Apabila kita betul-betul tekun dan istiqamah beramal dan beribadat kepada Allah s.w.t., di samping kita mengharapkan keridhaanNya dalam melaksanakan ketaatan kepadaNya, sehingga walaupun ketaatan kita itu banyak kekurangan di sana-sini, maka demi ridhaNya (adalah itu harapan utama) bahwa amal taat kita itu diterima olehNya. Dan sudah barang tentu, kita mendapatkan pahala-pahala dan balasan-balasan kebaikan, baik di dunia apalagi di akhirat, dengan kemurahanNya. Dan bukan nikmat keridhaan saja yang kita dapatkan di dunia ini, tetapi pada hakikatnya, nikmat keridhaan itu dapat ditandai dengan penghayatan kita dalam melaksanakan ibadat dan taat, dengan tenteram hati, tenang jiwa dan manisnya iman dalam pelaksanaan taat dan ibadat itu. Itulah yang sebenarnya semacam suatu pertanda, bahwa kita sudah dekat dengan Allah s.w.t.
Dikarenakan hati kita telah jinak dengan Allah dan tidak liar dari perintahNya dan anjuranNya, maka bagaimanakah kejelasan daripada hakikat manis mengerjakan taat dan ibadat serta jinak hati kepada Allah s.w.t. itu, yang mulia Al-Imam Ibnu Athaillah Askandary telah merumuskan dalam Kalam Hikmahnya yang ke-91, sebagai berikut:
"Cukuplah pada orang-orang yang beramal sebagai balasan (kebaikan) sesuatu di mana membukakan hati mereka pada mentaati Allah. Dan cukuplah pada mereka sebagai balasan (kebaikan) sesuatu yang mendatangkan atas hati mereka berupa adanya kejinakan hati terhadap Allah."
Kalam Hikmah ini termasuk sulit memahaminya sepintas lalu, karena itu marilah kita mengungkapkannya seperti di bawah ini:
I. Perlu dfahami sebelumnva bahwa kita masih sedang berada dalam penjelasan sekitar balasan-balasan kebaikan yang mungkin terjadi dan boleh terjadi atas hamba-hamba Allah yang saleh di dunia ini. Ketahuilah, bahwa apabila kita membuat sesuatu betul-betul karena Allah dan bukan karena lainNya (karena mempersekutukan lain dengan Allah), Insya Allah pasti Dia akan membukakan hati kita dengan ilmu-ilmu yang bermanfaat dalam jalan kita menuju Allah, sebagai pendekatan kita kepadaNya. Bahkan bukan hanya itu saja, tetapi Allah juga memberikan petunjuk-petunjuk atas kita sebagai pemberian ketuhanan, bahkan juga tidak mustahil kita akan menerima ilham-ilham daripadaNya dan kemanisan lemah-lembut di hadapanNya. Apabila sudah demikian keadaan kita, berarti sudah ada tanda-tanda keridhaan yang besar buat kita di sisi Allah s.w.t..
Dengan demikian berarti kita telah merupakan kemanisan berdialog antara kita dengan Allah. Dan juga kita pun mendapatkan kelezatan mengamalkan ajaran-ajaran Islam itu.
Orang-orang yang telah mendapatkan balasan taat sedemikian rupa itulah orang-orang yang telah mendapatkan syurga di dunia ini di mana hatinya tidak rindu lagi ke syurga di negeri akhirat.
Berkata sebagian Ulama Tasawuf: Tidak ada di dunia sesuatu yang dapat menyamai nikmat syurga, selain apa yang didapatkan oleh orang-orang yang hatinya selalu berhubungan rapat dengan Allah, di mana pada malam harinya ia merasakan kelezatan berdialog denganNya. Justeru karena itu maka perkataan ini dapat ditafsirkan dengan kata sebagian mereka yang lain dari ahli tasawuf juga, bahwa berlemah-lembut terhadap yang dicintai dan berdialog yang mengandung harapan dan permohonan terhadap yang paling dekat di dunia, (perasaan yang demikian) bukanlah dari dunia, ia dari syurga, ia muncul pada hamba-hamba Allah yang saleh di dunia di mana perasaan itu tidak ada yang mengenal selain mereka. Ia merupakan spirit dalam hati mereka.
Demikianlah perasaan dalam gambaran penghayatan batiniah hamba-hamba Allah yang hatinya selalu terikat dan teringat kepada Allah s.w.t.. Perasaan yang demikian itulah yang dimaksud oleh ahli tasawuf dengan perkataan (Haalul-Wujdaan Waz-Dzauq).
Pengaruh yang demikian kuat dalam hati mereka menyebabkan mereka itu lupa kepada lahiriahnya. Misalnya saja seorang sahabat Nabi bernama 'Urwah bin Zubair r. a. saking asyiknya mengerjakan shalat sehingga kakinya dipotong dokter karena penyakit menular, ia sendiri tidak merasakan apa-apa dan tidak sadar bahwa kakinya telah dipotong. Demikianlah gambaran kelezatan perasaan yang dihayati seluruh badan lahir dan batin, sehingga perasaan sedemikian rupa mengata si atas lahiriah-lahiriah yang terjadi.
II. Amal ibadat apabila telah dalam peng aruhnya dalam tubuh manusia, maka ia menimbulkan kecintaan yang mendalam pula pada Allah s.w.t. Inilah yang dimaksud dengan firman Allah dalam Al-Quran:
"Orang-orang yang beriman dan mengerjakan perbuatan-perbuatan yang baik (taat kepada Allah s.w.t.) sesungguhnya Allah yang Maha Pemurah akan memberikan kecintaan kepada mereka" (Maryam: 96)
Yakni: Kecintaan antara mereka dengan Allah dan kecintaan antara mereka sesama mereka. Maha Benar Allah s.w.t. atas firmanNya dan memang benar terjadi dalam kenyataan. Apabila kita lihat kepada hamba-hambaNya yang betul-betul menjalankan agamaNya, orang itu akan dibantu Allah, dan segala urusannya dimudahkan olehNya. ltulah y ang dimaksud dengan Hadis Nabi yang masyhur lagi sahih.
Nabi s. a. w. telah bersabda:
"Apabila Allah s.w.t. telah mencintai hambaNya, maka Allah menyeru pada Jibril (dengan memberitahu): Sesungguhnya Aku mencintai si anu! Justeru itu orang itu dicintai (pula) oleh Jibril. Kemudian Jibril menyeru kepada ahli langit: Sesungguhnya Allah mencintai si anu, maka cintailah dia itu oleh kalian, maka diterimailah dia sebagai orang yang dicintai di permukaan bumi."
Hadis di atas apabila kita renungkan maka dapat kita tafsirkan dengan kata Saiyidina Ali r. a. sebagai berikut:
"Barangsiapa yang bermaksud kekayaan tanpa harta dan bermaksud kemegahan tanpa kaum, maka hendaklah orang itu berpindah dari kehinaan maksiat kepada kemuliaan taat."
Ini dapat kita benarkan melihat kepada kenyataan. Kita melihat para ulama yang betul-betul berjuang mengamalkan ilmunya dan menunjuki ummat manusia ke jalan Allah, di samping betul-betul meninggikan kalimat Allah, kita lihat para ulama itu dimuliakan orang, padahal mereka tidak mcncari pengaruh dan mereka tidak mempengaruhi orang untuk mengikutnya. Di samping itu pula tidak pernah putus rezeki, bahkan selalu diliputi oleh rezeki yang murah dan melimpah, tanpa mempunyai modal untuk menghasilkan laba, seperti pada saudagar dan orang-orang yang berjuang mencari uang dan benda duniawi. Demikianlah sebagai contoh yang biasa saja dapat dilihat dengan kacamata kenyataan.
Kesimpulan:
Amal ibadat dan perjuangan-perjuangan yang baik, karena melaksanakan perintah-perintah Allah dan anjuran-anjuranNya akan diberikan ganjaran kebaikan oleh Allah dalam tiga sifat:
1. Ganjaran kebaikan sebelum beramal. Maksudnya itulah taufiq Allah s.w.t.. di mana dengannya kita beramal. Jadi berarti beramal itu adalah mensyukuri Allah atas nikmat yang demikian.
2. Ganjaran kebaikan setelah beramal. Maksudnya amal itu diterima oleh Allah, dan gembira hati kita bahwa kita telah beramal dengan baik.
Kegembiraan itu berarti mensyukuri nikrnat Allah. Apalagi jika kita melihat kepada pahala-pahala amal kebaikan di negeri akhirat di syurga Jannatun-Na'im, di samping pula ganjaran kebajikan yang dikurniakan Allah pada kita di dunia ini seperti keterangan di atas tadi. Tentulah apabila hati kita gernbira karena itu berarti kita bersyukur kepada Allah.
3. Balasan arnal yang sifatnya hati kita terarah kepada waktu-waktu berikutnya, masa-masa selanjutnya dan zaman-zaman yang akan datang, di mana kita ingin menyempurnakan amal kita itu lebih sempurna dan lebih baik. Adanya perasaan demikian, juga itu merupakan ganjaran kebaikan dari Allah karena arnal ibadat kita sebelumnya.
Mudah-mudahan kita selalu diliputi oleh amal yang saleh sehingga dengannya balasan-balasan kebaikan dari Allah s.w.t. akan lebih meliputi kita pula, pada dunia kita, dalam hidup dan kehidupan duniawi, dan pada akhirat kita yang akan datang, dengan kebahagiaan yang hakiki dan abadi.
Amin, ya Rabbal-'alamin ...!