Para Wali Allah sdalu bertekad supaya amal ibadah mereka jangan sampai ada kekurangan baik dalam gambaran fisik ibadah, apalagi dalam gambaran niat dan ikhlas bagi ibadah yang dikerjakan itu. Karena itulah, maka yang mulia Maulana Ibnu Athaillah Askandary telah merumuskan hal keadaan ini dalam hakikat Kalam Hikmah beliau yang ke-92 sebagai berikut:
"Barangsiapa yang beribadah kepada Allah karcna sesuatu yang diharapkannya dari Allah, atau supaya ketaatannya itu dapat mcnolak kedatangan siksaan dari Allah, maka orang itu tidak mendirikan terhadap kepatutan sifat-sifatNya (Allah)."
Kalam Hikmah ini, marilah kita ungkapkan pengertian-pengertiannya sebagai berikut:
I. Manusia dalam beribadah kepada Allah melihat kepada keikhlasannya terbagi kepada tiga macam:
[a] Sebagian mereka melaksanakan ibadah itu karena takut kepada siksaan Allah, baik di dunia atau di akhirat. Atau karena mengharapkan pahala dari Allah, rahmatNya, nikmatNya dan lain-lain, baik yang bersifat dunia ataupun yang bersifat akhirat. Manusia yang demikian, disebutkan dengan orang-orang awam dari kalangan ummat Islam, pada gambaran inilah tujuan sabda Nabi s.a. w. sebagai berikut:
"Jikalau bukanlah karena api neraka, maka tidak ada orang yang bersujud kepada Allah."
Model manusia yang begini adalah ibadahnya itu melihat dirinya sendiri untuk kepentingan dirinya pula.
[b] Manusia yang beribadah kepada Allah karena mencintai Allah dan rindu untuk bertemu denganNya. Bukanlah dia beribadah itu seperti model manusia di atas. Manusia yang demikian adanya dalam beribadah kepada Allah, itulah manusia yang Muhibbim, mencintai Allah; 'Aasyikun, asyik kepada Allah; dan mereka terus berjalan meningkatkan penghayatan mereka yang demikian itu. Ibadah mereka kepada Allah meskipun masih dilihat oleh hati mereka, tctapi tujuan mereka sudah semata-mata karena Allah.
[c] Manusia yang beribadah kepada Allah dengan penghayatan melaksanakan tugas-tugas kehambaan terhadap Allah, dengan adab dan kesopanan yang sedemikian rupa, terhadap keagungan ketuhanan Allah, mereka tidak melihat apa-apa lagi selain daripada penghayatan tersebut.
Jadi mereka beribadah kepada Allah, dengan Allah, karcna Allah, dan kepada Allah tujuan hakikat inti. Beliau-beliau yang sudah sampai dalam tingkat ini ibarat berjalan sudah sampai ke tempat tujuannya, meskipun titik tujuan itu merupakan lapangan perlombaan para hamba Allah yang saleh dalam mengejar titik terakhir yang tidak ada habis-habisnya.
Pada model tingkat ini, di sinilah permulaan martabat para Nabi dan para Rasul, dan bagi para Wali Allah selain mereka, kebanyakan pada tingkat ini saja.
II. Seorang Wali Allah yang bernama Abu Haasim Al-Madany berkata:
Sesungguhnya aku bcgitu malu kepada Tuhanku, bahwa ibadahku kepadaNya karena takut pada azab, maka jadilah aku laksana budak jahat, yang apabila tidak takut maka dia tidak akan bekerja. Aku juga begitu malu pada Tuhanku, bahwa aku beribadah kepadaNya karena mengharapkan pahala, maka jadilah aku laksana orang sewaan yang bejat, yang apabila tidak diberikan upah, maka dia tidak bekerja. Tetapi aku beribadah kepadaNya adalah karena mencintaiNya.
Perkataan wali Allah ini adalah terjemahan hakiki dari sabda Rasulullah s.a.w. seperti berikut:
"Jangan ada salah satu kamu seperti hamba sahaya yang jahat. Jika dia takut maka dia bekerja. Jangan ada salah satu kamu seperti orang upahan yang jahat, jika tidak diberikan upah, maka dia tidak bekerja."
III. Setelah mempelajari ha] keadaan di atas, hendaklah kita berusaha supaya kita termasuk dalam model manusia yang kedua, meskipun untuk sampai kepada model manusia yang ketiga seperti mustahil pada adat, walaupun kita tidak boleh berputus asa pada rahmat Allah.
Oleh sebab itu, mari kita beramal dan beribadah semata-mata karena mengharapkan keridhaan Allah, dan kalaupun kita memohonkan pahala daripadaNya, ataupun berlindung denganNya daripada siksa dan dosa, adalah karena itu merupakan janjiNya, kurniaNya, kemurahanNya, dan kebaikanNya, bukanlah beramal dan beribadah karena mengharapkan itu, dan kalau bukan karena itu, maka kita tidak akan beramal dan tidak akan beribadah kepadaNya pula.
Kesimpulan:
Apa yang tdah kita ungkapkan di atas mcngenai gambaran dari Kalam Hikmah yang ke-92 ini pada intinya, itulah merupakan doa yang dimohonkan oleh hamba-hamba Allah yang saleh supaya ibadah mereka betul-betul suci dan mendapat ridha Allah sedemikian rupa. Mereka berdoa seperti tersebut dalam Al-Quran:
"Segala puja dan puji adalah untuk Allah yang telah menunjuki kita kepada ini, padahal kita tidak akan mendapat petunjuk, jikalau kita tidak ditunjuki Allah." (Al-A'raf: 43)
Mudah-mudahan kita termasuk dalam doa ini, sehingga Insya Allah ketaqwaan kita, makrifat kita dan ibadah kita, ditingkatkan oleh Allah s.w.t ...
Amin!