Chereads / AL HIKAM / Chapter 98 - Jangan Lupa Hakikat Diri

Chapter 98 - Jangan Lupa Hakikat Diri

Kita ini selaku makhluk Allah, apabila tidak diciptakan Allah, maka kita tidak akan muncul dalam alam ini, dan apabila kita tidak senantiasa dikurniakan rahmat dan nikmat oleh Allah, maka kita tidak akan sampai ada hingga sekarang ini. Karena itu, maka kita tidak boleh lupa hakikat diri kita seperti yang telah dirumuskan hal keadaan ini oleh yang mulia Maulana Ibnu Athaillah Askandary dalam Kalam Hikmah bdiau yang ke-98 sebagai berikut:

"Kepapaanmu adalah hakiki buatmu, sedangkan munculnya berbagai sebab mengingatkanmu sesuatu yang tersembunyi di atasmu tentang hakikat tersebut, dan kepapaan hakiki itu tidak dapat diangkat oleh hal-hal yang sifatnya mendatang."

Kalam Hikmah ini, apabila tidak diungkapkan dengan penjelasan yang lanjut agak sulit memahaminya. Karena itu marilah kita cuba menjelaskannya sebagai berikut:

I. Sebagaimana kita ketahui, bahwa nikmat lijaad, yakni kita ini adalah ciptaan Allah, dan nikmat Imdaad, yakni kelangsungan kita, juga dengan nikmat Allah. Hal keadaan nikmat ini tidak terlepas dari kita selaku makhluk, sebab kita tidak akan ada, dan tidak ada kelangsungan hidup kita tanpa nikmat-nikmat itu. Karenanya, kepapaan dalam arti tidak.ada adalah hakiki buat kita, dan juga ketergantungan kita kepada Allah, adalah suatu hal yang harus, dan tidak dapat tidak, sampai mati kita. Kita tidak dapat mdepaskan diri kita dari Allah. Hal keadaan ini harus dapat disadari, difahami dan dihayati apabila kita benar-benar orang yang beragama dan beriman kepada Allah. 

II. Umumnya manusia apabila tantangan-tantangan di dalam hidupnya tidak ada sama sekali, atau hampir tidak ada, niseaya hakikat seperti yang di atas terlupakan. Badan kita sihat, uang banyak, segala sesuatu dalam hidup tercapai, maka lupalah manusia pada hakikat di atas itu.

Inilah yang membawa Fir'aun mendakwakan dirinya sebagai tuhan, seperti tersebut dalam Al-Quran bahwa Fir'aun mengumpulkan rakyatnya lantas ia berseru dan berkata:

"Akulah tuhan kamu yang paling tinggi." (An-Nazi'at: 24)

Kenapa Fir'aun mendakwakan dirinya sebagai tuhan yang maha tinggi?! Karena Fir'aun selama 400 tahun dalam usia yang sudah ia lalui tidak pernah sakit sedikit pun, baik kepalanya, ataupun perutnya, atau lain-lainnya. Sedangkan orang-orang lain sudah pada mati, sakit-sakitan, akan tetapi tidak demikian dengan Fir'aun. Tetapi jikalau Fir'aun dicuba oleh Allah dengan penyakit atau sesuatu kesukaran sebagai cubaan atau lain-lain, pasti Fir'aun tidak akan mendakwakan dirinya selaku tuhan. Oleh karena itu, maka segala macam tantangan dalam hidup ini, baik sifatnya fisik, atau sifatnya mental, merupakan sebab-sebab yang mengingatkan kita terhadap hakikat diri kita, yakni kepapaan kita, ketergantungan kita kepada Allah s.w.t., dan hakikat hidup bagi manusia di dalam hidupnya sering terlupakan, karena itu, manusia sombong dalam hidupnya dan bertambah jauh dari Tuhannya.

III. Segala nikmat yang diberikan oleh Allah seperti kesihatan, kekayaan dan lainnya, pada kebiasaannya, bahkan pada hakikatnya, tidak dapat mengangkat hakikat tersebut. Misalnya, seorang manusia, semuanya ada pada dia. Apakah dia sudah boleh melepaskan diri dari Allah sehingga dia tidak memerlukan yang Maha Pencipta itu? Tentu tidak!

Oleh sebab itu, kadangkala Allah sayang kepada hambaNya, maka ditukar oleh Allah nikmat yang ada dengan cubaan-cubaanNya, supaya manusia itu sadar dan insaf terhadap hakikat dirinya. Inilah gambaran yang dapat difahami dari firman Allah dalam Al-Quran:

"Maka apabila manusia ditimpa bahaya ia menyeru Kami, kemudian apabila Kami memberikan nikmat kepadanya nikmat dari Kami, ia berkata: "Sesungguhnya aku diberi nikmat itu hanyalah karena kepintaranku." Sebenarnya itu adalah ujian, tapi kebanyakan mereka itu tidak mengetahuinya." (Az-Zumar: 49)

IV. Berlainan dengan hamba-hamba Allah yang saleh, mereka itu senantiasa menghayati kepapaan mereka. Dan apabila Allah memberikan kepada mereka cubaan-cubaan di dalam hidup, baik yang sifatnya sejalan dengan nafsu manusia, atau tidak, maka cubaan-cubaan itu merupakan pupuk untuk menaikkan derajat mereka di sisi Allah. Sebab mereka senantiasa teringat kepada firman Allah dalam Al-Quran:

"Hai manusia! Kamu adalah orang-orang yang fakir terhadap Allah, dan Allah - Dialah yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji. Jika Dia menghendaki, niscaya Dia akan memusnahkan kamu, dan mendatangkan makhluk yang baru (untuk menggantikan kamu). Dan yang demikian itu sekali-kali tidak sulit bagi Allah." (Fathir: 15-17).

Kesimpulan:

Apabila kita menghendaki supaya kita senantiasa dekat dengan Allah, dipimpin olehNya, dan mendapatkan rahmat serta nikmatNya, maka kita harus senantiasa ingat kepada hakikat kita. Kita ini siapa, dari mana kita, sedang di mana kita, dan ke mana kita selanjutnya. Insya Allah kita tidak akan melupakan hakikat hidup ini!