Chapter 6 - Bab 6-Persekutuan 

Dikumpulkannya rindu terbaik

di antara embun yang pecah pagi ini

diramunya bersama sentuhan cahaya matahari pertama

lalu dibukukannya dalam jilid-jilid cinta

yang tak ada akhirnya

Jaka Umbara terkejut melihat betapa dahsyatnya serangan pemuda pengemis itu. Jauh lebih dahsyat dibandingkan Bidadari Darah sekalipun. Rupanya pemuda yang baru tiba ini memiliki kemampuan lebih tinggi. Angin pukulannya menderu-deru aneh seolah menciptakan puting beliung yang membuat kuda-kuda pertahanan Jaka Umbara goyah.

Tentu saja pemuda pengemis itu hebat karena dia tak lain adalah anak dari Hantu Berjubah. Raja pengemis yang sakti di zaman Majapahit hampir runtuh. Hantu Berjubah akhirnya tewas di tangan Arya Dahana saat terjadi ontran-ontran di Istana Timur Majapahit. Hantu Berjubah meninggalkan seorang anak bernama Chandra Abimana yang saat itu masih kecil dan hanya mendengar ayahnya tewas di tangan pendekar Arya Dahana.

Chandra Abimana menyimpan dendamnya dalam-dalam. Pemuda itu berlatih keras ilmu-ilmu yang diajarkan oleh ayahnya. Selain itu sempat berguru kepada Siluman Welirang yang sesat dan Ki Ageng Merbabu yang berhasil diperdayanya setelah pemuda itu berpura-pura menjadi seorang anak muda tak berayah ibu yang miskin lalu tersesat di Gunung Merbabu saat mencari makan di hutan. Ki Ageng Merbabu yang merupakan tokoh aneh penjaga gunung menerima Abimana dengan pertimbangan akan dijadikannya penerus sebagai Penjaga Gunung Merbabu.

Namun air susu dibalas air tuba. Ki Ageng Merbabu malah tewas di tangan Abimana yang meracuninya perlahan-lahan lewat makanan dan minuman yang disediakannya tiap hari untuk sang guru. Setelah menyerap ilmu Ki Ageng Merbabu, Abimana sempat juga menggunakan siasat yang sama agar bisa diangkat murid oleh Ki Ageng Merapi. Namun tokoh sakti itu hanya sempat terpedaya selama beberapa bulan saja sebelum akhirnya menyadari bahwa pemuda muridnya itu sangat licik dan berbahaya. Abimana diusir dari Puncak Merapi setelah ketahuan mencoba meracuni Ki Ageng Merapi.

Chandra Abimana mewarisi semua sifat ayahnya yang cerdik, licik dan telengas. Pemuda itu memimpin Perkumpulan Pengemis Tongkat Perak dengan lebih berhati-hati dibanding ayahnya. Dia tidak mau terjun ke peperangan antar kerajaan secara tergesa-gesa karena punya ambisi besar yang direncanakannya baik-baik. Ketika waktunya tiba, dia yakin bisa menaklukkan Pajang dan juga Jipang Panolan. Dia akan menyatukan dua kerajaan itu di bawah kekuasaannya. Karena itulah Abimana memperkuat pasukan pengemisnya hingga menjadi besar dan tangguh serta memiliki pengaruh di mana-mana.

Kepandaian Chandra Abimana tentu saja lebih tinggi dari Bidadari Darah karena pemuda yang sangat berbakat itu berhasil meramu ilmu-ilmu Tongkat Perak, Siluman Welirang, dan Ki Ageng Merbabu serta Ki Ageng Merapi dalam satu rangkai jurus pukulan yang diberi nama Pukulan Badai Gunung Perak. Ilmu pukulan aneh dan luar biasa yang hanya Abimana sendiri yang menguasainya.

Namun menghadapi Jaka Umbara yang terus mengasah Ilmu Lafadz Sejati tidaklah semudah yang dikira oleh Abimana. Pemuda dari Tuban itu sangat tangguh dan bertenaga kuat. Tenaganya sendiri kalah kuat namun dia bisa mengimbangi Jaka Umbara dengan ilmu pukulan anehnya Badai Gunung Perak.

Giliran Jaka Umbara yang terdesak sekarang. Abimana mampu mengimbanginya sedangkan Bidadari Darah terus mencecar dengan pukulan-pukulan mematikan. Pertempuran hebat itu pasti akan berjalan dengan sangat lama.

Terdengar lagi sorak sorai membahana saat segerombolan orang berbaju merah darah berdatangan dari berbagai arah. Nampak juga sosok Malaikat Darah beserta dua panglimanya yang berdiri memandangi pertempuran dengan sorot mata penasaran. Mereka mengenal perkumpulan pengemis termasuk ketuanya Chandra Abimana yang memang sudah bersekutu dengan Perkumpulan Malaikat Darah belum lama ini. Perkumpulan Malaikat Darah memerlukan tempat sebagai markas dan Abimana menyediakan bangunan besar nan megah di pinggiran wilayah Jipang Panolan. Sedangkan Abimana sendiri membutuhkan dukungan dari Malaikat Darah dan perkumpulannya agar barisannya semakin kuat.

Karena itulah saat suitan permintaan bantuan dari Bidadari Darah berkumandang tadi, Abimana segera mengajak anggotanya untuk mendatangi karena mereka memang berada tak jauh dari Lembah Wilis. Ketua pengemis itu berusaha keras menjaga hubungan dengan Malaikat Darah karena tahu persis bagaimana sifat perkumpulan itu.

Kembali ke pertempuran, Jaka Umbara terkejut saat orang-orang Malaikat Darah sudah pula muncul di tempat ini. Tapi dia orang yang pantang menyerah. Tidak takut kepada siapapun kecuali kepada Gusti Allah. Hidup dan matinya tidak berada di tangan orang-orang ini. Jaka Umbara memusatkan perhatian sepenuhnya. Rasa pasrah yang tinggi itu tiba-tiba seolah mengaliri darah dan hawa sakti di tubuhnya. Gerakan pemuda itu tiba-tiba memelan namun terlihat sangat kokoh dan kuat. Serangan-serangan yang mengalir seperti banjir dari para pengeroyoknya bisa ditahannya dengan baik.

Jaka Umbara tidak menyadari bahwa tingkat kepasrahannya yang meningkat tadi ternyata juga meningkatkan Ilmu Lafadz Sejati yang dimilikinya. Ilmu langka berdasarkan kitab suci itu memang unik. Tidak hanya memerlukan latihan secara fisik namun juga harus diimbangi dengan kebersihan hati dan ketenangan batin.

Kalau tadi pemuda itu agak terdesak, kini situasi berubah. Pemuda itu bisa bertahan dengan sangat baik bahkan mampu membalas serangan-serangan Abimana dan Bidadari Darah dengan tak kalah hebat. Pertarungan kembali berjalan seimbang.

Malaikat Darah yang memang tak sabaran memberi isyarat kepada kedua Panglima Malaikat Darah agar bersama-sama terjun dalam pertempuran. Urusan mereka masih sangat banyak. Membereskan pemuda tangguh itu mesti dilakukan cepat. Termasuk menghabisi sisa pasukan Pajang yang masih bertahan karena tempat itu memang sudah dikepung habis oleh anggota Perkumpulan Malaikat Darah dan Perkumpulan Pengemis Tongkat Perak.

Raden Soca mengrenyitkan alisnya saat melihat ketiga tokoh pimpinan Malaikat Darah itu menyerbu dan ikut melakukan pengeroyokan. Pemuda itu sudah hampir melayang turun jika tidak tiba-tiba saja dua bayangan berkelebat sambil tertawa-tawa berdiri tidak jauh dari gelanggang pertempuran. Mata Raden Soca terbelalak. Sekar Wangi bertolak pinggang sambil tertawa-tawa di sebelah Unduh Kusuma sambil menonton pertempuran yang semakin seru.

Tidak hanya Raden Soca yang terkejut, namun Jaka Umbara juga kaget bukan main melihat kemunculan gadis yang dicintainya itu di tempat ini. Sambil terus berlompatan dan bertahan dari badai serangan, Jaka Umbara masih sempat melirik dan memperhatikan pujaan hatinya itu. Ada yang aneh dari Sekar Wangi. Selain penampilannya yang jauh berubah, namun juga sikapnya sama sekali tidak memperlihatkan Sekar Wangi yang dahulu dikenalnya. Apakah gadis itu sudah tidak mengenalinya lagi?

Tentu saja Sekar Wangi masih ingat betul Jaka Umbara. Pemuda yang terang-terangan menyukainya itu pernah menolongnya dari penderitaan dan kematian. Tapi Sekar Wangi punya rencana besarnya sendiri. Dia mengajak Unduh Kusuma untuk mulai menyusun kekuatan sambil juga mencari kesempatan untuk bisa merampok gudang pusaka Kerajaan Pajang. Karena itulah begitu melihat Perkumpulan Malaikat Darah dan Pengemis Tongkat Perak bahu membahu mengeroyok Jaka Umbara, gadis itu sudah menentukan sikapnya. Dia menyentuh pipi Unduh Kusuma sambil berbisik mesra di telinga tokoh cabul itu. Unduh Kusuma mengangguk patuh dan langsung melesat masuk ke pertempuran membantu Malaikat Darah dan kawan-kawannya.

Raden Soca semakin terperangah. Tokoh cabul yang lihai itu nampak sekali sangat tunduk kepada Sekar Wangi! Apa yang sebenarnya terjadi?

Raden Soca menggaruk kepalanya yang tidak gatal sambil melayang turun dan melepaskan pukulan Bayangan Matahari yang seketika itu juga membuat orang-orang yang mengeroyok Jaka Umbara berlompatan mundur.

Jaka Umbara menatap Raden Soca dan tersenyum lebar.

"Kau datang tepat waktu Raden!"

******