Terjadi sebuah kejadian langka di kemah pelatihan tentara. Para Kadet baru tidak percaya seseorang yang begitu penting di Kekaisaran datang ke kemah pelatihan mereka. Semua orang yang ingin mengejar karir dalam kemiliteran pasti mengenal sosok itu. Seorang Wanita Ksatria yang menjadi Jenderal Kekaisaran dengan puluhan pencapaian, Vinesa Elios Raziel. Siapa yang akan menyangka kunjungan tiba-tiba dari Jenderal yang terkenal itu, pikir kadet baru. Kadet baru mengagumi sang Jenderal dengan mata yang berbinar.
Di ujung lain kemah, "hey lihat itu". Para tantara senior yang telah lebih dulu menjalani pelatihan menyadari kedatangan Vinesa, bisa dilihat mereka tidak begitu antusias. "Jenderal datang, sepertinya hari ini akan sulit", "bukan lihat disitu, para anak baru" ujar salah seorang dari mereka. Mereka melihat wajah junior mereka merasa sedikit kasihan, "apa Kita juga terlihat seperti itu dulu". Salah satu rekan mereka memecahkan sebuah lelucon, "Aku tidak sabar melihat senyum itu terbalik", mereka tertawa mendengar candaan ironi itu.
Selesai larian penutup, Vinesa memanggil semua orang untuk berkumpul. Rekrutan baru meskipun masih sedikit kelelahan ikut berbaris mengambil posisi pinggir. Vinesa menyatakan bahwa Ia akan melatih mereka untuk beberapa hari kedepan. Tujuan utama pelatihannya untuk meningkatkan tingkat pengendalian Mana, "dan jika Kita punya waktu lebih, Kalian akan melatih Teknik ataupun Mantra sihir kalian denganku atau Eziel yang akan bergabung dengan Kita besok" ujarnya.
"Untuk Kalian" Vinesa menunjuk kepada prajurit lama, "Kita akan melatih Teknik tingkat intermediate mengerti" perintahnya. Bisa terlihat beberapa prajurit menelan ludah mereka mengantisipasi latihan mereka selanjutnya. "Kalau Kalian semua sudah mengerti, bubar, kumpul kembali setelah makan siang, Kalian mengerti" sahut Vinesa. "Siap, mengerti Jenderal" balas para prajurit dengan lantang sebelum membubarkan barisan.
Setelah semua prajurit bubar untuk beristirahat, tersisa tiga orang yang telah mendapat perintah khusus untuk tetap tinggal. "Bibi, apa kabar Bibi dan Paman" Irena berlari dan memeluk Vinesa, memberinya sambutan yang hangat sementara kedua kakaknya menyusul. "Kami berdua baik, Kalian tampak semangat saat latihan pemanasan tadi" ujar Vinesa. Eideth dan Zain segera menghindari kontak mata langsung.
"Bagaimana perkembanganmu Irena" tanya Vinesa pada keponakannya. "Aku sudah mencapai tahap pemula Teknik [Explode] dan [Wave], ujarnya. "Begitu dong, itu baru keponakanku" puji Vinesa. Irena ingin mempraktikkan pencapaiannya dan meminta ruang. Ia menaruh tangannya ke depan dan coba mengumpulkan Mana. Dengan teknik sihir miliknya, Irena membuat sebuah bola Mana yang melayang di udara, tapi itu bukan bola Mana biasa. Bisa terlihat Mana didalam bola itu berputar terus menerus seperti memiliki sebuah aliran. "Bagaimana, Kalian lihatkan Teknik [Wave: Pool]" ujarnya.
Seperti Mantra sihir yang memiliki tingkatan berupa level, Teknik sihir juga memiliki tingkatannya tersendiri yaitu tahap. Tahap dan juga level terbagi menjadi tujuh, Beginner (1), Dilletante (2), Intermediate (3), Elite (4), Master (5), Grandmaster (6), King (7). Perbedaan yang begitu mencolok untuk membedakan keduanya adalah penampilannya yang lebih sederhana. Menilai tingkatan Teknik sihir dapat dilihat dari seberapa banyak Teknik itu dapat digunakan bersamaan. Seorang praktisi [Wave] memiliki Teknik bernama Pool untuk mengendalikan Mana diluar tubuh, jika Ia dapat mengendalikan lima Pool sekaligus, Ia adalah seorang Master. Berbeda dari Mantra sihir level tinggi yang sulit dikenali karena pemiliknya sangatlah langka.
Zain mengaku belakangan ini, Ia tengah mengasahkan kemampuan merapalnya. "Aku sedang belajar mantra sihir level empat" ujarnya. "Itu bagus, kalau Kamu Eideth, Kamu tidak longgar latihan saat berpetualang bukan" tanya Vinesa. Ia sebenarnya melihat perkembangan Eideth semenjak mereka bertarung bersama walaupun sebentar, namun Eideth tidak bisa memberitahu itu. "Aku baru sampai tingkat Intermediate Bi, belakangan Aku berlatih aliran Teknik sihir lain", "oh, itu menarik, Teknik apa yang Kamu pelajari" sambung Vinesa. "Aku mempelajari semuanya" itu adalah penyataan yang berani darinya.
"Hoho," Vinesa tertawa dengan penasaran, "apa Kamu coba melampaui Bibi Eideth?". "Jika Bibi melihatnya seperti itu, kurasa itu motivasi yang cukup bagus". Seketika, Irena dan Zain melihat sebuah kilatan petir menyambar keluar dari mata Eideth dan Vinesa. Mereka tidak pernah melakukan itu sebelumnya dan bertanya-tanya apa yang akan terjadi jika mereka melakukannya. "Baiklah kalau begitu, Ayo Kita berlatih bersama" ajak Vinesa.
Latihan itu, seperti yang mereka perkirakan, seperti neraka. Awalnya mereka agak bingung mengapa Vinesa memulai dengan meditasi untuk mengisi ulang simpanan Mana mereka. Ternyata itu adalah belas kasih terakhir darinya hari itu. Mereka berlatih di luar kemah untuk merahasiakan pelatihan spesial tersebut. "Hanya ada satu peraturan, jangan mati, jika Kalian memegang teguh pemikiran ini saat latihan, Kalian akan mampu melewati apapun" pesannya. Vinesa melepas baju zirah yang menghambat pergerakannya, membuat ketiga saudara itu menjadi waspada.
"Tenang, Bibi tidak akan menyerang Kalian secepat itu, Aku ini masih Bibi kesayangan Kalian". Tidak ada komentar balasan mengenai pernyataan itu, "Aku beneran Bibi kesayangan Kalian bukan" Vinesa meminta balasan. Zain melihat ke Irena kemudian kearah Eideth, "tergantung hari ini" ujarnya. "Baiklah, dengarkan Bibi, Bibi akan membantu Kalian naik tingkat hari ini, Kalian akan membencinya, tapi jika Kalian ingin melampaui diri Kalian lagi, Bibi akan selalu disini" ujar Vinesa meyakinkan mereka.
"Bibi, mewakili Kakakku, dan sebagai pemantau dari kejauhan setiap kali Bibi mengatakan itu, perkataan dan perbuatan yang akan Bibi lakukan selanjutnya tidak sejalan" ungkap Irena. Vinesa tidak bisa membantah hal itu dan tidak bisa memberi alasan tambahan. Eideth lebih dulu memecahkan keheningan. "Bibi, apa Bibi menahan pukulan Bibi saat melatih Kami". Vinesa melihat mereka dengan pandangan mata paling tulus yang pernah mereka lihat "tentu saja" jawabnya.
Kakak tertua melihat kepada adiknya, secara telepati memberitahu "itu terlihat meyakinkan, menurut Kalian". "Aku tidak pernah melihat Bibi seperti itu" ujar Irena secara telepati, "Kita juga tidak bisa lari darinya" ujar Zain secara telepati. Selagi mereka mengambil posisi bersiap, tahu mereka akan membenci setiap detik dari proses itu, mereka berkata dengan percaya diri. "Tolong latih Kami Bi" dengan lantang.
Vinesa mulai mematahkan jari-jari tangannya, melakukan pemanasan paling mengintimidasi yang pernah mereka lihat. Irena melihat kearah Kakaknya namun hanya Zain yang tidak tahu apa yang dikatakan Irena, "apa Kita sudah terlambat menyesali ini". "Kuharap tidak akan jadi seburuk itu, Kuharap" Eideth menekankan kata itu. "Siapa yang akan didepan" tanya Zain dan Irena tidak mendapatkan perkataannya. "Aku akan jadi Vanguard, Kalian buat Bibi lelah, setuju". Irena dan Zain mengangguk dan bersiap untuk gerakan pertama Vinesa.
Sebagai Vanguard, Eideth tahu apa yang harus Ia lakukan. Saat Vinesa meluncurkan serangan pertama, Ia harus menahannya. Tujuan dari itu adalah untuk memastikan pilihan mereka. Jika Eideth dapat menahan Vinesa, itu akan membuka kesempatan untuk Irena dan Zain. Namun jika Ia gagal, konfrontasi langsung bukanlah pilihan. Eideth berniat menahan pukulan pertama itu. Ia mulai mengumpulkan Mana untuk memakai Teknik sihirnya. Ia mengokohkan tubuhnya dengan [Harden], memecahkan momentum serangan dengan [Wave], menggunakan Overf-
"Aku datang", dengan satu langkah Vinesa menghilangkan jarak diantara mereka dalam satu kedipan mata. Eideth terkejut namun Ia cukup siap untuk menahan pukulan itu. Suara bagai ledakan keluar dari pukulan itu selagi tangan Eideth kehilangan sensasinya. "Aku berha—" Vinesa melayangkan serangan lanjutan begitu cepat hingga Eideth tak sempat bereaksi. Tinjunya melayang tepat dibawah tangan Eideth menuju abdomen, suara pelan dapat terdengar "Third Geyser" selagi Eideth melayang ke belakang karena pukulan itu.
Irena dan Zain segera menangkap Eideth, dan berlari ke dalam hutan. "Ayolah, secepat itu… tunggu, Aku tidak memukul terlalu keras bukan, itu hanya Third Geyser" ujarnya. Irena dan Zain berlari secepat yang mereka bisa menjauhi Vinesa. Merasa bibi mereka tidak mengejar, mereka berhenti untuk mengambil nafas. "Fiuh… itu tadi pukulan yang mengerikan, kerja bagus menahan yang pertama Kak" ujar Zain sambil menaruh Eideth ke tanah. "Kak Eid, wajah Kakak berwarna biru, nafas Kak" seru Irena. "A…Aku se-sedang mencoba" suara Eideth semakin pelan dan tubuhnya mengeluarkan keringat. Abdomennya akhirnya berkontraksi seraya Ia menarik nafas dengan sekuat tenaga. Tubuhnya yang tadi membungkuk kedalam, seketika meregang keluar hingga air mata mengalir keluar.
Eideth hampir tidak dapat mengatur nafasnya yang sempat terhenti. "Itu percobaan yang bagus" ujarnya. "Seberapa buruk situasi Kita Kak" tanya Zain. "Bibi berkata itu adalah Third Geyser, tapi merasakannya sendiri, kurasa itu lebih tinggi lagi" jelas Eideth. "Maksud Kakak" tanya Irena, "benar, itu adalah Refined Third Geyser, Teknik yang sudah diasah selama bertahun-tahun, meskipun hanya memakai Mana seukuran Third biasa, itu lebih berat, Aku beruntung menahannya tidak hanya dengan Explode namun dua Teknik lainnya". Eideth tertegun melihat kondisi tangannya setelah menahan pukulan Vinesa.
Tangan Eideth mulai bergetar diikuti nyeri yang menusuk, kulitnya yang mulai berubah warna menjadi biru, untungnya memar itu tidak begitu membengkak. Irena menggunakan sihir untuk menciptakan air dan membasahi memar itu, mendinginkannya. Zain memberi Eideth perban dan membantu membebat salah satu tangannya. "Sudah ditentukan, Kita tidak bisa menangkis pukulan bibi terus menerus" ujar Eideth. Zain dan Irena bingung mengapa Eideth mengungkapkan sesuatu yang begitu jelas. "Seberapa banyak Kakak bisa bertahan dari pukulan itu" tanya Irena. "Dua kali, Aku yakin bisa menahan dua pukulan lagi" ungkapnya dengan yakin. Melihat saudaranya berpikir sendiri-sendiri Eideth mengajak, "ayo Kita membuat rencana".
…
Vinesa berkeliling di dalam hutan mencari keponakannya yang bersembunyi. Ia tidak menggunakan Teknik sihir miliknya untuk mendeteksi lokasi mereka karena merasa sedikit bersalah atas pukulan tadi. "Irena… Zain… Eideth… keluarlah, Bibi minta maaf" teriaknya. Seketika tiga bayangan jatuh dari atas pohon mencoba menimpanya. Vinesa menyadari hal itu dan berbalik untuk membalas. Ia memukul ketiga bayangan itu namun hanya satu yang menghindar, itu adalah Zain. Sebelum Zain melompat, Ia menjatuhkan boneka dari semak belukar yang mereka buat untuk mengelabui Vinesa. Ia bertaruh pada cara itu meskipun tahu tidak akan pernah berhasil, sehingga Zain memakai Teknik sihirnya untuk mendorong tubuhnya dengan batang pohon, menghindari serangan Vinesa.
Disaat pandangannya berbalik, Eideth masuk ke dalam titik buta untuk melayangkan pukulan. "Third Gate Technique: Surge" tubuh Vinesa mengeluarkan hembusan energi yang kuat, menahan pergerakan Eideth bahkan mendorongnya sedikit. Prediksi mereka bertiga salah, Vinesa tidak hanya menahan diri memakai [Explode], barusan Ia memakai [Overflow]. "Zain, lari" seru Eideth selagi Ia mundur ke belakang.
Vinesa melihat boneka tipuan itu, Ia sangat kesal melihatnya. "Kalian memakai Mantra sihir saat latihan Teknik" geramnya. Vinesa tidak membuang-buang waktu dan mengejar kedua keponakannya itu. Tak butuh waktu lama hingga Ia berada di belakang mereka. "Kak, Bibi di belakang" teriak Zain, "Aku tahu, lanjut ke rencana kedua, sekarang Irena" pinta Eideth. Zain dan Eideth berpencar ke arah yang berlawanan untuk mengecoh Vinesa tapi tidak berhenti sampai disitu. Sebuah bola Mana kecil mengarah padanya kemudian meledak menjadi awan uap menghalangi pengheliatannya.
"Ini Teknik? Atau Mantra sihir?" Tanya Vinesa karena Ia tidak yakin sihir apa itu. Lagi-lagi Vinesa kehilangan jejak mereka. "Ini mulai menyebalkan" komentarnya. Vinesa sadar rencana mereka, membuatnya kesal dan menurunkan penjagaan, menghindari pertarungan langsung karena mereka kalah pengalaman, meskipun itu taktik pengecut mereka menggunakan akal mereka.
Perubahan tiba-tiba ini membuat Vinesa menjadi bimbang. Vinesa berpikir apakah Ia selama ini terlalu keras pada keponakannya saat melatih mereka. Dalam hatinya Ia hanya ingin yang terbaik untuk keponakannya. Mereka selalu menunjukkan kegigihan yang sama pada latihan mereka yang sebelumnya. Ia berpikir apa yang berubah selama enam bulan itu. "Bibi jangan melamun" teriak Zain. Vinesa segera menangkap dua pukulan serentak dari keponakannya itu.
"Jangan melamun saat bertarung, bukankah itu ajaran Bibi" ujar Eideth. Vinesa tersenyum menyadari Ia berpikir yang tidak-tidak. Ia menggenggam tangan mereka dengan erat dan melempar mereka seperti bermain. "Aku tidak tahu apa Bibi serius atau tidak", "Aku juga sama Zain, tapi yang jelas Bibi sedang kesal". Vinesa menghalangi ekspresi wajahnya keluar namun itu adalah kebiasaan yang buruk. 'Saat Bibi menutup wajahnya seperti itu, Ia sedang kesal' pikir mereka berdua.
"Pertama Kalian melanggar peraturanku, lalu bermain kotor, tampaknya Aku terlalu santai dengan Kalian" ungkap Vinesa. Eideth menatap Zain memberitahu rencananya. "Kak jangan gegabah", "Kita tetap harus memastikannya" Eideth memaksa. Ia maju untuk menghadang Vinesa. Menerima provokasi itu, Vinesa juga bergegas ke arahnya. Eideth mencoba menggabungkan ke empat teknik seperti tadi untuk menahan pukulan Vinesa. Tapi Ia gagal, tinjunya tak cukup tenaga. Eideth berharap Vinesa menendangnya menjauh tapi Ia menangkap dan mencekiknya.
"Kalian asyik lari sedari tadi, gimana kalau Aku tangkap satu persatu". Vinesa mengaitkan leher Eideth ke lengannya, mencekik pembuluh darah disamping mencoba melumpuhkannya dengan cepat. Zain tidak membiarkan itu terjadi dan memakai Talent miliknya, "ayolah, seperti yang Kakak, [Double Flash]". Sebuah sinar cahaya keluar dari tangan Zain, berpecah menjadi dua dalam sekejap mata mengarah pada Vinesa. Meskipun begitu Ia menghindarinya dengan mudah walau harus melepas Eideth yang berada didalam tangannya.
Zain kaget bagaimana ada yang bisa menghindari serangan dengan kecepatan cahaya. "Mana mungkin ada yang bisa menghindari itu, Bibi menghindari niatmu, tepat saat Kamu hendak membidik, Bibi melepasku dan menghindar". Senjata rahasia Zain kini tidak berguna, Bibinya telah mengetahui itu dan tidak mungkin akan bekerja lagi. "Bibi ingin tahu kenapa Kami bertingkah berbeda hari ini," Vinesa penasaran dengan hal itu, "karena Bibi juga sudah berubah, karena itu Kami tidak ingin kalah" sambung Eideth.
Zain dan Eideth segera maju dan mengkoordinasi serangan mereka. Setiap kali Vinesa hendak membalas, mereka akan mengganggu serangannya. Saat itu tidak berhasil, mereka akan menghindar. Dan jika itu tidak berhasil juga, yang lain akan menarik mereka pergi arah serangan Vinesa. Semakin tersudut Vinesa, mulai menunjukkan kemampuannya. Ini seharusnya sudah cukup, Third Gate, Surge" gelombang energi keluar dari tubuh Vinesa dan mendorong mereka menjauh. Ia mulai menumpuk Teknik sihir miliknya.
"Third Geyser", "Kalian ngapain, menghindar" Irena keluar dari persembunyiannya dan mendorong kakaknya dari pukulan itu. "Padahal itu hanya pukulan yang dialiri Mana, tanpa teknik khusus, mengerikan sekali" Irena berkomentar melihat batang dari sebuah pohon patah menjadi dua. "Bagaimana Kami bisa menghindari itu, Bibi begitu cepat" keluh Zain. Dibandingkan dengan Teknik sihir lain, [Explode] adalah satu-satunya teknik sihir instan. [Overflow], [Wave], dan [Harden] adalah Teknik sihir yang aktif yang dapat diperpanjang dengan konsentrasi penggunanya. Itu adalah kelebihan dan kekurangannya, Ia mengandalkan kecepatan ledakan dan mengurangi durasi. Sehingga tidak banyak Teknik dari [Explode] yang dapat dikembangkan.
…
Sebelumnya, saat Raziel muda tengah membentuk sebuah rencana. "Baiklah, rencana ini sepertinya bagus, apa ada yang keberatan" tanya Irena setelah menyusun rencana yang brilian itu. Eideth mengangkat tangan, "bisakah Kita mulai membuat rencana B" pintanya. Rencana B adalah istilah untuk rencana cadangan jika sesuatu tidak terjadi sesuai keinginan mereka. Saat membahas rencana B, mereka selalu bertanya, "jika gagal". Rencana A adalah objektif utama mereka, semua orang sudah mengerti hal itu. Namun mereka tahu itu tidak akan pernah berjalan lancar.
Mereka mulai membayangkan berbagai skenario ketika salah satu langkah mereka gagal dan menyiapkan antisipasi. Semua cara seperti mengganggu serangan Vinesa, menghindari Geyser miliknya, hingga mendorong satu sama lain jika perlu. Hingga ke skenario terakhir, konfrontasi langsung. Mereka tahu, cepat atau lambat, mereka harus menghadapi Vinesa karena tidak bisa lari lagi. "Aku pastinya akan jadi target yang bagus untuk bibi" ujar Irena. "Aku yang paling lemah diantara Kita bertiga, tahu bibi mengenal Kalian berdua, Kalian akan melindungiku, Aku hanya akan jadi beban saat pertarungan langsung" ujar Irena pesimis.
"Itu tidak benar, Kamu adalah counter yang sempurna untuk menghadapi bibi" ujar Eideth mendapat sebuah ide. Zain dan Irena mendekatkan telinga mereka untuk mendengar rencana itu. "…, dan itu takkan berhasil tanpamu Overseer, bisakah Kamu melakukannya" ajak Eideth. Irena tak tahu harus berkata apa, Ia tak pernah merasakan perasaan itu sebelumnya. Ekspektasi, kepercayaan, dan sesuatu yang lebih dalam yang belum Ia mengerti. Namun Ia menerima tanggung jawab itu, "percayakan padaku Kak" jawabnya dengan percaya diri.
…
Irena mempersiapkan dirinya untuk skenario yang terburuk. Mereka sudah menantikan ini, tapi rasa takut itu semakin membesar. Ini adalah kali pertama mereka melihat Vinesa semurka itu, hanya untuk rencana ini. Eideth memimpin didepan sebagai Vanguard, Zain bersiap dibelakangnya menjadi Breaker dan Hunt bila perlu, Irena berada di belakang mendukung dan memantau situasi di saat yang sama. Mereka masih menggunakan rencana sebelumnya untuk menghalangi Vinesa membuat serangan. Namun Vinesa telah mengatasi masalah itu, "Third Layer, Tough Skin" pukulan Eideth terasa seperti menghantam batu dan berhenti begitu saja.
Ketika Zain ingin menyerang menggunakan Flash miliknya, Vinesa menggagalkan rapalannya menggunakan Surge. Meskipun Vinesa mendominasi, Ia tidak merasa mendapatkan keunggulan. Ia merasa tubuhnya mulai lelah dan cukup sulit mengumpulkan Mana. Vinesa segera menyadari Irena menggunakan Pool miliknya diatas mereka, menghalangi Vinesa memulihkan kekuatan. Ia tahu Ia akan dirugikan jika pertarungan itu terus berlanjut dan mengganti targetnya.
Ketika pandangan Vinesa teralihkan, mereka tahu rencana mereka sudah berjalan. Eideth mengerahkan seluruh Mana miliknya untuk mendahului Vinesa dan mencegatnya. Zain tengah bersiap untuk menyerang Vinesa dengan kekuatan penuh untuk menembus Third Layer Tough Skin miliknya. Sayang, saat mereka ingin memulai aksinya, mereka kehabisan Mana. 'Apa Aku harus menahan ini dengan tubuhku' pikir Eideth, 'ini tidak cukup, apa Aku bisa menembus Teknik Bibi' pikir Zain.
'Kak Eid dan Kak Zain, mereka dalam masalah, dan Aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi, hanya menonton dari belakang, Aku ingin menjadi lebih kuat, Aku ingin jadi pemimpin yang dihormati, dan, dipercaya' Irena menguatkan keteguhannya. 'Ingat semua pelajaran itu, lampaui batasmu, bagaimanapun caranya'. "Talent [Perfect Calculation], bantu Aku" pinta Irena.
Vinesa dan yang lain terlihat melambat hingga mereka benar-benar berhenti di tempat. Irena merasakan kepalanya mau pecah setelah mengaktifkan Talent miliknya itu. "Kumpulkan data dan lakukan perhitungan" perintahnya. Tak lama pikirannya berjalan sendiri mengikuti kehendaknya itu, "Kak Eid akan sampai lebih dulu dari Bibi tapi Ia akan kehabisan Mana, Kak Zain akan menembus Fourth tapi Mana di dalam tubuhnya takkan cukup". Irena memperhatikan semua itu selagi tubuhnya tidak dapat bergerak. Pikirannya dapat berjalan seperti biasa dalam kondisi itu untuk melakukan perhitungan sebanyak apapun dan selalu mendapat hasil yang sempurna.
"Mana di dalam Pool sudah melebihi kapasitas tapi mengapa Aku masih belum menembus" pikir Irena. "Mengapa dua Pool begitu sulit" ujarnya, Ia mulai mengutip deskripsi yang Ia baca dari buku, memikirkan sebuah cara tapi Ia tak bisa merasakannya. Seketika itu, kepalanya berbunyi menandakan kemampuan sudah berakhir. Eideth berada di depannya siap menahan serangan Vinesa. 'Irena, Kamu sebaiknya menghindar, Aku akan coba menangkap Bibi' Irena membenci pandangan mata itu, terlebih lagi karena Ia mengerti maksudnya.
'Inilah alasan kenapa Kak Zain kesal pada Kakak' balas Irena. Eideth kaget dengan balasan itu tapi Ia tak punya waktu untuk berbincang. "Kakak harus lebih percaya lagi dengan Kami, Kita bangkit bersama dan Kita jatuh bersama, benar bukan" ujar Irena. Ia sekarang memahami kedua kakaknya lebih baik, namun sebagai adik mereka, Ia juga tidak ingin kalah. Irena menggunakan perhitungan, membantu memvisualisasikan rencananya. "Second Pool, Transfer".
Kolam Mana milik Irena meluap-luap hingga tidak bisa menahan bentuknya sendiri, kemudian terpecah menjadi dua. Kolam pertama masuk kedalam tubuh Eideth dan mengisi ulang Mana miliknya, begitu pula dengan Zain. Melihat adik mereka naik tingkat, mereka tidak mau ketinggalan. Dengan Mana miliknya sedikit pulih, Eideth mendapat beberapa pilihan.
Namun Ia tidak boleh melupakan tugasnya. "Combination Technique, Geyser X Gate, Mold Earth". Eideth memukul tanah sambil mengalirkan Mana miliknya. Tanah didepan tinjunya seketika naik menjadi sebuah tembok setinggi enam kaki. Vinesa hendak menerobos dengan menghancurkan tembok itu, tapi Ia ingat ada Zain di punggungnya. Ia berbalik melihat Zain hendak menyerang dengan seluruh tenaganya.
Vinesa ingin menghindar namun kakinya terasa berat. Ia melihat ke bawah dan Kakinya terjerat menggunakan aliran dari Pool, "Second Pool, Hinder" ternyata itu ulahnya Irena. 'Alirkan semua Mana ke tanganmu, kompres dengan kuat, dan lepaskan di momen hantaman' Zain mengutip ajaran Vinesa. "Lebih banyak lagi, lebih keras lagi, hingga tanganmu menjadi berat" selagi berlari, Zain terus mengumpulkan kekuatannya. Vinesa cukup percaya diri Ia bisa melawan pukulan itu tapi tidak untuk yang akan terjadi selanjutnya.
"Geyser" teriak Zain dan Eideth. Mereka melancarkan serangan menjepit dengan Eideth menyerang dari belakang. Itu adalah kemenangan yang pantas untuk mereka. Ketika tinju mereka hendak mendarat, seorang datang dan menghentikan pukulan Zain membuat Vinesa dapat fokus menahan Eideth. Terdengar suara patah dari tangan pria itu ketika menangkap tinju milik Zain, namun Ia tetap menggenggam dengan erat untuk melindungi Vinesa. "Wah, wah, wah, selamat sudah naik tingkat Zain" ujar Pria itu. "Paman" ungkap Irena dan Zain, sementara Eideth kebingungan. Ia tertawa kecil kemudian menyapa keponakan barunya itu.