Pov : Lilyana
"Coba jelaskan sekali lagi, apa yang kalian maksud dengan Familiar?"
Nona Reinee bertanya dengan nada yang datar dan membuat kami bergidik ngeri.
Sejak awal ini adalah salah Nadia, kenapa dia sampai keceplosan seperti itu? Bukankah kita berjanji untuk tidka memberitahukan status Nadia sebagai familiar atau mahluk panggilan ku.
"Lily..." Nona Reinee memanggilku.
"Y-ya?"
"Nadia bilang kalau dia adalah Familiar, ini cuman kemungkinan, tapi apa kamu adalah master-nya Nadia?" Dia bertanya dengan mata tajam seakan siap untuk menerkamku kapan saja.
"Eh, itu... Aku..." Tak tahu kenapa aku tidak bisa menjawabnya!
"Kalau tidak salah job kedua mu adalah Summoner, ya 'kan? Apa kemungkinan kamu yang memanggil Nadia?"
"Aku tidak tahu apa yang Nona Reinee katakan, kita bertemu di Ibu kota, benar 'kan, Nadia?"
"I-iya, seperti itu... Mungkin?"
"NADIA!" Aku sontak berteriak.
"Kalau begitu, karena kalian bertemu di Ibu Kota, kalian pasti tahu 'kan nama Raja saat ini. Nadia, siapa nama Raja saat ini?" Nona Reinee mengeluarkan pertanyaan membunuh pada Nadia.
Dilain pihak Nadia menatap ke arahku dengan ragu dan ketakutan, dia seperti bertanya 'siapa?', tapi karena aku tidak bisa menjawabnya aku diam saja. Tentu saja aku tahu nama raja saat ini, tapi kalau aku memberi tahu Nadia Nona Reinee akan semakin curiga.
Aku mohon maaf Nadia, kamu harus menjawab sendiri!
"Nadia, aku tanya sekali lagi. Siapa nama Raja saat ini?"
"Eh? Ra-raja, ya? Nama Raja saat ini... A... Asep?"
"SIAPA ITU ASEP!? JANGAN MENGADA-ADA!"
Dibentak seperti itu aku dan Nadia hanya bisa saling berpelukan. Aku kira Nona Reinee adalah orang yang tenang dan penyabar. Melihat dia dalam mode marah membuatku berpikir kalau dia mirip seperti singa yang ganas.
"Sudahlah, yang lebih penting sekarang adalah, sebenarnya apa kamu ini?" Nona Reine bertanya pada Nadia.
"Aku manusia. Tidak, maksudku aku bukan seorang familiar."
"Bicara yang jelas, atau aku akan menusukmu!" dia mengancam Nadia yang saat ini sedang tidak membawa senjatanya.
"O-oke baiklah, aku adalah Familiar-nya Lily!"
"Nadia!" aku mencoba mengingatkan Nadia tapi dia mulai mengangguk dan berkata,
"Tenanglah Lily, aku rasa Mbak Reinee bisa di percaya."
Aku juga tahu itu, tapi kalau begini dia akan menanyai lebih dalam ya 'kan? Aku tidak mungkin menjelaskan maksud dan tujuanku memanggil Nadia ke dunia ini untuk menggulingkan Kerajaan.
"Terus, kamu berasal dari Ras apa? Jangan bilang kalau kamu ras iblis."
"Tidak, aku bukan ras iblis. Aku berasal dari Ras Majin!"
"Majin? Ras apa itu?"
"Aku juga tidak tahu, tapi aku pikir aku tidak berbeda dengan manusia normal."
"Benar juga, kalau di perhatikan kamu terlihat mirip dengan manusia dari pada monster."
"I-itu karena Nadia bukan monster! Dan aku juga memanggil Nadia tidak dengan ritual pemanggilan monster, tapi dengan ritual pemanggilan Pahlawan dari dunia lain." Aku mulai menyela pembicaraan mereka.
"Pemanggilan Pahlawan dari dunia lain? Tunggu, bukankah itu adalah sihir kuno yang berbahaya?"
"Berbahaya?" Aku baru tahu kalau itu berbahaya.
"Kalau tidak salah ada sebuah cerita legenda tentang seorang putri yang memanggil pahlawan dari dunia lain. Dalam cerita legenda itu, sang putri harus mengorbankan 100 orang untuk memanggil seorang pahlawan dari dunia lain. Setelah itu sang putri dan pahlawan itu pergi mengalahkan raja iblis dan mengembalikan kedamaian di dunia ini." Nona Reinee menjelaskan tentang cerita yang tak pernah aku dengar sebelumnya.
"Tunggu dulu, kenapa sang putri mengorbankan 100 orang hanya untuk memanggil satu orang?" Nadia bertanya.
"Itu adalah pengorbanan yang di perlukan untuk mendapatkan kekuatan dari dunia lain. Itu sebabnya ritual ini sangat dilarang untuk di lakukan"
"Tunggu dulu, waktu aku melakukan ritual itu aku tidak memberikan pengorbanan apapun."
"Kamu tidak mengorbankan apapun? Kenapa bisa?"
"Aku juga tidak tahu, dalam panduan yang diberikan oleh nenek itu padaku, aku hanya perlu memberikan darahku sebagai persembahan."
"Nenek? Siapa yang kamu bicarakan?"
"Ah, aku kembali teringat, aku tidak menanyakan siapa nama nenek itu."
"Lily, serius? Kenapa kamu menerima benda dari orang tidak di kenal?" Nadia dengan ketus berkata.
"Ini menjadi semakin rumit, jadi intinya Nadia adalah pahlawan yang di panggil dari dunia lain, bukan seorang iblis."
"I-iya, aku rasa seperti itu..." jawabku ragu.
"Untuk saat ini aku tidak akan mengambil keputusan apapun, tapi aku berjanji pada kalian kalau aku tidak akan membeberkan cerita ini kecuali pada ketua Guild."
"Kalau begitu aku mengerti."
"Setelah Ketua Guild kembali kita akan bicara lagi, untuk sekarang aku akan memberikan bayaran kalian atas kerja keras kalian hari ini. 108 Goblin kalian mendapat 54000G, 1 Goblin Shaman 85000G, Green Herb 43 tangkai 6450G, Yellow Herb 30 Tankai 3000, Red Herb 16 Tangkai 3200G. Semuanya menjadi 151.650G."
"WAH, BANYAK BANGET!!!" Nadia terkejut dengan jumlah yang kami punya.
"Dipotong Pajak 15%, 22.750G. Jumlah semuanya jadi 128.900G. Karena pekerjaan penaklukan Goblin Shaman berasal dari guild pusat, pembayar akan di lakukan oleh pihak guild pusat. Untuk itu kami akan memberikan uang muka terlebih dahulu."
"Uang muka?" Aku tidak pernah tahu tentang ini, karena biasanya yang mengurus keuangan party Silver Hawk sebelumnya adalah Runa karena dia memilik job Merchant(pedagang) sebagai job kedua. Job Merchant memberikan memampuan untuk mengelola uang dengan baik, jadi dia dipilih sebagai bendahara. Syukur lah, berkat itu keuangan partu Silver Hawk menjadi lebih stabil, tapi entah kenapa sejak itu uang pendapatanku dikurangi. Mungkin untuk menutupi defisit karena kebiasaan Ramos minum-minum.
"Untuk saat ini kami hanya bisa membayar 90.000G, apa tidak masalah?" Nona Reinee berkata.
"Ah, tidak apa-apa. Kami akan menerimanya dengan senang hati."
"Kalau begitu, terima ini."
[Anda Menerima 90.000G dari Guild Petualang Donpapa!]
Aku langsung memasukan uang itu ke dalam saku milikku. Sebenarnya aku tidak benar-benar memasukan uang itu kedalam saku jubah yang aku pakai, tapi langsung ke dalam Itembox milikku.
"Kita kaya sekarang, Yey!" Nadia bersorak dengan riang.
"Tenang lah Nadia, kita masih jauh dari kaya! Kita harus terus naik level dan rank agar kita bisa membantu orang-orang dan mengalahkan monster yang lebih kuat." Aku memperingati Nadia agar tidak terlalu besar kepala.
"Benar juga, yang lebih penting adalah menjadi lebih kuat!"
"Kamu ini! Jangan lupakan soal membantu orang-orang!"
"Ya, ya, aku ngerti." Dia membalasnya dengan malas.
"Oh-iya satu lagi!" Nona Reinee kembali memanggil kami. "Untuk beberapa hari kedepan, kalian kemungkinan akan menjadi tahanan Desa. Jadi jangan pernah kalian keluar dari desa."
"Heh? Tahanan?"
"Tunggu, kami bukan penjahat! Anda tahu itu, 'kan!?
Nadia dan Aku panik seketika setelah Nona Reinee berkata seperti itu.
"Aku tahu. Kalian hanya tidak diizinkan keluar dari desa sampai Ketua Guild kembali."
"Berapa lama kira-kira?" Aku bertanya.
"Mungkin sekitar satu minggu paling lama. Tapi kalau kalian bosan, aku bisa memberikan kalian beberapa misi yang ada di dalam Desa."
Aku dan Nadia saling menatap untuk beberapa saat sampai kemudian aku menjawab "Baiklah, kami akan kembali lagi esok hari."
Setelah berpamitan dengan Nona Reinee, aku dan Nadia langsung pergi ke penginapan kami untuk makan malam. Setelah kenyang kami kembali ke kamar kami dan setelah mandi kami duduk di atas kasus bersebelahan.
Nadia tampak ingin mengatakan sesuatu jadi aku menemaninya untuk mengobrol.
"Jadi ada apa, Nadia?"
Dia tampak ragu, namun kemudian membuka mulutnya, "Lily, ini tentang tadi siang."
"Ada apa dengan tadi siang?"
"Tentang yang kamu katakan sebelumnya, tentang orang-orang di Ibukota."
"Oh," entah kenapa aku sudah tahu arah pembicaraan ini.
"Aku ingin tahu apa yang membuatmu tidak menyukai orang-orang di Ibukota?"
Nadia bertanya sambil meraih tangan kananku dan mengenggam erat tangan itu. Degan mata yang penuh tanda tanya dia menunggu jawaban dariku.
"Ah, itu... Aku sebenarnya tidak membenci orang-orang di ibukota hanya saja..." aku terdiam untuk beberapa saat, sampai aku melepaskan tangan Nadia dan mulai merogoh sesuatu di dalam tas ransel milikku.
"Ini, coba kamu baca ini!" Aku memberikan sebuah surat kabar dari salah satu Guild Informan pada Nadia.
Dia mulai membaca headline dari surat kabar itu dan wajahnya seketika berubah menjadi merah padam. Aku dapat melihat amarah dari wajahnya yang manis itu, dia terlihat seperti akan meledak kapan saja.
Setelah membaca seluruh isi berita utama di dalam surat kabar itu, dia pun langsung meremas surat kabar itu dan [Brus!] surat kabar itupun terbakar. Terlihat wajah Nadia semakin terlihat marah dan dia sudah benar-benar murka.
"Aku tidak terima ini! Kenapa orang-orang bajingan itu menyebut Lily tidak berguna!?"
"Nadia..."
"Para pahlawan, General Manager Guild Petualang bahkan sang Raja keparat itu. Kenapa mereka meledek Lily seperti itu?"
"Nadia, pada kenyataannya aku memang selemah itu."
"Tidak! Kamu nggak lemah, kamu itu kuat. Aku tahu itu!"
"Tapi, Nadia..."
"Yang lemah itu adalah Si Ramos Banci ini! Seorang laki-laki yang mulutnya lebih dominan dari pada otaknya seperti dia tidak pantas disebut seorang pria!"
"..."
"Sekarang aku mengerti kenapa kamu ingin sekali meng-genosida ibu kota kerajaan, kalau begitu aku juga akan ikut dalam rencanamu!"
"Nadia?"
"Ya, kita akan menghancurkan Ibukota bersama-sama!"
"Nadia, terima kasih." Aku mulai menyeka airmataku yang hampir keluar dan setelah itu tersenyum padanya. "Tapi kita tidak harus sampai menghancurkan ibukota."
"Eh? Kenapa?"
"Tidak semua orang itu jahat, ada juga orang-orang yang tertindas di Kerajaan ini."
"Oh, jadi rencanamu tidak membalas kejahatan dengan kejahatan. Tapi membalasnya dengan kebaikan, bukan begitu? Terdengar seperti Lily."
"Apa maksud kamu dengan seperti aku?" cemberut.
"Nggak usah dipikirin, yang penting kita harus cari cara gimana cara membuat orang-orang terkejut dengan kebaikan Lily!"
"Ja-jangan berlebihan seperti itu, aku bukan orang baik!"
"Ya, ya... Sepertinya sudah sangat gelap diluar. Gimana kalau kita tidur?"
"Hmmm, memang ini sudah waktunya tidur."
"Ayo kita tidur!" Nadia mulai merebahkan dirinya di atas kasur.
Saat melihatnya sedang terlentang di atas ranjang entah kenapa aku merasa sesuatu yang aneh. Kalau di lihat lagi, Nadia terlihat sangat cantik dan tubuhnya juga bagus. Pahanya yang mulus sekarang berada tepat di hadapanku. Seperti dugaanku pahanya memang sangat mulus dan hangat. Membuatku tidak bisa berhenti menyentuhnya.
"Li-lily, apa yang kamu..." Tangan Nadia bergerak cepat menahan tanganku yang sedang menjelajahi pahanya.
Wajahnya terlihat memerah, sepertinya dia marah.
"Maafkan aku." Aku berkata dan Nadia tetap tidak menoleh ke arahku.
"Bukannya kamu mau tidur tadi?"
"O-oh, iya aku tidur!" Dengan cepat aku berbaring membelakanginya. Sepertinya suasana hatinya sedang tidak baik, aku harus menghindarinya secepat mungkin.
"Hmm, dasar curang!" tiba-tiba saja Nadia bergumam dan membaringkan tubuhnya dengan sekuat tenaga menimbulkan bunyi yang keras.
"Nadia, kenapa?"
Aku mencoba bertanya tentang keadaanya, tapi dia hanya mendengus, "Nggak ada apa-apa, cepet tidur sana!".
"Kalau begitu, selamat malam!"
"Malam!" dia membalas-nya dengan ketus dan kami pun tidur saling membelakangi satu-sama lain.