" Enak banget Bu! Coba aja bisa sering-sering makan daging begini," celoteh anak-anak dengan mulut penuh dengan makanan.
" Sudah kalian makan saja! Doakan rezeki ayah lancar supaya kita bisa makan enak setiap hari," ucap mas Anton sembari mengelus kepala anak-anak.
" Ini mas, nanti kamu bawa ya! Biar bisa makan bareng teman-teman kamu," ucapku menyodorkan Rendang yang sudah ku bungkus dalam plastik.
" Kebanyakan ini dek' kurangi lagi! Buat kalian dirumah saja," ucapnya melihat plastik 1 kiloan penuh.
" Masih banyak kok di dalam, kamu bawa aja!" Ucapku memaksa.
"Bu, kenapa gak bagi-bagi ke tetangga aja! Terutama ke Rangga. Biar dia tau kita makan daging rendang," ucap Melinda.
Deg!!
Seketika jantung ku rasanya mau copot mendengar nya.
Aku dan mas Anton saling lirik!
"Gak boleh gitu kak' kalau bisa jangan ada yang tau kita makan daging, biar saja mereka mengejek! Tapi kita gak boleh pamer, dosa!" Ucap mas Anton.
" Hehehehe ... Iya ayah' abis kakak kesal di ejek terus sama Rangga. Apa karena ucapan Rangga tadi ibu jadi masak daging rendang?" Tanya Melinda.
"Enggak kok nak, ibu hanya ada rejeki lebih saja! Sudah habiskan makanan kalian, habis itu mandi," ucapku.
Tin
Tin
Klakson mobil penjemputan mas Anton sepertinya sudah datang.
Aku mengantar kan nya sampai ke depan pintu, mencium tangan nya sebelum ia berangkat.
"Hati-hati ya mas!" Ucapku .
"Kamu juga hati-hati dirumah, kalau ada apa-apa telpon ke nomor Tomi saja!" Jawab nya.
Mas Anton melambaikan tangan nya, mobil perlahan menjauh dari hadapan ku.
"Kamu juga! Anak masih kecil bukan nya di jagain, entah apa yang ada di otak mu itu! Pokoknya cari sampai ketemu!"
"Iya iya mas, ini juga kita kan lagi nyari! Nanti juga Rangga pulang,"
Deg!!
Tampak pak Badi dan Bu Rahma berdebat di lapangan dekat rumah ku. Baru menyadari kehilangan anak! Heh' sudah jadi Rendang.
"Pokoknya kalau sampai besok Rangga tidak pulang, kuceraikan kamu!" Ucap pak Badi kepada istrinya.
"Kok kamu jadi nyalahin aku sih mas, anakmu aja itu yang nakal nya kelewat batas!" Ucap Bu Rahma tidak terima disalahkan.
"Salah kamu sendiri! Coba kalau tadi siang kau tak memarahinya."
"Selalu saja begitu! Selalu aku yang salah," sungut Bu Rahma.
"Weleh! Alamat jadi janda nih, mana mungkin dia pulang' sudah jadi tai nunggu sampai besok," batinku .
Aku masuk ke dalam rumah, kulihat anak-anak sudah selesai makan. Ku bereskan piring kotor mereka dan segera mencuci nya.
"Ayo! Kalian mandi dulu." Ucapku, segera anakku masuk ke dalam kamar mandi.
Hari beranjak malam!
Beginilah kalau mas Anton tidak di rumah, sepi sekali rasanya.
Tv tidak punya, handphone cuma bisa untuk menelpon dan mengirim SMS.
Baru pukul 8 malam, anakku sudah tidur karena tidak ada kegiatan yang bisa mereka lakukan. Aku beranjak dari tempat tidur, rasanya mataku enggan terpejam!
Ku lihat di lapangan tampak ramai' ada apa?
Ku buka pintu, kebetulan Bu Endah tetangga yang tidak terlalu jauh lewat. Dia baru saja dari sana, biar ku tanyakan saja padanya!
"Ada apa itu rame-rame Bu," tanyaku .
"Oh itu Ning, anak nya pak Badi' si Rangga belum pulang dari siang! Kabar nya habis di marahi emak nya." Jawab Bu Endah sambil duduk di amben bambu depan rumah ku.
"Memang nya anak pak Badi ada yang namanya Rangga Bu?" Tanya ku pura-pura.
"Anak dari istri pertama nya, baru 3 hari berada di sini. Nasib kena marah ibu tirinya langsung gak pulang sampai malam begini, kasian ya!" Ucap Bu Endah.
"Oh pantes saya kurang tau Bu, baru disini ternyata." Ucapku sambil angguk-angguk.
Setelah bercerita hampir 1 jam lamanya, Bu Endah pamit pulang. Kebetulan juga aku sudah mulai mengantuk.
"Huh, cari saja sampai ujung dunia! Makanya punya anak di ajari mulut nya yang sopan, mending tidur daripada mikirin mereka," ujarku, perlahan mataku tertutup dan langsung menuju ke alam mimpi.
*************
Pagi hari nya, aku memanaskan daging rendang yang masih banyak! Kan sayang kalau basi. Pukul 7 pagi ku berikan anak-anak sarapan dengan nasi dan daging rendang.
Aku berfikir keras, bagaimana caranya menghabiskan rendang yang masih sangat banyak? Kami hanya bertiga, rasanya eneg juga makan rendang setiap hari.
Ah! Kenapa tidak terpikirkan oleh ku' segera aku ke grosir terdekat, membeli boks cup plastik yang biasa di jadikan tempat makanan cepat saji.
Setelah mendapatkan yang ku cari, aku segera pulang. Ku isi setiap boks dengan rendang, karena ukuran yang ku beli tidak terlalu besar' jadi hanya muat 5 potongan sedang daging Rendang.
" Kalian di rumah saja ya, ibu mau keluar dulu! Jangan main keluar rumah," pesanku pada anak-anak.
"Ibu mau kemana? " Tanya Melinda saat melihatku menenteng keranjang.
"Mau antar pesanan, tutup pintunya!" Ucapku, akupun langsung pergi.
Di persimpangan ujung jalan ada pabrik kayu, karyawan nya biasa membeli makan siang di depan pabrik.
"Sayur masak, sayur masak. " Teriak ku menjajakan daging rendang buatan ku .
" Bu, ada apa saja," tanya seorang laki-laki menghampiri ku.
" Sisa daging rendang mas, mau?" Tanya ku .
" Wah enak tuh, berapaan satu kotak Bu?"
"20 ribu mas, ada 5 potong ukuran besar," jawabku sambil membuka kotak dan menunjukkan isi nya. Sontak ia menelan ludah saat mencium aromanya yang harum.
"Kalau begitu saya beli 1 aja Bu, nih 20 ribu kan ya!" Ucapnya sambil memberikan uang pas.
"Iya! Terimakasih ya mas, kabarin ke teman-teman nya juga ya! Nanti saya kasih mas bonus 1 boks," ucapku sembari tersenyum.
"Beneran ya Bu, lumayan buat makan malam nanti," jawab nya semringah.
Jam 11.30 siang, sebentar lagi jam istirahat' para karyawan pabrik pasti sebentar lagi keluar untuk mencari makanan. Aku duduk di sebuah kursi di bawah pohon tepat di depan pabrik.
Liu liu liu..
Aku sedikit terkejut mendengar sirine polisi, 3 mobil polisi menuju gang rumah ku. Pasti mencari anak hilang itu, orangtuanya pasti sudah melaporkan kasus ini.
"Buat apa aku takut, semua barang bukti sudah ku lenyapkan! Tenanglah Ningsih, semua akan baik-baik saja," batinku.
Sraaakkkkk..
Suara gerbang pabrik terbuka, segerombolan orang karyawan berlari ke arahku.
"Nah ini! Ibu yang jual rendang tadi," ucap laki-laki yang membeli dagangan ku lagi tadi, ternyata dia benar-benar menawarkan nya ke temannya.
"Bu' aku mau 1,"
" Bu' aku 2 ya,"
"Bu' aku 1, "
"Bu' 3 ya,"
"Aku duluan Bu,"
Aku kewalahan melayani mereka yang saling berdesakan. Bingung mau meladeni yang mana dulu, mereka bagaikan massa yang sedang rebutan sembako gratis.
"Biar ku bantu Bu, jangan lupa bagian ku 1 boks!" Ucap laki-laki yang ku janjikan pagi tadi sambil mengerlingkan mata nya.
"Ini ambillah, takutnya kehabisan," aku menyisihkan bagian nya.
"Enak banget' daging nya empuk, bumbunya juga meresap sempurna!"
"Aku biasa nya gak suka daging, tapi ini berbeda! Benar-benar enak." Aku mendengar mereka saling memuji masakan ku.
Setengah jam berlalu, sudah habis 50 boks daging rendang dagangan ku, tak ku sangka rejeki ku berada di sini. Bayangkan saja! 50 boks kali 20 ribu. Mungkin aku belum pernah melihat uang sebanyak ini!
"Bu, besok datang lagi ya! Kalau perlu jual sayur masak yang lain nya juga, jangan cuma rendang." Ucap mereka sebelum masuk kembali ke dalam pabrik.
Ah benar juga! Aku sudah punya modal sekarang, aku bisa jualan sayur masak disini setiap hari.
Aku melangkahkan kakiku pulang kerumah dengan perasaan bahagia. Mendapat uang banyak dalam waktu sekejap. Tak lupa aku mampir ke warung bakso untuk membeli kan anak-anak, aku teringat sudah lama mereka menginginkan bakso!
Dari depan rumah, dapat ku lihat polisi masih menyisir lapangan dimana Rangga menghilang. Rupanya ada seorang anak yang mengatakan melihat Rangga terakhir kali bermain di lapangan.
Gawat!! Apakah anak itu juga melihat Rangga bermain atau berkelahi dengan anakku?
"Assalamualaikum, ibu pulang!" Ucapku sambil membuka pintu.
"Ibu bawa apa?" Tanya Dino melihat plastik yang ku bawa.
"Ini ibu beli bakso, Mel' ambilin mangkok ya! Kita makan sama-sama," pintaku.
"Yeay! Ibu beli bakso, pasti enak banget nih," sorak Dino bahagia. Mungkin untuk orang lain ini biasa, tapi bagi kami sangat luar biasa!
"Enak banget Bu, ibu dapat uang dari mana beli bakso nya," ucap Dino dengan mulut penuh mengunyah pentolan bakso.
"Tadi ibu kan kerja, sekarang ibu sudah punya pekerjaan! Kalian doakan ibu sukses ya, agar kalian bisa sekolah!" Ucapku .
"Yeay!! Aminn ... Semoga ibu banyak rezeki nya." Ucap Dino antusias, bocah 5 tahun itu begitu bahagia.
"Ibu kerja apa memang nya,?" Tanya Melinda.
"Ibu sekarang jualan sayur masak di depan pabrik yang ada di ujung jalan sana," ucapku.
" Apa ibu punya modalnya,? Kan mahal Bu,"
"Ibu dapat pinjaman, doakan saja ibu sukses ya!" Pintaku, Melinda tidak bertanya lagi.
Tok
Tok
Tok
"Permisi Bu, selamat siang! Bisa minta waktu nya sebentar?"
Deg!!
Dari nada bicara nya seperti nya itu polisi!
Ada apa? Apa mereka mengetahui aku menghabisi Rangga? Seketika badanku bergetar hebat, bagaimana kalau aku ketahuan! Bagaimana nasib anak-anak ku?
Mencoba menetralkan ekspresi wajah ku, aku harus menemui polisi itu apapun yang terjadi.
Ceklek!
"Iya' siang pak, ada apa ya pak," tanyaku sembari tersenyum.
"Kami dari kepolisian, sedang menyelidiki kasus anak hilang! Seorang anak mengatakan Rangga bermain di lapangan itu," tunjuknya ke arah lapangan yang tak jauh dari rumah ku.
"Anak itu mengatakan melihat Rangga sedang bermain dengan putri ibu yang bernama Melinda, apakah Melinda ada?" Sambung nya.
"Oh ada, sebentar saya panggilkan anak saya," ucapku.
"Melinda, sini nak! Ada yang mau bertemu," ucapku sedikit berteriak.
Melinda segera datang, raut wajahnya ketakutan melihat polisi berdiri di depan pintu.
"Jangan takut nak, polisi hanya mau bertanya saja," ucapku sambil mengelus rambut nya.
"Melinda, apakah kamu kenal dengan rangga,?" Tanya polisi itu ramah agar tak membuat Melinda ketakutan.
"Iya, dia jahat! Suka mengejek ku orang susah!" Jawab Melinda.
"Apakah kemarin kamu bertemu dengan nya di lapangan itu," tanya nya lagi.
"Iya! Kami bertengkar karena dia mengejekku dan juga adikku." Jawab Melinda jujur.
"Lalu setelah itu, apa yang terjadi? Maksud nya apakah kamu melihat kemana Rangga pergi?" Melinda hanya menggeleng.
"Sebenarnya hari itu, saya sudah mendamaikan mereka pak! Setelah Melinda pulang, saya langsung ke pangkalan LPG dan saya juga tidak tau kemana Rangga perginya, tapi kalau yang saya lihat' wajahnya murung dan sedih," ucapku.
"Baiklah, kalau begitu kami permisi dulu! Terimakasih atas waktu nya Bu," aku hanya tersenyum sambil mengangguk.
"Huh!!" Aku membuang nafas lega. Rasanya jantungku berdegup kencang karena merasa tegang.
Sekarang sudah jam 3 sore, aku harus memikirkan dagangan apa yang akan ku jual besok. Pundi-pundi uang sudah menari-nari di otakku saat ini! Menu apa yang akan ku masak besok!
Bersambung..