Chereads / Let me be carefree, please / Chapter 68 - Homecoming

Chapter 68 - Homecoming

Didalam sebuah kamar, seorang pemuda tengah duduk di sebuah meja tengah menulis buku hariannya. Didalam kamar itu terdapat banyak sekali buku-buku sihir bertumpukkan di satu sudut, sementara di sudut berlawanan terdapat stan baju zirah dan perlengkapan lainnya. Itu adalah waktu istirahatnya di sela latihan. Ia tidak biasanya melakukan itu, namun semenjak kepergian kakaknya Ia semakin sering menulis.

 

Selesai menulis, Pemuda itu menghabiskan waktu santainya untuk berlatih kembali. Bagaimana tidak, Ia termotivasi oleh kakaknya yang berpetualang di luar sana, meraih pencapaian yang begitu besar dari usaha yang keras selagi Ia berlatih dalam perlindungan tembok kastilnya. Setiap kali tubuhnya merasa lelah dan bergetar kesulitan bergerak, ingatan kakaknya yang berjuang lebih keras terlintas didepan matanya.

 

Meski Ia mendorong dengan begitu kuat, tubuhnya kehilangan tenaga dan jatuh ke lantai. Ia tidak bisa mendorong dirinya lebih jauh, tubuhnya tidak cukup istirahat akibat latihan yang Ia lakukan sebelumnya. Meski menyadari hal itu, Ia malah menyalahkan ketidakmampuannya. Ia dan kakaknya selalu mendapat perlakuan yang sama, latihan fisik yang sama, namun Ia diberkahi sihir Talent di umur yang muda.

 

Kakaknya tidak memiliki Talent apapun saat itu telah mendahuluinya. Namun Ia senantiasa berada didepannya. Ketika mereka dimarahi ibu, bertemu hewan liar di hutan, bahkan menghadapi bibi mereka yang seram, kakaknya selalu berada didepan. Awalnya Ia menghargai hal tersebut, kemudian merasa tidak suka dilindungi olehnya. Namun hal itu segera berubah saat Ia menjaga adik perempuannya sendiri. Kakaknya hanya memberi dirinya contoh agar Ia bisa menjadi kakak yang baik. Ia selalu menjadikan kakaknya sebagai panutan setelah itu.

 

Ketukan pintu menghentikan kepalanya berpikir terlalu keras. Setelah istirahat sejenak, Ia hampir tidak mampu menggerakkan tubuhnya kembali untuk membuka pintu. Adiknya menyapa dirinya dengan senyuman sambil membawa kabar gembira. "Kak Eid pulang" tiga kata itu menyuguhkan api dari mata adiknya padanya. Mereka berdua segera berlari mencari kakak mereka yang sudah setengah tahun pergi berpetualang. 

 

Mereka menemukan kakaknya tengah duduk di depan orang tua mereka, ditegur karena membuat mereka khawatir selama setengah tahun. Ketika mereka berhadapan dengan kakak mereka, keduanya membeku di tempat. Perasaan rindu itu menepi ke pinggir saat menyadari mereka tidak tahu harus menyapa bagaimana. Kakak adik itu melirik satu sama lain dari ujung mata mereka menunggu siapa yang akan maju lebih dulu.

 

"Kamu seharusnya menelpon Kami lebih sering" tegur Lucia, ibu mereka. "Ibu pilih kasih dengan kakak, bagaimana denganku" Irena sang adik bermain pintar dan memeluk ibunya dengan manja dari belakang. Ia iri karena tidak bisa melakukan hal yang sama seperti itu. Ia maju ke depan menunjukkan dirinya sendiri pada kakaknya. "Selamat datang kembali Kak Eid" salamnya.

 

"Aku pulang Zain" jawab Eideth. Mereka bertukar tatapan seperti melakukan pembicaraan penuh. Setelah enam bulan tidak melakukannya, mereka masih begitu natural. "Irena, Kamu sapa Kakakmu sana" suruh Lucia. Rencana dari sang adik mendapat kegagalan mengira dirinya aman dibalik ibunya. "Sayang, katakan sesuatu" tegur Lucia. "Ini enak juga ya, sudah lama Kita tidak begini" Agareth, sang Ayah, hanya duduk dengan tenang di samping istrinya menikmati waktu keluarganya berkumpul bersama kembali.

 

Setelah selesai menyapa semua anggota keluarganya, kakaknya itu berniat memperkenalkan seseorang kepada mereka. Ia memanggil temannya yang menunggu dibalik pintu. "Ayah, Ibu, Zain, Irena, kenalkan, ini adalah Vista, Ia seorang mantan Apostle" ungkapnya dengan terang-terangan. Ruangan itu menjadi tenang selagi mereka memproses apa yang baru saja mereka dengar.

 

"APA" tentu saja mereka akan meminta penjelasan penuh darinya. "Tenang, tenang, akan kuceritakan dari awal, Vista adalah Apostle dari insiden Desa Aliansi Gobbi, Aku berhasil mengembangkan Talentku waktu itu untuk merapal sebuah mantra, mengubah Vista menjadi seorang Zombie yang menuruti perintahnya, singkatnya begitu" ungkapnya. Ia mulai menjelaskan penjelasan terpisah untuk setiap segmen dari penjelasan itu. Eideth bercerita mulai dari kunjungan pendeta kuil Joan hingga insiden Desa Aliansi Gobbi. Ia kemudian lanjut dengan petualangannya ke Larcova hingga Lucardo.

 

Semuanya bangga dengan perkembangan Eideth selama enam bulan, namun Zain memiliki perasaan lain. Ia tidak bisa membuat bibirnya tersenyum karena suatu alasan, karena Ia sendiri tak mengerti perasaan apa itu. Ia hanya berdiri disana mendengarkan cerita kakaknya selagi pikirannya melamun. "Kamu yakin Vista tidak berbahaya" tanya Lucia dengan waspada. "Aku yakin Kita bisa mempercayainya untuk saat ini, Ia tidak mencoba menyerangku selama 5 bulan" jawabnya. "Aku akan mengawasi Vista" Zain mengajukan diri.

 

"Aku selalu bisa percaya padamu Zain" balas Eideth. Selesai bercerita, Eideth meminta untuk kembali ke kamarnya. Ia pergi menuju kamarnya diikuti Vista dan Zain. Di perjalanan, mereka bertemu dengan Gerard, pelayan pribadi Eideth sebelumnya. "Tuan muda, apa itu Anda" sapa Gerard dengan mata terbuka lebar. Itu juga mengejutkan Eideth mendapati Gerard berekspresi seperti itu. "Aku pulang Gerard" sapanya balik. Gerard mengambil barang bawaan Eideth. "Tuan memiliki teman baru" tanya Gerard.

 

"Ya, Dia adalah mantan Apostle yang kukalahkan", "jadi Dia yang dikabarkan itu". Vista langsung merasakan dua tatapan dingin dari depan dan belakang. Setelah sampai di kamarnya, Eideth meminta Gerard untuk menyiapkan sebuah kamar untuk Vista selagi Ia berbicara dengan Zain. Eideth menaruh barang-barangnya dan duduk diatas tempat tidur. "Kakak mau membicarakan apa" tanya Zain.

 

"Ayolah Zain, Kau tau kenapa Aku mengajakmu bicara, apa yang sedang Kau pikirkan" tanya Eideth balik. Zain langsung mengungkapkan isi pikirannya, "apa Kakak yakin bisa mempercayainya, pria itu adalah seorang mantan Apostle dari dewa dunia lain, apa Kakak tidak khawatir dia akan menusuk Kakak dari belakang". "Itu ide yang masuk akal namun dengar dulu penjelasanku" balas Eideth.

 

"Aku berhasil membunuh Apostle berkat bantuan dari Dewi. Vista telah dibangkitkan lagi dengan kekuatan itu sehingga Ia terhubung denganku. Dewa dunia lain itu juga telah melepas hubungan dengan Vista. Aku tidak mengatakan ini tanpa sebab. Satu-satunya yang menjaga Vista tetap hidup adalah Kekuatan Dewi Zatharna melalui Aku sebagai perantara. Aku yakin Vista tau itu, jika Ia membunuhku Ia akan mati" jelasnya. "Itu memang cukup masuk akal, ditambah dari cerita Kakak, Vista akan menuruti perintah Kakak apapun itu, namun mengapa Kakak tidak membiarkannya mati" tanya Zain.

 

"Aku melihat pantulan diriku di matanya, itu alasan yang buruk tapi Aku punya perasaan tidak enak jika membiarkannya mati" jawab Eideth menundukkan kepala. "Ugh… Aku tidak percaya ini, sulit percaya Dewi Zatharna melihat kejadian ini akan terjadi dan menghubungi Kakak lewat pendeta kuil Joan" Zain merasa kejadian yang Kakaknya ceritakan sebelumnya masuk akal. Zain memegang pundak Kakaknya senang Ia baik-baik saja. "Kakak istirahatlah, Aku yakin Kakak akan segera kembali ke Lucardo untuk mendaftar ke Akademi" uar Zain.

 

"Bentar Zain, ngomong soal Akademi, nama Akademi itu Ganon bukan Gonan" ungkap Eideth. "Apa, kata bibi dan Ayah, namanya Gonan, Aku yakin itu", "benar bukan, Aku juga tidak salah dengar, ayah dan bibi selalu bilang begitu" mereka kemudian berbincang seperti saudara. "Hey, kenapa Kalian tidak mengajakku" ujar Irena. Adik mereka yang mengintip dari depan pintu ikut nimbrung mengobrol, membantu Eideth mengejar kabar dari enam bulan.

 

"Apa kakak tahu bibi Vinesa sudah menikah", Irena dan Zain seketika memegang kedua tangan didepan mulut mereka. "Aku sudah lihat sendiri" balas Eideth melakukan gestur yang sama. Mereka sudah punya kabar sebelumnya dari surat yang Vinesa kirim sendiri, Ia sudah punya calon kandidat. Namun menikah secara tiba-tiba benar-benar mengagetkan semua orang. "Jadi, desa juga sudah tahu" tanya Eideth, "mereka juga sudah berkunjung ke sana setelah pernikahan mereka" jawab Zain.

 

Eideth mengangkat kedua alisnya, "begitu berani" komentarnya singkat. "Suami bibi, pasti diusik disana, kan", "paman-paman itu tidak setengah hati mengusiknya". Mereka bertiga bertepuk tangan karena salut. Eideth kemudian bertanya orang seperti apa pamannya itu. "Apa dia kuat", "dia Cukup kuat, bibi tidak mencari seorang pria yang lebih kuat darinya" jawab Irena, "benar, akan sulit bagi sang Pria" sambung Zain. "Bibi Vinesa bilang, paman membuatnya merasa seperti seorang wanita" ujar Irena. Eideth dan Zain menganggukkan kepala mereka meyetujui hal itu.

 

"Bibi Eziel juga sedang berhubungan dengan seorang profesor dari Akademi Tarnum, kalau tidak salah namanya—", "Revnis, Aku yang memperkenalkan mereka" Eideth lanjut menjelaskan apa yang terjadi di Nous. "Bagaimana perkembangan mereka" tanya Eideth. "bibi sudah beberapa kali ketemuannya dengannya". Mereka asik bergosip hingga melupakan waktu. Matahari sudah mulai terbenam dan kamar Eideth mulai gelap. Irena dan Zain kembali ke kamar mereka bersiap-siap untuk makan malam.

 

Sesampai di kamarnya, Zain memanggil sebuah nama, "Nona Loefel, kumohon datanglah". Seorang wanita setinggi satu kaki muncul di udara. "Ada apa Tuan Mage" tanya Loefel, "tolong jangan panggil Saya sebutan itu Nona Loefel, Saya akan kesulitan menjelaskan jika ada yang mendengarkan" balas Zain. "Baiklah, Saya mengerti, apa yang IDC bisa lakukan untuk Anda" tanya Loefel.

 

"Bisakah Anda menginvestigasi seseorang, Ia adalah Apostle dunia lain" pinta Zain. Loefel meminta Zain untuk menjelaskan permintaannya itu hingga Ia mulai bercerita. "Jadi, bisakah Anda melakukannya" tanya Zain, "maaf, namun itu permintaan yang sulit dikabulkan" Loefel menolak. Zain bertanya mengapa dan mengungkit seseorang yang Ia kenal dari IDC dapat melakukan hal yang sama. "Tuan Zain," teriak Loefel dengan lantang menenangkan Zain, "Dia, Pendamping Anda di kehidupan dahulu adalah seorang kasus spesial, Kami memang menuruti berbagai keinginannya di masa lalu tapi Anda tidak tahu apa yang Ia bayarkan untuk itu" ungkap Loefel.

 

"Maksud Nona…" Zain menutup mulutnya selagi Ia mengkerutkan dahi. "Saat jiwa Anda berpisah dari dunia lama dan menjadi seorang sukarelawan, Ia berkerja di IDC selama bertahun-tahun membayarkan hutangnya. Semua keajaiban yang Ia buat dengan bantuan IDC bukanlah hal yang percuma, Anda sebagai sukarelawan tidak punya keistimewaan itu" Loefel melanjutkan. Suasana hati Zain seketika berubah, memegang dadanya karena suatu sakit yang tidak bisa Ia sentuh. Ia duduk diatas ranjangnya mengingat sesuatu, "maaf karena Aku membuat permintaan yang tidak masuk akal Nona Loefel, tapi apa Kamu bisa memberitahuku," hati Zain berdetak lebih kencang selagi Ia bertanya, "setelah Ia membayar semua hutangnya itu, apa Ia kembali ke dunianya dengan damai".

 

Butuh beberapa waktu sampai Ia menjawab, "Tuan Zain, Saya tidak bisa menjawab itu, namun Ia pernah berkata pada Saya, Ia tidak pernah menyesal membantu Tuan Mage, Ia mendukung keinginannya untuk jadi sukarelawan membantu dunia lain yang membutuhkan, Aku yakin Ia akan bangga". Setetes air jatuh dari mata Zain dan tak lama kemudian menjadi sebuah aliran, Zain mengusap matanya namun tangis haru itu tak kunjung berhenti. Loefel menggunakan kekuatannya untuk mencari tahu pria yang Zain maksud tersebut.

 

Tak lama Ia menemukan sebuah laporan dari seseorang mengenai Apostle itu, melihat nama dari sang pelapor Loefel tersenyum. "Tuan Zain, ada kabar bagus," ungkap Loefel, "seorang atasan telah menginvestigasi Apostle yang Tuan maksud, anggota IDC telah mengawasinya untuk beberapa waktu dan yakin Ia bukan ancaman, Anda bisa tenang sekarang". Zain segera tertawa untuk mengurangi rasa malunya karena menangis, namun tertawa karena lega. "Terima kasih Nona Loefel" Zain menundukkan kepalanya. Loefel tidak keberatan karena sudah tugasnya membantu sukarelawan untuk IDC meskipun bantuannya terbatas. Loefel pamit meninggalkan Zain sendirian di kamarnya.

 

Kembali ke kantor pribadinya, Loefel menutup kepalanya dengan bantal sambil berguling-guling di sofa. Ia segera merapikan kekacauan yang dibuatnya itu sebelum kembali bekerja. "Maafkan Aku Tuan Mage, Aku yakin Kamu akan bertemu dengan Kakak Pendampingmu itu". Loefel menggigit bibirnya mencoba tenang, Ia benar-benar tidak sabar untuk melihat semuanya terungkap. Loefel melihat tablet di mejanya yang barusan Ia baca, Ia berhasil menenangkan Zain karena itu. "Fufu, Linzel, atasanmu itu benar-benar luar biasa ya" ujarnya.

 

Setelah makan malam, Eideth berniat jalan-jalan. Ia segera melihat Zain berada di luar tengah melatih sihirnya. Zain memiliki Talent bernama Starlight Magic, Ia mendapat kemahiran untuk mantra sihir yang berkaitan dengan cahaya. Zain terlihat kesulitan menembakkan semacam ledakan energi sihir ke sebuah target. Ia membuat lintasan tembakannya melengkung mencoba melatih kontrolnya. Zain masih terlihat kesal meskipun sudah mengenai target serangannya. "Hey, sedang latihan, ada masalah apa" sapa Eideth mencoba membantu.

 

Zain berkata tidak apa-apa dan menolak bantuannya namun Eideth membalas Ia dapat berkonsultasi dengannya tentang apapun. Meski Eideth tidak dapat membantu banyak, Ia bisa membagi pendapatnya membuka wawasan mereka berdua. Zain menjelaskan Ia kesulitan menembakkan cahaya melengkung, setiap kali Ia mencoba serangannya melambat dengan signifikan. Eideth tidak menjelekkan ide tersebut karena Ia tahu cahaya dapat membelokkan jalur lintasannya.

 

"Bagaimana Kakak bisa tahu" tanya Zain keheranan. Eideth seketika menghiraukan pertanyaan itu dan menawarkan beberapa ide yang dapat membantu sihir Zain. Eideth mencoba sangat deskriptif dengan penjelasannya namun tidak lupa menyampaikannya dengan sederhana supaya Zain paham. Ia menerima semua gagasan dari kakaknya itu dan mencatatnya di selembar kertas. Zain tidak kesulitan di malam hari karena Ia dapat membuat pencahayaannya sendiri dengan sihirnya.

 

"Terima kasih kak, Aku dapat beberapa ide untuk mantra sihir selanjutnya" ujar Zain. "Sama-sama, senang bisa membantu" balas Eideth. Eideth bertanya mengapa Vista sangat serius ingin menguasai sihir cahaya. Sebelum Eideth berpetualang, Vista masih berfokus pada Teknik sihir dan beberapa mantra yang bisa menguatkan senjata seperti [Enhancement]. Eideth menyarankan untuk membiasakan mantra yang lebih sederhana terlebih dahulu sebelum Ia mencoba mantra kompleks. "Begitu…" Zain memikirkan saran Kakaknya lebih dalam.

 

Melihat dua bulan Artleya di atas kepalanya, Eideth mengalihkan perhatian adiknya. "Zain, menurutmu bintang dan matahari itu benda yang sama" tanya Eideth. Perkataannya itu membuat Zain merenung untuk sementara waktu menerka maksud tersembunyi. Eideth merasa ragu ingin memberi pengetahuan dari dunianya itu menginspirasi Zain. "Matahari sederhananya adalah bola api besar di angkasa, bintang hanya matahari yang terletak sangat jauh dari kita sehingga cahayanya tidak begitu terang, apa Kamu mengerti, Kamu tidak perlu berpikir terlalu sulit mengembangkan sihirmu, Kamu hanya perlu melihat keatas". Mendengar hal itu, Zain mendapat lebih banyak inspirasi dan menuliskannya di kertas tadi.

 

Zain kemudian berpisah dengan Eideth yang hendak melanjutkan latihannya di kamar, mengerjakan mantra sihir barunya. Eideth juga merasa sedikit lelah, jam tidurnya menjadi sangat berantakan karena berpetualang (bermain ponsel) di malam hari, Ia memutuskan untuk tidur lebih awal. Sesampai di kamarnya, Zain segera mengambil buku formula sihir dan selembar perkamen untuk menciptakan mantra baru itu. Zain melihat keluar jendela, mengingat perkataan kakaknya. Ia mulai menciptakan sebuah mantra untuk percobaan.

 

"[Light]" Zain menciptakan sebuah bola cahaya untuk menerangi ruangannya. Itu adalah salah satu mantra umum yang bisa dipakai semua orang namun Zain memiliki kemahiran natural berkat Talentnya. Ia sendiri belum menguji seberapa jauh kemampuan Talent miliknya. Lagipula sudah lama semenjak Ia membaca penjelasan Talent miliknya. Zain menggunakan kertas perkamen itu dan menuliskan sebuah mantra, Ia kemudian memberinya setetes darah dari jarinya sebagai bahan utama mantra itu. Dengan merapalkan mantranya, Zain melihat tulisan di kertas perkamen itu berubah. "Appraisal"

 

[Starlight Magic

Kamu memiliki ikatan spesial dengan makhluk kosmik hingga mempengaruhi sihirmu.

Kamu mendapat beberapa keuntungan:

Kamu memiliki kemahiran dengan sihir atribut cahaya,

Kamu memiliki resistensi terhadap sihir atribut cahaya yang diarahkan ke dirimu.

Mantra dan Teknik sihir yang Kamu gunakan mendapat atribut cahaya.

Terkunci,

…]

 

Talent Zain merupakan Talent tipe Ability yang cukup istimewa. Talent miliknya memiliki banyak keuntungan pasif yang aktif saat Ia memakai sihir. Kemampuan spesial seperti ini datang dengan sebuah harga. Zain memulai risetnya untuk menciptakan mantra baru sesuai inspirasinya. Pertama Zain memilih metode rapalan seperti apa mantranya itu.

 

Merapal mantra sihir memiliki beberapa jenis, aliran yang dominan di benua Arkin adalah aliran lantunan dan aliran lingkaran sihir. Lantunan lebih sederhana dari lingkaran sihir, namun cara memakan banyak waktu untuk dibuat. Untuk menciptakan lantunan mantra sihir, penyihir harus melakukan riset untuk mencari tahu apakah ada roh yang menguasai jenis sihir tersebut. Mereka harus menggunakan ritual untuk memanggil roh tersebut agar dapat diajari soal sihir yang diinginkan. Karena roh juga dulunya makhluk biasa, tidak ada garansi hal menyebalkan apa yang akan mereka lakukan.

 

Disisi lain, lingkaran sihir adalah murni formula tentang sihir tersebut. Jika seorang penyihir memiliki pemahaman dan ingatan yang cukup, mereka hanya perlu mengucapkan nama mantra itu dan lingkaran sihir akan muncul sebagai indikasinya. Lingkaran sihir itu akan menunjukkan formula sihir yang mereka gunakan untuk merapal mantra, sehingga mudah dibatalkan dengan [Counterspell]. Meskipun begitu[Counterspell] memiliki penjelasannya tersendiri.

 

Zain memutuskan untuk menggunakan lingkaran sihir untuk mantra barunya itu. Ia mulai merangkai lingkaran sihir itu dari pondasi dasar, kalkulasi Mana, hingga penyelarasan. Lingkaran sihir dapat diibaratkan sebuah kalkulator, Ia memerlukan data, rumus, dan juga kendali dari penggunanya untuk mencapai hasil. Satu kesalahan dari faktor manapun akan menggagalkan hasilnya. Seorang penyihir akan sangat beruntung jika sihirnya bocor dari lingkaran sihir itu, jika mereka malfungsi, ledakan Mana takkan dapat terelakkan.

 

Zain selalu meminta bantuan Irena untuk mengkalkulasi Mana ketika Ia menciptakan sebuah mantra. Talent Irena [Perfect Calculation] dapat melakukan perhitungan sempurna setiap saat. Meskipun Talent Irena tidak sebanding dengan Talent Eziel [Formulation] dalam menciptakan mantra sihir, Ia dapat menggunakan Talentnya hampir untuk semua hal. "Tidak, Aku harus melakukan ini sendiri, Aku tidak bisa selalu meminta bantuan Irena, Kak Eid saja bisa" ujarnya. Zain menghabiskan waktu sepanjang malam untuk menciptakan mantra itu.

 

Keesokan harinya, Zain terbangun diatas meja belajarnya. Ini sudah ke 4 kalinya Ia ketiduran disana satu minggu itu. Untung saja alarm natural di tubuhnya selalu membangunkannya sebelum sarapan. Zain sedikit bersyukur mendapat didikan dari Ayah dan Bibinya. Zain segera bersiap untuk sarapan bersama. Mandi di pagi hari membantunya menghilangkan kantuk dengan mudah. Ia segera bergegas menuju ruang makan dan menyadari Ia yang terakhir tiba. "Aku mendahuluimu lagi Kak, hehe" tawa Irena.

 

Zain minta maaf atas keterlambatannya dan duduk di kursinya. Agareth berkata Ia tidak terlambat, hanya saja semua datang begitu awal ke ruang makan hari itu. Zain tahu mengapa, ini adalah makan bersama pertama mereka setelah enam bulan. Pelayan segera membawakan hidangan sarapan, mereka terlihat sangat menggiurkan tanpa alasan yang jelas. Eideth meminta itu kepada Koki mereka, Ia ingin melihat reaksi Vista.

 

Rencana Eideth berhasil dan melihat kehidupan kembali ke mata lesu milik Vista. Zain disisi lain mencoba tetap tenang dan menikmati makanannya. 'Kenapa Kakak begitu peduli dengannya, meskipun mereka rekan, Aku tidak pernah melihatnya seperti itu' ujar Zain dalam hati. Zain tidak menyukainya, tapi Ia tidak bisa mengatakan itu. Ia hanya bisa melihat Vista dengan tatapan kesal untuk sekarang.