Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Bahagia Itu Adalah Kita

Rudi_Ilyana
--
chs / week
--
NOT RATINGS
1.1k
Views
Synopsis
Bahagia Itu Adalah Kita : Menceritakan tentang kisah cinta seorang gadis tomboi bernama Indira larasati Putri, yang duduk di bangku SMA. Indira memiliki sahabat bernama Rini ginata yang berpacaran dengan pria bernama Reksi Firlana Saputra. Namun, siapa sangka kisah cinta Indira di mulai, dari sahabatnya itu. Setelah sahabatnya Rini Ginata putus dengan kekasihnya bernama Reksi, Reksi memulai kedekatan dengan Indira, dan timbul benih benih cinta antara Reksi dengan Indira. Lalu apa yang akan terjadi dengan persahabatan Indira dan Rini? Apakah Indira akan lebih memilih kisah cinta nya dibanding persahabatannya? Ikuti kisahnya, agar kalian tahu kelangsungan kisah cinta Indira dan persahabatan nya dengan Rini.
VIEW MORE

Chapter 1 - I. Kejadian Pembuka

Saya Indira, nama asli saya Indira Larasati putri, biasa disapa Indira. Disini saya akan membagikan kisah 14 tahun yang lalu. pada saat itu usia saya masih sekitar 18 tahun, bersekolah di SMA NEGERI yang ada di kabupaten Tangerang. Kira kira lokasinya kurang lebih 1 kilometer dari rumah saya.

Kisah yang akan saya bagikan ini adalah kisah nyata saya, pada saat itu saya menjalin hubungan dengan pria bernama Reksi, dengan nama asli Reksi Firlana Saputra.

Saat kisah itu terjadi saya duduk dibangku SMA kelas 3 jurusan ips, kelas IPS terbagi menjadi beberapa kelas ada IPS 1, IPS 2, dan seterusnya sampai IPS 5. Sedangkan saya berada di IPS 2.

Di sekolah, saya adalah anggota OSIS, sekaligus aktif dalam ekstrakurikuler paskibra. Sementara Reksi, Reksi satu sekolah dengan saya, dan berada di jurusan yang sama juga, tapi yang membedakan hanya kelas kami, Reksi adalah murid kelas IPS 4.

Pada saat itu dia lebih dulu menjalin hubungan, dengan sahabat dekat saya sekaligus teman satu pasukan paskibra saya, sahabat saya tersebut bernama Rini ginata.

Saya akan memulai cerita saya.

Seperti yang sudah saya sebutkan tadi, nama saya adalah indira Larasati putri, anak tunggal dari sepasang suami istri. Ibu saya bernama Aryanti, Ayah saya bernama Padil Saputro. Ibu saya bekerja sebagai desainer baju, Sementara ayah saya adalah seorang kontraktor.

Saat saya kecil, ayah memperlakukan saya seperti seorang anak laki laki, bahkan sampai saat ini pun saya masih diperlakukan layaknya laki laki, ya walaupun saat ini berkurang karena ibu sering mengeluh kepada ayah.

Mulai dari ayah yang membelikan saya kendaraan motor RX-King. Bahkan saat usia saya 6 tahun, ayah memberi saya mainan mobil mobilan, dibanding Barbie yang dimainkan anak perempuan pada umumnya.

Lalu, saat saya usia 15 tahun, ayah mendaftarkan saya ke perguruan karate agar saya bisa membela diri.

wanita pun membutuhkan itu, untuk meminimalisir tindak kejahatan.

walaupun begitu saya tidak pernah mengeluh, saya selalu menerima, karena saya tahu ayah menyayangi saya. Sejujurnya saya menyukai jika harus tumbuh sebagai gadis tomboi, karena saya tidak suka gadis yang lemah, apalagi gadis yang tunduk pada laki - laki, kecuali ayah saya.

Namun ibu saya, terkadang tidak menyukai saya tomboi, ibu sering mengeluh pada ayah, karena memperlakukan saya seperti laki laki.

Pernah waktu itu, ketika saya memanjat pohon mangga, saya kena marah oleh ibu, ibu bilang katanya itu tugas laki laki.

"Indira, kamu ngapain?Turun kamu, kalo kamu enggak turun, ibu tebang pohonnya. supaya kamu jatuh" kata ibu berteriak menunjuk nunjuk saya.

"Ya Indira mau petik mangga Bu, kasihan bi ina, dia mau bikin petis, tapi mangganya belum di petik ya aku naik aja, saling membantu Bu" jawab saya, masih diatas pohon.

Bi Ina yang saya maksud adalah asisten rumah tangga saya bernama Ina rikanti, saya memanggilnya bi ina.

"Turun kamu, turun!" kata ibu, berteriak.

"Ih, ibu orang cuma manjat pohon mangga kok, lagian pohon nya juga pendek" kata saya, menuruni pohon memanyunkan bibir.

"Ini yang ibu enggak suka, gayamu itu sudah seperti laki laki, mandi sana, biar yang memetik mangga pak harjo"

Perlu kalian ketahui, pak Harjo yang ibu sebutkan adalah pria berumur sekitar 45 tahun, yang bekerja sebagai supir pribadi saya, jika saya berangkat kesekolah. Namun terkadang saya lebih memilih berangkat sekolah mengendarai kendaraan RX-king milik saya secara diam diam, karena ibu tidak mengizinkan, ibu bilang itu motor untuk laki laki.

Begitulah ibu, ibu sudah terlanjur tidak menyukai gaya saya yang ke laki laki an. Padahal saya cuma memanjat pohon, walaupun begitu, di sisi lain saya mengerti bahwa ibu khawatir jika saya terjatuh dari pohon.

2 Oktober 2005, sewaktu saya awal masuk di bangku kelas 12, saat itu saya berangkat kesekolah mengendarai kendaraan RX-king.

Pada saat itu, semua perhatian tertuju pada saya di parkiran sekolah.

Saya mendengar secara samar samar murid yang membicarakan saya di parkiran, saat saya hendak menaruh motor.

"Wih, lihat lihat cewek kelas berapa tuh, gagah banget motornya RX-king, kalah saja kamu mah" kata salah satu murid Bicara kepada satu temannya.

Lalu setelah itu saya di datangi, oleh dua orang pria itu, salah satu dari mereka mengajak berkenalan dan memuji muji saya seperti,

"Baru kali ini lihat cewek naik RX-king"

"Boleh kenalan enggak?" tanya salah satu dari mereka, menjulurkan tangan.

"Enggak" jawab saya.

"Duh, kok kakaknya cuek amat sih"

"Lebih cuek ibumu" jawab saya cepat, Dia tertawa.

"Jadi enggak boleh kenalan nih?" tanya dia lagi, dengan nada menggoda.

"Kalau kamu mau kenal saya, kamu lihat bodi motor saya! nanti disitu ada nama saya" jawab saya, menunjuk motor milik saya.

Pada saat ayah memberikan kendaraan motor RX-King itu, ayah memberikan nama di bodi motor nya, menggunakan nama saya, ayah bilang itu khusus untuk saya.

"Oh oke, nanti saya lihat, perkenalkan nama saya Dika" kata dia, sambil merapihkan rambut.

"Iya, yasudah, enggak ada kepentingan lagi kan, awas minggir saya mau lewat" kata saya.

Akhirnya, percakapan terputus karena saya bergegas berjalan menuju kelas, Ketika saya sudah dikelas, saya melihat Rini duduk sendiri, kemudian saya duduk disamping-Nya.

Seperti yang kamu tahu, pada saat kenaikan kelas, awal kita masuk sudah harus memilih atau bahkan berebut tempat duduk.

Untung nya saya berangkat lebih pagi, dan syukur saya melihat Rini duduk sendiri, karena sejak kelas 2 SMA saya dan Rini sudah duduk bersama.

Di kelas Rini cerita, dia cerita bahwa dia menjalin hubungan dengan pria kelas 12 IPS 4 bernama reksi. Lalu dia juga cerita bagaimana Reksi menyatakan cinta padanya, dia juga mengatakan bahwa dia tertarik menerima cinta Reksi bukan karena dia orang kaya, bukan karena dia tampan, bukan juga karena keren, melainkan karena kebaikannya dalam memberi perhatian.

Ketika Rini mengatakan alasan ketertarikan nya dengan Reksi, sejujur nya saya berpikir bahwa gadis gadis remaja saat ini terlalu mudah terbuai oleh perhatian dari seorang pria.

Terlagi juga saya paling anti dengan perhatian dan rayuan pria, dan saya berpikir Reksi yang di ceritakan oleh Rini adalah, pria yang sama seperti pria pada umum nya yang pintar melontarkan rayuan pada wanita.

Namun Rini mengatakan, Reksi adalah pria yang berbeda dengan pria lain yang ada disekolah, dia mengatakan bahwa Reksi memiliki hobi yang berbeda dengan kebanyakan pria lain yang ada di sekolah ini.

Salah satunya yaitu Reksi yang rajin membaca, lalu berprestasi, hobi bermain catur, pekerja keras, hal itu dibuktikan dengan Reksi yang sudah pintar mencari uang sendiri secara mandiri, begitu kata Rini.

Tetapi saya memandang itu benar benar seperti biasa saja, karena saya yakin, Reksi yang di ceritakan oleh Rini adalah Pria yang sama seperti pria pada umumnya. Malah saya terkesan memandang cerita Rini seperti berlebihan, ya mungkin dia bicara seperti itu karena reksi adalah pacarnya, jadi ya pantas saja jika Rini memuji pasangannya.

Lalu setelah Rini selesai menceritakan tentang Reksi, giliran saya menceritakan tentang kejadian tadi di parkiran.

"Rin Rin, kamu tau Dika enggak?" tanya saya, kepada Rini dengan wajah serius.

"Dika,Kelas IPS 5?" jawab Rini, menganggukan kepala.

"Ya enggak tahu kan aku nanya kamu"

"Iya, memangnya kenapa?" tanya Rini.

"Waktu di parkiran, dia ngajak aku kenalan" kata saya.

"Kenalan,Kok bisa sih dia ngajak kamu kenalan, berani banget" jawab Rini, tertawa.

"Iya dia tadi ngajak aku kenalan, karena dia melihat aku naik motor RX-king"

Rini kembali tertawa.

"Terus kamu jawab apa?" tanya Rini.

"Aku menyuruh dia lihat bodi motorku, supaya dia bisa lihat namaku" jawab saya.

Rini tertawa lagi, sekarang lebih kencang tertawanya.

"Bisa bisanya kamu, orang ngajak kenalan malah disuruh lihatin motor" kata Rini.

"Jangan jangan dia suka kamu" Kata Rini lagi.

"Ih, apasi kamu, udah ah enggak usah di bahas" jawab saya.

"Tapi Ra, Dika itu anak orang kaya tahu" kata Rini.

"Ya terus kenapa?" tanya saya.

"Ya berarti seimbang dong sama kamu" jawab Rini.

"Seimbang gimana?" tanya saya dengan wajah heran.

"Ya seimbang, kamu kaya, dia kaya" kata Rini.

"Aku itu enggak kaya Rin, harta harta keluargaku itu milik Allah, yang dititipkan ke bapak dan ibu aku" jawab saya.

"Siap ustazah" kata Rini, meledek.

Setelah saya dan Rini selesai bercerita, bel tanda masuk kelas berbunyi, lalu disusul dengan kedatangan guru yang memperkenalkan diri sebagai wali kelas yang baru, bernama pak Bambang. Dia mengajar mata pelajaran sosiologi.

Sekaligus dia menyampaikan bahwa hari ini akan pulang setengah hari, otomatis hari ini akan pulang dengan cepat, perkiraan saya, murid murid akan pulang sekitar jam 12.00.

Beberapa saat kemudian, dari luar kelas terdengar bunyi bel tiga kali yang hal itu menandakan bahwa murid di pulang kan.

Ternyata siswa siswi puang lebih cepat di luar perkiraan saya.

Setelah itu, saya dan Rini bergegas memakai tas, dan berjalan menuju keluar sekolah.

Sesampainya saya dan Rini di gerbang sekolah, saya mendengar ada orang yang memanggil nama saya dari belakang.

"Indira!"

Saya menoleh sebentar ke arah suara itu dan melihat ada sekumpulan siswa siswi yang perkiraan saya itu adalah siswa siswi kelas 2.

"Motor nya keren kak" kata salah satu orang di situ melanjutkan "Gagah".

Saya merespon nya hanya dengan tersenyum, tanpa berkata apapun.

Malamnya, Dika menelepon saya, saya sangat terkejut pada saat itu terjadi. Dika bilang katanya motor saya keren namun lebih keren lagi jika velg nya diganti, lalu mulai menggoda saya dengan berbagai macam kata dan rayuan yang dia lontarkan.

Sebenarnya mendengar dia mengatakan itu membuat saya muak, saya malah menganggap dia seperti orang gila, lagian untuk apa juga saya mengganti velg motor, kepikiran juga tidak, siapa juga yang peduli dengan velg motor.

Sejak itu, semuanya berkembang dengan cepat. Dika semakin berani mendatangi saya, seolah olah saya adalah orang yang sudah dikenal lama oleh dia. Tentu saja itu mengganggu, terutama jika saya sedang dikantin, dia tidak segan segan berteriak memanggil nama saya diantara kerumunan siswa siswi lain, dan ikut duduk di samping saya jika saya sedang makan dikantin.

Biasanya, jika saya sedang berkumpul dengan teman teman saya dan tidak sengaja dia melihat saya, dia akan ikut duduk berkumpul bercerita panjang lebar, menceritakan hal hal tidak penting yang membosankan.

Salah satunya adalah menceritakan tentang orang tuanya yang ingin memberikan dia mobil jika dia lulus sekolah, lagian siapa juga yang peduli.

Dan satu lagi, dia juga sering menceritakan tentang harta kekayaan orang tua nya, bahkan dia sering menyombongkan diri, padahal menurut saya jika dia kaya pun itu harta bukan dia yang mencari, tetapi orang tuanya.

"Ternyata nama panjang kamu Indira Larasati putri ya?" tanya Dika tertawa, pada hari lain saat dia mendatangi saya yang sedang makan sendiri dikantin.

Kedatangan nya saya anggap sebagai pengganggu, apalagi di situ posisinya saya sedang makan dan ketika saya sedang makan saya tidak suka diganggu.

"Saya lagi makan, jangan ajak saya ngobrol! Kalau mau ngobrol ketempat lain saja!" kata saya, tanpa menoleh ke arah nya.

"Ha ha ha" dia tertawa.

"Jangan tertawa disini, ditempat lain aja sana!"

"Kalau tertawa bareng Indira emang enggak boleh ya?" tanya Dika, dengan lembut.

"Saya enggak mau tertawa bareng orang gila" jawab saya.

"Masa keren begini dibilang orang gila" kata Dika, tertawa.

"selain cantik kamu lucu juga ternyata" kata Dika, menambahkan.

Mendengar apa yang dia katakan membuat saya semakin muak, tanpa menjawab nya, saya langsung pergi meninggalkan dia sendirian.

Beberapa hari kemudian, tepatnya pada hari Sabtu 10 Oktober 2005, hari itu adalah hari ulang tahun saya. Saat saya masuk ke dalam kelas kurang lebih pukul 07.00, teman teman kelas saya berkumpul di dalam kelas menyambut kedatangan saya dan merayakan hari ulang tahun saya.

Dimulai dari Rini yang menyanyikan lagu selamat ulang tahun, di susul ratih sekretaris kelas yang memegang kue ulang tahun, dan teman teman kelas lainnya yang ikut menyanyikan lagu selamat ulang tahun.

"Yee,selamat ulang tahun Indira" ucap Rini, sehabis menyanyikan lagu ulang tahun.

"Sekarang tiup lilin nya, setelah itu potong kue nya" kata Ratih.

Perayaan ulang tahun saya berjalan begitu menyenangkan. Tak lama kemudian guru mata pelajaran matematika bernama pak heri datang. Sesaat setelah guru datang, tiba tiba Dika masuk ke kelas saya saat pelajaran akan berlangsung.

Kedatangan nya mengundang perhatian murid murid lain yang ada di kelas saya, dia datang dengan membawa totebag(semacam tas jinjing) yang berukuran lumayan besar di tangannya.

"Permisi pak" kata Dika lalu salim kepada pak Heri yang sedang duduk di kursinya.

"Ya, ada apa?" Tanya pak Heri, dengan wajah penuh heran.

"Saya cuma mau kasih hadiah pak, hari ini Indira ulang tahun" jawab Dika.

Saya langsung terkejut mendengarnya, dari mana dia tahu kalau hari ini saya ulang tahun.

"Yasudah, jangan lama lama, sebentar lagi bapak mau mengajar"

"Ciee!!" gemuruh suara murid di dalam kelas.

Setelah mendapat izin dari pak heri, Dika berjalan menuju bangku tempat saya duduk, yang ada di barisan pertama paling belakang.

"Apa lagi sih ini orang" kata saya menggerutu dalam hati.

Selanjutnya, dia berdiri di samping meja saya, lalu mengeluarkan sesuatu berbentuk kotak, yang sudah bisa saya tebak itu adalah sepatu. Saya bisa menebak, karna kotak itu sama persis dengan box sepatu yang pernah ayah berikan untuk saya, dan saya akui sepatu itu harganya memang terbilang cukup mahal.

Dia menyerahkan box itu sambil membungkuk dan bicara cukup pelan,

"Selamat ulang tahun!" katanya.

Jujur, sebenarnya mau dia bersikap bagaimanapun kepada saya, saya merasa tidak nyaman, walaupun itu adalah hak dia jika ingin melakukan nya, tapi saya merasa telah dipermalukan, maaf jika saya berlebihan tapi mungkin kalian dapat mengerti jika kalian tidak menyukai hal tertentu pada seseorang pasti kalian akan menjauhi nya.

Namun melihat kondisi dan posisi sekarang, saya merasa terjebak di dalam situasi ini.

"Ini hadiah untuk kamu, diterima ya" katanya.

"Enggak, terima kasih, saya sudah punya dirumah!" jawab saya.

"Yang enggak punya apa?" Tanya dika, masih dengan suara pelan seperti berbisik.

"Pesawat Air bus" jawab saya, dengan suara lebih keras dari dia, saya sengaja, berharap dia malu dan segera keluar meninggalkan saya.

Seluruh siswa di dalam kelas menatap ke arah saya dan Dika, Rini yang berada di samping saya, yang sejak tadi fokus menulis, seketika menoleh kearah saya, disusul dengan pak Heri yang terbangun dari duduknya.

"Ada apa?" Tanya pak heri, mulai berjalan mendekat kearah kami.

"Enggak ada apa apa pak" jawab Dika, dengan wajah gelisah.

"Kamu sudah kasih hadiah nya?Kalo sudah kamu boleh keluar, sebentar lagi bapak mau mengajar" kata pak Heri.

"Baik, terima kasih pak" jawab Dika.

Dika meninggalkan kelas, namun dia juga meninggalkan hadiah nya di meja saya. Di saat Dika berjalan keluar kelas, samar samar saya mendengar, semua murid yang ada di dalam kelas bergumam, satu sampai dua patah kata bisa saya dengar dari pembicaraan murid murid yang ada di dalam kelas.

Saya benar benar tidak menyangka jika Dika akan memberi saya hadiah, menurut saya itu adalah hal paling konyol yang pernah saya alami, namun saya akui sedikit, itu adalah tindakan yang berani.

"Kalau di lihat lihat Dika kasihan tahu ra" kata Rini, sesaat setelah Dika pergi.

"Ya, aku sudah punya Rin dirumah, mubazir kalau aku terima, nanti malah enggak ke pakai"

"Iya sih" kata Rini.

"Nih, untuk kamu saja" kata saya, dengan suara pelan memberikan box sepatu yang sudah tergeletak diatas meja.

"Beneran Ra?" tanya Rini, matanya berbinar binar.

"Iya Rin, kamu ambil saja kalau mau, malah kamu bisa kerumah aku kalau kamu mau sepatu" jawab saya.

"Yasudah, aku terima ya, terima kasih Ra, nanti deh kapan kapan aku main kerumah kamu" kata Rini, girang.

Jam istirahat tiba, saya dan Rini kini berada di kantin, duduk di tempat paling pojok yang bersebalahan dengan tembok kantin, menikmati semangkuk bakso, dengan es teh manis. Saya melihat kantin tidak terlalu ramai saat itu.

"Menurut kamu, Dika cakep enggak?" tanya Rini, sambil menyantap bakso.

"Enggak" jawab saya, melihat lihat kearah sekitar.

"Menurutmu?" saya balik bertanya, menambahkan pembicaraan.

"Menurutku lumayan"

"Sama pacarmu lebih cakep mana?" tanya saya, lalu meminum es teh.

"Lebih cakep pacar aku dong" jawab rini.

Rini bilang, apa yang dilakukan oleh dika di kelas sangat mengagetkan, Rini mengatakan bahwa dia sangat ingin sekali diperlakukan seperti itu oleh pacarnya, yang dia maksud adalah sebagaimana dika memperlakukan saya saat dikelas tadi.

Saya menjawab apa yang dikatakan Rini, dengan menjawab saya Samat sekali tidak suka diperlakukan seperti itu. Saya juga mengatakan pada Rini, bahwa sampai saat ini saya belum menemukan pria yang benar benar membuat saya terpikat.

"Lagian, aku juga belum ada minat buat pacaran" kata saya.

"Kenapa?" tanya rini.

"Buang buang waktu" kata saya.

"Menyenangkan tahu"

"Masih banyak hal menyenangkan lain" jawab saya.

"Iya sih, tapi orang orang bilang pacaran itu buat ningkatin semangat, jadi enggak ada salah nya"

"Aku punya orang tua, itu saja sudah buat aku semangat"

"Ya itu kan beda"

"Pacaran itu ribet!"

Sebelum merespon apa yang saya katakan, Rini terlebih dahulu meminum es teh manis milik nya.

"Kemana mana harus mengabari, harus bilang bilang, harus ini, harus itu, ribet lah pokoknya" kata saya lagi.

"Iya sih, tapi kan tergantung orangnya "

"Banyak orang yang pacaran terus putus, galau, stres" kata saya.

"Contohnya?" tanya rini.

"Temen kelas kita siapa namanya, yang pacaran sama anak kelas 12 IPS 1 itu tuh,Gita ya?" kata saya.

"Oh, si Gita"

"Kamu lihat kan, dia nempel terus tiap hari mesra mesra an, berdua kemana mana, tahunya putus, kamu lihat dia sekarang, banyak melamun, ya begitulah efek nya" kata saya.

"Mungkin, tapi mungkin saja dia memang ada masalah lain"

"Mungkin, ya tapi pokoknya pacaran itu ribet, banyak nuntut ini itu, belum tentu juga jodoh"

Mengenai pandangan saya tentang pacaran belum tentu benar, setiap manusia memiliki pandangan yang berbeda bukan? Namun terkait tentang saya yang memilih untuk tidak berpacaran itu adalah pilihan saya, saya benar - benar belum ingin punya pacar atau pasangan. Saya lebih baik menghabiskan waktu bersama kucing peliharaan saya dirumah, atau lebih baik membaca buku sampai beberapa halaman, dibanding menghabiskan waktu berpacaran.

Sekalipun tidak ada kegiatan, saya lebih baik berdiam diri dirumah berkumpul bersama keluarga. Tidak terpikirkan oleh saya untuk berpacaran, saya hanya ingin fokus pada sekolah dan meraih cita cita yang saya inginkan. Setidaknya, saya harus fokus belajar supaya saya bisa mendapatkan beasiswa di perguruan yang saya inginkan, atau memperpanjang waktu belajar dan fokus memikirkan pendidikan. Menurut saya itu adalah hal terpenting untuk saat ini.

Dibanding memikirkan tentang pacaran.

Lagi pula saya tidak suka diatur atur, kecuali diatur oleh orang tua saya, saya masih ingin melakukan hal dengan kebebasan yang saya punya tanpa harus terikat pada aturan pacaran.

Saya juga tidak suka dituntut ini itu, apalagi jika orang itu mengekang saya, akan menambah nambah kerepotan hidup saya saja. Untuk saat ini, saya hanya ingin merasakan kebebasan menikmati masa masa remaja sebisa mungkin. Saya masih ingin terikat pada aturan prinsip saya sendiri, di mana saya menetapkan aturan pada diri saya sendiri dan tidak terikat peraturan dalam berpacaran.

Jika memang sudah waktunya harus menikah, nanti juga pasti akan merasakan memiliki pasangan, sekarang adalah masa masa remaja Dimana yang harus saya lakukan di masa ini adalah fokus terhadap tujuan dan cita cita saya.

"Kabar hubunganmu bagaimana?" tanya saya kepada rini.

"Hubunganku Baik"

"Beneran, enggak ada masalah kan?"

"Ada sih"

"Masalah apa?"

"Reksi ternyata orang nya cuek" ungkap Rini.

"Maksud nya?"

"Ya begitu Cueklah pokoknya! kurang ada waktu juga untuk aku, alasannya dia bilang karena sibuk"

"Ya mungkin benar dia lagi sibuk"

"Mungkin, enggak tahu ah! Enggak mau mikirin"

Itulah alasan mengapa saya tidak ingin berpacaran, karena pacaran itu harus sering sering memberi kabar, tidak mengabari sebentar saja dibilang tidak peduli. Saya juga harus membagi waktu ditengah kesibukan, ditambah lagi saya dituntut harus memberi perhatian, pokoknya pacaran itu merepotkan.

Jika saya memiliki pacar, mungkin saya tidak akan kuat, yang ada saya terbawa emosi.

Tidak lama setelah itu, datang Ratih, Adi, dan Kumala bergabung dengan kami. Mereka semua adalah teman teman satu kelas saya.

"Barusan si Dika ngapain Ra?" tanya Adi.

"Nyumbang!" jawab saya cepat.

"Nyumbang perasaan ya,?" tanya Ratih.

"Ha ha ha" Rini tertawa.

"Enggak deh, makasih, aku enggak butuh sumbangan seperti itu" kata Saya.

"Untuk kamu saja Rat sumbangan nya" kata saya lagi kepada ratih.

"Enggak deh aku juga, sudah punya" jawab Ratih.

"Untuk kamu saja Kumala" kata Ratih lagi.

"Enggak dulu, makasih" jawab Kumala.

"Kamu punya pacar rat?" tanya saya kepada Ratih.

"Punya dong" jawab Ratih.

"Siapa?" tanya saya.

"Ariel Noah(vokalis grup band Noah)" jawab Ratih.

"Halusinasi kamu mah" kata saya, tertawa menjawab Ratih.

Itulah yang terjadi, saya tidak mengerti mengapa Dika memberi hadiah kepada saya, Rini bilang dika suka saya, padahal menurut saya ada begitu banyak gadis yang lebih menarik disekolah ini, entahlah, mungkin dia sedang kerasukan.