Dada Adly mulai terasa sesak bagaikan terbakar sehabis minum sebotol bir, napasnya tercekat, kepalanya seperti dipukul sebuah palu baja. Dia gemetaran menyaksikan genangan darah pada lantai mendekati karpet ruang depan. Kedua tangannya kembali gemetar saat Chris berlutut memandangi mayat wanita itu.
Teuku segera berlari memasuki ruang keluarga sebelum memandangi genangan darah yang rupanya belum terlalu kering, masih segar. Ia juga tidak kalah kaget dengan Chris dan Adly. Matanya melotot dan mulutnya terbuka lebar.
Teuku mengumpat, "Fuck …"
"Adly …," panggil Chris sambil membujuk Adly.
Adly segera bangkit dan berlari meskipun ia tahu kaki kanannya masih terasa sakit, ia menjerit memanggil kedua saudaranya. "Kak Rayhan! Tata! Kak Rayhan!! Tata!!" Ia berlari menuju setiap sudut ruangan.
"Adly, tunggu!" Chris bangkit dan segera mengejar Adly.
Adly tersandung ketika rasa sakit kembali menyerang kaki saat akan melewati pintu sebuah kamar tidur. "Kak Rayhan!! Tata!!" Lantai keramik menjadi korban pelampiasannya.
Chris menunduk dan membujuk Adly, "Adly,"
"Kak Rayhan!! Tata!!" Adly menjerit keras-keras.
"Adly, tenanglah." Chris berupaya untuk menenangkan Adly, ia menyentuh pundak Adly saat berlutut.
Adly tanpa sengaja menampar lengan kiri Chris. "Jangan sentuh gue!"
"Shit!" Chris memegang lengan kirinya saat rasa sakit kembali menusuk dirinya.
"Adly," Deva segera menemui Chris dan Adly.
"Jangan dekat-dekat gue! Kak Rayhan! Tata!! Fuck!!" Adly memukul lantai dengan keras dengan kepalan tangan kanannya, ia menggoyang-goyangkan tangannya saat rasa sakit yang keras menusuk ke tulang. "Shit!"
Teuku berkata, "Cih, makanya gue enggak percaya sama orang kayak tadi."
"Wow, para Lizardian itu memang asshole," ucap Temmy. "Mereka sampai-sampai membuat kekacauan seperti ini, di negara-negara lain kita enggak tahu bakal kayak gimana."
Teuku membalas, "Kalau kita sudah diserang para alien kayak Lizardian, jangan tanya yang lain, pasti mereka juga nyerang seluruh dunia. Seluruh dunia udah dikuasain sama alien-alien gila itu!"
"Rayhan! Tata! Mana mereka? Jangan bilang mereka udah mati, kan?" jerit Adly.
Chris segera berdiri dan membatu Adly berdiri. "Tenang dulu. Panik enggak nyelesaiin apa-apa. Kita masih enggak tahu di mana mereka. Yang jelas, kalau mereka enggak apa-apa, mereka masih hidup, mereka ikut ngungsi."
"Lo kenapa bisa yakin kayak gitu, Chris?" Adly tidak percaya.
Deva meletakkan kotak P3K di atas lantai. "Itu ngingetin gue, kita udah ketinggalan kalau kita mau benar-benar ngungsi. Tapi Teuku malah nolak mau ngungsi." Dia menatap Teuku. "Makasih banyak."
"Gue emang enggak bisa percaya sama siapa-siapa, Dev."
Deva membuka kotak P3K-nya dan mengambil sebuah kapas dan sebotol kecil obat merah, Dia tuangkan setetes obat merah pada kapas sebelum mendekatkannya pada luka kaki Adly.
"Dev, emangnya lo ini dokter?" Chris mengungkapkan pertanyaan konyol.
"Emang gue bawa P3K gue dokter? Bukan lah. Gue terpaksa kuliah di kedokteran, bokap gua ngotot ke gue jadi penerusnya. Ya udah, dia nyuruh gue jadi dokter kayak gini. Ya, mau enggak mau, gue harus jadi dokter sesuai keinginan bokap." Deva mengusap-usap luka kaki Adly perlahan menggunakan kapas.
"Ah!" Kaki Adly yang terluka bergerak tidak mampu menahan rasa sakit.
"Jangan gerak dong! Mau sembuh kagak?"
"Ya udah, kita istirahat dulu semalaman, asalkan ada satu orang yang ngawasin halaman depan, gantian. Kita gantian jaga kayak satpam biar para Lizardian itu kagak masuk," usul Teuku.
Chris agak keberatan. "Tapi kan nanti pintunya dikunci, jadi Lizardian enggak akan bisa masuk ke—"
"Oh ya, lo temannya Adly. Gue belum kenal siapa lo."
"Chris. Christian Oktavian."
"Chris, ya? Bisa aja Lizardian motherfucker itu memecahkan kaca jendela, kan? Jadi mau enggak mau kita gantian kagak tidur buat ngawasin mereka biar enggak masuk ke rumah ini." Teuku menatap seragam Chris yang penuh dengan noda darah. "Omong-omong, baju lo kotor banget sama darah."
"Gue cek kamar mandi dulu." Temmy melangkah menuju kamar mandi.
"Gue ikutan." Teuku berjalan mengikuti Temmy.
Kedua bersaudara itu memasuki kamar mandi berdinding keramik biru dengan shower berwarna putih tertempel di dinding depan mereka. Temmy mengecek shower dengan memutar kenop di samping kanan. Shower itu akhirnya mengeluarkan pancuran air lurus menuju lantai.
Temmy menyentuh air yang keluar dari shower. "Seenggaknya airnya masih hangat."
"Dan masih ada air," lanjut Teuku. "Kayaknya airnya enggak banyak di rumah ini."
"Gimana? Ada air?" Terdengar suara Deva.
"Yup." Teuku berjalan keluar dari kamar mandi itu. Namun, ia terhentak saat pintu itu tertutup. Ia menatap ke belakang. "Kak Temmy! Ngapain? Jangan mandi dulu!"
"Kata siapa mau mandi? Gue kebelet!"
"Cepetan kalau udah," pinta Teuku sebelum menemui kembali Chris, Adly, dan Deva.
Deva berkata pada Adly, "Kata gue, malam ini lo istirahat aja dulu, besok pasti kaki lo bakal baikan."
Adly mengangguk lesu. Ia hanya membaringkan diri pada sofa. Sangat lesu, kedua saudaranya telah menghilang entah kemana. Peristiwa semenjak para Lizardian menyerang sudah menimpa dirinya hingga menusuk hati.
"Mau sampai kapan lo terus murung kayak gitu?" Suara Teuku yang tegas sontak menubrukkan dinding di dalam hatinya. "Kita ini sedang dalam bencana. Kita hanya bisa terus maju."
Teuku berjalan membuka sebuah lemari makanan dekat kulkas di dapur, ia melihat-lihat beberapa bungkus makanan yang masih utuh di dalamnya. Ia memegang masing-masing makanan berbungkus satu per satu.
Teuku memotong, "Ada peluru?"
"Apa?"
"Nah, kita harus bawa persediaan makanan selama tiga hari. Kita juga harus bawa peluru cadangan juga. Lo punya peluru enggak di rumah?"
"Ya enggak lah, Teuku. Lagian, buat apa kalau enggak ada kejadian apa-apa yang membahayakan sebelum para alien ini—"
"Lizardian."
"Oke! Lizardian atau alien bullshit, terserah lo aja. Udah!"
Chris mengusulkan, "Udah, udah, mendingan kita nyiapin makanan buat besok, apa aja yang mau dibawa. Besok tinggal kita masukin ke dalam tas aja nih."
"Fine, Bro," ucap Teuku sebelum ia melepas kaos hitamnya. "Saatnya shower, mending kita bareng aja."
"Hah?" Chris heran.
"Enggak sampai telanjang bulat juga kali. Hemat air."
"Oke, gue paham, listrik mati, jadi enggak bisa mompa air." Deva segera melepas seragamnya dan kaos dalam putihnya. "Terus air hangatnya dapat dari?"
Chris menjawab sambil melepas seragam yang penuh dengan bercak darah itu, "Adly punya solar heater kok, mumpung masih ada matahari gini lah. Bentar lagi juga sore lah."
***
Masih berbaring di atas sofa, Adly memandangi notifikasi bahwa baterai ponselnya hanya tinggal dua puluh persen. Ketika dia menutup notifikasi tersebut, layar ponselnya menunjukkan beberapa file video. Dia memutar salah satu video untuk menontonnya.
Video itu berawal saat seorang gadis berambut hitam panjang dan bermata sipit masih terbaring baru bangun tidur. Kamera seakan-akan bergerak ketika sang gadis membuka mata, sadar akan sang perekam.
"Nah, ini dia si gadis ulang tahun!" seru Adly yang merekam video itu.
Terlihat juga kue yang sedang dibawakan oleh seseorang, namun tentunya bukan Adly, melainkan oleh seorang pemuda berambut hitam tegak ke atas. "Tata, bangun dong. Semangat dong. Masa ultah enggak semangat gitu sih?"
"Kak Rayhan."
"Ayo."
Adly dan Rayhan sama-sama menyanyi. "Selamat ulang tahun kami ucapkan …. Selamat panjang umur kita kan doakan …. Selamat sejahtera sehat Sentosa …. Selamat panjang umur dan bahagia."
Rayhan segera duduk di dekat Tata yang menutupi kepalanya dengan bantal merah.
Adly mengingatkan, "Kok enggak semangat gini sih? Ayo dong, semangat dong."
Rayhan yang sedang memegang kue ulang tahun tersebut mengajak Tata, "Ayo, tiup lilinnya, Tata. Bareng aja lah."
Tata berkata, "Tapi jangan share ke sosmed ya. Janji?"
"Woles!" seru Adly. "Rayhan,"
Adly dan Rayhan segera bernyanyi lagi. "Tiup lilinnya, tiup lilinnya. Tiup lilinnya sekarang juga. Sekarang juga …. Sekarang juga …."
"Tiup sama-sama yuk," kata Rayhan saat Tata menyingkirkan bantal merah itu.
"Udah deh. Tata aja yang tiup sendiri," ucap Tata cemberut.
Tata meniup lilin angka 15 berwarna merah yang di atas kue red velvet berhiaskan macaron warna-warni tersebut. Api kecil memancarkan warna oranye kemerahan akhirnya menyisakan sedikit asap setelah dia tiup.
"Yeah!!" seru Adly menggerakkan kamera kepada Tata dengan zoom.
"Tata bukan anak kecil lagi, jadi enggak usah gitu juga kali," ucap Tata. Adly dan Rayhan tertawa geli mendengar perkataan Tata.
"Adly," panggil Chris.
Adly menghentikan video itu saat Chris berjalan menghampirinya. "Ya?"
Chris yang sudah memakai celana cargo abu-abu dan tengah memegang dua helai kaos pun duduk di hadapan kakinya. "Gue tahu gimana perasaan lo. Gue tahu."
Pemuda oriental itu memukul pelan lutut kiri Adly, ingin memicu semangat. Memang, hari itu sangat buruk, benar-benar buruk.
"Kita bakal nemu Kak Rayhan sama Tata, kita cari mereka sampe ketemu sambil ngelawan para Lizardian itu."
"Bro, gue ... sebenarnya enggak yakin mereka masih hidup."
"Udah gue bilang, kan? Mungkin aja mereka udah ngungsi sama yang lainnya, bisa dibilang sih kita ketinggalan orang-orang yang mau ngungsi."
"Lo yakin kalau mereka masih hidup?"
Chris menambah, "Masih enggak tahu, tapi … baru teori gue, Bro." Ia bangkit untuk mendekati lemari pakaian. Dibukanya lemari pakaian itu. "Lo mau pakai baju yang mana nih, Adly? Gua udah ambilin."
Adly menjawab, "Yang biru tua, Bro."
Chris memberi kaos oblong biru tua itu pada Adly. Ia pun mengenakan kaos cokelat, satu lagi kaos pada genggamannya itu.
Adly bangkit dari sofanya dan menyerahkan kaos oblong biru tua pada Chris. Dari langkahnya menuju kamar mandi, tidak perlu diberitahu sama sekali, ia mengambil handuk di dekat pintu kamar mandi.
"Holy shit!" seru Teuku.
Chris segera berlari menuju ruang depan untuk menemui Teuku. Teuku tengah memandang ke arah jendela depan sambil mengunci pintu depan. Chris menghentikan langkahnya saat dia memandang seorang wanita ditangkap oleh salah satu Lizardian sebelum menjadi santapan mentah. Lizardian tersebut menjatuhkan wanita yang menjerit histeris dan keras.
Chris segera spontan berkata, "Ini enggak bisa dibiarin tuh si Lizardian!" Dia mengambil satu dari empat pistol di meja ruang tamu.
Teuku menahan Chris. "Jangan! Udah telat kita nolongin dia! Emangnya lo mau kalau Lizardian itu masuk ke sini dan ngebunuh kita semua?"
Chris pun terdiam saat kembali memandangi wanita tersebut sedang digigit dengan keras dari punggungnya hingga tewas seketika. Air muka Chris mulai memanas melihat hal itu. Lizardian itu pun berjalan kembali setelah menyantap daging wanita yang segar itu.
Chris teringat sesuatu saat ia kembali menatap Teuku. "Teuku,"
"Apa?"
"Lo kenapa enggak ikutan ngungsi sama yang lain? Enggak kayak gue sama Adly yang ketinggalan."
Teuku mengepalkan kedua tangannya. "Gue udah bilang, lo udah lihat, gue enggak bisa percaya mereka,"
"Maksud lo?" Chris heran.
Teuku berkata lagi, "Mereka bohong tentang segalanya, mereka bohong sama para pengungsi. Gue …," Ia terlihat ragu. "Susah ngejelasinnya, seenggaknya gue udah nyelamatin lo dari si TNI bajingan itu. Itu salah satu tanda-tandanya."
Chris tetap saja melongo kebingungan, mukanya datar. Dia tidak mengerti apa yang sedang dijelaskan Teuku saat itu. Dia menyentuh dagunya dengan telunjuk dan jempolnya, gaya detektif.
"Jadi maksud lo yang bukan cuma Lizardian ancaman kita itu—"
Sebuah suara kunyahan gigi mengagetkan Chris dan Teuku. Mereka berdua berbalik. Mereka kaget bahwa Deva sudah berdiri di belakang mereka sambil memakan sebungkus keripik kentang rasa barbeque.
"Apa? Gue lapar," tutur Deva sebelum menawarkan Chris dan Teuku. "Mau enggak?"
"Lo gigit keras-keras banget!" Teuku protes.
"Lo pada belum makan, kan?" tanya Deva.
Teuku protes, "Ya, enggak lah! Itu makanan buat besok ko."
"Gue nanti aja makannya, Bro," ucap Chris.
Chris menyimpan pistol pada genggaman di atas meja sambil mengepal tangan kirinya. "Teuku, apapun yang terjadi, gua tetap bakal ngebunuh para Lizardian. Kita bakal nyelamatin dunia dari para Lizardian brengsek itu, dude. Kita pasti bisa." Dia mengambil sebuah keripik dari bungkus yang dipegang Deva sambil menatap Teuku.
Deva berteriak, "Woi!"
Teuku juga berkata, "Tapi kan, gue udah bilang kalau bukan cuma Lizardian doang yang jadi ancamannya. By the way, kita bersihin aja ini darah?"
Deva menggelembungkan mulut begitu melihat bekas genangan darah di ruang depan sambil mengunyah keripik kentangnya, seakan-akan dia ingin mengeluarkannya. Sebuah keputusan bodoh ketika memakan sesuatu sambil melihat genangan darah segar di lantai sudah mulai mengering.
***
"Tadi malam untung aja para Lizardian itu enggak ke sini, meski pada ngelihat ke jendela, untung aja secara enggak langsung Lizardian itu enggak natap gue," ucap Teuku.
"Lo ngomong pake bahasa yang kita ngerti lah," balas Deva.
"Apa hubungannya coba?"
Mereka berlima tengah memasukkan beberapa makanan darurat yang telah mereka keluarkan dari lemari pada hari sebelumnya ke dalam tas masing-masing, kecuali Temmy, yang tengah mengawasi gerak-gerik para Lizardian yang berjalan kesana-kemari di halaman depan.
Deva berkata saat dia memakai tas punggungnya, "Ah! Penuh banget sama alat-alat darurat nih. Sama jangan banyak-banyak bawa makanannya, yang perlu aja buat tiga hari."
Adly kebingungan memilih makanan yang harus dibawa. "Gue bingung harus bawa apa aja, Kang. Soalnya semuanya penting banget, man."
"Udah jelas air sama beras harus dibawa," ucap Teuku sambil memasukkan tiga botol air minum dan satu bungkus kecil beras. "Seenggaknya cukup buat tiga hari."
"Tapi kayaknya bakal kurang nih," ucap Deva sambil membuka bungkus energy bar coklat dan kacang, ia memakan energy bar itu. "Soalnya kebanyakan enggak cocok buat darurat, seenggaknya ada mie instan yang banyak, tapi kita enggak boleh kebanyakan makan mie. Ada juga energy bar kayak gini sama kacang, tapi cuma dikit. Enggak ada makanan kaleng sama sekali."
"Enggak mungkin lah kita perang kebanyakan makan kalori," ucap Teuku saat dia menutup risleting tasnya.
Chris dan Adly segera membereskan beberapa makanan yang tidak penting untuk makanan darurat dan tidak perlu mereka bawa ke dalam lemari setelah menutup risleting tas mereka.
"Chris, Adly, udah ngambil pistol belum?" tanya Teuku. Chris dan Adly menjawab dengan mengeluarkan pistol mereka dari saku celana masing-masing. Teuku pun menyuruh lagi, "Lo pegang aja pistolnya." Teuku segera mengeluarkan pistolnya dari saku celana "Kak Temmy." Dia melemparnya ke arah Temmy.
Temmy mengangkap pistol itu sambil heran. "Teuku, kenapa kamu—"
"Gue bakal cari senjata baru."
Chris memberi usul. "Bro, gini aja, kita tetap aja harus barengan, kalau enggak kita mencar, gue sama Temmy ngawal Deva buat cari obat-obatan. Lo sama Adly cari senjata."
"Satu lagi, peluru kita terbatas banget, jangan kebanyakan menembak para Lizardian itu," tambah Teuku.
Temmy memandang bahwa salah satu Lizardian memandanginya secara langsung. "Fuck!"
Temmy segera menembak kepala Lizardian yang berlari menatapnya itu hingga mati. Suara tembakan tersebut tentu saja keras. Tembakan Temmy juga membuat kaca rumah depan Adly pecah berkeping-keping.
"Holy shit, Kak! Kakak ngapain! Kakak mau mancing Lizardian ke sini?!" teriak Teuku berdiri.
"Enggak, kakak kaget pas ngelihat dia kemari. Kakak kira …," Temmy menjawab.
"Apa boleh buat! Kita pergi sekarang!" ujar Teuku
Teuku berlari menuju ruang depan untuk membuka pintu dengan lebar, menimbulkan suara hentakan. Mereka berlima berlari meninggalkan rumah tersebut. Ketika kedua kaki mereka telah menginjak jalan aspal, beberapa Lizardian telah berdatangan dari dua sisi.
"Apa yang harus kita …," seru Adly.
"BERPENCAR!!" teriak Teuku sebelum mereka berlima berpencar sesuai dengan perintah. Chris, Temmy, dan Deva berlari belok kanan, sedangkan Teuku dan Adly belok kiri.
Chris dan Temmy mulai menembak para Lizardian yang masing-masing menghadang dan berlari mengincar mereka sebagai mangsa hingga mati. Mereka berdua masing-masing kebanyakan menembak ke arah kepala para Lizardian. Setiap Lizardian yang tertembak terjatuh mati mengeluarkan darah yang banyak.
Adly dan Teuku segera berlari mencari rumah yang terbuka pintunya. Adly tetap saja menembak setiap Lizardian yang menghadang mereka dengan cepat, bahkan ada salah satu Lizardian yang hampir mendekati Teuku dari belakang, Adly dengan cepat menembak kepala Lizardian itu hingga mati.
Teuku tercengang. "Fucking Shit! Lo ngapain!?"
"Gue nyelamatin hidup lo, kayak lo lakuin kemarin."
"Fine."
Teuku menatap ke kanan bahwa sebuah Lizardian berjalan keluar dari sebuah rumah berdinding coklat. Lizardian itu segera berlari dengan cepat ke arah mereka sambil meraung dengan keras. Adly tak tinggal diam saat Lizardian itu tiba di sisi kanan mereka, dia menembak Lizardian itu pada kepala dan leher, dua kali, hingga terjatuh mati di hadapan mereka.
"Teuku," Adly menunjuk pintu rumah itu yang terbuka. "Mungkin aja ada sesuatu yang bisa kita ambil. Lumayan lah kalau ada senjata atau peluru."
Teuku mengangguk. "Kita masuk aja." Dia berjalan terlebih dahulu.
Adly menyusul Teuku. "Teuku, gue yang bawa senjata, jadi gue duluan."
Kedua pemuda itu segera memasuki halaman rumah berdinding coklat itu. Adly berjalan memimpin sambil mengarahkan pistolnya, dia melihat sekeliling, garasi pun kosong, tak ada kendaraan bermotor sama sekali.
"Aman!" seru Adly.
Mereka berdua segera memasuki ruang depan yang penuh dengan mayat yang sudah mulai membusuk akibat dimakan para Lizardian, darah juga terlihat pada setiap dinding ruangan depan. Begitu juga dengan setiap beling pecah berserakan di lantai sampai-sampai terinjak oleh sepatu.
"Shit, beling-beling ini ngeganggu, bisa aja para Lizardian ke sini lagi!" keluh Teuku.
Adly mengarahkan pistolnya ke arah ruang keluarga rumah itu. "Aman!"
Mereka melihat samping kanan saat memasuki ruang keluarga, seorang wanita yang kepalanya tertembak tergeletak di depan TV yang pecah berantakan beserta beberapa barang yang terpecah-belah.
Teuku melangkah mendekati lemari dekat TV dan mulai mengutak-atik untuk menemukan sesuatu, ia membuka setiap pintu lemari dengan keras, lalu menutupnya lagi.
"Lo nemu sesuatu?"
"Enggak." Teuku menggeleng kembali menemui Adly.
Adly menatap sebuah meja makan kaca yang pecah berkeping-keping di lantai beserta makanan-makanan dan piring-piring yang berserakan.
Adly dan Teuku segera melewati ruang makan itu dengan menginjak beberapa pecahan kaca dan makanan yang terbuang sia-sia. Teuku pun terhenti saat dia menatap ke kiri saat Adly melangkah menuju dapur.
"Adly, sini," seru Teuku.
Adly segera melangkah kembali dan menatap apa yang dilihat Teuku. Dua buah tangga, satunya ke lantai bawah tanah, satunya lagi ke lantai atas.
Adly heran. "Aneh banget, tumben ada rumah yang ada lantai basement."
Tanpa ragu lagi, Teuku segera melangkahi tangga bawah tanah. Adly pun kaget.
"Teuku, lo ngapain?" Adly heran.
"Ya cari sesuatu yang bisa dijadiin senjata lah, atau enggak peluru."
"Kenapa enggak cari aja di lantai atas dulu?"
Teuku dengan spontan menjawab sambil menuruni tangga, "C'mon, Bro. Pasti kalau lantai bawah tanah ada sesuatu yang berharga dan bisa kita ambil, kan?"
Adly mengikuti Teuku. "Ayolah, ini kan bukan game!"
"Jangan banyak protes! Lo ikutin aja!" ucap Teuku saat mereka mendarat di lantai bawah tanah.
Adly mengikuti Teuku sambil melihat sekeliling dan mengarahkan pistolnya, dia tidak melihat satu Lizardian pun, ia hanya melihat sebuah mayat seorang kakek yang sedang duduk di kursi dekat tangga.
Teuku melihat-lihat sekitar ruangan, dinding dan lantai abu-abu monoton, saat dia menatap ke kiri, dia memandang sebuah meja kayu coklat berbentuk trapesium di hadapannya. Dia berjalan mendekati meja.
Teuku menyentuh meja kayu coklat berbentuk trapesium itu dengan telunjuknya, kaki kanannya tanpa sengaja menginjak sesuatu. Dia menunduk memandangi bahwa dia telah menginjak sebuah gergaji mesin.
Adly bertutur, "Kayaknya kakek ini tukang kayu, udah kelihatan banget ruangan ini buat apa."
Adly kaget saat menatap Teuku mengambil dan menyalakan sebuah gergaji mesin yang baru saja diambilnya. Suara gergaji mesin sangat keras seperti suara sebuah sepeda motor yang mengebut atau sebuah blender yang menghaluskan bahan dengan cepat. Teuku segera mengetes dengan memotong meja dengan gergaji mesin yang baru didapatkannya. Dia memotong sedikit bagian tengah meja.
"Holy shit!" seru Teuku.
"Lo nemu itu?"
"Yup, bisa dijadiin senjata."
Adly menggelengkan kepala. "Gue enggak setuju. Barang itu bahaya banget lah. Harusnya kita cari peluru atau apapun buat senjata, tapi jangan gergaji juga, man."
"Siapa bilang gue bakal bawa ini buat selamanya," ucap Teuku.
"Udah, Bro. Mending kita cari di lantai—" Adly segera berjalan menuju tangga kembali, namun satu Lizardian berlari turun mengincar dirinya. "Anjing!!" Dia berlari sambil menembak Lizardian yang melompat ke hadapannya itu.
Adly berbelok kanan menemui Teuku saat Lizardian itu terkena tembakannya, namun tidak mematikannya. Adly menarik pelatuk pistolnya sekali lagi ke arah Lizardian itu, namun pelurunya tidak keluar sama sekali.
Lizardian itu berlari cepat memburu Adly dan Teuku, namun Teuku dengan cepat melaju memotong tubuh Lizardian itu menjadi dua dengan gergaji mesin yang diambilnya itu. Tubuh Lizardian yang dibetasnya terbelah menjadi dua mengeluarkan cipratan darah ke lantai dan terjatuh.
"Udah enggak aman!" teriak Teuku berlari melewati tangga. "Adly, ini mungkin aja jebakan! Lari!"
"Tapi peluru gua habis!" Adly mengikuti Teuku.
"Lupain peluru lo! Kita pasti cari lagi!" Langkah Teuku terhenti saat tiga Lizardian muncul di hadapan mereka. "Lo pasti bercanda!"
Ketiga Lizardian itu segera berlari mengincar Adly dan Teuku sambil meraung dengan keras. Teuku menebas ketiga Lizardian yang menghalangi mereka dengan gergaji mesinnya. Semua Lizardian itu terbelah mengeluarkan cipratan darah menuju lantai tangga dan dinding, juga pakaian Adly dan Teuku. Pakaian mereka berdua kini bercipratan darah.
"Baju gue!" teriak Adly saat melihat bajunya ternoda oleh cipratan darah.
"C'mon, dude!"
Teuku dan Adly segera melewati tangga tersebut sebelum belok kanan untuk segera dari rumah itu. "Udah bahaya, man!"
"Kita cari Chris sama yang lain, man!" seru Adly saat mereka berlari keluar dari rumah itu.
***
Chris, Deva, dan Temmy memasuki sebuah rumah berdinding putih yang sudah terkelupas itu. Deva menghentikan langkahnya saat Chris dan Temmy melangkah melewati pintu masuk.
Chris menatap balik Deva. "Kang, kenapa?"
"Enggak, cuman perasaan gue enggak enak."
Temmy membantah, "Ah, kita cuman ngincar barang-barang yang bisa dijadiin senjata lah! Yang penting kita nemu pistol sama peluru, itu doang." Dia melewati ruang tamu yang sudah hancur berantakan itu dan memasuki sebuah ruangan sebelah kiri.
Chris berhenti dan mengangkat tangan kanan ketika sebuah tangisan bayi terdengar nyaring menuju telinga. "Kang, ada bayi di sini. Kayaknya cuman dia doang yang selamat."
"Lo mau nyelamatin bayi itu?! Lo gila?!" ucap Deva.
"Dia masih lemah kalau dia berhadapan sama Lizardian! Ya udah, gue cari bayinya."
Chris melangkah sambil mengarahkan pistolnya dan mengikuti suara tangisan bayi melewati sebuah ruang makan yang sudah hancur lebur itu. Dia tetap berjalan lurus saat tangisan bayi yang terdengar semakin keras.
"Dia ada di ruangan itu." Chris menunjuk pintu ruangan depan pada Deva.
"Damn, bayi suka ngerepotin aja." keluh Deva mengikuti Chris.
Chris dan Deva memasuki ruangan yang merupakan ruangan bayi, mainan-mainan di langit-langit ruangan sudah terlihat rusak, beberapa furnitur perlengkapan bayi juga hancur berantakan. Chris mengarahkan pistolnya pada jendela yang pecah di depannya. Setelah memastikan aman, mereka berdua segera menghampiri tempat tidur bayi di sudut kiri ruangan.
Chris dan Deva secara perlahan-lahan mendekati tempat tidur bayi itu, mereka berjalan diam-diam hingga mereka melihat wajah dari bayi itu. Wajah bayi itu tentunya mengagetkan mereka berdua. Bukan tangisan bayi yang terdengar, melainkan suara raungan seperti Lizardian yang terdengar dari bayi itu. Bayi itu ternyata adalah sebuah bayi Lizardian! Bayi bermata hitam pekat besar dan berbadan mirip manusia dengan kulit hijau bersisik itu melompat sambil meraung keras.
Chris dan Deva segera menghindar mendekati pintu kamar saat bayi Lizardian kembali meraung dengan keras di balik lemari sudut kanan. Tangan Chris mulai gemetar saat mengarahkan pistolnya menuju tempat tidur bayi.
"Cepatan tembak," suruh Deva.
Chris menolak, "Enggak bisa, man!"
"Lo yang pegang pistol, Chris."
"Lo aja."
"Enak aja! Gue enggak mau berurusan dengan pistol, Chris! Lo bunuh aja itu—"
Bayi Lizardian itu kembali melompat membuka mulut bergerigi setara dengan Lizardian dewasa mengincar Chris dan Deva sebagai mangsa. Chris dan Deva segera mempercepat langkah mundur mendekati pintu depan rumah.
"Shit!" teriak Deva. "Emangnya ada bayi kayak gini!"
Chris dan Deva keluar dari rumah itu dan kejaran bayi Lizardian yang ganas. Chris menutup pintu rapat dan menimbulkan bunyi keras ketika bayi Lizardian melompat keluar akan menghantam mereka. Kepala bayi Lizardian terhantam pintu yang telah ditutup berkali-kali saat dia gagal memangsa Chris dan Deva.
Suara raungan bayi Lizardian terdengar sangat keras saat Chris menarik gagang pintu dengan keras sambil terkejut. Pada saat yang sama, Adly dan Teuku tiba menemui Deva yang mulai panik.
"Ada apa?" tanya Adly.
"Kak Temmy mana?" tambah Teuku.
"Bayi … ternyata Lizardian …," jawab Deva panik.
Chris berteriak, "Temmy masih ada di sana!" Dia memukul pintu.
Teuku bereaksi menjatuhkan gergaji mesinnya dan mendorong Chris pada pintu itu dengan geram. "Lo! Lo ninggalin Kak Temmy!"
Adly membidik pistolnya ke arah Teuku. "Lepasin dia."
"Lo tahu kalau peluru lo kosong."
"Emang. Untung aja gue bisa mukul kepala lo pakai ini!" ancam Adly.
Teuku mendorong kembali Chris pada pintu dan berbalik mengambil gergaji mesinnya, dia menjerit melampiaskan emosinya setelah kakaknya terkurung di rumah itu.
"Tenang kek. Kakak lo masih megang pistolnya," tegur Adly.
"Gimana dia tahu kalau ada Lizardian macam kayak gitu!" Teuku membalas.
"Bakal kebunuh sama dia kok," jawab Deva singkat. "Lagian dia masih megang pistol, jadi gampang bagi dia mah."
***
Temmy membuka setiap lemari di dalam sebuah kamar yang sudah hancur berantakan, dia tidak menemukan sesuatu yang bisa dijadikan senjata, melainkan beberapa dokumen yang sudah tidak penting. Temmy segera melangkah keluar dari ruangan sambil mengarahkan pistolnya.
Sekali lagi, dia mendengar suara tangisan bayi yang keras itu. Saat dia keluar dari sebuah kamar, dia mencari bayi yang menangis dengan keras itu di sekitar ruang tamu. Dia memandang ke kiri pada meja makan sambil berjalan mendekatinya.
Semakin dekat dengan meja makan, semakin terdengar suara tangisan bayi. Temmy segera merunduk memandang bayi itu. Bayi itu berhenti menangis dan meraung dengan keras, mengagetkan dirinya. Dia tercengang ketika menatap wajah bayi itu.
Temmy segera berlari mundur bangkit, tetapi secara tiba-tiba satu Lizardian melompati meja makan di hadapannya. Entah mengapa, dia tidak tahu darimana Lizardian itu berasal. Lizardian itu mampu menjatuhkan Temmy ke lantai tanpa berkutik sedikitpun hingga menjatuhkan pistolnya.
Bayi Lizardian itu melompat dan menggigit tangan kiri Temmy. Temmy menjerit keras kesakitan, Lizardian yang menaklukkannya akhirnya menggigit keras lehernya. Temmy masih menjerit hingga kehilangan napasnya.
Suara jeritan Temmy terdengar oleh Chris. Dengan cepat, dia mendobrak pintu dengan keras menatapi sebuah Lizardian dan bayinya tengah melahap tubuh Temmy.
Teuku segera menatap kakaknya yang sudah berdarah dengan hebatnya tengah menjadi santapan Lizardian. "Kak Temmy!!"
Chris tanpa ragu lagi mengarahkan pistolnya menuju sebuah Lizardian yang tengah melahap leher Temmy. Dia menembak kepala Lizardian itu beberapa kali tanpa ampun hingga mati memuncratkan darah di dekat mayat Temmy.
Bayi Lizardian itu pun tak tinggal diam, dia melompat lincah siap untuk memangsa Chris dengan membuka mulutnya. Namun Teuku segera berlari menyalakan gergaji mesinnya untuk memengal kepala bayi itu. Teuku tepat sasaran menyembelih kepala bayi Lizardian yang bercipratan darah pada dirinya. Kepala dan badan bayi Lizardian itu jatuh terpisah di lantai halaman depan rumah itu memuncratkan darah yang masih segar dan lebih banyak.
Keempat pemuda itu benar-benar tidak menyangka hal mengejutkan seperti bayi Lizardian bisa memburu dan memangsa manusia dengan sadis seperti induknya. Adly memandang mayat bayi Lizardian dan seluruh rumah penuh dengan cipratan darah segar dengan rasa takut dan tidak percaya, sedangkan bagi Chris, hal ini sungguh tidak masuk akal.
Teuku segera berlari menemui Temmy yang sudah berdarah dengan hebatnya. Dia berlutut untuk mengecek detak jantung Temmy dengan menekan urat nadi pergelangan tangan kanannya. Ia tidak merasakan detak jantung kakaknya lagi, meski dia tahu dalam keadaan itu sang kakak tewas akibat menjadi korban Lizardian.
"Anjing …," ucap Teuku sambil menjatuhkan gergaji mesinnya dan mulai mengeluarkan air matanya.
Chris, Adly, dan Deva segera berjalan menemui Teuku yang tengah menangisi kematian kakaknya.
"Teuku," panggil Chris.
Teuku segera bangkit dan menghapus air mata di wajahnya. "Kita langsung pergi dari sini. Kita cari makanan, obat-obatan, dan senjata, serta peluru."
"Teuku, lo enggak apa-apa?" tanya Deva.
Adly bertanya, "Terus, habis kita nemu makanan sama senjata, kita mau ke mana?"
Teuku menjawab sebelum berjalan keluar dari rumah itu, "Paling masuk akal, ya ke Jakarta"
Chris menatapi mayat Temmy sambil mengepalkan kedua tangannya. "Temmy, gue bakal balas dendam lo."
"Chris, lo …," ucap Adly.
"Gue bakal ngebunuh semua Lizardian itu! Gue mau ngebalasin perbuatan para Lizardian itu, Adly." Chris dengan keras bersumpah.
Teuku mengangguk. "Gue setuju. Tapi pertama, kita ke Jakarta. Masuk akal para pengungsi pada ke sana semua biar aman. Ada pemerintah juga di sana, ya enggak tahu juga gimana nasib pemerintah."
***
"BANGUN!! CEPAT!! BANGUN!!" teriak seseorang yang memukul dinding besi berwarna hijau yang mengagetkan semua orang duduk tertidur lelap.
"CEPAT BANGUN, ANJING!" teriak seseorang lagi.
Para penumpang di dalam beberapa truk militer kebanyakan adalah remaja dan anak-anak, begitu juga dengan mahasiswa. Para penumpang secara tertekan segera turun dan keluar dari ruangan yang tak lain adalah mobil truk TNI.
Tata yang duduk paling ujung kiri mulai berlinang airmata. "Kenapa sih jadi gini, Kak Rayhan? Katanya kita mau ngungsi, tapi—"
Rayhan yang duduk di samping gadis itu berkata, "Kakak juga enggak tahu, Tata." Ia mengepalkan tangan kanannya sambil berbisik. "Apa yang terjadi?"