Chereads / Waiting for Sunset (and You) / Chapter 2 - Ch 2 - I'm Gonna Try

Chapter 2 - Ch 2 - I'm Gonna Try

Mungkinkah seseorang bermimpi dalam mimpi? Bagaimana seseorang membedakan dan mengartikan mimpi dalam dunia mimpi yang saat ini sedang ditinggali?

Teringat film Inception yang hanya membuat pusing jika dianalisa lebih lanjut, aku pun menghentikan pemikiran tidak perlu tentang mimpi yang membuatku terbangun tadi.

Wujud langit-langit dan tembok yang terasa familiar mengingatkan keberadaanku di persinggahan kami semalam. Beranjak bangun, sambil mengeluarkan kompas dan mengintip dari celah retakan dinding ke arah luar, kuperkirakan saat ini sekitar pukul 9 pagi berdasarkan bayang benda atas matahari. Mungkin karena lelah yang terakumulasi tanpa Goyle yang tiba-tiba membangunkanku, membuatku tertidur lebih lama dari biasanya.

Menangkap suara-suara dari bawah yang jelas bukan dari Goyle, aku menyadari sepertinya tim Capt sudah bergabung dengan kami.

4 hari ..

Well, setidaknya tak separah yang kubayangkan, aku tersenyum kecut. Keantusiasan untuk bertemu dengan Miller beberapa waktu lalu sepertinya telah menguap hilang entah kemana.

Merapihkan diri seadanya, aku pun mulai menuruni tangga. Seperti yang kuprediksi, Miller, Goyle dan beberapa anggota tim lainnya saling berjongkok mengelilingi peta yang tergelar di lantai. Komposisi dan empat wajah yang sepertinya harus mulai kuhapal namanya.

Miller menatapku sekilas saat kumelintas, namun tetap melanjutkan memberikan arahan.

"3 hari melewati padang pasir ini, memasuki pemukiman Ras Saghira akan membawa kita semakin dekat dengan tempat yang kita tuju."

"Apakah musuh memiliki mata-mata di Ras Saghira?" Salah seorang bertanya.

"Mungkin. Tapi kita tidak mungkin bisa menghindari bentrokan kali ini."

"Dan mungkin saja Kolonel juga sudah menempatkan beberapa pasukannya untuk standby membantu kita." Goyle menambahkan.

"Yep, hopefully."

"Cek ransom dan persiapan sebelum kita berangkat sore hari."

Kalimat itu pun menandai usainya briefing kali ini.

Tak lama Miller menghampiriku yang duduk menikmati air hangat ditemani roti yang sudah pasti tidak akan laku bila dijual di acara bazaar. Melahapnya membuatku semakin kagum dengan kemampuan beradaptasi diri ini.

"Are you okay?" Tanyanya sambil meraih gelas dan menuangkan air.

"Baik .." jawabku mencoba tersenyum sebelum bertanya balik, "kita berangkat lagi sore hari?"

"Yes. And sorry.. Tapi lebih cepat kita berkumpul dengan tim Kolonel lebih baik."

"Aku mengerti.."

Desir angin yang menyapa kayu dan membuatnya menepuk dinding sudah seperti senandung wajib di setiap persinggahan kami akhir-akhir ini. Hembusannya yang tidak seberapa, selalu disambut karena membantu meredakan panas yang sehari-harinya mendominasi udara.

"Are you tired?" Ujar kami bersamaan, yang membuatku kali ini bisa tersenyum dengan tulus bersama tawa kecilnya.

"I'm not.. tidurku sudah cukup nyenyak semalam." Jawabku. Terlalu nyenyak bahkan sampai bisa bermimpi yang tidak perlu.

"I'm also okay.." ucapnya sebelum hening kembali menyelimuti kami.

Aku tak yakin bisa memunculkan mood untuk bercakap-cakap dengannya saat ini. Jadi.. menyibukkan diri, aku mulai mempelajari tim kami satu per satu. Goyle yang keberadaannya sudah sangat familiar. Pemuda yang sedikit kurus yang sepertinya bertugas sebagai sniper dan communicator. Taylor? Kalau tidak salah..

Lalu ada pria berbadan kekar dan satunya yang saling bertukar rokok. Serta seorang lagi yang memancarkan aura seperti ayah yang senang berbagi cerita dan menyiapkan makan anak-anaknya. Aku tersenyum.. sosoknya mengingatkanku akan guru SD-ku.

Merasakan Miller memandangku, aku menatapnya dan berkata, "aku kurang pandai mengingat nama." Yang diresponnya dengan mengangkat sebelah alisnya.

"Anggota tim-mu."

"Ah.." Ujarnya sebelum mulai menunjuk timnya satu per satu.

"Kamu sudah tahu Goyle. Yang sedang mengecek ransom itu Toni. Yang di belakang Taylor. Yang sedang merokok Kersey, sementara sebelahnya yang lebih pendek itu John."

"I see.." ucapku sambil melafal ulang nama-nama itu.

Miller hanya tersenyum melihatku mencoba menghafalnya. Membuatku sedikit malu dan mengalihkan pandangan ke tempat lain yang akhirnya jatuh kepada senjata yang bersandar di dinding.

"Aku ingin belajar menembak." Ucapku spontan.

"Huh?"

"Aku ingin belajar melindungi diri untuk keadaan genting.." aku menunduk sambil memainkan jari. ".. tapi sepertinya aku tidak berbakat dalam bela diri. Setidaknya kalau menembak mungkin aku bisa mencoba.."

"Aku ingin mencoba." Tekanku lagi sambil menatapnya.

Miller hanya diam memandangku sambil menimbang-nimbang.

"Atau kalian perlu menghemat amunisi?" Tanyaku.

"Tidak perlu memakan amunisi banyak untuk belajar." Jawabnya langsung.

Lalu? Aku mencoba memikirkan alasan lain atas keraguannya.

"Apa karena kita sedang bersembunyi? Dan waktunya tidak tepat?"

Melihatku mencoba memahami keraguannya, Miller pun tersenyum.

"Aku akan mengajarimu sore nanti sebelum kita berangkat." Ucapnya yang membuatku otomatis mengangguk dan tersenyum lebar dengan mata bersinar antusias.

***

Sebuah kaleng sebagai target latihan diletakkan dalam jarak 10 meter dari tempatku berdiri.

Setelah Miller memeragakan postur dan cara memegang senjata, Beretta pun kini berpindah tangan. Sedikit merapihkan posisi tubuh dan peganganku pada senjata, dia berdiri di belakangku dan mengajari cara membidik.

Badannya yang melekat terlalu dekat, belum lagi hentakkan mundur setelah menembak yang sempat mengagetkanku, membuat telapak tanganku berkeringat dan jantung berdetak lebih cepat dari biasanya. Tidak heran bila semua bidikanku meleset karenanya.

"It's okay.." ujarnya sambil tertawa ringan. "Hal ini wajar untuk penembak pertama kalinya."

Ugh .. can you just move away. Ujarku dalam hati. Karena posisi kami yang terlalu dekat tidak hanya membuat telingaku memanas mendengar suaranya, tapi bahkan tubuhku pun turut merasakan tawanya!

Seolah mendengar gerutuku, Miller pun berpindah posisi dan mengamati dari sisi.

Keep calm girl.. ujarku dalam hati. Anggap seperti kamu sedang bermain The House of The Dead di Arcade. Aku pun mencoba mengatur nafas dan memfokuskan konsentrasi.

But wait.. kalau aku menembak tepat sasaran sekarang, apakah mungkin Miller akan curiga?

Berpikir demikian, aku mencoba mengarahkan sasaranku pada benda di belakang kaleng, dan seperti yang kuduga.. Berhasil!

"Tidak apa, coba lagi." Ucap Miller yang berpikir tembakanku meleset melihat kaleng yang tidak tersentuh peluru.

Aku pun mencoba sasaran lain dan lagi-lagi berhasil tepat mengenainya. Setelah beberapa kali mengulangi hal yang sama, terdengar suara Goyle memanggil,

"Capt, sudah saatnya pergi."

"Okay.. Lain kali kita coba lagi." Ucap Miller meraih Beretta di tanganku, lalu menepuk bahuku menyemangati.

Menahan bibir di posisi datar, aku memasang ekspresi kecewa, dan ia mencoba menghiburku dengan tersenyum. Lalu dia pun berbalik untuk bergabung dengan tim, sementara aku berjalan mengikutinya di belakang.

Yes! Good job girl.

Aku mengepalkan jari.

We're gonna make Miller think twice before he try to abandon us again!

Hmmph.