Chereads / Tuan Putri Bobrok / Chapter 4 - Alegria de Circus

Chapter 4 - Alegria de Circus

Sama seperti hari lainnya, hari itu Arina juga sedang menjalani kesibukannya sebagai tuan putri. Mulai dari memeriksa ratusan laporan, mengatur puluhan masalah, sampai menghadiri belasan pertemuan, sejujurnya Arina masih jauh lebih sibuk daripada para menteri kerajaan yang lain.

Tapi saat Arina mulai merasa muak dengan semua kertas di mejanya, asisten pribadinya, Kei tiba-tiba saja membawa sebuah laporan lain. Surat izin lebih tepatnya.

"Sirkus?" Arina menaikkan alisnya saat dia membacanya. "Jadi mereka ingin izin untuk menggunakan lahan... Terus, masalahnya apa? Tinggal izin dengan yang punya lahan."

"Itu... Mereka adalah sirkus besar yang mempertunjukkan atraksi manusia jadi-jadian. Jadi mereka ingin menggunakan lahan yang sangat luas dan dekat dengan dermaga."

Bisa melihat arah pembicaraannya, Arina mulai menunjukkan wajah masam. "Maksudmu mereka ingin menggunakan lahan yang ada di dekat gudang penyimpanan khusus kerajaan? Tapi itu wilayah khusus. Kau sudah bilang pada mereka?" Katanya.

Selain istana sendiri, kerajaan juga punya beberapa wilayah khusus yang dilindungi. Dan gudang penyimpanan ini adalah salah satunya.

Karena dekat pelabuhan, tempat ini adalah tempat di mana barang-barang yang masuk ke kota akan diperiksa. Bahkan setelah itu daftarnya juga akan diteruskan ke bagian pajak untuk dievaluasi. Belum lagi informasi-informasi dari luar biasanya akan pertama dicatat di sini juga.

Singkatnya, orang yang boleh masuk ke sini sama sedikitnya seperti orang yang boleh masuk ke istana.

"Sudah, tapi mereka bersikeras ingin menggunakannya. Dan mereka juga sudah menunggu di bawah untuk bicara dengan anda langsung." Jelasnya.

Tidak langsung menjawab, Arina terdiam sejenak. Arina sebenarnya punya kantor sendiri di istana. Tapi entah kenapa dia lebih sering bekerja di gedung balaikota sembari menyabotase ruangan sang gubernur, bahkan meski itu membuatnya harus meladeni lebih banyak orang merepotkan.

"Tapi tadi kau bilang sirkus manusia jadi-jadian? Nama sirkusnya apa?" Sahut Arina akhirnya.

"Alegria de Circus. Itu adalah sirkus terkenal yang hanya berhenti untuk satu pertunjukkan di setiap kota. Harga tiket masuknya juga sangat tinggi. Dan mereka juga sepertinya akan membayar tinggi kalau kita membiarkan mereka menggunakan lahan khususnya."

"Yah, oke, kurasa Aku akan bicara pada mereka dulu." Katanya kemudian. Meski merasa kerepotan, Arina ternyata masih penasaran ingin bertemu dengan para manusia jadi-jadian dari sirkus ini.

Soalnya walaupun dia juga sudah beberapa kali bertemu dengan manusia jadi-jadian, aslinya sosok mereka tetap termasuk langka. Bahkan dalam hati dia juga sudah membayangkan ingin mengenalkan Iris dengan para anggota sirkus ini.

Dan begitu dia memasuki ruang tunggu di gedung balaikota, Arina langsung melihat ada laki-laki yang memiliki telinga dan ekor berwarna kuning di sana. Dilihat dari kumis di pipinya, sepertinya dia adalah manusia kucing.

Kemudian satu lagi juga ada, seorang wanita cantik nan seksi yang hampir terlihat normal, sampai kau menyadari kalau giginya bertaring-taring tajam. Selain mereka berdua, Arina juga bisa melihat ada manusia kekar berkaki kuda yang sedang bersiaga diluar gedung.

"Anda pasti tuan putri Arina. Saya mendengar banyak tentang anda." Si manusia kucing menyapa sambil mengulurkan tangannya yang normal tapi berbulu. "Nama saya Fin dan ini Mia."

Arina menjabat tangannya. "Senang bertemu dengan kalian."

"Anda mungkin sudah mendengarnya dari pengawal anda, tapi kami ingin menggunakan lahan yang dekat dengan dermaga untuk pertunjukkan kami. Tentu saja, kami akan membayar tinggi untuk harga sewanya." Kata Fin.

Sekilas, manusia kucing itu sebenarnya kelihatan santai. Tapi dari cara bicaranya, Arina sadar kalau dia seperti sedang berusaha menyembunyikan kegelisahannya. Kelihatannya dia belum segitunya terbiasa dengan negosiasi seperti ini.

"Apa ada alasannya kalian ingin melakukan pertunjukannya dekat dermaga? Kalau cuma lahan luas, masih banyak yang bisa kalian pakai." Balas Arina.

Dan Fin mulai tersenyum lebar. "Sebenarnya belum lama ini kami dapat anggota baru yang bisa melakukan pertunjukkan di air. Dan ini pertama kalinya kami akan melakukan pertunjukkan air, jadi sebisa mungkin kami ingin tempatnya dekat dengar sumber air yang banyak." Jelasnya.

Tapi melihat Arina masih tidak yakin, Fin melanjutkan pembicaraannya. "Tidak perlu seluruh lahannya. Kami hanya perlu seperempat lahan yang ada di dekat dermaga. Lagipula seharusnya itu juga sangat jauh dari gudang penyimpanannya. Anda bisa memegang kata-kata saya, kami tidak akan mendekati gudang sama sekali."

Arina berusaha sedikit mengulum senyumnya. "Sejujurnya Aku mau saja mengizinkannya." Katanya hati-hati sambil melihat ke arah Mia yang ternyata terlihat lebih grogi daripada Fin. "Tapi sayangnya protokolnya tidak semudah itu. Soalnya kalau nantinya ada masalah, bukan cuma sirkusmu, orang-orangku juga akan mengalami kesulitan."

Fin dan Mia dipojokkan. Mereka bisa saja memperkenalkan seluruh anggota sirkusnya pada sang tuan putri untuk membujuknya. Tapi mereka tahu betul ada beberapa anggota sirkus yang tidak terlalu ramah.

Melihat mereka berdua diam, Arina akhirnya mengangkat bahunya, memutuskan bahwa pembicaraan sudah berakhir. "Kalau tidak ada yang lain, Aku akan pergi sekarang."

Tapi selagi Fin dan Mia mulai panik sendiri, Arina ternyata menghentikan langkahnya sejenak. "Lagipula, tuan Fin, kau bukan pemimpin sirkus ini kan?" Kata Arina tiba-tiba.

"Kalau pemimpin kalian saja tidak mau bicara padaku, kurasa Aku juga tidak bisa mempercayai sirkus kalian. Jadi kalian cari saja lahan yang lain—"

"Ahaha, jangan terburu-buru begitu." Tiba-tiba saja ada seorang laki-laki yang muncul di pintu. Sepertinya daritadi dia menguping dari luar?

"Wah, semua orang memang bilang kalau tuan putri Arina pasti mengetahui semuanya, Tapi siapa sangka akan seakurat ini." Katanya sambil memasuki ruangan dengan santai.

Arina memperhatikan laki-laki itu untuk beberapa saat. Rambut coklatnya memang agak panjang sampai menutupi telinga, tapi sepertinya dia tidak menutupi apapun. Ekor juga tidak ada. Dia hanya terlihat seperti manusia biasa. Penyihir biasa lebih tepatnya.

Meski begitu Arina tetap tidak senang melihatnya. "...Aku tidak suka di-tes."

Dan dia pun langsung pergi begitu saja, sudah menghilangkan sifat ramah ala tuan putrinya. Selama bertahun-tahun melakukan pekerjaan seperti ini, Arina jelas tahu bahwa tidak semua orang pantas diramahi.

"Suruh mereka pergi." Perintah Arina pada Kei.

Malas menggunakan tangga, Arina langsung menggunakan sihir teleportasinya untuk kembali ke ruangan gubernur yang ada di lantai 5. Tapi begitu dia membuka pintunya, ternyata laki-laki tadi malah sudah ada di dalam ruangannya.

"...!" Langsung menegang, Arina spontan meraih pisau kecil yang selalu dia bawa. Tapi ternyata laki-laki itu hanya memasang senyum anehnya. "Tolong jangan bunuh saya dulu. Setidaknyä biarkan saya memperkenalkan diri."

"Saya… Mm, bolehkah Aku bicara sedikit lebih santai? Namaku Miki. Aku pemilik sirkusnya."

Arina menyipitkan matanya curiga seperti berusaha membaca pikirannya. Dia sudah memikirkannya sejak tadi, tapi hawa keberadaan laki-laki ini sangat tipis sehingga sulit menyadari pergerakannya. Tipe aura yang biasanya dimiliki oleh seorang pembunuh bayaran.

"Apa yang kau inginkan?"

"Ah, sebelum itu, Aku mungkin harus minta maaf kalau tuan putri menganggap sikapku tidak pantas tadi. Tapi sumpah, Aku bukannya mengetes tuan putri atau apapun." Katanya. "Bahkan secara teknis, Aku juga bukan pemimpin sirkus."

Melihat Arina mengerutkan alisnya, Miki menambahkan, "Aku pemiliknya, tapi bukan pemimpin mereka. Tidak ada orang di sirkus yang suka mendengarkanku." Koreksinya. "Bisa dibilang Aku hanya orang yang tinggal duduk dan menerima uang saja. Pemimpinnya memang Fin."

Arina sempat merasa aneh karena biasanya orang yang disebut-sebut sebagai bos besar adalah laki-laki tua gendut dan suka menghisap cerutu.

Tapi karena pemuda itu benar-benar bersikap santai, Arina pun mulai menurunkan bahunya sedikit. "Lalu?"