Dengan menapaki jalan secara berhati-hati, aku membawa gadis malang ini melewati hutan. Dalam perjalanan pulang, tiga dari sepuluh jerat yang kubuat berhasil menangkap tiga ekor hewan, dua ekor ayam hutan, dan satu ekor kancil berukuran sedang.
Pertemuan dengan gadis ini dan orang-orang tadi membuatku menyadari bahwa ternyata ada peradaban manusia di dunia ini. Kemungkinan besar, ada pemukiman penduduk di dekat sini. Teori tentang mengikuti aliran sungai tampaknya benar.
Setelah berjalan cukup jauh dari lokasi para bandit, aku sampai di tempat perkemahan. Aku menaruh hewan buruan di dekat api unggun dan dengan hati-hati menempatkan gadis itu di dalam tenda. Kemudian, aku pergi ke tepi sungai untuk membersihkan tangan dan pisau dari darah hewan buruan.
Dengan penuh perhatian, aku kembali memasuki tenda untuk memeriksa gadis itu. Aku merasa cemas saat merasakan panas di dahinya yang belum turun. Aku segera mengambil suntikan obat Paintkiller dari kotak P3K. Dengan dosis anak-anak menyuntikkannya pada gadis itu saat dia pingsan. Aku tidak tahu apa efeknya jika obat itu di suntikkan padanya. Mengingat dia dan aku berbeda ras atau mungkin berbeda spesies. Semoga saja obat itu memberikan efek positif untuknya.
Aku juga membersihkan tubuhnya dengan lembut, mengelapnya dengan kain untuk memastikan dia tetap bersih dan nyaman. Sambil mengganti kompresnya, aku menghapus keringat yang menetes dari keningnya, berharap demamnya akan segera mereda.
Setelah merawat gadis itu dengan sepenuh hati, aku duduk di dekat perapian. Aku melanjutkan tugas dengan serius, menguliti hewan buruan dengan hati-hati. Aku memanggang potongan daging di atas bara api, membiarkannya matang dengan aroma yang menguar di udara. Aromanya membuat perut lapar, dan aku tidak sabar untuk memasaknya menjadi makanan yang lezat. Meski merasa lelah dan gundah, aku tetap bersemangat. Percayalah, aku akan melanjutkan perjuangan ini dan menghadapi setiap tantangan dengan keberanian dan ketulusan.
POV 3
Di tempat yang berbeda, dua orang yang sebelumnya bertemu dengan Yudha tiba di markas persembunyiannya untuk melaporkan perkembangan terbaru. Gorsia Albert, pemimpin pemberontak sayap kanan dari Kerajaan Sivieth, dengan tubuhnya yang pendek dan gempal serta wajah yang kurang menyenangkan, bertanya dengan tajam.
"Bagaimana situasinya? Apakah kalian berhasil menangkap Budak itu?"
Albert, yang selalu menggunakan serban kecil sebagai tanda pengenal dan berpakaian seperti bangsawan abad pertengahan, saat ini bersembunyi di hutan Fluoran bersama kelompok kecilnya, wilayah yang belum terjamah di bawah pemerintahan Kerajaan Elceria. Mereka memilih tempat itu dengan licik, karena hutan Fluoran terkenal dengan daya tariknya yang penuh misteri dan kemagisanya.
Di markas terpencil itu, Albert dan kelompoknya berusaha menjaga kerahasiaan mereka dari dunia luar, dengan harapan melindungi identitas dan rencana mereka. Tidak ada seorang pun yang berani menginjakkan kakinya di hutan terlarang itu. Namun, Albert telah membuktikan bahwa dia dan kelompoknya mampu bertahan hidup di sana selama berbulan-bulan lamanya.
Pria berambut hitam memberikan penjelasan, "Maafkan kami, Tuan! Kami tidak berhasil membawanya kembali ke sini,"
Albert, yang tidak bisa menyembunyikan kegusarannya kepada anak buahnya, berkata, "Apa yang kau katakan? Sudah kukatakan jangan pulang sebelum kalian membawa Budak itu kehadapanku! Kalian tahu tidak, dia lebih berharga daripada gaji kalian selama setahun!"
Dengan rasa tak berdaya, kedua anak buah Albert itu hanya bisa menelan salivanya, sembari menunduk dan tidak berani berkata apa-apa. Albert memperhatikan lengan Pria berambut cokelat yang sudah dibalut dengan kain sebagai penyangga dan bertanya tentang hal itu.
"Kenapa lenganmu seperti itu?"
Pria berambut hitam pun membalas, "Karena itulah kami memutuskan untuk bertemu dengan Anda, Tuan."
"Benar, beri kami waktu untuk menjelaskan dulu," kata Pria berambut cokelat dengan harapan bisa memberikan penjelasan yang memadai.
Melihat bahwa anak buahnya tidak lengkap, Albert kembali bertanya, "Apa sebenarnya yang terjadi? Dan dimana satu rekan kalian?"
Pria berambut hitam kemudian menjelaskan kronologi peristiwa yang menimpa mereka dan apa yang terjadi pada rekannya yang tewas. Mendengar penjelasan panjang lebar dari kedua anak buahnya, kegelisahan Albert semakin bertambah. Bukan karena dia prihatin atas kematian anak buahnya, tetapi dia khawatir dengan budaknya yang berhasil melarikan diri akibat kelalaian anak buahnya sendiri.
Saat ini, Budak tersebut telah diselamatkan oleh Yudha dan dirawat di tempat persembunyiannya. Namun, penjelasan dari kedua anak buahnya semakin membuat Albert gelisah.
"Jadi, orang barbar itu yang membawanya pergi?" Albert berhenti sejenak untuk memikirkan langkah selanjutnya. "Panggil Kael ke sini!"
***
Tidak lama kemudian, seorang pria datang menghadap Albert dengan membawa sebuah busur panah.
"Saya siap, Tuan!" kata pria tersebut.
"Kael, apakah kamu sudah mendengarkan laporan dari kedua orang itu?" tanya Albert.
"Sudah, Tuan!" jawab Kael.
"Baiklah, tangkap orang itu. Kirimkan lebih banyak orang untuk mencarinya. Bawa dia kembali, hidup atau mati, dan pastikan untuk membawa Budak itu dengan selamat. Mengerti!" perintah Albert.
"Tentu, Tuan. Saya tidak akan mengecewakan Anda!" kata Kael.
Kael dan sekelompok orang segera meninggalkan markas dengan membawa obor sebagai penerangan di malam hari. Mereka juga dilengkapi dengan senjata tajam yang tersemat di pinggang mereka.
Albert berdiri memandangi pintu dan bergumam dalam hati, "Berani sekali serangga ini mengganggu ketenanganku. Ayo lihat seberapa jauh dia berlari!"
***
Pada suatu malam, suasana tenang pecah berkeping-keping oleh api yang merah menyala, memakan habis sebuah bangunan tua. Raungan angin dan serangan teror telah merusak kedamaian yang membuat orang-orang dalam kepanikan.
Sekelompok pemburu budak, dengan tatapan kejam di wajah mereka, bergerak dengan sigap di tengah kobaran api yang membara. Dalam kekacauan itu, sebuah bayangan putih kecil berusaha melarikan diri. Dia adalah gadis kecil dengan tanda harimau putih.
'GRATAKK!!'
Suara sebuah tiang penyangga disalah satu bangunan terjatuh karena terbakar dengan hebat. Membuat langkah gadis itu terhenti ketika ia tersandung kayu tersebut. Dua pemburu kejam mendekat dengan mata yang penuh nafsu, melahirkan rasa takut yang terpantul jelas di wajah gadis kecil itu.
Dengan wajah resah, dia memohon dengan suara gemetar, "Tolong, jangan... Jangan bawa aku!" Tangisnya tidak mampu menembus hati busuk para pemburu itu.
"Jangan banyak bicara!!" kata salah satu pemburu dengan suara tajam yang membuat nafas pendek gadis itu terasa sangat berat.
Kesedihan dan ketakutan tersebar di udara, mendominasi setiap sudut yang membara dalam kebakaran yang mencekam. Hanya waktu yang bisa memutuskan nasib gadis harimau putih itu.
POV Yudha
Jam menunjukkan pukul 23.45. Aku masih terjaga, duduk di luar tenda merasakan kedamaian. Api unggun yang kujaga terus membara, menjadi titik cahaya di tengah kegelapan malam. Suara jangkrik, siulan burung hantu, dan gemericik sungai yang tenang, semuanya menjadi teman setiaku dalam kesunyian malam ini.
"Jangan kumohon jangan!!" (Bahasa Asing)
Tiba-tiba, terdengar suara teriakan dari dalam tenda. Suara gadis yang kujaga sepanjang malam ini. Tanpa ragu, aku segera mendekatinya dengan langkah hati-hati, berusaha menenangkannya dengan penuh kelembutan. Terlihat jelas, gadis itu sedang mengalami mimpi buruk dan mengigau dalam tidurnya. Tangisannya pecah di tengah kesunyian, memecahkan ketenangan malam.
"Udah...udah... cup, cup! Kamu aman sekarang," ucapku dengan suara lembut, sambil membelai rambutnya. Meskipun kami berbicara dalam bahasa yang berbeda, komunikasi kami didasarkan pada kehadiran dan kehangatan yang kumiliki. Gadis itu merasakan ketenangan dalam pelukanku, dan perlahan-lahan ia menjadi lebih tenang. Tak lama kemudian, tangisnya mulai mereda.
Setelah merasakan kulitnya yang hangat, aku menyadari bahwa demam gadis itu mulai mereda. Rasa syukur memenuhi hatiku, karena obat yang telah diberikan tampaknya berhasil. Tanpa berpikir panjang, aku mengambil sebotol air dan memberikannya kepadanya untuk menghidrasi tubuhnya yang lelah.
"Hei, Kamu udah aman! Gak perlu sedih lagi, ini minumlah!" ujarku dengan penuh kebaikan sembari memberikan botol air kepadanya.
Gadis itu berhenti menangis dan mengusap air matanya sebelum akhirnya menerima botol air yang kuberikan. Wajahnya tampak ragu saat melihat botol air itu, dengan pelan ia menggenggamnya dan segera meminum airnya. Jelas terlihat bahwa bentuk dan model botol air yang kutampilkan membuatnya agak bingung dan merasa asing.
Air yang diminumnya mengalir melalui kerongkongan dan mencapai perutnya, aku berharap air itu dapat meredakan perasaan sedih dan gelisah yang sebelumnya melanda hatinya. Setelah melepaskan bibirnya dari botol, gadis itu mulai menatap sekeliling tenda yang menjadi tempat tinggal sementara bagi kami. Di dalamnya terdapat berbagai macam alat modern yang digunakan untuk kegiatan berkemah.
Pandangannya terfokus pada peralatan canggih dan rumit dibandingkan dengan apa yang ia kenal. Wajahnya yang penuh keheranan menandakan ketertarikannya terhadap semua hal yang ada di sekelilingnya. Mungkin, ia belum pernah melihat peralatan modern seperti ini sebelumnya.
Dengan ekspresi bingung yang terpancar di wajahnya, gadis itu mulai memperhatikanku dengan seksama. Suasana seketika berubah menjadi canggung, dan aku merasa bingung tentang apa yang harus dilakukan selanjutnya. Membuat percakapan pun terasa sulit karena batasan bahasa yang ada di antara kami.
Di tengah kebingungan itu, dengan tiba-tiba, ia membawa hidung mancungnya mendekati hidungku, membuat hati terkejut dengan perilaku anehnya. Apakah dia berniat untuk mencium ku?