Chereads / Let me be carefree, please / Chapter 84 - Interspecies Guidelines

Chapter 84 - Interspecies Guidelines

Seorang pemuda mengeluarkan sebagian mukanya dari pintu untuk mengintip. "Halo" balasnya. Dari belakang kepala pemuda itu, ruangannya tampak gelap tak memiliki cahaya sama sekali. Otak Eideth mulai berputar, mencoba membuat kesimpulan dari hasil pengamatannya, tapi Ia kekurangan petunjuk.

 

Eideth fokus memperhatikan pandangan mata pria itu, pandangan matanya melihat ke belakang. Tepatnya kearah pintu kamarnya yang terbuka. Cahaya dari jendela mulai merambat keluar menuju lorong asrama. Pandangan mata pemuda itu bukannya takut namun merasa kesal.

 

"Maaf, tunggu sebentar ya" Eideth permisi sebentar untuk menutup pintu kamarnya, mengunci cahaya itu agar tidak merambat masuk. "Dimana Aku tadi, halo, salam kenal, Aku Eideth, Kita akan bertetangga mulai dari sekarang" ucapnya dengan riang. Pemuda dibalik pintu itu tidak tahu harus berkata apa, Ia hanya diam tidak membalas. "Bukan pria yang suka bicara ya, Aku mengerti, Aku ingin memberimu sebuah hadiah, sebagai ucapan salam" Eideth menjulurkan tangannya yang membawa sebuah kotak berisi kue.

 

"Bukannya ini trik para elf dan peri, kenapa manusia yang melakukannya, siapa yang menyuruhmu" ujarnya dengan waspada. "Peri? Bukan, ini tidak seperti itu, Aku hanya ingin menyapa dan membuat kesan baik, tidak ada muslihat apa-apa" Eideth mencoba terlihat ikhlas dan meyakinkan. "Kenapa Kau ingin melakukan itu, kalian manusia, sangatlah aneh" sambungnya.

 

Pemuda itu akhirnya membuka pintu dan menunjukkan dirinya. Ia mengenakan sebuah setelan jas yang rapi. Dari ujung rambut hingga sepatunya, terlihat bersih dan berkelas. "Meskipun begitu, Aku tidak bisa menolak sikap baikmu ini, terima kasih atas kuenya, walaupun Kami bisa makan makanan selain darah, vampir sedikit pemilih". Ia menerima kue itu lalu masuk kembali ke dalam ruangannya. "Dia tidak memberitahuku namanya," Eideth mengepalkan tinjunya menahan kesal.

 

Saat Ia hendak pergi, vampir itu membuka pintunya kembali. "Kalau ada seorang peri mencoba bersikap baik padamu, waspadalah, mungkin tidak semua, tapi sebagian dari mereka masih mengikuti tradisi jelek itu". Setelah menyampaikan pesannya, Vampir itu menutup pintunya kembali. "Aku benar-benar tidak bisa menebak mereka" ucapnya, tersenyum sedikit.

 

Eideth mengeluarkan sebuah buku dari sakunya. Ia mulai menuliskan hasil pengamatannya kedalam buku itu. Di sampulnya tertulis, [Interspecies Guidelines]. Selama di kemah pelatihan. Eideth berhasil berbaur dengan berbagai macam ras. Ia jadi tahu lebih banyak tentang budaya, sihir, dan kebiasaan mereka. Jika Ia menemukan hal baru yang belum Ia ketahui, Ia akan menambahkan catatan di buku itu.

 

Sebelumnya, Ia menambahkan info naga dan wyvern dari pertemuannya dengan Claudias. Kini Ia menambahkan info vampir, Ia tidak menyangka mitos dunia lamanya bahwa vampir bermusuhan dengan peri itu benar. Eideth memahami bagaimana sihir dan budaya berkaitan di dunia ini, Ia sedikit berterima kasih pada vampir itu telah memperingatinya.

 

Eideth beralih ke ruangan didepan kamar Vista. Ia mengetuk pintu kamar itu bersiap dengan kue di tangannya yang lain. Keluar dari pintu itu, muncul hidung dari seorang kobold. Mereka adalah bagian dari ras beastmen. "Arf, Kamu membawakanku makanan, terima kasih" Ia melompat ingin mengambil kue itu tapi Eideth menaikkan tangannya.

 

"Tunggu sebentar, Aku perlu menanyakan beberapa hal, tunggu" kobold itu menunggu dengan sabar. "Apa Kamu akan mengikutiku terus jika Aku memberimu ini" tanya Eideth. "Kenapa arf", "Aku akan pergi ke tempat-tempat berbahaya, jika Kau mengikuti, Kau pasti takkan selamat" jelasnya. Kobold itu masuk kembali ke kamarnya, tidak sampai beberapa lama, Ia keluar membawa sebuah buah.

 

"Ayo bertukar arf, dengan begitu kita akan impas" ujarnya. Kobold itu menawarkannya sebiji buah. "Pedagang diluar berkata ini adalah buah naga, jadi Kami membeli ini untuk upacara pemujaan Kami, tapi Kami tidak bisa memakannya, rasanya asam" keluh Kobold itu. "Agar kita impas ya" itu adalah tanda dari ras kobold. Bangsa mereka memiliki pendirian yang sederhana, saat mereka berkata seperti itu, mereka benar-benar ingin melakukan pertukaran yang senilai. Jika benda yang ditukar bernilai lebih rendah, mereka akan marah, jika benda yang ditukar bernilai lebih tinggi, mereka akan keberatan menerimanya. 

 

Artleya memiliki sistem penetapan harga yang cukup unik dibandingkan dunia lamanya. Disini ada semacam adat untuk membayar sesuai nilai barang yang dibeli. Meskipun nilai pertukaran mata uang tidak pernah berubah. Adab untuk membayar dengan koin yang sesuai sudah menjadi semacam norma yang diikuti semua orang. Eideth menilai kue yang dibawanya. Ia memberi sebuah kue besar seharga lima koin perak, Ia potong menjadi lima bagian. "Satu potongan ini seharga satu perak" pikirnya dalam hati. Eideth memperkirakan buah naga itu senilai dua koin perunggu. Itu masih tidak cukup.

 

"Apa Kamu masih memiliki buah itu lagi" ujarnya. Kobold itu masuk kedalam dan mengeluarkan 4 buah naga lagi, ditotal menjadi lima. Eideth bersyukur buahnya pas sesuai perhitungannya. Eideth akhirnya berhasil menukar kue itu dengan lima buah naga. Untung saja Ia berhasil menghindari seorang kobold mengikutinya, pikirnya menghela nafas lega.

 

"Namaku Eideth salam kenal", "Aku Shepherd arf, senang bertemu denganmu, Aku akan menikmati ini dulu, sampai jumpa". Eideth segera menambahkan catatan di bukunya, [perilaku mengikuti kobold itu benar, jangan pernah memberi mereka makan gratis], tulisnya. Ia punya tiga potong kue lagi, masih ada dua orang yang belum Ia sapa.

 

Eideth mengetuk pintu terakhir, disebelah kiri ruangan vampir. Ia mengetuk pintu dan tidak berselang lama, sebuah figure pemuda yang tinggi menjulang diatasnya. Eideth hanya sampai ke dada pemuda itu. Setelah melihat fitur tubuhnya dengan sesame, Eideth menyadari itu adalah Vork. Telinga runcing, tubuh kekar alami, dan kulit hijau. Mereka dikenal sebagai Orc dibumi, hanya saja. "Mereka itu sangat tampan didunia ini".

 

Wajahnya tetap saja tampan meskipun dengan dua taring rahang bawah keluar dari ujung bibirnya. Wanita dari dunia lamanya dapat memastikan dia itu tampan. Sayangnya, ketampanan mereka itu dihalangi oleh karakter mereka. "Halo, ada apa Kamu mengetuk pintu kamarku" tanya Vork itu dengan kasar. "Aku hanya ingin berkenalan, karena Kita akan sering bertemu mulai dari sekarang, Aku Eideth" Ia menjulurkan tangannya untuk berjabat tangan.

 

Vork itu tersenyum sinis. Ia menjabat tangan Eideth dan mulai meremasnya untuk memamerkan kekuatan. "Aku Canis" balasnya. Bagi Vork, kekuatan menunjukkan kehormatan. Sebagai ras yang sering berperang dan paling banyak mendaftarkan diri kedalam militer, tradisi mereka tidak mungkin luntur oleh waktu. Canis berpikir Ia bisa mendominasi, namun Eideth sudah siap. Ini bukan pertemuan pertamanya dengan Vork.

 

Eideth menggunakan otot flexor lengannya serta teknik pergelangan tangan itu membalas Canis. Ia berhasil meremas tangannya sedikit, tanda itu bukanlah ancaman. Sikap Canis langsung berubah, Ia tidak pernah berjumpa dengan manusia yang bisa menahan genggamannya. "Woah, Kamu cukup kuat, Eideth, senang berjumpa denganmu, Aku yakin Kita akan akrab" balas Canis dengan gembira.

 

Eideth sama sekali tidak marah dengan perlakuan itu, Ia malah kagum dengan berbagai macam budaya tiap ras yang begitu berbeda, namun tetap bersatu menghargai perbedaan. Didunia dimana budaya menjadi kekuatan sihir, solidaritas seperti ini yang membuatnya takkan pernah berhenti kagum dengan Artleya. "Oh iya, Aku hampir lupa, ini ada hadiah kecil, kuharap Kamu suka" Eideth memberi kuenya.

 

"Oh, terima kasih, Aku akan menikmati ini, semoga Kita bisa bertemu di kelas" ujar Canis sebelum menutup pintu. "Kuharap Kau tak menyesal, Kita mungkin takkan bertemu" ucapnya pelan. Eideth senang pengalaman yang didapatnya di barak berguna untuk menutup jarak antar ras.

 

Tinggal kamar disebelahnya yang belum Ia sapa. Kamar itu masih kosong, tampak penghuninya belum tiba. Saat hendak kembali ke kamar, Eideth melihat seorang pelajar sepertinya melangkah naik di tangga. Ia membawa kopernya yang sedikit terkoyak dengan pakaiannya hampir keluar. Eideth melihat pemuda itu sedikit babak belur. Pemuda itu berjalan melewatinya kearah kamar kosong itu.

 

Saat Ia berusaha memasukkan kunci, sobekan di kopernya semakin besar menjatuhkan beberapa barang. Eideth dengan inisiatif langsung membantu, "hey Kamu tak apa, sini kubantu". "Tidak usah" pemuda itu menolak tapi Ia tidak punya tenaga untuk melakukan apapun. "Jangan begitu, jangan mengusir orang yang ingin menolongmu, tidak apa untuk percaya dengan orang asing sesekali" ujarnya.

 

Setelah memasukkan kembali barang-barang ke dalam koper, Eideth memperkenalkan dirinya. "Halo, Aku Eideth, Kita akan jadi tetangga mulai dari sekarang, siapa namamu" sapanya. "Kamu sebaiknya jangan terlalu dekat denganku, nanti mereka akan menargetkanmu juga" balasnya. "Aku mengerti, Aku akan berhati-hati, terimalah ini, hadiah untuk nasihatnya" Eideth memberikan kue itu kepadanya.

 

Ia menerima kue itu kemudian masuk ke dalam kamarnya. Eideth sedikit kasihan padanya, namun Ia tidak bisa berbuat banyak. Tetangga barunya itu harus menyelesaikan masalahnya sendiri. Bergantung pada orang lain takkan merubah apapun. Ia hanya bisa memberi sedikit bantuan seperti ibu peri.

 

Didalam kamarnya, pemuda itu duduk dan bersendu. Ia tidak menyangka hari pertamanya akan seperti itu. Ia sudah tahu Ia akan sendirian di Akademi ini, harus berjuang sendiri untuk berhasil. Namun melihat kue di mejanya itu. Ia merasa tidak semuanya seburuk itu. Ada orang lain yang sama seperti mencoba kehidupan akademi ini. Pemuda itu menikmati kuenya perlahan-lahan, tinggal tersisa buah penghias itu. Saat Ia memakannya. Tubuhnya merasa lebih segar, seakan sebuah sihir merasuki tubuhnya. Nyeri dari luka memar itu menghilang walau masih sakit saat tersentuh. Ia yakin itu adalah sihir penyembuhan.

 

Tak percaya ada sihir seperti itu, pemuda itu akhirnya tersadar, koper miliknya yang sobek sudah kembali seperti baru. Ia bahkan tidak menyadari orang itu memperbaikinya. Ia tidak menyangka orang sehebat itu dengan sihir menjadi tetangganya. Ia ingin berterima kasih namun teringat pengusirannya tadi. Ia menyesal mengatakan itu, meskipun terdengar masuk akal tadi. Tidak Ia sangka, Ia malah merusak semuanya sendiri.

 

––––––––– –––––––––– ––––––––––

Selesai menyapa tetangga, Eideth berniat jalan-jalan di sekitar pekarangan Akademi. Meskipun Ia takkan bisa menjelajahi 100% lingkungan sekolah dalam sehari, ada bagusnya Ia mulai mengenal perasaan dari Akademi itu. Eideth mengajak Vista namun Ia menolak, "Aku ingin membaca buku ini, lain kali saja" balasnya kemudian membanting pintu itu didepan wajah Eideth. Terkadang Ia sendiri tak tahu apa Vista benar-benar menganggapnya sebagai teman.

 

Didalam buku catatannya, Eideth punya misi kecil yang Ia jalankan. Ia membuat daftar tempat yang harus Ia cari. Perpustakaan, laundry, kantin, berbagai macam tempat yang lainnya. Ia harus memahami tata letak tempat di Akademi, karena memahami lingkungan juga latihan yang bagus untuknya. Ia juga melakukan ini ketika di hutan Gobbi. Mengetahui tempat Ia berada, walaupun hanya sepintas, informasi itu sangatlah berguna.

 

Eideth keluar dari Asrama berpamitan dengan penjaga Dryad. Ia berusaha untuk bersikap ramah dan selalu menyapa. Ia ingin lebih mudah didekati, apalagi posisinya sebagai Catalyst memerlukan kerja sama dengan rekan-rekannya. Ia perlu tahu seberapa dekat dirinya dengan orang seumurannya. Ia menyapa setidaknya puluhan orang, namun hanya beberapa yang menyapa balik. Itu masih hasil yang positif untuknya.

 

Eideth tiba di perpustakaan dengan bantuan beberapa petunjuk arah. Melewati pintu ganda setinggi dua setengah meter itu, terlihat pustakawan tengah mengatur catatan dan buku-buku di mejanya. Eideth bertanya bagaimana Ia bisa mencari buku tentang sejarah atau budaya. Setelah beberapa waktu mencari, Ia akhirnya menemukan keduanya.

 

Ia mulai membaca buku itu, mulai dari buku budaya. Meskipun buku itu tidak dapat memastikan informasi yang benar secara 100%, mereka masih berguna untuk referensi dan membandingkan catatan. Eideth mendapati dirinya menambahkan satu-dua hal kedalam catatan [Interspecies Guidelines] miliknya. Ia berniat untuk menguji kebenaran informasi itu nanti.

 

Ia kemudian beralih kepada buku sejarah. Eideth sedikit tidak siap untuk ini. Meskipun Ia sudah hidup didunia ini selama bertahun-tahun, Ia tahu sangat sedikit tentang Artleya. Eideth tidak bisa berkomentar karena Ia juga seperti itu dengan dunia lamanya. Selama ini, Ia hanya mendapat potongan-potongan kecil dari sejarah Artleya yang panjang. Namun Ia tidak bisa menahan rasa semangatnya, Ia akan mempelajari "lore" dunia ini. Ia membuka bab pertama buku itu.

 

[The Great Race War

Dikenal juga sebagai Rebellion War, adalah perang besar antar ras melawan hirarki dari high-race. Setelah perbudakan selama sepuluh ribu tahun, pemberontakan oleh ras yang diperbudak pecah. Pahlawan-pahlawan mulai bermunculan dan bersatu untuk menghentikan rezim itu. Meskipun dinilai rendah oleh high-race, dan tak mampu menghasilkan Mana di tubuh mereka. Ras biasa berhasil mengalahkan high-race dengan sihir yang lebih mumpuni.

 

Karena kekalahan itu, kerajaan mereka satu per satu jatuh, jumlah mereka semakin sedikit. Dalam upaya balas dendam, mereka menggunakan sihir terlarang. Dengan sihir kuno di tangan mereka, mereka mengutuk setiap ras biasa, akan mati ketika usia mereka mencapai dua ratus tahun. Mereka kemudian memanggil Dewa dunia lain untuk menghancurkan dunia yang sudah menelantarkan mereka. Saat mereka berupaya merapalkan mantra ketiga, upaya mereka dihentikan oleh para pahlawan.

 

Sebagai hukuman kepada high-race telah merusak tatanan dunia. Dibantu oleh berkah Dewi, pahlawan mengasingkan high-race ke dimensi lain. Meski ancaman terbesar sudah dihilangkan, dunia tidak kembali damai. Ancaman baru dari dewa dunia lain muncul. Mereka mulai membangun Menara Sixen diberbagai belahan dunia. Menarik paksa Mana Artleya, dan merusak ekosistem kehidupan. Para pahlawan yang kelelahan tidak bisa membuat banyak perlawanan, dan meneruskan misi mereka kepada generasi mendatang.]

 

Eideth akhirnya mengerti bagaimana persatuan antar seluruh ras dapat tercapai. Ia tidak menyangka dunia seperti itu benar-benar ada. Dari banyak cerita yang Ia baca dari dunia lamanya, serta pengalamannya menjadi kontraktor, Eideth selalu menemukan dunia yang didominasi oleh manusia. Ini adalah kejadian langka dimana setiap ras hampir punah akibat perang dan bersatu untuk saling menjaga. Dari buku itu Eideth juga mengetahui perkiraan jumlah populasi tiap ras. Di Artleya, populasi manusia hanya dua puluh persen, dengan ras yang memiliki populasi terbanyak adalah Beastmen.

 

Seperti yang Ia duga, Ia tidak menemukan catatan yang mengandung seluruh sejarah Artleya, hanya sebagian cerita dalam catatan yang masih terjaga sampai sekarang. Meskipun Ia bisa bertanya pada Zatharna dan mendapat cerita penuhnya, itu bukanlah cara untuk memajukan peradaban. Langkah-langkah kecil seperti inilah yang harus ditempuh agar mereka dapat maju.

 

Eideth berpikir, sedikit ironis high-race yang mampu menghasilkan Mana dalam tubuh mereka, kalah dengan ras biasa yang perlu mengambil Mana dari alam. High-race berpikir mereka telah mencapai puncak dari sihir dan memperbudak ras biasa. "Dia yang tidak punya sesuatu itulah yang lebih tahu seberapa berharganya" kutip Eideth. Dari buku itu, Ia melihat sebuah nama yang cukup terkenal. Dunia mengenal kontribusinya sebagai pahlawan pertama, budak yang bebas, dan guru dari setiap aliran sihir, Pan Gazer.

 

Dialah yang memelopori perang besar ras terakhir. Dari buku itu Eideth mengetahui, ras biasa sudah pernah melakukan pemberontakan sebelumnya, namun mereka selalu gagal karena kurang perencanaan. Ditambah sangsi dari kekalahan mereka sebelumnya membuat siksaan dari high-race semakin besar. Ada selang waktu yang cukup panjang diantara ketiga perang itu dan perang terakhir. "Pan Gazer, orang seperti apalah kau ini" ujarnya penasaran.

 

Setelah puas membaca, Eideth memutuskan untuk istirahat terlebih dahulu. Ia akan lanjut mencari tahu asal usul Artleya nanti. Ia senang bisa mempelajari dunia yang Ia tinggal sedikit demi sedikit. Ia merasa seperti membaca novel dimana misteri masih terkunci dibalik penulis. Ia tak sabar bagaimana dunia ini akan terungkap dihadapannya.

(hehehe. I love what I did there;)

 

Karena perpustakaan ini tidak menyediakan jasa peminjaman buku, Eideth harus kembali lagi untuk menyelesaikan bacaannya nanti. Keluar dari perpustakaan Ia melihat beberapa orang tengah berbuat keributan. Sebuah grup berjalan kesana-sini, menanyakan nama seseorang. Setelah menguping dari jauh, ternyata mereka mencari dirinya. "Siapa disini yang namanya Eideth" mereka mulai putus asa dan menanyai setiap orang, Beastmen, Elf, hingga Fiends.

 

Eideth segera bersembunyi, menghindari kontak mata mereka. Ia tidak menyangka faksi bangsawan sudah mulai mencarinya. Mereka pastinya mencoba merekrut orang-orang berguna untuk memperkuat faksi. Cuma ada satu faksi yang sering melakukan pencarian terbuka seperti itu. Faksi Selatan yang dipimpin oleh Duke Namos. Eideth yakin mereka hanya mencari inisiatif agar menambah pamor mereka didalam faksi. Duke Namos tidak mungkin sudah mengawasinya secara pribadi, "kan?" Eideth sendiri tidak yakin.

 

Eideth segera kabur dari sana, sudah tidak aman baginya berkeliaran. Ia berpikir apakah Ia harus tetap dibawah radar untuk beberapa hari. Eideth memutuskan petualangannya ditunda dulu dan kembali ke asrama. Sayangnya pergerakan faksi Namos sudah meluas. Ia menemukan orang-orang itu sudah mencari hingga ke asrama.

 

Mereka mulai mengganggu para pendatang baru. Eideth menyadari mereka sudah mengenakan seragam sementara Ia sendiri belum mendapatkannya, "jangan bilang senior juga membantu anak-anak ini". Eideth tidak tahu bagaimana harus menanggapi ini. "Jadilah normal, Aku bukan siapa-siapa" Eideth menetapkan pikirannya. Ia melewati para senior itu tanpa berkata-kata.

 

Para senior itu semakin kesal karena mereka tidak menemukan orang yang mereka cari. Akibatnya, beberapa murid menjadi pelampiasan kekesalan mereka. Eideth bisa saja menghiraukan mereka, Namun saat telinganya mendengar mereka menggunakan gelar mereka sebagai bangsawan untuk membenarkan perilaku itu. Eideth seketika naik pitam. Eideth segera berbalik dengan tampang penuh amarah.

 

"Hey, bangsawan palsu" panggilnya, perhatian senior itu beralih kepadanya. Eideth menggunakan Geyser untuk melaju dengan cepat. Ia menaruh tangannya ke wajah senior itu kemudian membantingnya ke lantai sekuat tenaga. Teman-temannya mulai panik atas serangan tiba-tiba itu. "Apa-apaan Kau ini" salah seorang dari mereka melayangkan tinjunya.

 

"Zatharna, bisa Aku meminjam Spell slot untuk besok, Aku ingin merapal Blink" tanya Eideth dalam batinnya. [Lakukanlah] balas Zatharna tanpa ragu. "Terima kasih, Zathy. [Blink]". Tubuh Eideth menghilang tanpa bekas, tinju senior itu hanya memukul angin. Eideth bisa melihat kebingungan mereka dari dunia halus. Enam detik berselang, Ia segera kembali dan menghajar rekan senior itu dengan cara yang sama. Saat mereka hendak membalas, Eideth akan menghilang, namun Ia selalu kembali.

 

Tidak perlu waktu satu menit, Eideth berhasil melumpuhkan kelima senior itu. "Siapa Kau..." ujarnya kesakitan. "Aku adalah hantu penunggu asrama ini, kalau Aku melihat Kalian merundung lagi, Aku akan datang menghantui Kalian, sekarang pergi" usirnya memberi peringatan. Para murid baru bertepuk tangan melihat aksinya. Eideth yang tidak ingin orang-orang mengenal wajahnya, menggunakan sisa mantra Blink untuk pergi dari sana.

 

Para murid yang melihatnya, mengira itu adalah sebuah trik, berharap pahlawan mereka kembali. Namun mereka sadar Ia tidak kunjung muncul kembali. "Jangan-jangan dia itu benar-benar hantu" ujar mereka. Ketakutan melihat penampakan itu, mereka segera bersembunyi di kamar mereka. Eideth kembali dari dunia halus setelah durasi mantra Blink habis, untungnya Ia sudah melarikan diri sejauh mungkin dari sana. Eideth berpikir Ia sebaiknya tidak lewat lorong itu kembali. Setelah itu, rumor hantu di asrama murid baru mulai beredar ke seluruh Akademi.