Adly untuk membantunya berdiri. Dia menarik lengan kanan Adly sambil menahan rasa sakit pada lengan kirinya.

Mereka berdua menatap sekeliling ruang tamu, mereka berdua kaget saat bercak darah itu merujuk pada genangan darah di dekat di karpet ruang keluarga di antara sofa coklat dan TV. Tubuh Adly mulai gemetaran saat menyaksikan genangan darah itu mencemari karpet hingga tidak lagi dapat bersih.

"Ah!" jerit Adly.

"Oh shit!" umpat Chris.