Seorang pemuda terbangun di sebuah ranjang, Ia akhirnya mendapat tidur panjang setelah terburu-buru pergi dari rumahnya. Tubuhnya terasa sangat segar setelah mendapat istirahat yang cukup. Ia melakukan pemanasan dan peregangan kecil untuk memompa darah ke seluruh tubuhnya. Rasa kantuk yang memberatkan matanya juga menghilang sehabis olah raga kecil itu.
Ia mencuci muka di wadah air yang disimpan di ruangan itu. Air dingin itu membasahi wajahnya, salah satu perawatan kulit yang tidak bisa Ia tinggalkan meski sehari. Setelah melepas pakaian tidurnya, Ia membasuh badannya menggunakan kain basah untuk menghemat air. Kesederhanaan itu terasa sedikit menarik dari kebiasaan hidup mewah di dalam dinding kastil rumahnya.
Seseorang mengetuk dari luar pintu, "tuan Zain, sarapan sudah siap, datanglah ke ruang makan" ujarnya. Mendengar itu, Zain bergegas mengganti pakaian setelah membersihkan dirinya. Memakai pakaian santai, Ia keluar dari kamarnya dengan rambut rapi tersisir entah kapan Ia punya waktu melakukannya.
Keluar dari kamarnya, Zain berjalan melewati lorong kuil. Dalam perjalanannya, Ia disapa oleh para pendeta perempuan yang sedang bekerja. Zain tentu saja hanya melambai karena Ia terlalu kaku untuk menyapa balik. 'Kalau Kak Eideth disini, pasti Ia akan menyapa sambil berteriak menggantikanku' pikiran tentang kakaknya begitu mudah terlintas saat Ia berbicara dalam hati.
Sesampai di ruang makan kuil, banyak pendeta dan Paladin pria lainnya yang sedang menikmati sarapan mereka. Zain dengan mudah berbaur ke samping mereka tanpa harus berbicara. Ia menikmati sarapan sup daging dan roti itu dengan lahap. Ia senang merasakan makanan sederhana seperti itu sesekali. Bukan karena sedang kesulitan ataupun sedang dalam perjalanan untuk menghemat perbekalan, namun sekedar menyadari kenikmatan dari hal-hal yang umumnya orang pandang sepele.
"Hey Zain, kau keluar pagi lagi dari kamarmu hari ini" seorang pemuda yang Ia kenal ikut duduk disebelahnya agar dapat makan sarapan bersama. Ia mungkin satu-satunya yang Ia kenal paling dekat di ruangan itu. "Pagi juga Franz" sapanya balik. Franz dan Zain adalah rekan meskipun baru tidak lama bertemu di dunia ini.
---
Sebelum datang ke Artleya, Zain dan Franz sudah berkenalan lebih dulu di IDC (Inter-Dimensional Contractor). Mereka di pasangkan dalam sebuah misi untuk membantu menyelematkan dunia dari ancaman besar. Mereka berdua juga punya kontraktor yang sama, yang bertanggung jawab atas mereka berdua. Wanita itu memperkenalkan dirinya sebagai Loefel.
"Karena kalian berdua mengajukan diri untuk bekerja dengan IDC, kalian harus mematuhi peraturan yang kami tetapkan saat misi berlangsung, ingat untuk tidak membocorkan rahasia ini kepada orang dunia itu" jelas Loefel. Franz mengangkat tangan, "bagaimana jika Kita harus melanggar peraturan itu demi misi" Ia bertanya bahkan sebelum diizinkan.
"Itu sama sekali tidak boleh, atas alasan apapun, Kalian tidak boleh melanggar peraturan Kami," Loefel menegaskan, "tolong jangan menganggap remeh hal ini". "Saya tidak bermaksud seperti itu nona Loefel, hanya saja, ada rumor beredar seorang kontraktor disini mendapat perlakuan spesial" Franz hanya ingin menyelidiki rumor itu sebelum menjalankan misinya.
"Itu benar, ada seorang kontraktor disini yang menjadi pengecualian, karena Ia bukan kontraktor biasa," ungkap Loefel, "dia sudah lama bekerja disini meskipun Ia tidak diharuskan". "Siapa orang itu" tanya Franz. "Kami tidak bisa memberitahukan namanya, karena Ia sekarang atasan Kami, itu tidak sopan" jelas Loefel secara singkat.
---
"Hey Zain, kau mendengarku, tak biasa Kau melamun," ujar Franz, "teganya Kau mengabaikan temanmu ini". "Iya ada apa" tanya Zain. "Ini benar-benar tidak adil, Aku kira Kita akan di pindahkan bersama-sama tapi Kamu direinkarnasi lebih dulu, sementara Aku hanya di transfer kemari" keluh Franz. Untung saja Paladin dan pendeta lain sudah pergi dari ruang makan, akan bahaya jika mereka mendengar perkataan Franz barusan. "Bagaimana jika Kita sparring setelah sarapan"
"Ada apa tiba-tiba" Zain sedikit terkejut dengan ajakan itu. "Aku ingin menilaimu, yang sudah mendahuluiku ke dunia ini, ayolah," Zain mulai menghabiskan sarapannya, secara tidak langsung mengabaikan ajakan itu. "Apa Kau takut" Franz menghasutnya tapi Zain tidak bergeming. "Aku ingin menghabiskan makananku dulu, tunggu saja di lapangan, nanti Aku datang" balasnya.
Zain tidak yakin Ia menyelesaikan itu dengan baik, dan merenungkan apa yang akan kakaknya lakukan. "Kalau Aku mengenal Kakak dengan sangat baik, Ia pasti akan mengutip perkataan bibi," Zain bangun dari kursinya, "seorang Raziel tidak pernah mundur dari pertarungan".
Di lapangan, Franz telah menunggunya dengan sabar. Menepati janjinya, Zain datang dengan santai. Itu adalah pertarungan mental sebelum sparring dimulai, dimana arogansi Zain atau celaan Franz lebih dulu bersaing untuk memancing amarah lawan. "Kau siap, Aku tidak akan menahan seranganku" ujar Zain. "Kalau begitu, keluarkan Regaliamu, tunjukkan padaku keseriusanmu itu, tuan bangsawan".
Zain melepas Solaris dari sarungnya, pedang itu mengeluarkan kilau pelan. Meskipun tidak menyilaukan mata, wujud pedang itu terlihat jelas. Badan pedang itu memiliki ukiran bintang berwarna emas. Pedang itu lebih mirip pedang hiasan dari pada pedang untuk bertarung. "Masih saja terlihat memukau kapanpun Kau melepas sarungnya" puji Franz. "Kau siap" tanya Zain. "Tentu saj—".
Sebelum Franz menyelesaikan kata-katanya, Zain menembakkan sihir cahaya tanpa bergeming sedikitpun. "Hey itu curang, mana boleh seperti itu, Flash Jab itu hampir mengenai mataku, bagaimana jika Aku buta nanti" keluhnya. Franz berhasil memantulkan serangan sihir cahaya menggunakan cermin perak di tangannya. "Kau sendiri membawa cermin untuk melawanku" balas Zain.
"Itu namanya strategi, jenius sihir sepertimu takkan mengerti cara pikir orang biasa sepertiku". Franz berlari kea rah Zain untuk menutup jarak. "Hooh, Kau mendekat, tidak akan berlari lagi seperti kemarin" Zain terkesan, "ya, Aku tidak bisa menghajar wajahmu tanpa mendekat" balas Franz. "Hoho, lalu majulah sedekat yang kau mau" tantangnya.
[Flash Jab] adalah sihir cahaya yang diciptakan Zain. Mantra itu bekerja dengan mengaliri tangan Zain menggunakan Mana, saat Ia menyerang, Mana itu akan berubah menjadi cahaya dan ditembakkan ke target sambil membawa kekuatan pukulan tinjunya. Zain menciptakan mantra itu untuk serangan jarak jauh yang efektif, Ia merasa seperti bertarung dalam jarak dekat saat memakai mantra itu.
Zain menembakkan beberapa Flash Jab secara beruntun, namun Franz berhasil memantulkan semuanya. Zain beralih menggunakan Solaris begitu Franz sudah dalam jarak serangannya. "Kenapa, mantra itu memakan terlalu banyak Mana bukan" ujar Franz. "Urus saja dirimu sendiri" Zain mengayunkan Solaris sekuat tenaga namun berhasil di tangkis Franz menggunakan tangannya.
"[Third Layer]" Franz memperkeras kulitnya untuk menahan tebasan dari Solaris. "[Third Pool] Rasengaaann...." lagi-lagi Ia meneriakkan nama serangannya. Zain menghindari serangan itu dengan mudah. "Kau memakai sihir-sihir aneh lagi," ujar Zain, "ya, itu juga yang kusuka darimu". Zain merasa itu adalah kesamaan Franz dengan kakaknya. "Tuan Zain, Tuan Franz, wahyu baru sudah turun" teriak seorang Paladin wanita.
Sparring mereka dihentikan untuk sementara, mereka berdua tahu prioritas mana yang lebih penting. Mereka segera mengikuti Paladin itu, "ayo Kita segera bertemu pendeta Mard" ajaknya. "Nona Vivian, Anda sudah bertambah kuat lagi semenjak Kita bertemu" sapa Zain. "Tentu saja, Aku sudah menjadi Paladin sungguhan" balasnya.
Sesampai di ruang kerja pendeta Mard, Kaian sudah mendahului mereka lebih awal. "Kami punya kabar bagus, ramalan kemunculan pahlawan baru saja turun. Seperti biasa kita harus mengartikan pesan ini" ujar Mard. "Setelah penyelidikan, ada dua kemungkinan tempat yang dideskripsikan oleh ramalan, Aku sarankan Kalian berpencar sambil membawa tim Paladin yang sudah Kami persiapkan."
"Tunggu sebentar," potong Franz, "pendeta Mard, saya punya usulan, bisakah Kami pergi sendiri saja". Mard terkejut atas penolakan itu, Ia menanyakan alasannya. "Itu karena Kami ingin mencari para pahlawan tanpa menarik perhatian, itulah yang tuan Eideth minta dari Kami, Ia berniat memancing perhatian Apostle sehingga Kami dapat bergerak dibalik bayangan" jelas Franz.
"Ditambah, dalam perjalanan Kami ini, Kami berniat mengumpulkan semua Pahlawan, tidak hanya Pahlawan dari Arkin, namun juga Pahlawan dari Rensha dan Calix" sambungnya. Mard akhirnya mengerti apa yang hendak mereka sampaikan. Ia baru saja menyadari mengapa Ia diutus untuk menemui Eideth Raziel enam bulan lalu, ternyata untuk mempersiapkan momen ini. "Aku mengerti, Kami akan mempersiapkan semua bantuan yang kalian perlukan, Hero Seeker, tolong hubungi Kami jikalau terjadi sesuatu" pinta Mard. "Kami sudah mendapat banyak bantuan dari kuil, ditambah Kalian juga sudah mempersiapkan perbekelan untuk Kami, Kami sangat berterima kasih" Zain menundukkan kepalanya.
"Selamat jalan tuan Zain dan tuan Franz, Kami mendoakan perjalanan kalian akan dijaga oleh Sang belas kasih". Setelah mengucapkan perpisahan, kedua petualang itu pergi menaiki kuda mereka. Tak lama kemudian, wahyu lanjutan turun kepada mereka. "Saya mengerti, Kaian, Vivian, bersiap untuk pergi, Kita harus bersaksi atas tuan Eideth di Ibukota" suruhnya.
---
"Begitulah ceritanya" jelas Mard. Eideth akhirnya mengerti bagaimana pendeta Mard bisa datang tiba-tiba hari ini. Eideth menyatukan tangannya untuk berterima kasih pada teman-temannya di atas. Mard melihat itu dan menanggap Eideth berdoa, Ia sedikit senang kepada kenalannya itu. Selesai berterima kasih, Eideth kembali ke pembicaraan. "Jadi, mereka sedang mencari pahlawan Arkin ya", "itu benar" balas Mard.
"Situasi sudah terjadi seperti ini, Kita hanya bisa mengikuti rencana yang diatas" ujar Eideth menyirup tehnya. Eideth senang Franz melakukan langkah yang tepat, selagi Ia menyibukkan Apostle dunia lain, mereka dapat mengumpulkan semua pahlawan dan memperkuat diri. Ia juga takkan menunjukkan dirinya secara langsung dan bergerak dari balik bayangan. Entah kenapa Eideth merasa perannya disini mirip seperti seorang penegak keadilan.
"Namun bukankah akan berbahaya untuk tuan Eideth seperti ini," tunjuk Mard, "mencari incaran Apostle tidak hanya membahayakan tuan namun juga orang-orang disekitar". "Aku mengerti kekhawatiranmu, namun mereka mungkin tidak senekat itu. Jika salah seorang dari mereka datang menyerang, Vista akan punya teman baru nantinya" balas Eideth. "Ya, Aku yakin mereka juga waspada terhadapnya, jika tidak ingin menjadi sepertiku" lanjut Vista.
Mereka lanjut mengobrol hingga Vivian menanyakan pertanyaan yang membuat satu ruangan fokus mendengarkan. "Eideth, bisakah Kau menceritakan sedikit tentang pahlawan yang akan muncul". Semua orang terdiam, bahkan Milenia yang ingin meminum teh menahan cangkirnya di udara. "Vivian" Mard dan Kaian menegurnya, "tentu, Aku harus mulai dari mana" tanya Eideth.
Mereka berebut ingin bertanya, figur pahlawan legendaris yang akan muncul. Eideth sadar mungkin Ia tak bisa membeberkan semuanya. Ditambah semua orang menyadari Vista juga berada disana. "Bagaimana jika Aku membisikkannya saja, kalian juga harus berjanji tidak membagikan jawaban yang Kalian dapat ke orang lain" ungkapnya. "Um..." Eideth sadar membisikkan sesuatu ke telinga perempuan sedikit memalukan, "tunggu sebentar".
Eideth membuka ponselnya melihat apakah ada sihir yang bisa Ia gunakan. "Ini dia" Eideth bersyukur mantra itu adalah cantrip. "Baiklah, silahkan tanyakan pertanyaan Kalian" ujar Eideth. Vivian memulai lebih dulu, "berapa banyak pahlawan yang akan muncul". Eideth mengeluarkan tongkat sihirnya, mendekatkan tongkat itu ke bibirnya sambil merapal. "[Message]" Eideth menunjuk pada Vivian dan menjawab pertanyaannya. "Ada empat pahlawan yang akan muncul", Vivian mendengar sebuah bisikan di telinganya.
"Tunggu, kalian tidak dengar jawaban Eideth tadi" tanya Vivian. "Hanya Kamu yang bisa mendengarnya, itu adalah kehebatan sihir ini, kalian juga bisa bertanya dalam hati saat kutunjuk dengan tongkat sihirku jika Kalian ingin merahasiakannya" jelas Eideth. "Itu tidak adil, semuanya mendengar pertanyaanku" keluh Vivian menahan malu. Satu persatu, rasa penasaran mereka terjawab. Eideth memberi jawaban sesingkat mungkin agar tidak membeberkan informasi berlebih.
Jawaban yang Ia berikan seperti, "Pahlawan Arkin tidak berasal dari Kekaisaran Lucardo", "Pahlawan Arkin punya sikap yang sedikit kaku", "tidak semua pahlawan berasal dari ras manusia", "mereka tidak menyembah dewa manapun". Namun pertanyaan Gobbi membuatnya kaget.
"Menurut Eideth, Pahlawan mana yang terbaik" tanya Gobbi dalam batin, "dalam hal" Eideth bertanya balik. "Terserah Eideth saja, Aku tidak berpikir sejauh itu". "Yah, kalau menilai kekuatan, semua pahlawan itu seimbang dengan yang lain, namun jika Aku memilih yang terbaik diantara mereka, itu Pahlawan Rensha, karena Ia sosok yang paling dekat dengan pahlawan menurutku" jelas Eideth. Setelah selesai menjawab semua pertanyaan dari teman-temannya, Eideth menoleh pada Vista.
"Kau tidak ingin bertanya", "Aku boleh bertanya" Vista bertanya balik. Eideth langsung mendapat tatapan tidak setuju. "Aku hanya bersikap adil, semua dapat kesempatan untuk bertanya" ungkapnya, Ia tak memiliki niatan buruk. "Aku punya pertanyaan," Vista mengangkat tangan, "berapa lama umur pahlawan-pahlawan itu". "Bisa diperjelas" Eideth masih tidak mengerti, "berapa lama rentang hidup mereka" jelas Vista.
"Oh itu mudah, kalau mereka hidup sampai umur tua, Kami semua bisa hidup hingga dua ratus ta-hun... astaga," ujarnya, "tahun depan menandai akhir dari Curse Strife". Semua orang kecuali Vista dan Gobbi menyadari kemudian merenungkan fakta itu. "Apa itu Curse Strife" tanya Gobbi.
"Tuan Gobbi, Curse Strife adalah sebuah sumpah penyihir terdahulu," ungkap Milenia, Ia kemudian lanjut menceritakan sebuah kisah sejarah, "dua ratus tahun lalu, Ras tinggi mengutuk semua makhluk di Artleya, yang memotong rentang hidup setiap ras menjadi dua ratus tahun". Satu per satu mulai melanjutkan cerita itu pada Gobbi, "semua makhluk yang mendapat kutukan itu sebelum umur mereka melewati dua ratus tahun, langsung wafat ketika mencapai umur itu" jelas Gyslaine.
"Para penyihir terdahulu bertekad untuk menghilangkan kutukan itu namun tidak pernah berhasil" jelas Reinhardt. "Seratus tahun lalu, dunia berkumpul untuk membahas masalah ini, dan mencapai kesepakatan, mereka akan berusaha untuk menghilangkan kutukan itu sampai generasi kedua ratus, dan jika mereka gagal mereka akan menerima nasib mereka" ujar Kaian.
"Kenapa mereka menyerah" tanya Gobbi. "Karena itu adalah pilihan yang terbaik, dunia sedang gempar dengan penjajahan Dewa dunia lain, ditambah Apostle itu bersembunyi ke dalam masyarakat, orang-orang khawatir kiamat akan datang lebih awal karena gangguan mereka" ujar Vivian. "Itu tidak benar," potong Vista, "Kami tidak punya kemampuan seperti itu". Tidak ada yang percaya Vista ikut nimbrung dalam percakapan itu.
Ia juga sadar Ia seharusnya tidak membeberkan pengetahuan miliknya, jadi Ia mengakhiri dengan kalimat singkat. "Hanya kalian yang dapat mempercepat itu, Kami hanya menghisap energi dunia Kalian selagi menunggu" "Apa-apaan itu, jangan menggantungkan Kami hanya sampai disitu" keluh Kaian. Vista tidak mau menjelaskan dirinya. "Sudah biarlah, Kita akan tahu lebih banyak saat pahlawan memulai ekspedisi mereka" kata Eideth.
Selesai pesta minum teh itu, Eideth berterima kasih pada pangeran Reinhardt dan putri Gyslaine karena sudah menjamu mereka atas namanya. Ia juga berterima kasih pada semua teman-temannya yang sudah hadir untuk bersaksi di persidangan. Ia menunduk hormat dan mengantarkan mereka pulang. Eideth mengantar mereka sampai ke Altar teleportasi Menara sihir. Ia melambai pada mereka di kejauhan sebelum mereka masuk melewati pintu portal.
"Akhirnya Aku bisa belajar dengan tenang" ujar Eideth meregangkan punggungnya. Ia melihat kearah Vista, mengajak pulang ke asrama. "Apa Aku punya pilihan lain" tanya Vista dengan sarkas. Eideth merasakan perjalanannya baru dimulai kembali. Banyak hal akan berubah selanjutnya. Sistem TTRPG hampir selesai direset, Ia juga punya rencana tersendiri saat Talent miliknya kembali aktif. Aku tidak sabar.
Artleya note:
Dua ratus tahun lalu, dari timeline LMCP, Artleya mengalami perang besar yang mengubah dunia. Perang itu dikenal sebagai "Great Race War". Tidak ada catatan pasti yang mencatat seberapa panjang perang itu. Perang yang dimulai dari pemberontakan ras biasa melawan tirani ras tinggi/primordial (Aku belum bisa milih). Diakhir peperangan, ras tinggi/primordial yang tiran mengalami kemunduran.
Dimomen kekalahan mereka, mereka merapalkan tiga mantra terlarang yang melanggar hukum dunia. Mantra yang dikenal dan dirasakan sampai masa sekarang adalah [Death Paradox] yang membunuh setiap makhluk ketika mereka menyentuh umur dua ratus tahun. Mengapa angka itu secara spesifik. Ras tinggi dapat hidup hingga usia ribuan sampai ratusan ribu tahun. Mereka berpikir dua ratus tahun sangatlah singkat untuk ras rendah. Dua mantra lainnya belum diketahui oleh karakter utama dan akan diungkapkan pada episode yang akan datang. Penasaran mantra apa saja itu? Tuliskan tebakan kalian di komentar