Chereads / Let me be carefree, please / Chapter 82 - Raziel Has Descends

Chapter 82 - Raziel Has Descends

Setelah selesai menulis formulir di loket pendaftaran, Eideth segera menuju ruang pengujian. Ada dua tahap tes masuk Akademi Gonan, tes tertulis dan tes praktik. Karena Akademi Gonan adalah institusi edukasional semi-militer. Banyak dari lulusan akademi ini melanjutkan karir mereka ke jenjang militer.

 

Awalnya Akademi Gonan dibangun untuk membantu rakyat memenuhi kebutuhan pendidikan agar mereka dapat melaksanakan kewajiban militer mereka. Di Kekaisaran Lucardo, setiap orang diwajibkan mengikuti program militer. Hal ini untuk mempersiapkan masyarakat terhadap serangan Sixen. Oleh sebab itu, mereka harus memilih sebuah jalur/posisi ketika masuk ke Gonan. Pilihan posisi Eideth sudah jelas namun Ia harus memenuhi kriteria agar dapat diterima.

 

"Apa Aku ambil poin lima puluh saja" pikirnya. Di jauh-jauh hari, Eideth sudah berpikir bagaimana Ia akan melakukan tes masuk. Ia berniat mengikuti jejak jenius dari ruang putih, agar lolos pendaftaran dengan nilai lima puluh disemua tes. Namun hal itu tidak memungkinkan karena Pangeran dan Putri mengawasinya.

 

Ia tidak mungkin mempermalukan mereka dengan penampilan yang setengah-setengah. Tapi apa Ia harus peduli dengan itu? Hidupnya kali ini adalah untuk memuaskan keinginannya, Ia bebas melakukan apapun yang Ia mau. Kapan lagi Ia akan membuat kameo seperti ini. Sebelum Eideth masuk kedalam ruang ujian, Ia sadar suatu fakta. Ia bukanlah seorang jenius, dia tidak layak menantang dirinya untuk mengerjakan ujian setengah-setengah meskipun tau semua jawaban. Ia juga tidak mau dimasa depan kepikiran dengan momen ini hingga berakhir menjadi penyesalan lainnya.

 

"Maaf Ayanokoji, Aku cuma bisa mengutip namamu saja" gumamnya pelan. Vista tidak bisa mengerti apa yang Eideth katakan. Mereka berdua pergi ke ruang ujian yang sudah ditetapkan. Eideth sudah mendapat izin sebelumnya untuk membawa Vista kedalam ruang ujian. Dengan bantuan Pangeran dan Putri, penjelasan panjang tidak diperlukan. Eideth mengerjakan ujian itu sebaik mungkin, dengan Vista duduk disebelahnya menonton tanpa ikut campur. Reinhardt, Gyslaine, dan Kepala Akademi juga memutuskan untuk menonton, duduk di kursi pengawas. Eideth sungguh tidak tenang.

 

Keluar dari ruang ujian, Eideth merasa sangat lelah. Ia mengeluh pada Zatharna lewat pikiran, betapa tertekannya Ia melakukan ujian itu dengan semua mata yang menatapnya. Lebih parah lagi, "Kamu sih gak mau bantu Aku" keluhnya pada Zatharna. Eideth mencoba untuk mengerjakan ujian itu dengan memindahkan kesadarannya ke domain Zatharna, agar Ia bisa fokus. Zatharna menolak dan mengusirnya, memblokir Eideth masuk sampai Ia selesai mengerjakan ujian.

 

Ujian tertulis itu tidaklah sulit ujarnya, Ia yakin Ia setidaknya diatas ketuntasan minimal. Sekarang saatnya untuk ujian praktik. Banyak kabar beredar mengenai ujian praktik tahun ini, ada yang mengatakan hasil ujian praktik menentukan penempatan kelas nantinya, jadi semua orang waspada dengan mereka. Eideth tidak tahu tentang kabar ini sama sekali.

 

Mereka tiba di ruang ujian, Eideth diminta untuk masuk kedalam ruangan itu sendiri. Ia ingin protes namun Vista meyakinkan Eideth untuk pergi, Ia berjanji untuk tidak melarikan diri. Eideth tidak tahu dengan perubahan sikap Vista yang tiba-tiba, Ia berpikir apa itu karena pembicaraan mereka di kereta kuda tadi. Selagi Eideth mengerjakan ujian, Kepala Akademi mengajak mereka untuk menonton dari sisi lain.

 

Eideth masuk kedalam sebuah ruangan yang aneh, melihat dari strukturnya, Ia menyadari itu adalah sebuah Mana Chamber. Ruangan multifungsi ini memiliki sistem pengaturan Mana yang canggih, semua kegiatan yang berkaitan dengan sihir dan Mana, dapat dilakukan diruangan ini, mulai dari sesi sparring hingga eksperimen sihir.

 

Eideth melihat sebuah jendela kaca di bagian atas sebuah dinding. Disana ada Kepala Akademi dan yang lain. Secara reflek Ia melambaikan tangannya kepada mereka, memasang ekspresi bodohnya seperti anak-anak. Kepala Akademi mengambil semua mikrofon dan mulai berbicara. "Tes, satu dua, ehem, Eideth... Kita akan mulai tes praktiknya, pertama-tama Kami akan menguji kemampuan manipulasi Mana milikmu, apa Kamu bisa melihat Mana disekitarmu" tanya pak Kepala.

 

Eideth bisa melihatnya, semacam partikel-partikel cahaya berterbangan di udara. Mereka tidak dapat dilihat oleh mata secara fisik, namun mereka benar-benar ada disana. "Bisakah Kamu mengumpulkan semua Mana itu kepadamu" perintah pak Kepala. 'Jadi itu tesnya' pikir Eideth. Saat ini, Mana yang berada didalam ruangan itu bersikap selayaknya udara. Atau, jika Eideth menggunakan istilah dunia lamanya, mereka seperti uap air.

 

Mana pada dasarnya adalah energi namun Ia juga memiliki wujud. Layaknya wujud benda, Mana juga memiliki ketiga wujud tersebut. Eideth tidak menyangka akan menggunakan pelajaran dunia lamanya di dunia sihir ini. Ia benar-benar merasa seperti pergi sekolah. "Ingat, Kamu cuma punya satu kesempatan" ujar pak Kepala. Tantangan yang ditetapkan begitu berat, diibaratkan Eideth harus mengumpulkan semua uap di ruangan itu dengan tangannya. Setelah berpikir sejenak, Eideth mendapat sebuah ide.

 

Eideth melebarkan pijakan kakinya, menyiapkan tangan kiri didepan dada, dan tangan kanan disamping kepalanya. Ia mulai mencakar udara diatas telapak tangan kirinya berkali-kali, lama kelamaan semakin cepat. Memadukan Teknik sihir di dunia ini dengan imajinasi anime didunia lamanya, Eideth berhasil menciptakannya, Magic Technique Wave: Application], sebuah 'Rasengan'. Sebuah bola Mana yang berputar dengan kecepatan tinggi, menggunakan prinsip Wave untuk menarik semua Mana ke tangannya.

 

Kepala Akademi dan pengawas lainnya terkejut melihat itu. Mereka tidak pernah melihat aplikasi Teknik sihir seperti itu sebelumnya. Namun Eideth masih tidak puas, Ia masih ingin melihat seberapa jauh Ia bisa melakukan ini. Eideth menaruh tangan kanannya di atas bola Mana itu. Menurunkan kuda-kudanya lebih dalam lagi, dengan kedua tangan menahan posisi itu disamping tubuhnya. Ia menggunakan Harden untuk mengompres Mana itu, menyeimbangkannya dengan Teknik kompresi Explode.

 

"Kaaaa... Meee..." Mana yang terkompres itu semakin tertekan. "Haaaa... Meeee...." Eideth bisa merasakan Mana itu sudah mencari cair tapi itu belum cukup. Sebelum Eideth menyelesaikan perkataannya, suara pecahan terdengar. Eideth berhenti melafalkan nama jurus itu dan melihat sebuah kristal Mana berukuran sebesar kelereng pecah menjadi dua kepingan. Ia hampir saja meledakkan Kristal itu menjadi tembakan energi. Eideth menaruh kepingan kristal Mana itu ke lantai dan bertanya apakah ujiannya sudah selesai.

 

"Huh? Ya, Kamu sudah boleh pergi ke ruangan selanjutnya" ujar pak Kepala. Gyslaine, Reinhardt, dan Vista diminta untuk pergi ke ruangan selanjutnya lebih dulu. "Cepat, ambil kristal itu" perintahnya kepada para pengawas. Kepala Akademi yakin dengan apa yang dilihatnya itu, itu bukanlah kejeniusan, melainkan hasil kerja keras mengasah Teknik sihir. Peserta ujian lainnya yang Ia lihat jenius dengan mudah mengumpulkan Mana disekitar mereka tanpa memerlukan Teknik sihir. Eideth menyadari kelemahannya dan menggunakan keterampilannya untuk menyelesaikan ujian. Itu adalah jenis murid yang Ia sukai.

 

Eideth tidak menyangka ujiannya akan seperti itu. Meskipun Eideth sudah bisa melihat Mana, Ia masih belum bisa melakukan apa-apa dengan mereka. Kemampuan bawaannya mengendalikan Mana masih sangat rendah. Ia hanya bisa mengumpulkan Mana lewat pernafasan, sementara orang dengan kemampuan yang lebih tinggi, bisa memerintahkan Mana untuk mendekati mereka layaknya magnet. Eideth terpaksa menggunakan Wave dengan Rasengan untuk itu.

 

"Ini sangatlah aneh" gumamnya. Eideth tidak pernah berpikir bahwa sihir itu begitu bebas. Selama ini Ia hanya menggunakan sihir seenak jidatnya dengan berpikir begitulah sihir. Namun setelah melihat proses pengumpulan Mana tadi, Ia merasa itu tidaklah nyata. Apa itu karena sebagian kesadarannya berada didomain Zatharna, mengawasi semua hal layaknya film. Eideth teringat percakapannya dengan Adazh, manifestasi dari sihir dunia ini. "Jadi begitu sihir yang dilihat dunia lamamu, baiklah, Aku mengizinkannya, lakukanlah apapun yang Kau mau, asalkan Kamu mengikuti aturan sihir dunia ini" kata Adazh dengan santai.

 

Eideth tidak tahu kapan Ia akan merasa nyaman menggunakan sihir, selayaknya itu adalah hal yang normal. Ia membenci jalan pikirannya yang masih terpengaruh dunia lama itu. Seperti indranya masih saja tidak merespon. Eideth tahu ini adalah gejala 'Asimiliasi Dunia', Ia sudah pernah mengalami ini sebelumnya. Masalah terbesar dari gejala ini adalah menjalaninya. Tidak ada obat ataupun terapi, Ia hanya bisa menunggu hingga pikirannya menerima dan berpikir layaknya orang Artleya. Eideth berniat akan menanyakan ini pada Zain dan Franz nantinya.

 

Keluar dari ruangan, Eideth pergi ke lapangan tembak. Disana terdapat rak senjata dengan berbagai macam senjata seperti tombak, busur panah, dan senjata jarak jauh lainnya. Eideth tidak menyangka mereka akan menyediakan peralatan seperti ini dan meminjamkannya kepada peserta, ujarnya melihat senapan laras panjang itu. Kepala Akademi datang bersama seorang pengawas wanita, bersiap untuk memulai ujian.

 

"Baiklah, sekarang saatnya ujian kedua, Tuan Eideth, apakah Anda tahu sihir ofensif jarak jauh, jika tidak Anda boleh maju kearah target untuk menyerang mereka" ujar bu Pengawas. Eideth memanggil Vaylantz keluar dari telapak tangannya, "Aku punya beberapa" balasnya. 'Sebuah Regalia, jadi Kamu bukan orang biasa rupanya' ujar pak Kepala didalam hati. "Ujiannya sederhana, hancurkan semua target sebelum waktu habis dengan menggunakan Mana dalam bola kristal ini, mulai setelah aba-abaku" ujar bu Pengawas. Eideth menyentuh bola kristal itu dan mengeluarkan sebagian Mana didalamnya. Ia bisa merasakan udara gersang tanpa Mana berubah menjadi lebih sejuk. "Bersedia, siap, mulai" sahutnya.

 

Eideth sudah siap dengan itu, lebih dari siap. Ujian ini memperlihatkan betapa pentingnya Mana di alam liar. Mana adalah sumberdaya yang sangat terbatas, dan mereka harus berupaya keras untuk menggunakan mereka sebaik mungkin dengan hemat. Namun semua itu tidak jadi begitu penting saat Ia memperkenalkan Cantrip pada dunia sihir ini.

 

[Eideth's Coin flick

Book: Homebrew

Level: Cantrip

Casting time: 1 bonus action

School: Conjuration

Range: 120 feet

Components: S, M (coins of any kind)

Duration: Instantaneous

Class: Sorcerer, Warlock, Wizard

You hurl magic inside the coin and flick it with as much strength as you could. The coin will fling to a nearest target of your choosing dealing bludgeoning damage (homing). The damage differs depending on what kinds of coin you are using for the material of this spell.

Bronze: 1 damage/coin

Silver: 2 damage/coin

Electrum: 3 damage/coin

Gold: 5 damage/coin

The coins used for this spell cannot be retrieve by magic, must be picked by hand.]

 

[Eideth's Magic Coin/Duplicating Magic Coin

Sebuah koin yang dapat menggandakan dirinya sendiri sesuai keinginan pemiliknya. Pemilik koin ini dapat mengubah material dan ukiran yang terdapat pada koin sesuai keinginannya.

Koin ini adalah koin palsu dan tidak dapat digunakan untuk transaksi jual beli, siapa saja yang menggunakan aksi mereka untuk mengamati atau melihat koin ini lebih dari dua detik dapat menyadari kepalsuannya. Satu menit setelah orang lain selain pemilik memegang koin ini, koin itu akan berubah menjadi debu.]

Eideth mengubah duplicating coin menjadi koin emas, Ia meleparnya ke udara dengan tangan kiri, lalu memukulnya dengan kuat menggunakan Vaylantz. Koin itu melayang dengan kecepatan seperti panah, menghantam target seperti batu. Satu per satu target di tanah hancur hingga target melayang mulai naik ke udara. Eideth sama sekali tidak membidik tembakannya, membiarkan koin itu mengejar target yang Ia inginkan.

 

Pak Kepala dan bu Pengawas terpukau dengan kecepatan Eideth menembak target, namun mereka segera menyadari ada hal yang salah. Eideth sama sekali tidak menguras Mana dalam bola kristal itu. "Bagaimana bisa, sihir macam apa itu" teriak pak Kepala, "jangan-jangan ini- sihir level 0 Cantrip?" sambung bu Pengawas. Mereka berdua keheranan bagaimana bisa penemuan yang dipublikasikan oleh Menara sihir beberapa bulan lalu bisa berada disini. Rasa penasaran mereka berdua terhadap identitas asli Eideth semakin membesar.

 

Tiba masanya fase terakhir, sebuah target yang begitu besar melayang di udara. Pada target itu bertuliskan, "gunakan sihir terkuatmu pada target ini". Karena itu adalah target terakhir, Eideth berniat untuk mengerahkan segalanya. Ia mengambil sebuah tombak di rak senjata. Mengimbuhinya dengan Mana dari bola kristal. Eideth memakai 2/3 dari Mana bola kristal pada tombaknya, dan Mana yang tersisa untuk melemparkan tombak itu.

 

"Kuatkan postur kaki dengan Harden, gerakkan sendi dan ototmu selaras dengan aliran Wave, kumpulkan energi itu ke genggaman tangan seperti Explode, salurkan semua energi itu dan lepaskan Overflow" rapalnya. Eideth melempar tombak itu dengan sekuat tenaganya, memastikan energi Mana yang Ia gunakan untuk melempar tersalur ke tombak itu. Eideth tidak sadar sedari tadi pak Kepala dan bu Pengawas mencoba menghentikannya. Sayangnya mereka terlambat, tombak itu sudah melayang kearah target.

 

Sebuah dentuman terdengar ketika Eideth melepaskan tombak itu dari jari-jemarinya, sebuah gelombang kejut yang menggetarkan udara. Dentuman itu terdengar keluar dari akademi, seperti sebuah ledakan. Target melayang itu seketika pecah, dan tombak berkecepatan suara itu melayang lurus ke dinding pagar Akademi. Eideth tidak menyangka lemparannya akan jadi sekuat itu. Penyesalan mulai memenuhi hatinya ketika Ia membayangkan kerusakan yang dapat terjadi akibat ulahnya.

 

Tombak itu akan merobohkan dinding Akademi, pecahannya akan jatuh dan menimpa orang-orang yang tinggal di residen sekitar Akademi, belum lagi jika tombak itu tidak berhenti setelah menembus tembok, siapa korban yang akan bertemu mata tombak itu? Eideth mencoba berlari mengejar tombak itu meskipun tahu Ia takkan sempat. "Tolong jangan, tidak seperti ini" Ia memohon agar tidak ada hal buruk yang terjadi. Karena jika kenapa-napa, Ia takkan mampu memaafkan dirinya.

 

Seorang guru yang berada di sekitaran lapangan tembak baru saja selesai membersihkan peralatan dari samping. Ia bingung bagaimana pak Kepala menerima satu pendaftar lagi setelah waktu pendaftaran sudah ditutup. Ia ingin melihat dari kejauhan orang seperti apa calon pendaftar itu.

 

Anak itu tampak biasa saja, menggunakan tongkat putih di tangan kanannya. "Dia mau ngapain" tanya guru itu. Anak itu memukul sesuatu dengan tongkatnya, dari dentingan itu, sebuah koin melayang menghantam papan target itu. Ia menghancurkan target-target itu dengan cepat, hingga target melayang naik keatas. Suara dentingan itu tak berhenti, koin-koin itu terus menghantam targetnya dengan akurasi yang tinggi. "Tidak, mereka melayang mengejar target, lintasan koin itu tidak normal" ujarnya.

 

Tibalah ke fase terakhir. Sebuah target untuk mengukur kekuatan sihir. Ia penasaran apa yang akan anak itu perbuat. Anak itu menyimpan senjatanya dan mengambil sebuah tombak. Ia mengimbuhi tombak itu dengan Mana yang besar. Sebuah perpaduan dari Teknik dan Mantra sihir menghasilkan tombak yang begitu berwarna. Ia melempar tombak itu begitu kencang hingga suara dentuman pecah. Begitu target itu pecah dan tombak itu masih melayang menuju tembok, Ia tahu apa yang harus dilakukannya.

 

Dengan satu langkah yang ringan, pria itu sampai ke depan mata tombak. "Wave" tahu Ia tak dapat menghentikannya tanpa merusak dinding, pria itu membelokkan lintasan tombak ke atas langit. "Fiuh... setidaknya dinding pagar tidak jadi rusak" ujarnya setelah membelokkan Teknik itu. Ia menunggu beberapa saat untuk menangkap kembali tombak itu selagi jatuh. Untungnya Ia tidak terlambat menangkap tombak itu sebelum menyentuh tanah. Energi Mana yang dikendalikan oleh Teknik sihir terlalu besar untuk disimpan dalam tombak biasa, seketika tangannya menyentuh tombak itu, Ia meledak mengubah dirinya menjadi debu tanpa sisa.

 

Pria itu berhasil bertahan dari ledakannya, Ia tidak menyangka kekuatan seorang pendaftar akan sekuat ini. Ia mendengar langkah kaki semakin cepat mendekatinya. Akhirnya Ia dapat melihat wajah dari pendaftar itu. "Oh halo, Kamu pasti pendaftar itu, tenang, Aku baik-baik saja kok—" ujarnya.

 

Ia melihat kedalam mata anak itu begitu dalam. Hal yang ada dalam pikirannya hanyalah rasa menyesal. Penyesalan karena bertindak ceroboh, penyesalan atas kesombongannya, penyesalan tahu Ia dapat melukai orang lain. Itu bukanlah mata dari seorang anak muda biasa. "Aku minta maaf" ucapnya sambil menundukkan kepala. Tubuhnya bergerak secara reflek, indranya mendorongnya untuk melakukan tugasnya sebagai guru. Ia menepuk kepala anak itu dengan lembut. "Jangan khawatir, Kamu itu masih muda, belajarlah untuk mengendalikan kekuatanmu" pesannya. Eideth begitu malu hingga tidak bisa mengangkat kepalanya, namun kata-kata itu barusan menghilangkan semua kekhawatirannya.

 

Kepala Akademi dan bu Pengawas setuju Eideth dapat pulang lebih dulu, lagipula Ia sudah mendapat persetujuan dari guru pengawas untuk ujian praktik bertarung. "Ternyata bapak", guru itu tersenyum untuk membuatnya tenang. "Pulang saja, tenangkan pikiranmu dan kembali lagi kesini besok" ujarnya. Eideth hanya mendengarkan perkataan guru lelaki itu. Ia permisi undur diri sebelum pulang bersama Pangeran dan Putri.

 

"Pantas saja Yang mulia Pangeran dan tuan Putri bersamanya, anak itu kuat sekali" puji guru laki-laki itu. "Benar, dia akan jadi Breaker atau Hunt yang baik" ujar pak Kepala. "Pak, tolong lihat ini sebentar" pinta bu Pengawas. Mereka berdua melihat apa yang dia tunjukkan. [Eideth, posisi yang dituju: Catalyst]. Mereka bertiga terbelanga. Sudah tidak sempat untuk memanggil anak itu kembali untuk penjelasan. "Kita tunggu saja besok" ujar pak Kepala, "ya, Anda benar" mereka berdua setuju.