Chereads / AL HIKAM / Chapter 76 - Gundah Yang Tidak Menguntungkan Ibadah

Chapter 76 - Gundah Yang Tidak Menguntungkan Ibadah

Jika permohonan kepada Allah yang paling baik adalah segala sesuatu yang diperintahkan Allah atau yang dianjurkanNya kepada kita, berarti hakikat permohonan yang demikian ialah supaya kita memohon kepadaNya dalam hal-hal yang tidak menyimpang dari taat kepadaNya dan yang diridhai olehNya. Apabila menyimpang dari hal tersebut, maka mukmin yang betul-betul beriman pasti merasa susah dan gundah, sebab dia tidak dekat kepada taat dan ini menyebabkan jauhnya dia dari Allah s.w.t. Sedangkan gundah karena tidak mengerjakan taat, ada gundah yang tidak baik dan ada gundah yang baik. Dan bagaimana perbedaan antara keduanya akan dapat kita fahami dari Kalam Hikmah Maulana Ibnu Athaillah Askandary yang ke-76 sebagai berikut:

"Gundah-gulana atas tidak memperoleh taat di samping tidak bangun (buat beramal) padanya taat adalah sebagian tanda-tanda tertipu dan tergoda." 

Penjelasan Kalam Hikmah ini sebagai berikut:

I. Gundah yang tidak baik atau dapat disebut dengan gundah bohong adalah gundah karena kita tidak taat kepada Allah, tetapi hati kita tidak bangun dan tidak bergairah kepada taat itu. Dengan kata lain dapat kita rasakan gundah kita atau susah kita karena kita meninggalkan ibadat atau kita meninggalkan taat kepada Allah. Lantas karena itu sampai kita menangis karena gundah dan susah disebabkan hal tersebut. Tetapi di samping itu hati kita tetap seperti biasa, yakni meskipun kita gundah, tetapi gundah itu tidak membangunkan hati kita untuk bersikap mengubah keadaan kita, bahkan biasa saja rasanya.

Ibadat kita seperti biasa, taat kita tidak bertambah, tetapi kadangkadang pernah terjadi tinggal pada ibadat atau pada taat, meskipun tidak disengaja, apalagi kalau disengaja, atau dengan kata lain kita sadari atau tidak kita sadari. 

Gundah yang tersebut adalah gundah yang bohong, gundah yang tidak ada artinya, dan adalah nilai air mata kita karena gundah itu, tidak lebih dari nilai air mata buaya.

Kenapa demikian?

Karena orang yang demikian adalah orang yang tertipu dengan kegundahannya. Dia mengira bahwa gundahnya karena tidak taat dan tidak ibadat atau karena kurang ibadatnya dan kurang taatnya, merasa bahwa dia sudah baik, bahwa dia sudah berjalan di jalan orang yang baik, padahal hakikatnya jauh dari hal demikian. Itulah sebabnya aulia Allah bernama Rabi'ah 'Adawiyah pernah mendengar seorang laki-laki yang merintih dengan perasaan gundah sambil berkata: "Wahai gundah dan susahnya aku ...!" Rabi'ah berkata kepadanya: "Wah, itu bukan gundah yang berarti, karena jikalau anda betul-betul gundah, pasti anda tidak mungkin bernafas (karena sangat gundah pada sesuatu)."

Betul demikian, sebab gundah tanpa dibarengi dengan perubahan yang menuju ke arah kesempurnaan adalah dusta dan bohong. Gundah yang demikian itu meskipun saksi lahirnya menumpahkan air mata karena penyesalan, tetapi gambarannya adalah gundah yang munafik, gundah yang benar di luar, tetapi mencong di dalam. Gundah yang demikian adalah gundah yang mundur, bukan gundah yang maju dan mencong dari kekuatan iman dan peningkatan amal.

II. Gundah yang benar. Gundah yang begini adalah kebalikan dari gundah di atas. Gundah ini betul-betul mencerminkan kesatuan gerak langkah antara lahir dan batin. Kurang taat atau kurang ibadat, apalagi jika ditinggalkan pula ibadat secara sadar atau setengah sadar, bahkan tanpa disadari menimbulkan gundah-gulana yang demikian ini boleh menimbulkan penyakit pada dirinya. 

Karena hatinya bukan hanya sekedar menyesal, artinya penyesalan yang ada akhir, tetapi seolah-olah penyesalan yang luar biasa, seperti payah berakhir padanya. Gundah yang demikianlah yang menimbulkan keinsafan yang luar biasa, sehingga jika ia menangis karena kegundahan adalah tangis yang benar, tangis yang betul, karena penyesalan yang membawa kepada keinsafan. Gundah itulah yang menyebabkan dirinya kuat dan bertambah kuat untuk beramal dan menjadikan semua amal dan tindak-tanduknya mencari keridhaan Allah s.w.t. Tidak ada waktu padanya yang terbuang, selain untuk kepentingan amal dan ibadat, tetapi semuanya diarahkannya untuk itu, meskipun dunia yang dihadapinya dengan pekerjaannya sehari-hari dalam mengatasi hidup, dan kehidupan dalam berbagai arena bentuk dan gambaran, tetapi semuanya itu tidak lepas dari keridhaan Allah s.w.t. dari berpegang kepada ajaran-ajaran agamanya.

Gundah yang begini merupakan salah satu tingkatan, yaitu meningkatkan diri dalam pendekatan pada jalan Allah s.w.t. atau dalam istilah tasawuf disebut sebagai salah satu maqam dari Maqaamatis saalikin, atau dengan kata lain orang yang mempunyai gundah yang demikian berarti telah mulai berjalan di jalan Allah dan telah mulai menemui sebagian stasiun-stasiun dalam perjalanannya itu.

Untuk mengetahui manfaat dari kegundahan di atas, maka seorang ahli tasawuf bernama Syeikh Abu Ali Ad-Daqaq berkata:

"Orang gundah yang demikian dapat memintas perjalanannya kepada Allah dalam jangka sebulan dari perjalanan yang tidak dapat dipintas oleh orang yang tidak gundah bertahun-tapun lamanya."

Yakni, orang gundah yang sedernikian rupa dapat melalui jalan pendek di mana orang yang tidak gundah akan sampai pada maksudnya, tetapi melalui jalan yang panjang dalam waktu yang lama pula. Itulah sebabnya perbedaan antara ilmu dan amal. Kita dapat menuntut ilmu pengetahuan atau mernpelajari ilmu pengetahuan yang banyak dalam satu jam atau dua jam tapi mengarnalkan ilrnu yang dipelajari itu urnumnya jauh dari kemungkinan dapat dilasanakan sesudah itu. Apalagi jika mengamalkannya dengan ikhlas, maka ini akan memakan waktu bertahun-tahun lamanya.

Itulah yang menyebabkan pentingnya mernpelajari ilmu tasawuf dan tauhid yang mendalarn di samping ilmu fiqh, karena ilmu figh adalah sekedar tinjauan kepada lahiriah, tetapi ilmu tasawuf yang sejalan dengan ilmu tauhid, adalah memperindah lahiriah itu, memantapkannya, menghayatinya, mempertinggi nilainya dan membawa lahiriah melalui jalan yang singkat dalam mencari keridhaan Allah s.w.t.

Dalam taurat disebutkan bahwa Allah s.w.t. apabila mencintai seorang hambaNya, maka Tuhan mendirikan dalam hati hamba itu ratapan dan rintihan. Tetapi apabila Tuhan tidak senang pada hambaNya, maka Tuhan mendirikan dalam hati hamba itu nyanyian irama yang mempesona.

Artinya, jika hati tidak merasa gundah dalam meninggalkan taat dan ibadat, tetapi hati biasa saja, apalagi tidak menaruh perhatian apa-apa seolah-olah dia tidak berdosa, maka ini adalah pertanda bahwa yang bersangkutan sudah mulai tidak dicintai oleh Allah s.w.t. Itulah pengertian perkataan sebagian ulama mutasawwifiin: "Gundah apabila tidak diperdapat dalam hati, berarti hati itu telah hancur dan barangsiapa yang tidak merasakan rasa gundah dalam hatinya, berarti ia belum merasakan enaknya ibadat." Jika demikian, patutlah Rasulullah s.a.w. tidak putus dari gundah, gundah yang membangun, gundah yang membawa kepada perubahan dan kebaikan di samping beliau selalu berfikir kepada peningkatan-peningkatan yang lebih sempurna.

Kesimpulan:

Jika kita rnerasa gundah atas kekurangan amal ibadat, tetapi sampai di situ saja, tidak membawa kepada perubahan apa-apa dalam penambahan irnan dan pelaksanaan ajaran agama, gundah itu adalah gundah yang tidak berarti, atau dengan kata lain disebut dengan gundah yang bohong. Tetapi jika kebalikannya, yakni hati kita gundah, dan karena gundah itu timbullah penyesalan yang luar biasa sehingga kita insaf karenanya, kemudian irnan kita bertambah dan amal ibadat kita rneningkat, maka itulah gundah yang baik, gundah yang benar dan betul. Gundah yang demikianlah yang mendatangkan kemenangan dunia akhirat. Berkata Imam Ghazali rahimahullahu Ta'ala dalam kitab "Al-Waruud", seperti yang tdah dinagalkan oleh Allamah Syeikh Abdus Shamad Al-Falimbaany dalam kitab Siyarus Saalikiin, juz IV, hal. 161, sebagai berikut:

"Maka barangsiapa berkehendak masuk syurga tanpa hisab (persoalan), hendaklah ia rnenghabiskan segala waktunya untuk berbuat taat kepada Allah Ta'ala, dan barangsiapa berkehendak agar berat daun neraca tim bangan kebajikannya di hari kiarnat, hendaklah ia menghabiskan segala waktunya dalam mentaati Allah s.w.t."

Karena itu untuk menjalankan ha! tersebut, perhatikanlah firman Allah s.w.t. dalam surat Ali Imran sebagai berikut:

"Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah, bersabarlah (dalam taat dan dalam bala di samping menjauhkan maksiat), dan sabarkan diri kamu (atas menyalahi dan memerangi hawa nafsu), dan bertaqwalah kepada Allah, mudah-mudahan kamu mendapat kemenangan." (Ali Imran: 200)

Demikianlah kesimpulan Kalam Hikmah di atas dan mudahmudahan kita dapat mengambil manfaat daripadanya.