Kini sudah tiba hari untuk sidang pengadilan kedua. Eideth merasa gugup kali ini. Sebelumnya Eideth menolak tawaran Marquis Mezi untuk menyerahkan Vista. Tentu saja mereka takkan memberinya kelonggaran seperti itu di pengadilan kali ini. "Kau terlihat gugup" Vista berkomentar Eideth yang Ia kenal akan bersikap biasa saja karena Ia tidak bersalah atas tuntutan apapun. "Itu sebelum aku mengalahkan Catherine Mezi, Ayahnya pasti marah padaku karena menurunkan derajat putrinya" balas Eideth.
Eideth mendapat kabar beberapa hari sebelumnya. Setelah pertarungan mereka di kelas umum, penilaian orang-orang terhadap peringkat kedua dan ketiga berubah drastis. Mereka selalu dipandang tinggi karena mewakili faksi mereka, namun seseorang yang tidak dikenal mengalahkan mereka berdua. "Bukannya itu bagus, penilaian orang-orang berubah terhadapmu" ungkap Vista. "Itu masalahnya, dari pendapat orang-orang, mereka mengenalku sebagai orang biasa, tapi kurasa Marquis Mezi sudah tahu bahwa itu Aku, dan Ia sama sekali belum mengungkapkan identitasku, dia pastinya mencoba memanfaatkan kesempatan ini" jelasnya.
Vista merasa Eideth berpikir terlalu keras, Ia hendak menyadarkan kelakuan tuannya itu, namun Ia berhenti. "Biarkan saja lah" pikirnya sambil tersenyum sinis, "itu bukan urusanku". Meskipun begitu, Vista tidak menambahkan minyak kedalam api, Ia memilih untuk menonton dan menikmati kekacauan itu perlahan-lahan. Dia punya standar yang unik.
---
Beberapa jam sebelumnya, di kediaman sebuah keluarga bangsawan. Seorang Ayah tengah berbincang dengan anaknya. "Jadi Kamu kalah dengan orang biasa, Mezi/Liam". (Author note: Ini pembicaraan langsung dari dua kediaman, aku coba bereksperimen dengan pembawaan ini, maklum ya kalau masih belum terpoles). "Itu benar/Iya Ayah" jawabnya menundukkan kepala.
"Bagaimana bisa seperti itu Mezi, Aku mengerti Liam adalah saingan yang sulit, tapi orang ini" Marquis Mezi tidak habis pikir. "Dia benar-benar membingungkan Ayah, Aku tidak pernah melihat seorang Catalyst menghadapi tiga Breaker seperti itu, Dia sampai memojokkan Liam" ungkapnya.
"Apa itu benar Liam, dia sehebat itu" Duke Namos menjadi takjub dan semakin penasaran. "Aku juga tidak mengerti Ayah, saat senjata Kami beradu, Aku tidak bisa mendorongnya sama sekali, padahal Ia satu tingkat dibawahku, ditambah Ia juga berpengetahuan luas tentang mantra sihir" tambah Liam.
"Masa Iya ada seorang ahli pedang yang juga mahir dengan mantra sihir" Marquis Mezi semakin tidak percaya dengan narasi itu. "Aku benar-benar tidak berbohong Ayah, Aku melihatnya sendiri Ia menyelesaikan gulungan sihir dan mengaktifkannya, memanggil sebuah monster aneh yang membuat para peri ketakutan, Aku bahkan tidak pernah melihat makhluk mengerikan seperti itu" jelas Catherine.
"Kamu terlihat senang Liam" tanya Duke Namos. "Huh, tidak Ayah, Aku tahu Aku kalah dan menurunkan nama keluarga Kita, hanya saja... Aku ingin jadi lebih kuat dan melawannya lagi" ungkap Liam. "Hoho... Kamu ingin bersaing dengan peringkat satu itu, itu motivasi yang bagus untuk latihanmu" balas Duke, "lakukan apa yang Kau mau, bertemanlah dengannya kalau bisa". Duke Namos menepuk pundak Liam mendukung keinginan anaknya.
/
"Apa dia berafiliasi dengan faksi Selatan" tanya Marquis. "Aku rasa belum Ayah, Aku tidak pernah melihat mereka bersama" jawab Catherine. "Kalau begitu ajak dia ke Faksi kita, Ia akan jadi aset yang bagus" perintah marquis. "Baiklah Ayah, Aku akan berusaha" jawab Cathrine. "Omong-omong, siapa nama pemuda itu" tanya Marquis. "Namanya adalah..."
---
"Tuan Eideth, saya yakin Anda sudah siap untuk pengadilan hari ini" sapa Marquis Mezi. Itu bukan pertanda baik menurut Eideth. "Halo tuan Mezi, apa kabar, Anda terlihat gembira hari ini" Eideth coba bersikap tenang. "Oh tidak, mendengar kabar Anda berada satu Angkatan dengan putriku, Aku yakin kalian akan sering bertemu mulai dari sekarang" ujarnya.
Eideth terbelanga sementara Vista disampingnya terkejut bagaimana perkataan Eideth barusan menjadi kenyataan. 'Berpikir Eideth, berdalih takkan menyelamatkanmu, dia sudah tahu semuanya, menyerah saja', 'tidak Eideth, jangan patah semangat, ini tidak berarti apa-apa, jaga ketenanganmu' dua bisikan itu memenuhi kepalanya. "Jika Anda berteman baik dengan putriku, kurasa Aku dapat sedikit bersantai di pengadilan ini" ujar Marquis Mezi.
Eideth tertegun tapi kali ini berbeda dari sebelumnya. 'Dia mengatakannya bukan', 'dia benar-benar mengatakannya' ujar suara iblis dan malaikat itu. "Anda tidak mungkin berkata seperti itu," ungkapnya, "jika Anda adalah tuan Mezi yang saya dengar, Anda akan mengedepankan keadilan untuk memastikan keamanan Kekaisaran, jadi tolong jangan berkata seperti itu". Keributan itu disaksikan oleh berbagai orang, namun Eideth tetap teguh di tempat dengan perkataannya.
Marquis Mezi bertepuk tangan memecahkan ketegangan itu. "Maaf karena mengujimu tiba-tiba tapi Kamu lulus, kuharap Kamu benar-benar tidak bersalah atas tuntutan apapun, namun Kamu harus membuktikan itu sendiri tuan Eideth" ucapnya. Marquis Mezi dan jaksa lainnya masuk lebih dulu ke ruang pengadilan. "Aku tidak menyangka Kau akan membalas seperti itu" kata Vista.
Eideth berdesah dan mengurut dahinya. Mempersiapkan diri untuk pengadilan ini sangat menguras mentalnya. Tubuhnya tidak merasa lelah sama sekali, tapi Ia sama sekali tak berenergi. "Aku harap kali ini cepat selesai" keluhnya. "Semoga saja begitu tuan Eideth" seorang wanita menghampiri mereka berdua. Eideth segera mengenali wajah itu dan sebagian beban pikirannya terangkat.
"Nona Isolde" sapa Eideth. Milenia tidak sendirian, Ia membawa beberapa orang yang Eideth juga kenal. "Tidak mungkin, Claudias, Gobbi, kalian juga disini" Eideth menghampiri teman-temannya itu, "bagaimana Kalian bisa ada disini?" Eideth tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.
Gobbi menjelaskan perlahan-lahan bagaimana mereka bisa sampai kemari. Sebelumnya, banyak hal telah terjadi semenjak Eideth meninggalkan Desa Aliansi Gobbi. Populasi meningkat akibat banyak orang berpindah kesana. Perlahan Desa Gobbi berubah menjadi Kota Toria-s, yang berarti persatuan dalam bahasa goblin. "Kami membentuk kontrak dagang dengan Nona Milenia, tanpa sengaja Kami mendengar Kamu mendapat masalah, sehingga Aku menawarkan diri untuk membantu" ujar Gobbi.
Gobbi sudah lebih tinggi dari sekarang. Semakin tua seorang Goblin, mereka akan tumbuh hingga setinggi pria dewasa, pertumbuhan lambat ini karena mereka belum mencapai fase Hobgoblin. Gobbi terlihat lebih dewasa dan bijaksana semenjak terakhir kali mereka bertemu. Tidak seperti Gobbi kecil yang pergi berburu untuk memberi makan desanya, Ia sekarang menjaga seluruh kota layaknya pemimpin.
"Tunggu sebentar, apa yang Torias jual kepada Larcova, Aku tidak ingat ada sumber daya yang begitu melimpah, Kalian tidak menjual kayu bukan" tanya Eideth. "Tentu saja tidak, para dryad akan marah jika Kami menebang pohon untuk dijual seperti itu, Kami menjual Mana stone". "Maaf apa???" Eideth merasa Ia salah dengar untuk sesaat.
Eideth akhirnya mengetahui apa saja yang sudah berubah semenjak lima bulan lalu. Kota Torias kini memiliki populasi sebanyak 1500 jiwa dan seluruh bagian hutan telah berubah menjadi kota. Dryad bertugas untuk membangun kota dan mengalokasikan pepohonan karena mereka sangat menolak penebangan besar-besaran. Kota berbagai infrastruktur dibangun untuk mengakomodasi populasi yang semakin besar. Mereka juga membangun pabrik pengolahan Mana dari pondasi Sixen yang Eideth telah selesaikan.
"Itu adalah saran dari seorang Jenius, dia bernama Revnis dan mendengar apa yang sudah Kau lakukan di kota itu sebelumnya. dia juga yang membangun pabrik itu dan menjadi salah pemiliknya" jelas Gobbi. "Kenapa" tanya Eideth, "supaya dia bisa melakukan eksperimen sihir". Eideth sudah menduga balasan itu, orang kaya memang berbeda. "Aku seharusnya sudah melihat potensi Torias lebih dulu tapi Jenius itu mendahuluiku" ungkap Millenia.
"Revnis memiliki dua puluh persen dari pabrik itu, sementara Kota memiliki tiga puluh persennya" ujar Gobbi. "Kemana sisa lima puluh persen", "itu milikmu Eideth" ungkap Gobbi menyerahkan semacam dokumen. "Haaahhh??? Kenapa? Aku tidak melakukan apa-apa" teriaknya. "Itu tidak benar tuan Eideth," sambung Milenia, "peraturan Kekaisaran menyatakan bahwa individu atau kelompok yang berhasil menyelesaikan Sixen mendapat hak kekuasaan atas tanah wilayah itu, Anda menyerahkan seluruh tanah pada Kota Torias juga memberi dana untuk pembangunan kota di tahap awal, lima puluh persen kepemilikan pabrik itu adalah hal yang wajar" jelasnya.
Memang benar Eideth menyelesaikan Sixen itu juga menggunakan uang perjalanannya untuk membantu pembangunan Desa Gobbi. Tapi Ia tidak pernah mengharapkan uang itu kembali. "Bagaimana itu cukup untuk perkembangan kota, ambil saja kepemilikanku" kata Eideth. Gobbi sangat menolak ide itu. Gobbi berkata bahwa warga kota juga sudah setuju agar Eideth mendapatkan haknya. Eideth memeriksa dokumen apa yang Gobbi serahkan itu, isinya adalah surat kepemilikan dan buku tabungan.
Rahang Eideth terjatuh melihat jumlah uang yang sudah terkumpul di buku tabungan itu, "Aku punya uang?" ujarnya tak percaya. Eideth tidaklah miskin karena Ia biasa hidup sederhana, namun mendapat uang sebanyak itu dapat merubah dunianya. Eideth tahu Ia tidak bisa menolak semua ini, jadi Ia membuat sebuah usulan. "Terima kasih Gobbi atas semua ini, tapi Aku punya satu permintaan, ambil kembali dua puluh persen kepemilikan ini untuk pemeliharaan kota dengan balasan," Eideth menunduk untuk membisikkan sesuatu ke telinga Gobbi.
"Benarkah itu, Kamu benar-benar akan", "iya, jadi tolong siapkan permintaanku itu ya". Mereka berdua berjabat tangan untuk mengesahkan kesepakatan itu. Claudias dan Milenia tidak tahu apa yang terjadi tapi sepertinya semua berjalan baik. "Bisakah Kita masuk ke ruang pengadilan sekarang" ajak Milenia.
Selama persidangan, Gobbi, Milenia, dan Claudias bersaksi untuk Eideth. Pangeran Reinhardt tidak bisa bersaksi untuknya agar menjaga netralitas keluarga Kekaisaran, sehingga Claudias menggantikannya. Saat persidangan berlangsung, Gobbi memberikan kesaksiannya. Ia mengungkapkan jasa Eideth dalam pembangunan dan perlindungan desa Gobbi sebelum menjadi kota Torias. "Dia sudah seperti salah satu pendiri kota kami" ujarnya. Pandangan Juri mulai mempertimbangkan penilaian mereka.
Kesaksian Milenia dan Claudias juga menunjukkan Eideth tidak terkorupsi oleh pengaruh Dewa dunia lain. "Namun sesuatu masih tidak masuk akal, bagaimana terdakwa bisa sekuat itu? bagaimana seseorang mencapai tingkat kekuatan itu begitu cepat, tanpa adanya bantuan asing, dan sekarang Ia lebih lemah dibandingkan saat Ia mencapai puncaknya" sang jaksa mengingatkan salah satu tuduhannya.
Istana Kekaisaran diberi kabar ada sekelompok pengunjung datang. Mereka berkata mereka adalah saksi untuk terdakwa. "Biarkan mereka masuk" ujar Hakim. Kelompok itu datang dan memperkenalkan diri mereka. "Kami menyapa yang Mulia Kaisar" ujar mereka berlutut hormat, "kami adalah perwakilan yang dikirim kelima kuil untuk bersaksi atas terdakwa, tuan Eideth".
Eideth tidak ingat meminta kuil untuk mengantarkan seseorang dari kuil untuk bersaksi untuknya. Melepas tudung mereka, Eideth akhirnya mengenali ketiga orang itu. "Senang bertemu dengan Anda kembali tuan Eideth" ujar Pendeta Mard (chapter 8). Disampingnya, ada Paladin Kaian dan juga Vivian. Dalam waktu enam bulan wanita itu berhasil menjadi seorang Paladin.
"Saya, Mard, sebagai perwakilan dari kuil Joan, akan bersaksi atas tuan Eideth Raziel" ungkapnya. Setelah duduk di kursi saksi, Mard segera ditanyai oleh jaksa penuntut yaitu Marquis Mezi. "Pendeta Mard, Saya yakin kuil hanya akan turun tangan seperti ini karena perintah langsung dari dewa Joan, Saya yakin kedatangan Anda disini untuk menjawab pertanyaan yang saya ajukan sebelumnya, benar?"
"Itu benar tuan, silahkan tanyakan saja" balas Mard. "Kalau begitu jelaskan, bagaimana pemuda yang baru mencapai kedewasaannya ini, bertambah kuat seketika untuk menghadapi semua masalah itu" tanya Marquis Mezi.
"Sebenarnya ini adalah fenomena yang langka terjadi namun informasi ini cukup dirahasiakan oleh kuil. Setiap kali marabahaya datang, ada kesempatan seorang Proxy diberi berkah oleh Dewa untuk menyelamatkan orang-orang, selesai bencana kami akan merekrut individu tersebut untuk mengabdi ke kuil, meskipun kekuatan Dewa sudah ditarik kembali, mereka adalah individu yang dapat dipercaya melindungi dunia ini dari ancaman Dewa dunia lain. Sebagian besar Paladin yang terpilih merupakan mantan Proxy yang sudah pernah mendapat berkah Dewa, Kaian dan Vivian adalah salah satu buktinya."
"Kalau begitu mengapa Eideth tidak direkrut oleh pendeta kuil" tanya Marquis. "Itu karena Ia mendapat berkah dari dewi yang berbeda, Kami tidak bisa memaksakannya mengikuti ajaran Joan kami" jelasnya. Setelah mendengar semua kesaksian itu, juri dan hakim siap menetapkan keputusan. "Setelah melihat bukti-bukti dan seluruh kesaksian, saya menetapkan keputusan sidang bahwa Eideth Raziel tidak bersalah atas tuntutan terkorupsi oleh pengaruh Dewa dunia lain, persidangan ditutup" dengan tiga ketukan palu sidang pengadian itu akhirnya selesai.
Eideth akhirnya bebas dari segala tuduhan, namun Ia belum bisa pergi dari Istana Kekaisaran. Ia ingin berbincang lebih banyak pada teman-teman yang sudah menolongnya. "Jika Kalian tidak keberatan, bagaimana jika Kita makan siang bersama" ajaknya. Pangeran Reinhardt dan putri Gyslaine datang dari belakang dan menyapa, mereka mengusulkan agar semuanya makan siang dan mengikuti pesta minum teh.
"Saya tidak—", "tidak apa-apa tuan Eideth, Kami memaksa" balas Gyslaine. Eideth bahkan tidka bisa menolak. Mereka semua dibawa ke hadapan pintu sebuah ruangan. Dibelakang Eideth, semua teman-temannya juga menunggu apa yang harus dilakukan selanjutnya. "Maaf teman-teman, Aku juga tidak tahu Kita harus kemana, Aku belum pernah ke tempat ini sebelumnya" ujarnya. Engsel pintu itu berderit dan perlahan semakin terbuka.
Seorang pelayan menghadap mereka dan menundukkan kepala meminta maaf. "Maaf para tamu sekalian, Kami tidak menyadari Anda menunggu didepan pintu, kumohon silahkan masuk" ajaknya dengan ramah,
Dari depan pintu, dapat terlihat sebuah meja bundar yang cukup besar. Diatasnya sudah tertata perlengkapan makan, dari rak cemilan kecil hingga perlengkapan minum teh. Berbagai macam cemilan hingga minuman sudah disediakan di atas meja itu. "Ayo semuanya silahkan duduk dan nikmatilah makanan ini" ujar Reinhardt.
Pesta minum teh itu berjalan seperti biasa hanya saja, Eideth menjadi tamu utama di pesta tersebut. Meskipun Istana kekaisaran yang menanggung semuanya, pemilik pesta minum teh itu adalah dirinya. Eideth berusaha untuk menikmati pesta itu, namun Ia merasa tidak pantas. Gyslaine sedikit membujuknya agar Ia merubah pikiran. "Tuan Eideth, untuk saat-saat seperti ini, sebaiknya Anda melepaskan diri dari beban bangsawan ini, Anda bisa bersikap seperti biasa saja, seperti yang Anda lakukan sebelumnya".
Eideth menyirup teh di cangkirnya kemudian membalas, "terima kasih tuan Putri, Anda benar", Ia kemudian pergi menghampiri teman-temannya yang lain. Selama pesta berlangsung, Eideth menceritakan kisah perjalanannya dari Raziel hingga Lucardo. Semua detail dari pertemuannya dengan Gobbi, kejadian jahil di Akademi Tarnum, juga pertarungan di Larcova.
"Aku tidak menyangka banyak juga yang terjadi selama enam bulan itu" ujarnya. Ingatan dari petualangan itu masih tergambar jelas dalam pikirannya. "Omong-omong Kota Torias, satu minggu lalu, tuan Zain mampir ke kota Kami" ujar Gobbi. "Haah?" Eideth kaget mendengar itu. "Tuan Zain juga menghampiri Saya tiga hari lalu, Ia menitip pesan dari tuan Eideth, saya berterima kasih sekali untuk itu" kata Milenia. "Tolong tunggu sebentar" Eideth tidak siap menerima informasi itu. "Tuan Zain juga menghampiri kuil utama Joan, setelah itu Kami mendapat wahyu dari Dewa kami, bukankah itu kebetulan yang aneh" ujar Vivian.
"Semuanya, tolong ceritakan perlahan-lahan," Eideth berdiri dari kursinya, "apa maksud Kalian Zain menemui kalian beberapa hari terakhir" Ia bertanya. Mereka menceritakan kembali dengan jelas pertemuan mereka dengan Zain. "Itu sama sekali tidak aneh" tunjuk Kaian. "Bukan itu masalahnya, Aku tiba di Lucardo sepuluh hari lalu, bahkan jika Zain berangkat di hari yang sama, bagaimana Ia bisa secepat itu" Eideth kebingungan dengan kebenaran cerita mereka.
"Itu karena Kau selalu berhenti di tengah jalan saat menemukan simpanan Mana, dan berlatih sepanjang hari, jenius" tunjuk Vista. Eideth membuka ponselnya yang menyimpan salinan peta benua Arkin, dan menelurusi kembali jalur perjalanannya. Eideth sadar Ia menghabiskan sebagian besar waktunya berpetualang untuk berlatih di siang hari kemudian memainkan ponselnya di malam hari. "Hahaha... pantas saja Aku tidak merasa kemana-mana..." Ia mendesah nafas berat penuh kecewa. Penyebab perjalanannya terasa begitu lama adalah karena dirinya sendiri.
Eideth selalu membandingkan dirinya dengan cerita petualangan keluarganya yang dapat pergi ke tempat yang jauh. Ia bingung apakah Ia sedikit menyesal karena Ia memakan waktu enam bulan hanya untuk ke Ibukota Kekaisaran. Ia melihat ke depan, kepada teman-teman yang berkumpul bersama dengannya hari itu. Ia sadar Ia tidak bisa menyesali apapun, malah bersyukur dapat bertemu mereka semua selama petualangannya itu. Ia tidak bisa menahan senyuman mengukir wajahnya. Ia berpikir, mungkin saat ini, kali ini Ia dapat merasakan hidup santai yang Ia idamkan.
"Karena dia sudah begitu jauh, Aku penasaran Zain ngapain sekarang? Aku harap dia santai sedikit dan tidak terburu-buru, dia selalu seperti itu" pikirnya.