Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Waiting for Sunset (and You)

🇮🇩nhnune
--
chs / week
--
NOT RATINGS
2k
Views
Synopsis
Reina terdampar di negara bernama Great Khasa. Tanpa tahu menahu apa-apa, dia terseret dalam konflik antara pasukan revolusi dengan militer. Dua kubu dengan visi bertolak belakang antara menggulingkan pemerintahan yang sekarang dengan mempertahankannya. Bersama Miller dan timnya, Reina belajar dan mengalami hal-hal yang tak pernah dia rasakan dalam kehidupan sebelumnya.
VIEW MORE

Chapter 1 - Ch 1 - Separation

2 bulan .. Tak terasa 2 bulan sudah sejak kami terpisah di ngarai itu. Pada waktu itu semua terasa begitu tiba-tiba. Padahal kupikir kami akan selalu bersama.

Tanganku bergetar .. Bahagia, excited, tapi juga khawatir bercampur saat menyadari akhirnya kami bisa bertemu kembali.

I miss him so much ..

Would he allow me to stay by his side again?

Ataukah dia hanya akan merasa terpaksa karena beban yang akhirnya bisa dia hindari 2 bulan lalu, kini kembali berada dalam tanggungannya?

Aku benar-benar takut memikirkan reaksinya

"Ada perubahan rencana." Lamunanku terpecah ketika Sersan Goyle tetiba menghampiriku dengan tergesa.

"Ini adalah seragam pasukan militan. Tolong kenakan ini secepatnya karena kita harus segera pergi ketika tim Capt datang."

Seperti biasa, tanpa memberikanku ruang untuk bertanya lebih jauh, Goyle pun langsung kembali ke posisi mengintai setelah memberikan arahan yang lebih menyerupai instruksi itu.

Goyle adalah tangan kanan Miller. Ketika terjadi penyergapan 2 bulan lalu, kami terpisah dengan tim Miller dan memutar arah sehingga kami bisa bergerak di luar radar musuh. Walaupun kegesitan Goyle memang tidak diragukan lagi, tapi selama bersamanya aku merasa seperti berdua dengan robot alarm. Berbunyi hanya ketika waktunya makan dan berangkat pergi.

Sigh ..

Merasakan permukaan bahan seragam yang kasar, aku menatap bangunan tempatku berdiri. Rumah kosong berlantai 2 ini sepertinya ditinggalkan penghuninya saat perang mendadak datang. Dinding yang tadinya membantasi 3 ruangan berakhir menjadi keping-keping yang tercerai berai di lantai, menyisakan bongkahan dan rangka yang biasa kita lihat dalam film-film perang pada umumnya.

Mengintip ke lantai 2, sepertinya keadaannya tidak jauh berbeda dari lantai ini. Tapi berpikir setidaknya lantai yang berbeda bisa mengurangi kecanggungan untuk berganti pakaian di depan Goyle, aku pun melangkah dan mulai menaiki anak tangga.

Sambil melepas pakaian yang kukenakan, aku tersadar betapa hebatnya kemampuan beradaptasi manusia. Di rumah, hanya mandi sekali saja membuatku merasa serba tidak betah. Tapi kini, berbulan-bulan mengenakan baju yang sama rasanya sudah menjadi hal yang biasa. Teman-temanku sudah pasti akan menghabiskan waktu seharian hanya untuk meledekku terkait ini. Terlebih Anya yang selalu bersemangat mengajakku spa. Terbayang ekspresinya bila dia berhasil menemukan kulit mati yang sudah seperti ornament yang melekat di tubuh ini sekarang.

Tersenyum geli membayangkannya, aku pun mulai mengenakan celana, dan tiba-tiba merasakan seseorang memandangku dari arah tangga. Terbiasa dalam situasi genting benar-benar melatih instingku untuk menyadari hal-hal semacam ini.

Namun melihat Miller yang tertegun di anak tangga, seketika kesiagaanku meluap menjadi total blank, dan akupun berubah menjadi patung es.

"Ah sorry, aku tak bermaksud .. " dia membalikkan badan tanpa beranjak dari posisinya.

"No! It's okay! I mean, sebentar .." ujarku tergesa sambil mengenakan pakaian dengan kecepatan 5 kali dari biasanya.

Menit berikutnya, masih dengan wajah yang terasa panas, dan nafas yang sedikit tidak teratur setelah berhasil memecahkan rekor tercepat dalam mengenakan baju lengkap.. Menarik nafas, aku pun melirik ke arah Capt yang setelah merasakan tidak adanya pergerakan di sisiku juga berbalik menatapku.

DEG!

Jantungku rasanya bagai melompat keluar dari rusuk. Berdebar tidak karuan.. bercampur aduk dengan rasa malu, lega, dan haru. Mulutku terbuka tanpa ada satupun kata yang mampu terucap. Lutut mulai terasa lemas .. dan mata pun memanas.

Ketika melihat sorotan mata Miller yang melembut, aku pun menggigit bibir sambil menyilangkan tangan kananku untuk menghindari pandangan itu.

"Sorry, but really there is no time." Ucapnya yang kemudian diikuti dengan langkah terburu disertai lingkaran tangannya yang terasa kuat di paha, lalu pandanganku meninggi karena separuh tubuhku terangkat dan Miller menggotongku turun. Seperti layaknya mengangkat manekin, dengan stabil dia kemudian mendudukkanku di dalam sebuah mobil jeep, lengkap dengan Goyle yang sudah berada dalam posisi standby di belakang kemudi.

"Sampai jumpa di titik pertemuan berikutnya." Ujarnya menutup pintu lalu mengetuk 2 kali, yang tak lama diikuti hentakan jeep yang kemudian melaju dengan cepatnya. Membuatku hanya bisa melihat sosoknya semakin menjauh.

"Capt akan menyusul kita di titik pertemuan nanti. Pasukan musuh saat ini sudah dalam perjalanan dan diperkirakan dalam hitungan menit akan menjangkau lokasi. Tim Capt akan mencoba menunda mereka sampai kita mencapai posisi aman." Goyle mencoba memberikan penjelasan singkat yang hanya bisa kubalas dengan anggukkan.

Bukannya aku tidak mengerti kondisi yang kami hadapi. Hanya saja .. Berapa lama sampai kami bisa bertemu lagi .. Hitungan hari? Minggu? Bulan?

Aku menggigit bibir menahan air mata yang mendesak untuk keluar.

Aku selalu benci ketika dalam film-film wanita selalu digambarkan sebagai sosok yang lemah dan emosional bahkan pada saat genting sekalipun. Tapi kini, berdua Goyle dalam jeep yang entah menuju kemana, aku merasa seperti Noriko yang ditinggalkan Izark, bagai Kagome yang terpisah dari Inuyasha.

Atau sedihnya, mungkin hanya seperti anak ayam yang kehilangan induknya.

.. full of despair.

.. and .. miserable.

Pathetic.