2. Sisi gelapnya Kei
Dalam kondisi Kalut ini, Kei tidak suka berbicara. Moodnya akan memburuk sampai ke titik mampu menghabisi orang yang ada di depannya. Sisi gelap Kei bisa muncul di saat seperti ini. Baik Sherin, Bibinya atau para sahabatnya, Sudah mengenal Kei.
Sehingga saat Sherin dan Vian melihat Kei, mereka segera memilih untuk bungkam. Berbicara omong kosong di saat emosi Kei sedang lepas, hanyalah mencari mati. Kei tidak berbicara selama sisa perjalanan. Karna tak ada lagi yang harus di lakukan, Kei mengantar Vian dan Sherin ke rumah Bibinya.
Setelah mengantar mereka berdua ke pintu rumah, Kei menghentikan Vian. Dengan tangan dingin ia menyentuh bahu Vian. "Tetap di sini, temani Bibi dan Adikku dengan begitu moodmu akan membaik."
Vian mengangguk dengan takut di hatinya. Itu pertama kalinya ia melihat Kei berbicara dengan nada dingin begitu. Karna ia sangat mengenal Kei, ia bisa menebak kemungkinan apa yang akan di lakukan Kei. Karna khawatir, Vian menelpon Rangga. Vian meminta Rangga untuk mengawasi Kei.
Kei segera mengendarai mobilnya meninggalkan Vian yang sedang menutup pintu. Kei berkendara melalui pinggiran kota, di mana banyaknya preman-preman berkeliaran di sana. Kei sedang ingin berkelahi sekarang. Inilah awal dia menjadi seorang atlet beladiri. Nafsu membunuhnya tinggi, namun di kekang oleh hukum yang melarang pertumpahan darah. Kei sering menumpahkan Nafsu membunuh itu dalam perkelahian.
Menjadi preman sekolah sejak SD, menjadi atlet beladiri di SMP, menjadi perwakilan sekolah dalam banyak lomba dan menjadi pemimpin dalam tawuran rahasia adalah kehidupannya di masa lalu. Bila mana emosinya memuncak, ia akan melakukan baku hantam untuk mengatasinya.
Wanita yang tinjunya sekeras baja ini, lebih sering menahan diri setelah memasuki usia dewasa. Terutama setelah memasuki usia percintaan. Akhir yang sama selalu di dapatkan olehnya. Pasangannya akan kembali ke jalan yang lurus akibat tuntutan orang tua. Atau pasangannya hanya sekedar mencari sensasi. Dan banyak alasan lain.
Dalam lebih dari delapan tahun terakhir, Kei telah banyak menahan diri. Apakah itu tekanan dari sekolah, teman, keluarga kekasih, atau lingkungan. Sudah banyak ia tahan. Dan kali ini ia tak sanggup lagi menahan diri. Emosinya telah terbakar menjadi nafsu membunuh. Hasratnya untuk melayangkan tinjunya telah memeluk sekujur tubuhnya.
Dalam kondisi ini, tak peduli apakah ia mati atau tidak nantinya, Kei hanya ingin melampiaskan emosinya. Membakar Nafsu membunuhnya ke dalam sebuah tinjuan. Dan yang lebih buruk adalah, Kei takkan berhenti sebelum melihat darah itu mengalir membasahi sela jemarinya.
Rangga yang baru saja bangun karna dering ponselnya, segera memesan ojek online dan mencari Kei. Meski tidak terlalu paham dengan apa yang terjadi, Rangga tau kalau Kei sedang dalam mood yang buruk. Dari kekhawatiran teman bancinya, Rangga tau ini adalah hal yang buruk.
Rangga adalah orang yang paling tau seperti apa sisi gelap Kei. Sebesar apa nafsu membunuh yang terpendam dalam diri wanita itu, Rangga adalah yang paling tau akan hal itu. Mental Kei berbeda dengan mental manusia pada umumnya. Kei tidak segila Psikopat, karna ia masih menjaga kewarasannya. Tapi ia tidak pantas di sebut normal karna Nafsu membunuhnya yang bagai setan.
Selama ini Rangga adalah kawan yang selalu berdiri di sisinya. Rangga bisa di bilang sebagai pawang dari Kei. Rangga tau cara untuk mengendalikan emosi Kei. Dan hanya dialah yang mengetahui itu. Kei punya sosok dingin dan sadis di dalam jiwanya. Karna itu jauh sebelum kedua orang tua Kei meninggal dunia, Rangga telah di titipkan amanah. Untuk menjaga Kei.
Rangga memiliki hutang Budi kepada orang tuanya Kei. Saat Rangga kecil, Rangga kehilangan orang tuanya. Dan orang tua Kei adalah penggantinya. Orang tuanya Kei berharap kalau Ranggalah yang akan menjadi suami Kei kelak. Tapi siapa yang tau kalau setelah dewasa Calon istrinya itu malah menyimpang? Meski tau kenyataan, Rangga tetap tidak meninggalkan pesan orang tua Kei, Rangga akan selalu menjaga Kei. Menjaganya dari luka batin ataupun luka fisik. Menjaga pikiran dan logika Kei agar tetap berjalan juga salah satu tugasnya. Rangga tau Kei yang berusaha menahan diri. Rangga juga tau kalau suatu saat nanti emosi yang di tahan itu akan meledak. Maka Rangga selalu bersiap diri.
Rangga menempatkan pelacak di telpon dan mobil Kei. Dengan mudah ia dapat mengetahui lokasi temannya itu. Sebagai pawangnya Kei, Rangga juga telah bersiap dengan seekor ayam yang di beli mendadak. Dengan darahnya, Rangga akan menyadarkan kembali Kei yang waras.
Saat ia sampai di tempat tujuan, sungguh brutal keadaan di sana. Ada begitu banyak preman kekar yang tergeletak di jalanan, dengan beberapa bagian tubuh yang bengkok dan wajah yang di penuhi lebam. Rangga tak tau apa yang mempengaruhi kekuatan Kei, tapi ia tau kalau kekuatan itu mampu membunuh seorang ahli tanpa perlu usaha keras. Rangga juga belum pernah mencobanya.
Saat itu hari telah menjelang senja. Sinar jingga menerangi Kei yang menyerang seperti binatang buas. Dalam hati para Preman menggemakan kata yang sama.
'Apa salah kami?'
'Mengapa monster sepertinya menyerang kami?'
'Inikah akhir hayat kami?'
Sementara mereka membatin, mereka dapat merasakan sakit dan mendengar suara tulang mereka yang patah. Semuanya seperti mimpi buruk yang takkan berakhir. Setiap kali mereka melayangkan serangan balasan kepada wanita itu, hanya akan timbul rasa sakit seolah menyerang dinding beton.
Yang lebih memalukan sekaligus menyedihkan adalah, yang menyerang mereka adalah seorang wanita. Wanita cantik itu bergerak seperti mesin pembunuh yang menumbangkan satu persatu anggota mereka. Yang membuat para Preman itu semakin takut adalah, wanita itu menyerang dengan seringai jahat yang tercetak di wajahnya! Serta kata yang di gumamkan wanita itu! Mendengarnya akan membuatmu menggigil, karna merasakan kebencian yang besar di masing-masing kata.
Kei menggumamkan kata yang sama. "Dunia Anjing! Kehidupan Bangsat! Kenapa ngga hancur aja Sekalian! Atau buat aku mati sekalian! Bangun Bangsat! Bunuh Gue!"
Semakin kau melawan semakin kehidupanmu akan cepat berakhir. Saat kau mulai berlari Kei akan mengejarmu seperti Malaikat maut. Saat dalam kondisi mood yang buruk seperti itu, biasanya Kei akan sejauh jarak pandang Kei, apapun yang bergerak akan di buat untuk kehilangan kemampuan bergerak. Singkatnya Kei akan membuatmu menderita di sela kematian yang akan datang.
Sebesar itulah resiko yang harus di hadapi Rangga. Rangga harus mengambil resiko untuk membawa kembali Kei yang waras. Saat melihat Kei menjatuhkan orang terakhir. Rangga memanggil namanya. "KEI KIRANTI ARIANA!"
Kei benci nama panjangnya di sebutkan. Dengan segera wanita jangkung itu melesat menuju orang yang meneriakkan namanya. Sayangnya beberapa centi sebelum tangan Kei mencapai Rangga. Kei terjatuh ke tanah. Kei telah mencapai batas, energi dan staminanya telah habis. Di tambah penyakit Maghnya kambuh.
"Kei udah balik waras?" Rangga bertanya khawatir tapi Kei kurang suka pertanyaannya.
"Sejak awal aku selalu sadar saat aku mengamuk. Gercep lu bangke! Laper nih!" Kei tak mampu berdiri lantaran sakit perut yang di rasakannya.
Rangga baru tau itu. Rangga mengira Kei sedang tak sadar saat dalam mode bertarung. Rangga segera membawa Kei ke mobilnya Kei. Lalu melaju ke tempat makan terdekat. Sementara Kei makan, Rangga pergi membeli obat Magh. Setelah selesai makan, Kei masih kekenyangan dan menolak untuk mengendarai mobil.
Kei juga merokok untuk meredakan emosi yang tersisa. Rangga tidak suka Kei yang saat ini. Apalagi asap rokok yang mengganggunya.
Sekalipun ia lelaki, Rangga bukan tipe preman amburadul seperti Kei. Rangga adalah laki-laki rumahan yang sukanya rebahan sambil nonton anime hentai. Singkatnya Rangga itu otaku tulen. Yang sebenarnya menolak kekerasan.
"Kei... Asapnya itu... " Rangga terbatuk-batuk perlahan.
"Dih kek cewek aja lu, yaudah nih aku buang rokoknya." Kei membuka jendela mobil di sampingnya dan membuang puntung rokok yang masih utuh setengah.
"Memangnya Kei ngga sakit habis baku hantam?" Rangga bertanya perlahan.
"Ngga, cuma lapar doang. Nih Bro, denger, baku hantam itu menaikkan mood! Apa lagi saat mendengar retakan tulang lawan. Atau teriakan histeris mereka itu, Hehehe... aku berada hidup." Kei berbicara dengan wajah puas.
Rangga sekarang tau, sejak awal Kei sendiri sudah tidak waras. Hasrat membunuh itu telah ada sejak kecil. Rangga mengira, selama ini Kei yang baku hantam saat moodnya buruk hanya sekedar melampiaskan emosinya. Ternyata selama ini Kei juga merasakan perasaan nikmat yang gila dari perbuatannya. Mungkin saja Kei itu memang seorang psikopat.
"Wah bawa ayam lagi ni bocah. Mana pisaunya Ngga?" Kei bertanya sambil memegang leher Ayam di satu tangan, dan tangan lainnya yang terulur ke Rangga.
Rangga sebenarnya agak takut untuk memberikan pisau, tapi ia masih memberikannya. Ternyata benar saja! Kei melakukan hal gila lagi dengan pisau itu!
Kei menyembelih ayam itu lalu meminum darah yang mengalir deras darinya. Tentu Ayam itu masih meronta di sela kematiannya, tapi di kekang oleh lengan besi Kei, Ayam itu tak punya kesempatan untuk lepas.
Rangga merasa mual saat mencium amis darah. Apa lagi saat melihat batang leher Kei yang bergerak naik turun akibat menelan darah ayam. Sesaat Rangga dapat melihat sepasang netra milik Kei yang seharusnya hitam telah berubah. Netra itu berubah warna menjadi hijau terang. Lantas meredup dan kembali hitam.
'Apakah Kei adalah Iblis?' batin Rangga.
"Apa lihat-lihat, mau?" Si gila Kei menawarkan darah Ayam segar.
Rangga semakin mual, dengan segera Rangga menghentikan mobilnya. Untungnya mereka masih di pinggiran kota, yang areanya masih dekat dengan pinggiran hutan dan area kumuh. "Buang Kei! Kalau enggak, ku Lapor Sherin!"
Mendengar nama Sherin dari mulut Rangga membuat Kei merinding. Amarah Sherin memang tidak semengerikan dia, tapi Sherin sangat mirip dengan Ibunya. Melihat Sherin marah seolah melihat Ibunya marah. Dengan segera Kei membuang mayat ayam yang mulai dingin.
Melihat darah di sekitar mulut Kei, akhirnya Rangga tak bisa lagi menahan mual. Rangga keluar mobil dengan tangan menutupi mulutnya. Setelah keluar, Rangga memuntahkan isi perutnya. Kepalanya berdenyut-denyut setiap kali memikirkan Kei yang menelan darah Ayam.
"Mau minum?" Kei menyerahkan sebotol air mineral kemasan.
Kei juga keluar mobil untuk mencuci muka. Lalu minum beberapa teguk air. Setelah Rangga terlihat tenang, ia melihat Kei yang mengemudi dengan santai.
"Kan ada air minum, kenapa malah minum darah?" Rangga bertanya.
Saat itu jawaban Kei membuat Rangga takut. Kei menatap Rangga dengan tatapan angkuh, lantas ada seringai jahat seperti milik binatang buas. "Entah, mungkin semacam insting?"
Lagi-lagi Rangga melihat sepasang mata hijau terang di kedua mata sahabatnya. Tatapan itu bukan sekedar tatapan angkuh biasa. Netra hijau itu memancarkan penindasan seperti seekor predator yang mengintai mangsanya. Tatapan itu tanpa sadar membuat Rangga merasakan takut yang membuatnya bahkan tak berani bernafas.
"K-kei, aku nginap ya? Aku merasa nggak sehat nih..."
"Terserah..."