Chereads / Rendang Daging Manusia / Chapter 2 - 1. Yippy, makan enak

Chapter 2 - 1. Yippy, makan enak

"Eh! Ada Bu Ningsih, mau belanja."

"Iya ibu-ibu, mau beli tempe sama sayur bayam."

"Perasaan tempe sama sayur bayam Mulu! Beli daging Bu sekali-kali biar ada vitamin nya. Hehehe..."

"Iya Bu. Rezekinya belum cukup buat beli daging."

"Upss.. maaf deh lupa kalau situ orang susah!"

Ucap Bu Rahma, tetangga terjulid yang pernah ku kenal.

Beginilah percakapan ku dengan para tetangga, hampir setiap hari! Selalu di hina karena cuma mampu membeli tempe dan sayur bayam. Siapa sih yang gak mau makan daging, ayam, ikan. Semua orang pengen makanan enak! Namun apalah dayaku yang cuma mampu membeli bayam dan tempe!

Hidup di kota serba susah! Apa-apa kudu beli. Semua juga serba mahal, di kampung bayam tinggal metik di kebun! Kalau di kota bayam 1 ikat 5000 rupiah. Intinya harus pinter-pinter ngatur pengeluaran, terlebih seperti ku! Suami ku hanya kerja serabutan.

Sudah 3 tahun kami merantau ke kota, niat nya ingin merubah nasib! Namun ternyata hidup di kota tidak seindah yang dibayangkan.

"10 ribu kan mang! Nih uangnya. Kalau begitu saya permisi dulu ya ibu-ibu," ucapku mengabaikan mereka yang masih saja menertawakan ku.

"Sudah hafal dia, setiap belanja cuma 10 ribu. Makanan ART ku saja lebih mewah,"

"Kasian ya! Pantas saja anak nya kurus, wong makanan nya seperti itu setiap hari."

"Ya wajarlah! Suaminya cuma kuli, kadang juga nganggur."

Samar-samar aku masih mendengar ucapan mereka, aku terus melangkahkan kakiku' linangan air mataku sudah jatuh tanpa permisi!

Aku selalu rapuh kalau menyangkut anak-anak ku! Aku tau anak-anak ku kekurangan gizi, tapi itu juga bukan kemauan ku.

"Ibu sudah pulang, Dino laper Bu." Rengek putraku saat melihatku pulang.

"Iya sayang, sebentar ya ibu masak sayur nya dulu! Kamu main sama mbak dulu ya," jawabku sambil menyeka sisa air mataku, anakku gak boleh tau aku rapuh!

"Sudah pulang Ning, maaf ya gara-gara aku telat bawa uang kalian harus menahan lapar sampai siang begini." Ucap mas Anton.

"Ya sudah gak apa-apa mas, yang penting hari ini kita bisa makan," jawabku sambil tersenyum.

Gegas aku memasak sayur bayam dan juga tempe goreng. Ini sudah jam 11 siang, kasihan anak-anak pasti sudah kelaparan! Dari pagi belum ada apapun yang kami makan.

Hanya butuh waktu kurang lebih 20 menit, makanan sudah tersaji di atas tikar plastik rumah kami. Kami makan dalam diam! Menikmati makanan terenak yang hampir setiap hari kami makan, intinya bersyukur masih bisa makan!

Setelah selesai makan, aku membereskan piring kotor dan segera mencuci nya.

Kulihat mas Anton duduk di depan rumah sambil menikmati sebatang rokok lintingan nya sendiri.

"Anak-anak mana mas," tanya ku menghampiri nya.

"Mungkin lagi main di luar Ning, biarkan saja." Jawabnya sambil menghembuskan asap rokok nya ke udara.

"Sini duduk! Temani mas mau ngomong sebentar," ucap nya saat melihatku hendak mencari anak-anak. Aku takut saja mereka akan di hina di luar sana, karena memang selalu nya begitu.

"Ada apa mas," aku duduk di samping mas Anton.

"Mas rasa kita kembali saja ke kampung, kehidupan di kota ini sangat sulit." Ucapnya.

"Ya tapi bagaimana ongkos nya mas, makan saja kita masih kesusahan,"

"Mas ada pekerjaan 2 Minggu ke luar kota, sore ini mas berangkat! Nanti uang nya kita pakai saja buat ongkos, gimana?"

"Boleh tuh mas, aku juga pengen nya pulang kampung! Kalau begitu aku siapin dulu keperluan kamu selama di luar kota," ucapku sambil beranjak menyiapkan pakaian mas Anton.

"Tapi mas bingung, bagaimana mas bisa pergi sementara di rumah mas tidak bisa meninggalkan bekal untuk kalian. Bos yang satu ini tidak memberikan kasbon, semua di bayar saat sudah selesai," ucap mas Anton yang mengikuti ku.

Sejenak aku juga berfikir, bagaimana untuk makan sehari-hari. Aku sudah mencari pekerjaan tapi tidak ada yang mau menerima ku. Kulihat seisi rumah' tidak ada yang berharga yang kiranya bisa ku jual.

Ah ya! Tabung gas, selama ini juga tidak terpakai karena gak mampu beli gas nya! Selama ini juga aku bisa masak pakai tungku.

"Biar ku jual saja tabung gas nya mas, pangkalan depan gang mau membelinya seharga 150 ribu. Nanti uang nya bisa untuk pegangan kami," jawabku .

"Ah syukurlah, kalau begitu aku bisa tenang." Ucapnya sambil menghela nafas panjang.

"Kalau begitu, mas pergi ke rumah teman mas dulu! Mau nanya jam berapa kami berangkat."

"Iya mas, hati-hati." Jawabku.

Setelah mas Anton pergi, aku menyelesaikan menyusun pakaian nya ke dalam tas ransel yang biasa di bawa nya.

"Sudah beres, sekarang aku ke pangkalan dulu deh buat jual tabung gas nya! Sekalian nyari anak-anak," gumamku.

Akupun mengambil tabung gas dan membawa nya keluar.

"Huhuhu.. ibu, ibu. Hiks hiks.." spontan aku berlari Mendengar suara Dino menangis.

"Ada apa nak, kenapa kamu menangis?" Tanyaku sambil memeluk tubuhnya yang bergetar.

"Rangga mengejek ku Bu, mbak Mel masih di lapangan bertengkar dengan Rangga karena membela ku. Hiks.." ucap nya.

"Ya sudah kamu masuk dulu ya! Ibu mau jemput mbak Mel dulu." Setelah memastikan Dino masuk, aku segera ke lapangan tempat dimana biasa anak-anak bermain.

Sembari menenteng tabung gas di tanganku, dari kejauhan dapat kulihat 2 orang anak sedang berkelahi. Itu pasti Melinda dan Rangga!

Kulihat Melinda, putriku yang berusia 7 tahun sedang berkelahi dengan seorang anak laki-laki berbadan gendut, usianya mungkin sekitar 8 tahunan.

"Ada apa ini! Hentikan!" Teriak ku. Mereka menoleh padaku, namun detik berikutnya mereka kembali bergulat. Entah apa masalah yang sedang mereka perdebatkan.

"Mel, sudah nak! Ada apa sebenarnya," ucapku sambil menarik tubuhnya dari genggaman anak laki-laki itu.

"Dia mengejekku dan juga Dino Bu! Dia mengatakan kita orang miskin, tidak sekolah! Tidak pernah makan ayam dan daging!" Ucap anakku dengan dada yang naik turun karena ngos-ngosan usai pertengkaran mereka.

"Memang betul kan, kalian orang miskin! Makanan selalu bayam sama tempe! Kau saja tidak sekolah sudah 7 tahun, karena orang tuamu gak mampu!" Ucap Rangga.

Ini anak apa tidak di didik orang tua nya? Batinku.

"Kamu gak boleh bicara seperti itu, buat apa kamu sekolah tapi tidak punya sopan santun! Apa orang tua mu juga tidak mengajarimu berbicara yang baik," ucapku.

"Mama Rahma yang mengatakan kalian orang miskin harus di hina! Buat apa di hargai, kalian memang keluarga miskin!" Teriak nya.

Pantas saja kelakuan nya urakan seperti ini, ternyata anaknya Bu Rahma!

"Mau kaya dan miskin, di mata tuhan tetap sama!" Ucapku mencoba memberi wejangan.

"Sekarang kalian saling minta maaf ya! Gak baik bertengkar begitu." Bujukku.

Aku menarik tangan Melinda dan mengulurkan nya ke depan Rangga, berharap ia menjabat tangan putriku dan saling memaafkan.

"Cih! Gak Sudi pengang tangan orang miskin, alergi," ucapnya sambil meludahi tangan Melinda. Aku yang mencoba sabar menghadapi nya sedari tadi pun mulai tersulut emosi. Sudah di baik-baikin malah melunjak!

"Ya sudah kalau begitu kamu pulang saja ya Mel, jagain Dino! Ibu mau jual tabung gas ini dulu." Ucapku, Melinda mengangguk dan segera pergi.

Aku melihat suasana lapangan sepi, hanya ada aku dan bocah sialan ini. Wajahnya tampak tersenyum padaku, senyum mengejek!

"Cih! Dasar orang miskin, mau makan aja kudu jual tabung gas dulu! Habis itu mungkin anak nya yang di jual, atau mungkin saja anak nya yang di masak dan di makan. Hahahhahah," ucapnya sembari tertawa terbahak-bahak.

Saat ia berbalik badan hendak pergi, ku layangkan tabung gas yang berada di genggaman ku tepat mengenai kepala nya.

Saking kuatnya hantaman itu, kepalanya hancur di bagian belakang! Darah muncrat mengenai pakaian ku.

Aku syok dan panik, bagaimana jika ada yang melihat? Beruntung tidak ada orang disini.

Aku melihat kantong plastik berwana hitam, ku masukkan badan anak itu ke dalam nya. Bersusah payah aku membawa nya agar jejak ku aman.

Rumah ku yang kebetulan dekat dengan lapangan membuat ku membawa jasad nya ke rumah, selain lebih dekat juga lebih aman! Karena rumah ku paling ujung.

Aku masuk melalui pintu belakang, menaruh kantong plastik di dapur dekat tumpukan kayu bakar. Setelah memastikan aman, aku mandi dan membersihkan tubuhku dari sisa darahnya. Serta tak lupa juga aku mencuci pakaian ku dan juga tabung gas bekas menghabisnya.

Setelah semua beres, aku kembali ke pangkalan LPG untuk menjual tabung gas nya. Setelah mendapatkan uang! Aku mampir ke toko sembako.

"Bu, kelapa 2 biji di parut. Sama bumbu Rendang Daging 10 ribu," ucapku saat mampir di warung sembako Bu Jeje.

"Eh tumben, mau masak rendang Bu Ning?" Tanya nya dengan senyum mengejek.

"Iya Bu, kebetulan dapat pekerjaan buat masak dari proyek suami. Buat makan para kuli bangunan teman nya suami," ucapku asal.

"Oh gitu, ya pantas saja! Tapi lumayan lah bisa dapat nyicip walaupun cuma bumbunya doang," ucapnya sembari tertawa.

"Berapa Bu,"

"15 rebu,"

Setelah membayar, aku langsung meninggalkan nya! Sebelum mas Anton pulang aku harus membereskan semua nya.

Sesampainya di rumah, ku lihat anak-anak sedang tidur siang. Sengaja aku mengunci pintu kamar nya agar mereka tidak akan keluar saat aku menjalankan aksiku.

Aku mengunci semua pintu! Setelah memastikan semua aman, aku langsung menjalankan aksi selanjutnya.

Ku bawa kantong plastik itu ke kamar mandi, tanpa menunggu lama' segera ku cincang tubuh bocah ingusan itu. Tak lupa kulit nya ku lepas, agar lebih sempurna!

Setengah jam berlalu, banyak juga hasilnya 1 ember penuh daging semua!

Beruntung aku membeli bumbu banyak, tinggal menambahkan bumbu dasar saja agar amis nya tersamarkan.

Aku harus memasak ini semua, aku tak punya kulkas! Jadi gak bisa menyimpan daging ini.

Bagian kepala kaki dan yang lain nya, sengaja ku bakar di pembakaran sampah. Hangus dah kau bocah! Sempurna' tidak ada jejak yang tertinggal.

Jam sudah menunjukkan pukul 01.30! Masih ada waktu. Aku menumis bumbu rendang dan bumbu yang baru saja ku blender! Wanginya menyeruak ke seluruh ruangan rumah sempit ini. Setelah bumbu nya matang, aku memasukkan daging nya ke dalam kuali besar ku, tinggal menunggu matang!

Sembari menunggu, aku membereskan rumah dan melihat sisa pembantaian ku apakah masih ada jejak.

"Assalamualaikum, dek! Tumben di kunci," terdengar suara mas Anton. Aku menetralkan ekspresi wajah ku, dan bergegas membuka pintu.

"Walaikumsalam mas,"

"Ummm.. wanginya, masak apa kamu dek?" Ucapnya saat memasuki rumah.

"Sini mas, jangan berisik," ucapku menarik nya masuk dan menutup kembali pintunya.

"Ada apa sih dek," ucapnya bingung.

"Maafin aku mas, tadi gak sengaja aku melempar kambing tetangga yang masuk ke rumah. Tepat mengenai kelapanya, kambingnya hampir mati! Jadi aku menyembelih nya. Itu dagingnya aku masak rendang! Tapi aman kok gak ada yang lihat," ucapku.

"Wah! Enak tuh dek, biarin aja! Mereka juga punya peliharaan bukan nya di jaga. Daun singkong yang kutanam di pekarangan rumah juga habis di makan kambing-kambing itu. Hilang 1 ekor mereka gak akan sadar juga," ucap nya, diluar dugaan! Ku kira dia akan marah.

"Sudah matang belum dek, sebelum berangkat mas makan dulu," ucapnya antusias.

"Sebentar lagi mas, jam berapa berangkat nya!"

"Nanti mobil proyek jemput,"

"Ya sudah, nanti aku bontot kan untuk mas bawa, sekalian makan sama teman-teman kamu."

"Boleh juga tuh,"

Setelah kuah nya mengering, dagingnya juga empuk. Aku menyajikan untuk mas Anton! Aku sedikit merasa jijik melihatnya makan dengan lahap.

"Enak banget dek, dagingnya empuk! Pasti masih muda ini," ucapnya tanpa berhenti mengunyah.

"Iya masih muda, sekitar 8 tahun." Jawabku spontan.

"8 tahun ya sudah tua dek, 8 bulan kali." Ucapnya.

"Eh iya, 8 bulan." Jawabku

"Tulang-tulang nya di sop enak tuh dek,"

"Eh! Sudah aku buang mas,"

"Sayang sekali, ya sudahlah." Ucapnya tampak kecewa.

"Kamu gak makan, nih coba 1 suap. Aaa" belum sempat aku menolak suapan nya sudah di depan mulut ku.

Terpaksa membuka mulut dan menerima suapan itu .

Seketika mataku membulat merasakan enaknya daging rendang itu.

"Ibu, ibu. Buka pintunya mau pipis," terdengar suara teriakan Dino.

Ah ya, aku lupa masih mengunci pintunya.

Aku segera bangkit dan membuka pintu.

Dino tergesa-gesa berlari ke kamar mandi untuk menunaikan hajat nya.

"Ummm... Wangi sekali Bu, ibu masak apa?" Ucapnya saat keluar dari kamar mandi.

"Wahh, wangi apa ini Bu? Enak sekali aromanya," bersamaan dengan Melinda yang keluar dari kamar.

"Sini sini, kita makan sama-sama. Ibu tadi dapat rejeki! Kita makan daging rendang." Ujar mas Anton.

Aku segera ke dapur untuk menyiapkan makanan untuk kedua anak-anak Ku.

" Nih, ayo kita makan sama-sama," ucapku sambil menyodorkan piring yang berisi nasi dan daging rendang.

"Yippyy,, makan enak!!" Teriak anak-anak ku serempak dan langsung melahap makanan di piring mereka.

"Terimakasih Rangga, kamu sudah mengingatkan ku untuk memasak daging mu! Ternyata enak juga daging mu ini." Batinku sambil terus mengunyah.

Bersambung...