Eideth dan Irena sedang di kejar waktu, mereka berdua tahu lima menit takkan cukup untuk menyelesaikan pembicaraan panjang seperti ini. Tapi mereka harus mencoba. Zain segera menyadari ini adalah rencana kedua saudaranya ingin membicarakan sesuatu yang penting. "Serius, bisa kasih tau Aku gak masalahnya apa" Zain melawan balik mendorong kakaknya.
Eideth baru teringat level Zain sudah berbeda sekarang. Ia sudah tingkat Elite sementara dirinya masih Intermediate. Stat mereka berdua sudah berbeda meskipun baru satu hari. Eideth bertahan dengan baik menahan kekuatan Zain. Irena tidak begitu kesulitan karena Zain menahan diri. "Ayolah" geram Eideth mengeluarkan seluruh tenaganya. Ia menepis Solaris ke samping dan maju menyerang. "Kenapa Kau selalu menahan diri, apa Kau takut" Eideth mulai mendominasi balik.
"First Layer, Harness Earth" Eideth menyalurkan Mana pada Vaylantz dan menyerang Zain. Itu serangan yang sangat mudah ditangkis karena Eideth hanya memakai kekuatan dari tingkat pertama. Namun karena Teknik Harness Earth, debu berterbangan keluar dari tongkat itu. Zain hampir dibutakan oleh debu itu jika tidak karena reflek cepatnya. Namun Eideth tidak memberinya peluang istirahat.
"First Gate, Harness Wind" satu kibasan dari tongkat itu menerbangkan debu itu kembali ke matanya. Zain mundur dengan setengah pengheliatannya kabur. Zain segera mengeluarkan serangan balasan untuk menjaga jarak. Tiga tembakan cahaya keluar dari tangan Zain, mencoba menyibukkan Eideth. "First Pool, Harness Water" Eideth mengatur Mana miliknya membuat semacam lensa dari Air melindungi tubuhnya, pembiasan cahaya membelokkan serangan Zain dengan mudah.
Zain sadar kakaknya lebih ahli dalam penggunaan Teknik sihir darinya. Meskipun tingkat kekuatannya lebih lemah, Eideth mampu memanfaatkan sihirnya dengan maksimal. Perbedaan kualitas inilah yang membuat Zain iri padanya. Kakaknya selalu terlihat lebih lemah, namun sangat sulit untuk melawannya. Ia selalu menemukan cara untuk melewati batasnya. "Apa hanya itu yang Kau punya Zain" cemoohnya.
"Kau selalu bilang ingin menjadi lebih kuat, tapi kalau Kau seperti itu terus, Kau takkan kemana-mana, tau gak" Eideth coba mencari kata kunci yang dapat memancing Zain. "Kau tidakkan bisa menjadi sang Pahlawan kalau kemampuanmu hanya segini" ungkapnya. Zain berhenti mundur dan mengusap matanya. Pandangan mata itu tidak lagi bimbang, malah penuh dengan kemarahan. "Aku tidak pernah ingin jadi Pahlawan" Solaris menjadi bercahaya selagi Zain mengisinya dengan Mana.
Ia mengayunkan pedangnya hingga mengeluarkan bilah energi yang melayang di udara. Eideth menghindar karena tahu Ia takkan bisa menangkis ataupun membelokkan serangan itu. "Fourth Geyser, Stride" Zain tiba-tiba menutup jarak begitu cepat hanya dengan satu langkah. Serangan lanjutan tak terelakkan, Eideth memperkuat Vaylantz dengan Layer untuk menahan tebasan Solaris. Dentingan keras pecah seperti menggegarkan udara. Eideth terpental jauh namun untungnya Ia baik-baik saja berkat Vaylantz.
Eideth bisa merasakan tangannya kebas akibat benturan tadi. Tangannya belum seratus persen pulih dari menangkis pukulan Vinesa kemarin. Ia mencoba memulihkan tangannya dengan Pool sambil memperhatikan Zain. Ia hanya berdiri di sana, dengan begitu mengancam. "Kakak sendiri bagaimana, Kakak tidak mengeluarkan semua kemampuan Kakak, gunakan sihir Kakak saat melawan Apostle itu" suruh Zain. Eideth baru ingat Vinesa masih merahasiakan kondisinya setelah petarungan itu dari keluarganya yang lain.
"Aku tidak bisa Zain," balasnya, "Aku tidak bisa memakai kekuatanku itu, kekuatan itu tersegel sementara". "Apa" Zain kaget mendengar kabar itu. "Kapan", "di Larcova kemarin". Zain menggigit bibirnya menyadari itu, namun itu hanya membuatnya semakin kesal. "Kakak sama saja, menyuruhku mengerahkan semuanya saat Kakak sendiri setengah-setengah" geramnya. "Siapa bilang Aku setengah hati" jelas Eideth, "Aku lagi menunjukkan padamu semua yang kupunya". Eideth melihat layar status miliknya yang penuh dengan peringatan.
[Eideth Raziel (???) Wizard 19, Barbarian 1.
Peringatan.
Sebuah error terjadi.
Anda seharusnya tidak dapat mengaktifkan Conceptualize: TTRPG.
Penalti akan dikenakan.
Anda tidak dapat memakai Spell Slot dan mantra sihir yang sudah Anda miliki.
Stat Modifier Anda akan dikurangi.
Hit poin Anda dikurangi.]
Zain bisa merasakan Aura kakaknya tiba-tiba berubah. Entah sihir macam apa yang Ia gunakan, dirinya mempengaruhi Mana disekitar menjadi panas. "Aktifkan Bladesong, Aku akan mengamuk". Eideth mengaktifkan dua kemampuan Kelas ganda miliknya. Ini adalah kekuatan Eideth yang sebenarnya yang mengikuti rute itu. Bagaimana Ia mencapai potensi penuhnya tanpa bantuan Dewi, itu adalah rute Homebrew. Salah satu stretegi rahasia yang Ia simpan dalam buku catatan pribadinya dengan Zatharna.
Eideth melemparkan pedang dan belati dipinggangnya ke tanah, menghilangkan sebagian beban. Kemudian lanjut menyerang Zain dengan membabi-buta. Serangan beruntun yang cepat darinya mendesak Zain untuk membalas. Namun begitu Ia menyerang, Eideth menghindari serangannya dengan jarak sehelai rambut. Ketika serangan mendarat ke tubuhnya, hanya meninggalkan sayatan dangkal.
Zain tidak pernah melihat sihir seperti ini sebelumnya. 'Apa ini kemampuan dari Talent Kakak? Apa ini semacam Stat atau Ability' pikirnya dalam hati. Eideth meninju wajah Zain dengan sekuat tenaga, mendorong Zain beberapa langkah. Ia segera kehabisan tenaga setelah menggunakan kemampuannya selama satu menit. Selama waktu itu, Ia hanya bisa mendaratkan tiga serangan termasuk yang terakhir. Zain dengan cepat membiasakan diri dengan pola serangannya dan menambah kecepatan.
"Apa maksudmu Kau tak ingin jadi Pahlawan, bukannya Kau ingin menjadi kuat karena itu" tanya Eideth bingung. "Aku gak punya kualitas seorang Pahlawan, tapi Aku ingin menjadi rekannya" balas Zain terengah-engah. "Lalu kenapa Kau jadi muram seperti itu, berlatih habis-habisan, terobsesi menjadi kuat, tingkah lakumu berubah, ada apa, beritahu Aku, beritahu yang lain, jangan Kau pendam sendiri" pintanya. Zain terdiam sejenak menyadari apa yang sebenarnya terjadi, Ia terlalu terpaku dengan latihan sampai melupakan sekitarnya.
"Pahlawan akan datang sebentar lagi, kurasa Aku sedikit gugup ingin menjadi rekan orang sehebat itu, Aku takut kemampuanku kurang untuk membantunya," ungkap Zain, "entah kenapa Aku selalu seperti ini rasanya". Eideth tiba-tiba menyadari sesuatu, "apa yang tadi Kau bilang" Ia ingin memastikan. "Apa Kak", "yang Kau katakan tadi, Kau selalu seperti ini, apa maksudmu" tunjuknya. "Ah… Aku hanya keceplosan dan mengatakan yang tidak-tidak" dalihnya. Zain menggaruk kepalanya dengan canggung. Melihat itu Eideth merasa yakin, "heh… sayang sekali diriku itu tak akan ingat ini" gumamnya pelan.
"Kalau begitu tunjukkan kemampuanmu itu jika Kau ingin jadi rekan pahlawan" tantangnya. Eideth punya satu penggunaan Bladesong dan Rage lagi, tapi itu takkan berguna jika Eideth tidak melemahkan Zain dulu. Eideth mengumpulkan Mana yang besar ke dalam tinjunya, dan memukul tanah sekuat tenaga. "Geyser X Gate, Earth Pillars" tiang-tiang terbuat dari tanah mencuat dari permukaan. Eideth coba mengalihkan pandangan Zain untuk maju menyerang. Jarak antara mereka berdua terlalu jauh, Ia bisa saja ditembak dengan sihir cahaya dengan mudahnya jika menyerbu terang-terangan.
"Solaris" Zain mengumpulkan Mana pada pedangnya, meratakan pilar-pilar itu ke tanah dengan satu tebasan pedang energi. Serangan yang kuat itulah yang diharapkan dari seorang Breaker. Eideth sedikit bangga pada adiknya, tapi Ia takkan mengalah. Menggunakan kemampuannya, Eideth mengerahkan berbagai serangan Teknik sihir pada Zain. Menunjukkan hasil latihan bersama Otto kemarin.
Melihat dari tepi lapangan, Irena merasa sedikit iri karena di tinggal sendirian. Meskipun Ia melakukannya demi rencana mereka, Ia seperti melewati kesempatannya untuk menjadi lebih kuat. Kubah anti suara itu dapat beroperasi secara otomatis, hanya saja Ia harus menjaga di sekitar agar orang tua mereka tidak menyadari keributan yang mereka buat. Irena berhasil membujuk para prajurit lain untuk tidak melaporkan ini pada Count.
Irena menghela nafas menunggu kedua kakaknya selesai. Ini adalah salah satu kelakuan mereka dengan sesama saudara. Karena orang tua mereka sering sibuk dengan pekerjaan ketika mereka masih kecil, mereka selalu bergaul bersama. Apapun itu, mulai dari bermain, berpetualang, hingga berlatih. Irena mengingat masa lalunya ketika Lucia ingin membesarkannya selayaknya seorang putri. Eideth dan Zain mengenal dirinya lebih baik dari Lucia. Mereka bahkan membantu Irena bolos pelajaran sampai membawakannya pakaian ganti supaya mereka bisa berlatih bersama. "Ini akan jadi terakhir kalinya Kita akan bersama seperti ini, sebelum semuanya sibuk dengan urusan masing-masing" gumamnya pelan.
"Kenapa Kamu tidak menyerang" geram Eideth mengayunkan Vaylantz. Zain tidak agresif dengan pedangnya sebab Ia berhati-hati. Solaris memiliki bilah yang tajam sementara Eideth tidak perlu menahan diri dengan Vaylantz hanyalah tongkat keras biasa. Ditambah Zain mencoba menganalisa kemampuan aneh Eideth tadi, namun belum mendapat kesempatan.
Eideth tidak bisa terus menerus menyerang menggunakan Teknik sihir. Menggunakan Teknik gabungan meningkatkan resiko terkena Kelelahan Mana. Eideth sudah bisa merasakan sedikit efek samping dari penggunaan sihir berlebihan dari batasnya itu. Saat Ia kehabisan Mana, Eideth akan menggunakan Bladesong dan Rage sambil memulihkan simpanannya. Zain tahu ini tidak bisa terus berlanjut meskipun Kakaknya tidak tampak kelelahan sedikitpun.
Semakin terdesak, Zain beralih kepada Talent miliknya. Fokus pada serangan jarak jauh menggunakan sihir cahaya. 'Lagi-lagi Aku mau kalah, Argh…, Kakak sedang mengujiku, jadi kali ini Aku harus menang, dengan menunjukkan semuanya, Haaaah… *snap' Zain mendengar suara sesuatu terputus di dalam kepalanya. Entah kenapa Ia merasa lebih tenang dan fokus. Ia sebelumnya merasakan tubuhnya tidak mau bergerak sesuai keinginannya namun berubah. Perpaduan emosi bertentangan dengan ketabahan latihan membuahkan hasil yang di luar perkiraan. Zain telah mencapai level keselarasan baru dengan sihirnya. Saat Ia merapal mantra, Eideth bisa melihat pola lingkaran sihir keluar dari tangannya.
Awalnya Eideth mengira itu hanyalah fenomena rapalan biasa ketika penyihir mencapai tingkat fokus yang tinggi, namun Zain berbeda. Eideth melihat Mana bereaksi dengan sihir Zain, bait mantra melayang mengelilingi tubuhnya. Saat Ia merapal, mereka berpindah ke posisi yang Zain inginkan seketika. Sihir cahaya yang ditembakkan Zain semakin kuat tanda sesuatu terjadi. "Apa itu Enlightment?" tanya Eideth.
Melihat saudaranya menjadi semakin kuat, membuat Eideth iri. Meskipun Ia sudah mencapai level maksimal, Ia ingin mengerahkan semua yang Ia punya. Eideth memakai Bladesong dan Rage untuk mengimbangi Zain yang telah mendapat pencerahan. Kecepatannya bertambah dengan Bladesong, ditambah pertahanannya sedikit meningkat dengan Rage. Untung saja Eideth masih punya kendali akan Teknik sihir saat Ia mengamuk. "Third Geyser, Stride" Eideth menutup jarak meskipun tidak secepat Zain.
'Itu dia kemampuan aneh itu, Aku mengerti sekarang' Zain menembakkan ledakan cahaya menyilaukan yang membutakan pandangan. Setelah itu, serangan telak mengenai tubuh Eideth hingga menghanguskan pakaiannya. Eideth merasakan sakit karena Rage meningkatkan pertahanan fisik bukan sihir. Rasa sakit perih itu adalah kekuatan penuh dari serangan cahaya barusan. Eideth melihat Stasis yang tertancap di dadanya terkena serangan itu, Ia mulai berkedip dan kehilangan kekuatannya.
"Aku terlalu banyak terkena serangan, Aku tidak bisa melewati batas tubuh ini" pikirnya. Eideth merasa itu gawat, Ia akan kembali ke kondisi asalnya jika Stasis terhenti. Eideth mencoba memulihkan konsentrasinya, tapi Zain tidak membiarkannya istirahat. Berkat Enlightment, Zain dapat menciptakan mantra baru untuk Talent miliknya semudah bernafas. Menyerang Eideth dengan serangan baru setiap saat. "Kenapa Kak, terdesak", "biarkan Aku nafas sebentar". "Enggak" Zain langsung menembakkan mantranya, sebuah balasan yang cepat.
Eideth berhasil melangkah kesamping untuk menghindari serangan itu, tapi sesuatu berubah. Menyadari dirinya tidak akan bisa menang melawan Zain dengan trik kecil itu, Eideth tetap tidak mau mengalah. Suatu kekuatan baru saja menggerakkan tubuhnya dan kini Ia melakukannya lagi. Eideth muncul di sebelah Zain dan memberinya pukulan telak ke perut. Itu hampir saja memecahkan konsentrasi Zain dengan mantra sihirnya.
Eideth mulai mengumpulkan Mana disekitar dengan menggila. Tubuhnya kepenuhan muatan dengan semua Mana itu tapi Eideth tidak berhenti. Ia menggunakan keempat Teknik sihir secara bersamaan untuk mengendalikan kekuatan itu. Zain bisa melihat tubuh kakaknya berdenyut. "Haaah…" Semua Mana itu keluar dari seluruh bagian tubuhnya dengan ledakan, seperti kobaran api. Zain baru saja melihat kakaknya memakai Third Gate menggunakan seluruh tubuhnya, itu gila pikirnya. Zain baru tersadar Eideth seharusnya masih Beginner dengan Overflow. "Jangan-jangan itu Awakening" tanya Zain.
Pertarungan tampak mulai seimbang sekarang. Zain memiliki Enlightment dengan Geyser tingkat Elite, sementara Eideth baru saja mendapat Awakening dan melompati beberapa tingkat sekaligus. Saatnya menentukan siapa yang lebih unggul. Zain memodifikasi mantranya selagi merapal menciptakan serangan beruntun yang tidak terprediksi. Tapi Eideth tidak menerima itu. Ia bertarung menggunakan berbagai Teknik sihir tingkat Intermediate untuk mengatasi serangan Zain.
Zain benar-benar fokus karena Ia merasa seperti menghadapi Vinesa sama seperti latihan kemarin namun seorang diri. Setiap pukulan dari Eideth terasa melebihi Third Geyser pada umumnya. Eideth mencoba yang terbaik untuk menghindari serangan Zain, tubuhnya bergerak secara insting setelah melihat sedikit saja pergerakan menandakan Zain sedang merapal. Eideth tahu Ia takkan bisa menghindari serangan secepat cahaya, tapi Ia bisa lebih cepat dari niat Zain.
Para prajurit yang menonton di samping sedang terkagum-kagum. Mereka melihat pertarungan diluar kaliber mereka. Sulit mempercayai ini adalah pertarungan dari tingkat Intermediate melawan tingkat Elite. Irena jadi semakin gugup takut ketahuan, ternyata firasatnya benar. Pertarungan itu menghabiskan begitu banyak Mana hingga Agareth, Lucia, dan Vinesa yang sedang bekerja dapat merasakan perubahan densitas Mana di udara.
Mereka tahu latihan dari para prajurit sendiri takkan cukup untuk menghabiskan Mana sebanyak itu dalam waktu singkat. Agareth dan Lucia segera keluar dari kantor, bertemu dengan Vinesa di jalan. "Bukan Aku saja yang merasakannya bukan" tanya Vinesa, Agareth dan Lucia mengangguk. Mereka kemudian pergi mencari sumber yang menghisap semua Mana itu.
Eideth dan Zain akhirnya kehabisan nafas. Keduanya masih tetap berdiri dan tidak mau mengalah. Mana di sekitar mulai menipis dapat dilihat dari mereka yang kesulitan memulihkan energi lewat pernafasan mereka. Meskipun begitu mereka berhasil mengumpulkan cukup Mana untuk serangan terakhir. seperti yang biasa mereka lakukan.
"Itu dia tanda dari Kakak" ujar Irena tengah mempersiapkan sebuah mantra. Ia dan Eideth sudah merencanakan hal ini. Kakaknya bahkan sudah menciptakan mantra itu untuknya dan melatihnya secara khusus mempersiapkan masa ini. Ia mengingat kembali apa yang Eideth ajarkan padanya. "Maksud Kakak, Talent, Teknik, dan Mantra sihir dapat digunakan secara bersamaan" tanya Irena.
Eideth berkata itu tidak sesederhana itu. "Aku sendiri tidak yakin, tapi dari hasil penelitianku, secara kronologis, proses penciptaan sihir tersusun menjadi dua tahap. Pengaktifan dan efek. Pengaktifan adalah jeda waktu saat menciptakan sihir, efek… yah taulah artinya apa, yang ingin kukatakan adalah Kamu dapat melakukan beberapa pengaktifan sekaligus, itu akan sulit namun hasilnya akan terlihat seperti Kamu menggabungkan ketiga jenis sihir itu" jelasnya. Eideth mulai mencontohkan sendiri dengan Teknik sihir gabungan, penggunaan Mantra sihir dan Talent secara bersamaan, hingga menunjukkan perbedaan jika melakukannya secara terpisah.
Irena baru sadar sihir dapat diaktifkan seperti itu. Ide itu semakin diperkuat saat Ia melihat Vinesa melampaui kekuatan tingkat Intermediate dengan begitu mudahnya. Setelah hari itu, Ia semakin percaya diri dapat melakukan rencana mereka itu. Kembali ke masa sekarang, Irena tengah fokus mempersiapkan sihirnya. Itu adalah gabungan dari [Perfect Calculation], Second Pools, juga sebuah mantra baru. "Kalkulasikan komposisi Mana dan jarak tembakan dengan Talent, aktifkan Harness Water untuk Pools, juga mantra sihir transmutasi" gumam Irena bersiap untuk menembak.
Irena telah memperkirakan semuanya, berkat Talent miliknya Ia tahu dimana dan kapan harus menembak dengan akurat. "Cepat Kak, sulit untuk berkonsentrasi dengan semua ini" kepala Irena terasa berat dibawah tekanan berlebih itu. Setelah selesai mempersiapkan serangan mereka, Eideth dan Zain siap untuk melayangkan pukulan terakhir. "Geyser, Stride" larian cepat itu segera menutup jarak hingga mereka berada di tengah. Irena segera menembakkan sihirnya, "Impact Dispersing Slime" Ia menembakkan sebuah bola lendir berwarna biru dengan kecepatan tinggi.
Zain dan Eideth dapat melihat bola lendir itu akan menghalangi lintasan benturan dari tinju mereka, tapi tidak mampu membatalkannya lagi. Serangan mereka akan terhadang. Benturan tinju mereka bertemu di dalam bola lendir itu menciptakan ledakan yang besar. Irena tahu kekuatannya takkan cukup untuk menghentikan kekuatan penuh dari kakaknya, namun cukup untuk mengurangi ledakan dari kekuatan mereka. Bola lendir itu pecah ke segala arah tak dapat menahan luapan energi sihir yang keluar dari benturan tinju mereka. Eideth dan Zain terpental ke belakang hingga terpelanting di atas tanah. Para penonton tidak yakin siapa yang menang dari pertarungan itu.
Menahan rasa sakit dari luka yang Ia terima, Zain kembali berdiri. Para prajurit bersorak atas kemenangannya. "Aku menang" Zain tidak percaya saat mendengarnya pertama kali, namun kegembiraan segera memenuhi hatinya. Ia melihat Eideth yang terpental ke ujung yang lain, terhenti karena menghantam tembok barak dan jatuh pingsan. Tak begitu lama, Eideth langsung bangun kembali dan menyadari kekalahannya. Ia melepas nafas berat dan menerima itu dengan lapang dada.
Eideth dan Zain mencoba berjalan dengan sempoyongan untuk memberi selamat pada satu sama lain. "Itu tadi pertarungan yang bagus Zain", "terima kasih Kak" mereka berjabat tangan mengakhiri sparring itu. Irena segera datang untuk menegur mereka, tentu saja Ia harus memarahi tingkah mereka yang sudah melampau. Eideth sadar Ibu dan Ayah mereka sudah menyaksikan apa yang terjadi dan hendak memarahi mereka. Irena melakukan itu untuk mengurangi teguran yang akan Ia dapat. Mereka berdua tahu mereka akan mendapat omelan yang panjang dari Ibu mereka. Zain dan Eideth mempersiapkan diri mereka sebaik mungkin.