Chereads / The Heretic Chef: Online / Chapter 16 - Ch. 16 — Sinkronisasi

Chapter 16 - Ch. 16 — Sinkronisasi

Rein berdiri dengan cemas di atas panggung. Mata orang-orang mulai tertuju padanya dengan rasa penasaran, saling bertanya-tanya tentang apa yang terjadi.

Bukannya Rein demam panggung atau apa, ia tidak pernah merasa gelisah saat berada di depan umum, malahan dia suka. Namun ekspresi Ardan yang mengancam membuatnya takut.

Rein melihat Ardan melepas microphone dan memberikan helm ExaDream.

"Kau seorang pionir, kan?" Tanya Ardan tiba-tiba.

Rein mengangguk setelah menerima helm tersebut. Seperti yang ia duga, Ardan pasti memiliki informasi tentangnya.

"Pakailah, aku akan menjelaskan prosesnya padamu."

"Tidak apa pak, saya ingat semua yang bapak jelaskan tadi." Jawab Rein dengan sopan.

"Kalau begitu masuklah." Wajah Ardan masih tidak bersahabat.

Mengikuti perintahnya, Rein masuk ke dalam kapsul dan memasang helm, rasanya agak aneh karena berbaring di hadapan banyak orang.

"Kau harus tetap fokus, ingat tetap jaga kewaspadaanmu sampai titik tertinggi." Ucap Ardan lagi, dan sebelum Rein menjawab tiba-tiba ia merasa kantuk yang luar biasa dan kemudian tertidur.

Ini sangat familiar, rasanya sama seperti saat ia login ke dalam Exaworld Online. Hanya saja kini ia bukan di teleport ke desa pemula, melainkan ke sebuah lapangan olahraga yang sangat luas.

"Ohhh sensasi ini, memang tidak salah kalau dibilang bumi kedua." Rein bisa merasakan seluruh beban dan letih pada tubuhnya menghilang seketika. Rasanya disini dia benar-benar bebas tanpa beban, seperti bayi yang baru lahir.

Papan notifikasi muncul di atas pandangannya. Karena sudah mengamati ujian berkali-kali Rein tentu tahu apa yang akan terjadi.

『 Lari dan capai garis finish

Hitung mundur dimulai. 』

『3』

『2』

『1』

Rein telah memasuki mode bersiap, lalu...

『Start!』

Menghentakkan kakinya dengan kuat dan berlari dengan kecepatan penuh.

Bang!

Suara entakkan kaki terdengar keras dan setelah itu garis finis yang rata-rata mahasiswa capai dalam waktu belasan detik, dapat Rein tempuh hanya dalam 4 detik.

"Ya tuhan apa-apaan kecepatan itu?!"

"Bagaimana mungkin?"

Bukan hanya penonton, Rein sendiri juga terkejut. Tidak pernah ia sangka statusnya di Exaworld Online akan diterapkan di tempat ini.

"Tunggu, lihat warna rambutnya yang ubanan, dia pasti seorang pionir!" Walaupun berada di dalam permainan, Rein masih bisa mendengar suara penonton.

"Sial, bukannya ini curang?" Rein sekarang menjadi tidak yakin apakah skornya nanti tetap murni atau tidak. Tapi yang pasti ia harus menyelesaikan tantangan ini dulu.

Berlari, melompat, memanjat, Rein melakukan semuanya dengan hasil yang luar biasa. Pada titik ini dia bahkan tidak lagi bisa dianggap sebagai manusia normal.

"Pak, apa ini baik-baik saja?" Tanya Rein ke udara kosong, sekarang hanya satu tantangan yang tersisa, dan itu adalah yang tersulit dari semuanya.

Rein berdiri di atas lingkaran putih dengan lebar 8 meter dan mulai meregangkan tubuhnya.

Tantangan terakhir bisa dibilang sederhana, pemain hanya perlu menghindari bola dengan syarat tidak boleh terkena atau keluar dari lingkaran. Tetapi saking sulitnya tantangan ini, tidak ada satu pun mahasiswa yang berhasil.

"Fokus saja, kau tidak perlu khawatir dengan yang lain. Tantangan yang sebenarnya akan dimulai." Suara Ardan tiba-tiba terdengar di benaknya.

Rein segera mengangguk, tampaknya Ardan menyadari keresahan dan segera memberi jawaban yang sesuai. Karena tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan, Rein segera memantapkan pikiran.

Tantangan pun dimulai.

Bola pertama ditembakkan dengan kecepatan sedang, lintasan dan arah tembakan masih bisa Rein perkirakan hingga mudah baginya untuk menghindar.

Kemudian 4 bola, 5 bola, dan 6 bola. Semakin lama semakin susah pula untuk menghindar. Meskipun arah lintasannya bisa dilihat, tubuh Rein tidak bisa langsung bereaksi begitu saja.

'Masih kurang, aku harus fokus.'

Rein mengosongkan pikiran dan memusatkan seluruh perhatiannya pada permainan ini. Setiap bola yang mendekat, dia mencoba untuk membaca pola dan memprediksi arahnya.

Sayangnya itu sangat sulit, dia hanya bisa memprediksi arah sesaat setelah bola itu keluar, jika telat sedikit saja maka habislah dia.

"Tetap tenang..."

6 bola ditembakkan sekaligus. Untungnya Rein sudah memperkirakan hal ini terjadi, dan dengan cepat menghindar dengan jarak yang sangat tipis.

"Sialan..."

Padahal baru sebentar, tapi tantangan ini membuat waktu berjalan sangat lama.

Kali ini 7 bola.

Rein tidak tahu mengapa, tapi bola yang ditembakkan terasa semakin pelan. Apakah itu disesuaikan dengan jumlah bola yang keluar?

Sekarang Rein semakin yakin bisa menyelesaikan tantangan ini, jika bola yang ditembakkan sama seperti bola pertama, dia pasti akan gagal. Namun tidak untuk bola selambat ini.

8 bola.

Rein terkekeh, "Ternyata seru juga."

9 bola.

Dan kemudian 10 bola ditembakkan secara bersamaan.

Harus ia akui tantangannya berubah menjadi semakin sulit, tapi itu masih ditingkat yang wajar.

Hingga akhirnya, pikiran itu dihancurkan oleh sebuah bola yang terbang dari sisi kanannya.

"Tunggu, dari samping juga?"

Konsentrasinya hancur lebur karena variabel tak terduga. Kini 11 bola dari depan dan 1 bola dari kanan, menghantam tubuh Rein.

Bang!

Rein mengira dirinya telah kalah, tetapi siapa sangka plot armor yang tersimpan bangkit dan melindungi dirinya.

『 Absolute Evasion telah diaktifkan. 』

Tubuh Rein tiba-tiba mengeluarkan bayangan glitch dan setelah itu belasan bola segera menembus tubuhnya. Tidak ada kerusakan sama sekali.

'Wow Absolute Evasion?'

Rein tahu tentang status itu, tapi belum sempat ia berpikir lagi, bola ke 12 telah datang.

12 dari depan dan 2 dari samping kiri dan kanan.

'Aku harus cepat.'

Tubuh Rein berputar dan meloncat beberapa meter ke belakang, sampai hampir keluar dari garis putih. Namun berkat itu ia bisa selamat dari bola ke 12.

Rein tahu ia tidak bisa banyak berpikir di situasi ini. Jarak pandangnya terlalu terbatas, dia hanya bisa mengamati bola yang ada di depan tapi tidak untuk di  sampingnya.

Kali ini pada bola ke 13 Rein menyerah menggunakan akal sehat dan memilih untuk mengandalkan insting.

'Aku masih bisa, setiap bola mengeluarkan suara saat mendekat. Jika aku fokus menghindari bola di depan dengan mata dan mengandalkan pendengaran untuk merasakan bola yang ada di samping, maka peluangku tidaklah nol.'

Bola kemudian di tembakkan. Secara teori Rein menganggap hal itu mungkin dilakukan, tetapi pada kenyataannya apa yang ia pikirkan tadi tidak lebih seperti omong kosong.

Terlalu sulit menyadari bola hanya dari suara, apalagi di kondisi yang terdesak. Pada akhirnya Rein mau tidak mau melihat ke samping kanan untuk melihat sekilas dan memasrahkan bagian kirinya dengan insting.

Badan Rein melekuk dengan cara yang aneh, ia melompat tinggi ke udara sebelum mendarat dengan punggung yang duluan menyentuh tanah.

Buk!

"Sial itu sakit!"  Rein memang terjatuh, namun senyum mekar di bibirnya.

'Bisa! Teori itu beneran bisa.'

Walau hanya sedikit, Rein bisa merasakan arah bola yang mendekat dari samping kiri. Dan apa yang membuat rencana ini berhasil adalah kecepatan bola yang semakin melambat.

Dengan rencana yang sama Rein berhasil melewati bola ke 15, 16, sampai 17. Ada rasa pusing karena penggunaan otak yang berlebihan, namun itu tidak membuat Rein berhenti, malahan ia semakin tertantang untuk menyelesaikan ujian ini.

Pada bola ke 18 dan 19, Rein sedikit demi sedikit mulai menyadari apa kekurangannya. Instingnya mulai berkembang, ia bisa merasakan bola dengan lebih jelas, sayangnya tubuh dan pikiran Rein tidak sanggup mengikuti refleks sehingga terjatuh dan hampir saja gagal.

"Sial, kapan habisnya...?!" Rein mengutuk, ia bahkan tidak tahu sampai kapan bola ini berhenti menembak, tapi dia yakin bahwa perjuangannya hanya bisa sampai disini.

Pada bola ke 20, Rein hanya bisa terduduk dan menghela napas. Ia bisa melihat 20 bola satu persatu melesat dari depan, beberapa bola dari kanan dan kiri, dan lebih mengejutkannya lagi ternyata di level ini ada 1 bola yang menyerang dari belakang.

"Yang buat ujian ini pasti sudah gila..."

『 Anda telah menerima 1 kerusakan. 』

『 Anda telah menerima 1 kerusakan. 』

『 Anda telah menerima 1 ... 』

Tubuh Rein seketika memudar dan kemudian sekelilingnya berubah menjadi suatu tempat yang familiar.

Sambil memegangi kepalanya yang pusing, "Tunggu dulu, ini kan... desa pemula?"

Rein terkejut bukan main. Seharusnya ia langsung logout setelah tantangan selesai, bukan malah login ke Exaworld Online.

Lalu yang paling penting 'Game ini lagi maintenance, kan? Kenapa aku bisa login?'

Rein sontak melihat sekeliling, tidak ada player sama sekali dan hanya ada NPC yang sedang melakukan tugasnya masing-masing.

Sebelum Rein dapat meninjau lebih jauh, notifikasi muncul di atas pandangannya.

『 Emergency Logout telah diaktifkan. 』

『Hitung mundur』

『3』『2』『1』

『Anda telah keluar』

"...."

Rein sekali lagi merasa aneh, begitu ia berkedip pandangannya telah berganti menjadi tempat yang berbeda. Sekarang ia benar-benar yakin kalau dirinya sedang berada di dunia nyata. Soalnya,

"Duh, badanku pegal sekali..."

Dengan mengeluh Rein keluar dari kapsul dan mengembalikan Helm ExaDream kepada Ardan.

"... hmm?"

'... Aneh, kenapa sunyi sekali ya?'

Begitu Rein melihat ke arah penonton, ia sangat kaget karena semua mata tertuju ke arahnya. Mata mereka berbinar dengan aneh seolah-olah melihat Rein seperti melihat spesies manusia baru.

"Apa-apaan coba?" Ucapnya bingung, dan kemudian teriakan tiba-tiba memenuhi aula.

"Wahhhh itu pionir!"

"Gila keren sekali, kau lihat itu tadi?"

"Tidak kusangka kita akan satu kampus dengan seorang pionir!"

Rein yang hendak berjalan menuju kursinya segera berhenti dan tersenyum.

'Ohh, reaksi yang tidak terduga.'

Aula semakin heboh, beberapa berteriak gembira dan beberapa ada yang mencemooh karena iri.

"Tch kalau aku pionir, aku juga bisa melakukan itu."

"Benar, lagipula dia hanya hoki. Skillnya pasti tidak lebih bagus dari kita."

Ini dia, semakin iri seseorang, semakin senang pula Rein. Sensasi menebar garam itu adalah sensasi yang sangat ia sukai, jadi...

Selagi masih ada di atas panggung, Rein kemudian mencoba untuk berakting.

"Ehem, terima kasih semuanya, aku hanya sedikit beruntung."

Rein mau tidak mau segera tersenyum saat mengatakan itu, dan untuk menyempurnakan aksinya, ia menunduk dan memberi hormat seolah menunjukkan penampilannya yang memukau telah berakhir.

Tepuk tangan segera memenuhi aula, dan Rein yang sudah duduk di kursinya mencoba keras menahan dirinya untuk tidak tertawa.

"Rein, senyummu terlihat aneh..." Ucap Rudi.

"Hue... Hehehehe, kau lihat itu Rudi? Tidak percaya aku bisa mengatakan kalimat itu di depan umum."

Rudi kemudian tersenyum dan ikut tertawa, siapa sangka temannya yang seperti dikutuk oleh dewi fortuna bisa seberuntung ini.

"Hahaha, kupikir kau akan terus sial seumur hidupmu Rein."

"Benar, kan?"

"Yup, dan aku juga penasaran berapa tahun hoki yang kau habiskan untuk mendapatkan tiket pionir itu?" Gurau Rudi.

"Woi."  Senyum Rein seketika membeku.