Chereads / Let me be carefree, please / Chapter 86 - Big Three Encounter

Chapter 86 - Big Three Encounter

Sebelumnya, Kelas umum menempatkan Eideth ke dalam sebuah regu untuk sebuah tugas. Mereka mempraktikkan misi pengawalan yang biasa para tentara lakukan. Dengan cara yang cemerlang regu mereka berhasil menangkap satu target yang malang. "Ugh... Lepaskan Aku manusia licik, Kamu curang" teriak Spirala si peri. Eideth menggenggam tali ajaib itu semakin erat, tak mau melepaskan.

 

"Spirala, ini perintah, diamlah" Eideth menarik tali pengekang itu, sihir dari tubuh Spirala melaksanakan tugasnya. "Akhirnya damai sedikit" ujar Eideth. Ia melihat rekan-rekannya tengah mencari peri-peri yang tengah bersembunyi. "Jangan mengejar mereka, Kita tak cukup cepat, gunakan kemahiran Kalian untuk menarik mereka" sarannya. "Ini tidak mudah kau tahu" geram Canis.

 

Regu Eideth telah mencoba berbagai cara untuk membujuk para peri mengikuti mereka. Memohon, membuat kesepakatan, beraktraksi, tapi tidak ada yang berhasil. Sebagai rekan tim yang baik, Eideth coba membantu dari balik layar. "Dain" Vanguard mereka menanggapi panggilannya. "Ya, kenapa" tanya Dain, "tunjuk satu peri, akan kubantu kau menggait mereka".

 

Ia memindai persekitaran dan menunjuk seorang peri yang duduk di balkon pot jendela. Terlihat beberapa siswa lain mencoba menangkap peri itu tapi tidak sampai. "Pergilah kesana dan tunggu saja" suruh Eideth. Dain mengikuti perintahnya dan pergi meninggalkan timnya. "Teman-teman, perhatikan Dain" ajaknya.

 

Sesampai disana, kedatangan Dain tidak diterima oleh siswa lain. Mereka tidak senang kompetitor mereka bertambah, "hey pergi, Kami sudah kesulitan disini, pergi sana" usir mereka. Dain tetap bersabar dan menghiraukan mereka, Ia percaya dengan dorongan Eideth. "Nona Peri, sepertinya Anda belum punya pengawal, bagaimana ikut dengan regu Kami" pintanya dengan ramah. "Bagaimana ya, masalahnya Aku tidak tertarik dengan Kalian semua, Kalian itu membosankan, Aku ingin mencari pahlawanku". Para siswa dibawah kena tolak mentah-mentah.

 

Tiba-tiba, sebuah pot tanaman di ujung jendela lantai tiga jatuh. Peri itu menghindar dengan mudah dengan terbang ke udara, tapi para siswa tidak bisa bereaksi secepat itu. Kecuali satu orang, yang tugasnya melindungi orang lain. "Semuanya menunduk" teriak Dain. Ia mengangkat perisai di tangan kirinya dan menepis pot keramik itu ke samping. Ia melakukan itu agar pecahan keramik tajam tidak berpencar ke sekitarnya. "Kalian semua tidak apa" tanya Dain dengan khawatir.

 

"Terima kasih ya" Dain mendapat pujian terima kasih dari siswa di sekitarnya, "untunglah tak ada yang terluka" ujarnya lega. "Sepertinya peri itu sudah pergi, sebaiknya kita pergi juga, sebelum kelas selesai" ajaknya. "Siapa bilang Aku sudah pergi" sahut peri itu di udara. Ia turun menghampiri Dain, "Kamu punya sifat yang mulia, tidak buruk, Aku akan ikut denganmu sampai urusan kita ini selesai, mengerti". Dain berterima kasih karena peri itu telah memilihnya, Ia juga mendapat ucapan selamat dari siswa lain.

 

Canis, Rina, dan Croww memuji hasil kerja Dain. Dibelakang obrolan mereka, Spirala berbisik pada Eideth. "Kamu yang menjatuhkan pot itu bukan", "iya" Eideth langsung menjawab tanpa keraguan. "Kamu menggunakan taktik licik seperti itu, apa Kamu bisa memuji itu usahanya sendiri" tanya Spirala mencoba mengusik hatinya.

 

"Tentu saja, akan kutunjukkan sekarang, Dain" panggilnya. Rekan-rekannya menoleh kepada Eideth, Ia dengan bangga mengacungkan jempol kepadanya. Ada rasa bangga dan juga sedikit rasa tertantang dalam hati mereka. "Aku tidak peduli dengan komentar orang lain, asalkan rekan-rekanku berhasil, itulah tugas Catalyst" ujarnya dengan bangga. "Kalian memang aneh... tapi cukup terpuji..." gumam Spirala.

 

Kini saatnya Canis, Croww, dan Rina untuk menarik perhatian para peri. Mereka bertiga pergi ke lorong kelas. Disana terlihat beberapa peri melarikan diri dari serangan siswa yang mencoba menangkap mereka secara paksa. Mereka menembakkan sihir di dalam ruangan dan melanggar peraturan Akademi. Eideth melihat mereka hanya merapalkan sihir ofensif mencoba mencelakai peri itu. 

 

Eideth tahu semua orang selalu saja berlatih sihir ofensif namun Ia tidak tahu hanya itu yang mereka punya. Di dorong oleh motivasi melawan Dewa dunia lain, perkembangan sihir berfokus pada sihir penyerangan. Tidak jauh berbeda dari dunia lamanya dulu. Ini takkan berubah sampai Artleya mencapai masa kedamaian. Eideth takut Ia takkan pernah sampai ke masa itu.

Di ujung lorong, seorang siswa merapal mantra yang cukup kuat. Ia bertekad membekukan peri itu dan menangkapnya. "Membekulah, [Freeze Ray]" ujung tongkat sihirnya sedikit tertutupi es dan mengeluarkan sinar biru. Sayangnya tembakannya meleset dan mengenai pilar pendukung.

 

Sihir es itu cukup kuat untuk membelah pilar itu menjadi dua dan merubuhkannya. "Teman-teman" dengan satu kata perintah, rekan-rekannya membantu menyelamatkan siswa disekitar. Croww berusaha menarik orang-orang dari sana sementara Canis menangkap pecahan pilar itu sebelum menghantam siswa dibawahnya. "Cepat men-jauh" Ia berusaha sekuat tenaga menahan pilar besar itu. Canis tahu Ia tidak bisa melempar pilarnya dan berusaha menurunkannya perlahan.

 

Siswa yang bersalah itu jatuh ke tanah, hidungnya mengeluarkan darah hingga menetes ke seragamnya. Ia kehilangan tenaga karena memaksakan diri merapal mantra yang cukup tinggi. "Kamu tidak apa" tanya Rina menghampiri siswa yang mimisan itu. Ia merapalkan mantra penyembuh mencoba menghentikan pendarahannya. Siswa itu kaget Ia bukannya dimarahi atas perbuatannya.

 

"Apa semua baik-baik saja" tanya Eideth kepada orang-orang disekitar. Untungnya tidak ada yang terluka karena insiden tadi. Anggota regu Eideth mendapat pujian dari para siswa atas tindakan heroik mereka. Para peri yang menjadi incaran regu lain itu menghampiri mereka. Terkesan dengan perbuatan mereka, peri itu setuju untuk mengikuti pahlawan muda itu.

 

Berkat itu, regu mereka memiliki lima peri, satu untuk tiap orang. "Tunggu dulu pahlawan, Kita harus membereskan kekacauan ini" ujar Eideth, mereka tidak boleh pergi begitu saja. Mereka berempat berusaha mengangkat pilar itu keatas namun masih terlalu berat. Regu yang membuat masalah tadi juga ikut membantu. Bersama mereka berhasil menaruh potongan pilar itu ke tempatnya.

 

"Serahkan padaku, [Mending]" Eideth mulai merapal cantrip untuk memperbaiki pilar itu. Pecahan itu menyatu dengan tubuh utamanya tanpa meninggalkan retakan sedikitpun. "Persis seperti baru" ujarnya. Para siswa lain terkejut melihat sihir seperti itu, mereka tidak pernah melihat sihir restorasi seperti itu, "sihir itu tidak memakai mana" seorang siswa berhasil menyadari itu. Penyataan itu membuat mereka semakin kagum. Eideth hanya berdalih itu adalah sihir dari posisi Catalyst kemudian melarikan diri dengan regunya.

 

 "Sepertinya ini sudah cukup jauh dari sana" mereka berlima berhenti untuk mengambil nafas setelah berlari. Ketika sampai di luar, puluhan pasang mata mengawasi mereka. Rasa permusuhan itupun sampai terasa menyengat di kulit mereka. "Semuanya bersiap, latihan pengawalan yang sebenarnya dimulai sekarang" Eideth peringatkan.

 

"Canis, tolong pimpin kami didepan," pinta Eideth, "kita buat formasi barisan". Mereka mulai berbaris sambil mengeluarkan senjata mereka. Barisan itu dipimpin oleh Canis, kemudian Eideth, Rina, Dain, lalu Croww. "Kenapa mereka menargetkan Kita" tanya Rina. "Karena mereka ingin mencuri poin kita" jawab Croww yang sudah memahami situasi mereka. "Apa" Rina kaget mendengar hal itu, sepertinya Ia tidak tahu.

 

Eideth mengajukan diri untuk menjelaskan. "Begini, Kita diberi misi untuk menjemput peri-peri ini kemudian mengawal mereka kembali kepada guru pembimbing. Hanya saja, tidak semua regu mendapat bagian menjadi pengawal, sebagian regu lainnya mendapat tugas penyelamatan, dalam artian lain, menculik peri yang Kita kawal" jelasnya. "Bukannya itu tidak adil, Ki ta sudah susah payah membujuk peri-peri ini untuk mengikuti Kita" ujar Rina.

 

"Itulah tujuan sebenarnya dari pelajaran ini, dimata Kita, kita adalah pahlawan, namun dimata orang lain belum tentu seperti itu" ujar Croww. "Aku mengerti..." Rina tampaknya sangat naif tentang hal ini, itu membuat mereka yakin. Bahwa Rina adalah orang biasa yang hanya hidup damai selama ini. "Tidak apa Rina, Kita hanya harus menyelesaikan tugas Kita, tidak usah dipersulit" Dain coba menghiburnya. Rina mengangguk selagi menguatkan tekadnya.

 

Sesuai formasi mereka, para peri diminta untuk tetap bersama Rina (Clergy) di tengah. Sisanya dibagi rata menjaga bagian depan (Breaker dan Catalyst) dan belakang (Vanguard dan Hunt). Eideth bangga bisa menerapkan formasi ini. Pengetahuan yang Ia punya akhirnya berguna. Untuk saat ini masih belum ada yang menyerang mereka.

 

Itu segera berubah saat regunya bertemu dengan regu musuh. Regu itu sedikit istimewa dibanding yang lain, kelompok mereka hanya diisi oleh posisi penyerang dari kelas S dan A. Eideth tidak menyangka akan bertemu dengan mereka secepat itu. "Hai" Eideth menyapa supaya kemungkinan mereka menyerang semakin sedikit.

 

"Tuan, bukannya dia," Eideth tidak mengalihkan matanya, itu bukanlah pilihan. Tidak sopan baginya jika Ia mundur karena panik sesaat. Dari kelima orang itu, terlihat siapa pemimpin mereka. Ditengah ada seorang pemuda yang sedari tadi mengawasinya semenjak mereka bertemu. Eideth merasa dirinya diterawang oleh mata itu. Pemuda pastinya putra dari Duke Namos, Liam Namos. [Keluarga Bangsawan Narven diganti menjadi Namos, Aku juga akan memperbaiki chapter sebelumnya]

 

"Ketua, biarkan Aku bernegoisasi, oke" tanya Eideth pada Canis. Regu itu kaget Eideth bukanlah pemimpin dari regunya, namun mereka segera menerima mengingat posisinya sebagai Catalyst. "Apa Kalian termasuk regu pengawal juga" tanya Eideth dengan ramah. "Tentu saja i-iya, Kalian juga ingin kembali ke lapangan bukan" ujar rekan Liam. Bangsawan itu mewakili ketuanya, sama seperti Eideth.

 

Eideth yakin Liam akan bicara langsung dengannya, tapi sikapnya berwaspada itu dapat dipahami. Jika Liam dan regunya juga mendapat regu mengawal, tentu saja Ia akan waspada pada orang yang mendekat. "Iya, Kami juga ingin kembali, setidaknya Kami sudah dapat satu poin setiap orangnya" balasnya, "berapa banyak peri yang Kalian kawal".

 

Eideth melihat ada dua puluh peri terbang berdempetan dibelakang Liam. "Oh itu... Kami dengar dari mereka, peri suka dengan orang yang tampan, Kami cukup beruntung tuan Liam berada di regu kami" balas bangsawan itu. "Aku mengerti" Eideth tidak bisa membantah itu, hanya bisa mengepalkan tangannya.

 

"Bagaimana kalau Kita kembali bersama-sama, menggabungkan kekuatan Kita pasti akan menguntungkan" rekan-rekan Liam menepi untuk mempertimbangkan usulan itu. Eideth menunggu dengan sabar namun Liam menghampiri dirinya. Meskipun puluhan peri yang mereka kawal dibalik punggungnya, Ia dengan percaya diri menghampiri Eideth. Situasi menjadi canggung karena mereka tidak bertukar kata dan hanya saling berhadapan.

 

Sebelum rekannya selesai berunding, kelompok lain datang mendekat. Seorang dari mereka mengenali Liam dan Ia mengenalnya juga. Si peringkat ketiga, putri dari Marquis Mezi, Cathrine Mezi. "Wah wah, apa yang terjadi disini, halo" Cathrine menyapa mereka. Tiga peringkat teratas berkumpul bersama lebih cepat dari yang orang-orang duga.

 

"Nona Mezi bukan," tanya Eideth, "apa Anda tertarik bergabung dengan Kami mengawal peri-peri ini ke lapangan" ajaknya. Itu usulan yang berani, terutama didepan Liam. Rekan-rekan Liam yang baru menyadari kedatangan Cathrine dan regunya menjadi lebih waspada. "Itu tawaran yang menarik, Aku setuju' jawabnya.

 

Rekan Liam mengumpat pelan mendengar Cathrine bergabung, mereka mau tidak mau ikut bergabung agar tidak kalah dengannya. "Syukurlah kalau begitu, ayo kita pergi" ajaknya. Karena orang-orang bertambah, mereka berganti formasi. Eideth menyarankan mereka menggabungkan formasi namun Ia ditolak. Menurut mereka tidak perlu sampai menyatukan formasi, berjalan bersama saja cukup.

 

"Kalau begitu siapa yang ingin ditengah" tanya Eideth pada regu lain. Jika mereka bekerja sama, regu yang mendapat posisi tengah otomatis akan terlindungi oleh tim lainnya. Liam memutuskan untuk menjaga belakang, Cathrine mengambil inisiatif didepan. Eideth melihat regu Cathrine, mereka memiliki tiga Vanguard untuk melindungi penyerang utama. Regu Eideth menerima tawaran itu dengan senang hati.

 

Croww menarik Eideth menjauh dari sana untuk berbisik, "kau yakin dengan ini, bagaimana jika mereka berdua tim penyelamat". Eideth mengaku Ia sudah memikirkan kemungkinan itu, namun jika hal terburuk sudah pasti datang, Ia ingin menundanya selama mungkin. Mereka kembali ke regu mereka agar semuanya sudah bisa pergi.

 

Formasi regu Eideth berganti. Canis memimpin mereka didepan dan diikuti Dain dibelakangnya. Rina tetap ditengah menjaga para peri, Croww menjadi pengawalnya, kemudian Eideth menjaga di paling belakang. Regu Liam menyadari keanehan formasi itu. Mereka tidak bisa menahan rasa kecurigaan mereka. "Hey, kenapa Catalyst sepertimu dibelakang" tanya seorang bangsawan.

 

"Oh, Aku hanya ingin coba mengobrol dengan tuan Liam, selagi regu Kita bekerja sama situasi sudah sedikit lebih aman sekarang" dalihnya. "Sepertinya tuan Liam tidak begitu suka mengobrol" Eideth sedikit canggung ajakannya tidak diterima. "Aku hanya berbicara dengan teman-temanku" balas Liam dengan dingin. "Ya itu benar, tuan Liam memang seperti itu" ujar rekannya.

 

Berkat pengalihannya itu, Eideth berhasil mengamati regu Liam. Meski semua orang berjalan membawa senjata mereka, gerak-gerik mencurigakan mereka terselip beberapa kali. Mereka coba mempertimbangkan sesuatu lewat berbisik-bisik. Eideth bertanya pada Liam secara tidak langsung apa yang terjadi didepan. Ia melaporkan Dain mendapati gerak-gerik kelompok Cathrine juga mencurigakan, mereka beberapa kali mengintip kebelakang.

 

Eideth berharap firasat buruknya tidak benar. Benar-benar memohon itu tidak benar. Karena Ia sama sekali tidak tahu bagaimana menghadapi dua lawan yang kuat di posisi mereka saat itu. Eideth menitip pesan ke depan, agar mereka tetap santai dan tenang, hingga mereka sudah cukup dekat ke lapangan. Eideth menelan ludahnya coba mengatur nafas agar tetap tenang untuk menghadapi badai yang akan terjadi.

 

Lima ratus meter dari lapangan, regu Cathrine tiba-tiba berhenti. Canis dan Dain seketika menaikkan kewaspadaan mereka. Eideth pura-pura polos coba bertanya, "ada apa nona Cathrine, apa ada yang mencurigakan". Meskipun guru pembimbing bisa melihat dari kejauhan, mereka tetap melancarkan aksinya. Vanguard dari grup Catherine memposisikan diri mereka menghadang Canis.

 

Melihat kejadian itu, Eideth beralih pada Liam untuk meminta bantuan. "Tuan Liam, sedikit bantuan". Regu Liam juga membentuk formasi menyerang. "Bukannya kalian berdua tim pengawal", "apa Kau benar-benar sebodoh itu rakyat jelata" umpat bangsawan dari regu Liam. Ia segera diberi tatapan teguran oleh Liam atas perkataannya itu. "Menyerahlah dan serahkan tawanannya pada Kami" ujarnya coba memperbaiki kesalahan tadi.

 

Keributan itu berhasil menarik perhatian kakak kelas yang masih menonton kelas publik itu. Mereka semakin bersemangat ketika melihat itu adalah bentrokan dari tiga besar. Perwakilan dari kedua faksi yang berselisih melawan pemuda misterius yang menempati posisi pertama. Sorakan mulai terdengar satu persatu, memberi dukungan pada Cathrine dan Liam agar memenangkan perselisihan itu.

 

"Mereka sama sekali tidak menghiraukan Kita" ujar Dain, suaranya tidak yakin mengungkapkan perasaan lega ataupun kecewa. Canis tidak memperdulikan itu dan mempersiapkan kapaknya, siap bereaksi ketika lawan membuat pergerakan yang mengancam. Dain menyiapkan kuda-kuda dan mengangkat perisainya. Rina mencoba sebaik mungkin menyembunyikan para peri. Croww bersiap dengan belatinya untuk kemungkinan yang terburuk sambil melihat Eideth dengan tatapan mata "sudah kubilang" tersirat jelas.

 

Eideth melihat kedalam saku seragamnya, sembari memikirkan rencana. Sebuah perkamen yang belum terselesaikan terlipat di dasar saku. Eideth tersenyum berpikir sedikit ada harapan untuk melawan balik. Ia berharap guliran dadu berada disisinya lagi kali ini. "Nona Cathrine, tuan Liam, Aku akan memberi Kalian kesempatan untuk membiarkan kami pergi, atau Kalian akan kehilangan semua peri yang sudah Kalian kumpulkan dari kelompok lain, Kita bisa menyelesaikan ini dengan damai".

 

Ia baru saja mendeklarasikan kemenangan juga kesempatan belas kasih pada peringkat kedua dan ketiga teratas. Pernyataan yang benar-benar berani. Liam dan Cathrine tidak percaya dengan peringatan itu. Pandangan mereka terhadap seorang Catalyst begitu rendah hingga menyepelekan peringatannya meskipun mereka tetap waspada.

 

Dengan satu teriakan dari Eideth, gencatan senjata ketiga regu itu pecah. Regu Cathrine dan regu Liam mencoba menyelamatkan target mereka, sementara regu Eideth coba bertahan. Dirugikan dalam semua aspek, pertikaian itu menjadi kabar terakhir yang terdengar menyangkut nama Eideth. "Aku tidak akan menonjol lagi di Akademi ini" Ia bertekad. Apapun yang terjadi setelah ini, Ia akan menjadi bayangan jika perlu. "Kali ini saja, hanya untuk hari ini" ujarnya.