Chereads / Fate x Danmachi: The Sword Prince / Chapter 82 - Chapter 82

Chapter 82 - Chapter 82

Pada saat fajar masih jauh dari menyingsing, suasana di dalam gudang kecil di sudut taman terasa tenang dan hening. Di dalamnya, Riveria duduk bersila, fokus sepenuhnya pada latihan magecraft yang diajarkan oleh Shirou. Dengan anggun, dia memejamkan matanya, mencoba mengalirkan prana melalui magic circuit miliknya. Kali ini, dia berkonsentrasi pada telinganya, sesuatu yang sebelumnya belum pernah dia coba.

Perlahan tapi pasti, Riveria mulai merasakan perubahan. Sensasi hangat menjalar dari dalam tubuhnya menuju telinga, dan dunia seolah menjadi lebih hidup di sekitarnya. Suara angin yang berhembus lembut, gemerisik dedaunan, dan bahkan detakan jantungnya sendiri terdengar lebih jelas daripada sebelumnya.

"Berhasil..." gumamnya pelan, hampir tidak percaya. Senyum tipis namun tulus merekah di wajahnya yang biasanya penuh wibawa dan keanggunan. Ini adalah pencapaian besar baginya, meskipun terlihat sederhana. Selama ini, dia telah berulang kali mencoba melakukan Reinforcement pada tubuhnya, tetapi ini pertama kalinya dia berhasil memperkuat telinganya, bagian yang lebih sensitif bagi seorang Elf seperti dirinya.

Kegembiraan itu membuatnya ingin melanjutkan ke langkah berikutnya—memperkuat penglihatannya. Namun, saat dia mulai mempertimbangkan langkah tersebut, keraguan muncul. Riveria tahu bahwa mata adalah bagian yang sangat rentan. Jika salah langkah, dampaknya bisa fatal. Dia menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya.

"Tenang, jangan terburu-buru..." bisiknya, mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Dia memutuskan untuk menunggu Shirou, gurunya sekaligus seseorang yang diam-diam membuat hatinya berdebar lebih kencang.

Riveria mengarahkan pandangannya ke pintu gudang dengan sabar. "Dia pasti datang sebentar lagi," pikirnya. Di sela waktu itu, Riveria kembali memutar ulang teknik yang diajarkan Shirou di dalam pikirannya, memastikan dirinya tidak melewatkan satu detail pun. Sambil menunggu, wajahnya memancarkan ekspresi lembut yang jarang terlihat, menandakan antusiasme sekaligus kekaguman yang ia rasakan terhadap sosok Shirou.

Dengan telinga elf-nya yang baru saja diperkuat menggunakan Reinforcement, Riveria mendengar langkah kaki mendekati gudang. Suara lembut sepatu menyentuh tanah dan derit pintu kecil di luar sana terasa begitu jelas di telinganya. Wajahnya memerah sedikit, bukan hanya karena kesuksesan latihannya, tetapi juga karena ia mengenali langkah itu. Shirou sudah tiba.

Riveria memejamkan matanya sejenak, mengingat insiden memalukan beberapa hari lalu. Saat itu, karena terlambat bangun, ia tergopoh-gopoh mencari Shirou di ruang makan tanpa menyadari dirinya masih mengenakan night dress. Wajahnya memerah saat ingatan itu kembali. Suara tawa kecil anggota Familia yang menyaksikan kejadian itu membuatnya merasa malu setiap kali mengingatnya.

Dia menepuk pipinya dengan kedua tangan, mencoba menghilangkan rasa malu itu. "Tidak," katanya pelan, bertekad pada dirinya sendiri. "Kali ini aku akan bersikap seperti biasanya. Elegan dan anggun." Tarikan napas dalam diambilnya untuk menenangkan debaran jantungnya yang mulai tak terkendali.

Pintu gudang terbuka perlahan, dan Shirou masuk dengan langkah ringan. Riveria menyambutnya dengan senyum yang begitu lembut dan anggun, sambil tetap duduk bersila di atas karpet. "Selamat pagi, Shirou," ucapnya dengan nada tenang, meskipun di dalam hatinya jantungnya berpacu lebih cepat dari biasanya.

Shirou membalas senyumnya dengan hangat. "Selamat pagi, Riveria. Sudah lama rasanya, ya. Terakhir kali kita latihan bersama adalah empat hari lalu sebelum ekspedisi ke Knossos." Dia menutup pintu gudang di belakangnya dan melangkah lebih dekat.

Riveria mengangguk kecil. "Benar. Aku merasa sudah cukup lama," jawabnya. "Bagaimana kondisi tubuhmu setelah ekspedisi? Kau pasti kelelahan."

Shirou mengangkat bahu sambil tersenyum kecil. "Sejujurnya, tidak terlalu buruk. Aku lebih khawatir kau terlalu memaksakan diri setelah ekspedisi itu, apalagi dengan latihan magecraft seperti ini."

Riveria sedikit terkesiap mendengar perhatian itu, tetapi dia segera menenangkan dirinya. "Kau tak perlu khawatir, Shirou. Ini hanyalah latihan ringan. Selain itu, aku merasa semakin mahir dengan Reinforcement. Bahkan, aku berhasil memperkuat telingaku pagi ini," katanya, mencoba menunjukkan kebanggaannya dengan cara yang tetap terlihat elegan.

"Benarkah?" Shirou terlihat terkejut sekaligus kagum. "Aku ingin melihat seberapa jauh kemajuanmu. Kau pasti bekerja keras selama ini."

Mendengar pujian itu, Riveria hanya tersenyum lembut, berusaha menyembunyikan rasa senangnya. "Tentu saja. Lagipula, aku tidak ingin mengecewakan guruku, kan?" jawabnya dengan nada yang mengandung sedikit candaan. Namun, di dalam hatinya, ia tahu bahwa latihan ini lebih dari sekadar meningkatkan kemampuannya; ini adalah cara untuk menghabiskan waktu bersama Shirou.

Shirou duduk di atas karpet di depan Riveria, mengingat rencana yang telah ia siapkan untuk latihan hari ini. "Hari ini, aku ingin mengajarkanmu cara membuat Bounded Field," katanya dengan nada serius namun tetap hangat. Matanya memperhatikan Riveria dengan saksama untuk memastikan bahwa ia mengikuti ucapannya.

Mendengar itu, Riveria tersenyum lebar, rasa penasaran meluap dalam dirinya. "Aku sangat tertarik! Membuat Bounded Field, ya? Sepertinya akan menjadi pelajaran yang sangat menarik." Namun, sebelum Shirou melanjutkan, ia mengangkat satu tangan dengan lembut. "Tapi, Shirou, sebelum itu, aku ingin bertanya. Bagaimana caranya menerapkan Reinforcement ke mataku? Aku masih ragu melakukannya sendiri karena takut melukai diriku.

Shirou mengangguk, memahami kekhawatirannya. "Baiklah. Aku akan menjelaskan tahapannya dengan rinci." Ia mulai menjelaskan dengan hati-hati, menjelaskan bagaimana memusatkan prana, mengalirkan energi secara perlahan ke bagian mata, dan menghindari tekanan yang terlalu kuat. Suaranya tenang dan penuh perhatian, membuat Riveria mendengarkan dengan sangat khidmat.

Setelah selesai menjelaskan, Shirou berkata, "Mungkin lebih baik aku mencontohkannya langsung." Ia menyentuh kedua sisi wajahnya sendiri, memejamkan mata, dan mengalirkan prana ke matanya. Ketika ia membuka matanya kembali, matanya bersinar tipis, menunjukkan bahwa Reinforcement telah berhasil diaktifkan. "Begini hasilnya," ujarnya.

Riveria memandangnya dengan kagum, tetapi rasa penasaran di hatinya belum terpuaskan. "Shirou," katanya dengan suara lembut, "Bisakah kau mencobanya padaku? Aku ingin merasakannya langsung."

Shirou terkejut, rasa canggung langsung menyelimuti dirinya. "Riveria, aku... Aku tidak yakin itu ide yang baik. Mata adalah bagian tubuh yang sangat sensitif. Aku takut kalau aku salah langkah, itu akan melukaimu," katanya sambil menggaruk belakang kepalanya, mencoba mencari alasan lain.

Namun, Riveria hanya menutup matanya dengan anggun, senyum tipis menghiasi wajahnya. "Aku percaya padamu, Shirou. Apapun yang kau lakukan, aku akan menerimanya," katanya dengan nada tenang yang membuat Shirou tak bisa menolak.

Shirou tertegun. Dalam diam, ia memperhatikan wajah Riveria yang begitu tenang, matanya yang tertutup dengan percaya diri, membuatnya terlihat cantik sekaligus rapuh. Perasaan aneh merambat di dadanya, membuat jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya.

Dengan tangan yang sedikit gemetar, ia menyentuh kelopak mata Riveria dengan lembut, hampir seperti takut membuatnya terluka. "Baiklah... Aku akan mencobanya. Tapi, beri tahu aku jika kau merasa ada yang salah," bisiknya.

Ia memejamkan mata sejenak, menenangkan diri, lalu mulai mengaktifkan Structural Analysis untuk memetakan struktur mata Riveria. Setelah itu, ia mengalirkan prana dengan hati-hati, memperkuat mata elf itu dengan teknik Reinforcement. Selama proses itu, ia bisa merasakan betapa halus dan sempurnanya struktur fisik mata seorang elf, membuatnya semakin berhati-hati.

"Sudah selesai," kata Shirou akhirnya, menarik tangannya perlahan. "Coba buka matamu."

Riveria membuka matanya perlahan, seolah takut merusak keindahan momen tersebut. Ketika ia mencoba melihat, sebuah senyum cerah muncul di wajahnya. "Luar biasa! Pandanganku menjadi lebih tajam. Shirou, kau benar-benar luar biasa!" katanya dengan penuh semangat.

Shirou menghela napas lega, senyumnya muncul kembali. "Aku hanya melakukan yang terbaik. Tapi jangan terlalu sering mengandalkanku. Kau harus berlatih agar bisa melakukannya sendiri."

Riveria mengangguk, matanya masih berbinar karena kegembiraan. "Tentu saja, Shirou. Tapi aku harus mengakui, memiliki guru sepertimu adalah anugerah."

Riveria menyentuh lembut kedua matanya, mencoba merasakan apa yang telah Shirou lakukan sebelumnya. Dengan hati-hati, ia mengaktifkan Structural Analysis, mencoba memahami prana yang mengalir di dalam kedua matanya. Sensasi aneh namun familier muncul saat ia mendeteksi aliran energi yang ditinggalkan Shirou. "Begini, ya…" gumamnya, mencatat seberapa banyak prana yang diperlukan dan di mana letaknya di mata. Dengan pemahaman yang perlahan tumbuh, Riveria tersenyum kecil, merasa puas dengan kemajuan dirinya.

Shirou, yang berdiri di dekat pintu gudang, menepuk celananya untuk membersihkan debu. "Baiklah, sekarang saatnya aku menunjukkan Bounded Field yang telah kupasang di sekeliling gudang ini," katanya sambil berjalan keluar.

Riveria bangkit dan mengikuti Shirou keluar dengan penuh antusias. Saat mereka berdiri di luar gudang, Shirou melingkarkan tangannya, seolah-olah menunjuk ke area di sekitarnya. "Konsep Bounded Field cukup sederhana," ia memulai. "Ini adalah semacam barikade tak kasat mata yang kubuat menggunakan prana untuk mendeteksi atau melindungi suatu area tertentu."

Riveria mendengarkan dengan saksama, matanya yang telah diperkuat membuatnya lebih fokus pada setiap detail. Ia mengangguk pelan. "Jadi, ini seperti penghalang untuk mendeteksi penyusup?" tanyanya, mencoba memastikan pemahamannya.

"Benar," Shirou menjawab sambil berjalan ke salah satu sudut gudang. "Di keempat sudut gudang ini, aku menempatkan magic stone. Semua batu itu terhubung dengan jalur yang kubuat menggunakan cat metalik ini." Ia menunjuk garis perak tipis yang melingkari gudang, tampak berkilau samar di bawah sinar pagi.

Riveria berjongkok untuk menyentuh jalur metalik tersebut. Dengan hati-hati, ia mengaktifkan Structural Analysis sekali lagi, mencoba memahami struktur yang dibuat Shirou. Prana Shirou terasa mengalir dengan stabil melalui jalur itu, menghubungkan setiap magic stone. "Aku bisa merasakan prana-mu di sini," katanya dengan nada kagum. "Kau benar-benar memanfaatkan prana secara efisien."

Shirou tersenyum kecil mendengar pujian itu. "Aku pastikan jalur ini selalu aktif selama aku ada di sini. Jika seseorang bergerak di dalam area ini, aku akan langsung merasakannya. Tidak ada yang bisa masuk tanpa sepengetahuanku," jelasnya sambil menunjuk jalur cat yang membentuk persegi di sekeliling gudang.

Riveria berdiri, menatap Shirou dengan penuh rasa ingin tahu. "Apakah kau harus secara rutin mengisi prana ke Bounded Field ini agar tetap aktif?" tanyanya, mencoba memahami lebih jauh.

Shirou mengangguk ringan. "Iya, setiap sebelum kita latihan, aku mengalirkan prana untuk memastikan Bounded Field tetap aktif. Itu sudah menjadi kebiasaanku." Ia memasukkan tangan ke dalam saku dan melanjutkan dengan santai, "Tidak sulit, hanya butuh beberapa detik untuk mengisi ulang. Lagipula, ini membuat tempat ini aman untuk kita berlatih tanpa khawatir ada yang mengintip."

Riveria mengangguk lagi, kagum dengan keseriusan Shirou dalam menjaga tempat latihan mereka. "Aku rasa aku harus belajar bagaimana caranya membuat hal seperti ini juga. Sepertinya akan sangat berguna dalam situasi tertentu," ujarnya sambil tersenyum kecil.

Shirou menatapnya dengan senyum hangat. "Kau sudah belajar banyak dalam beberapa hari ini. Kalau terus seperti ini, aku yakin kau akan bisa melakukannya dengan mudah."

Shirou memandang padang rumput hijau yang terhampar di samping gudang, angin lembut mengibaskan rambutnya. Ia berbalik menghadap Riveria yang berdiri di dekatnya. "Menurutmu, apakah kita boleh mengotori padang rumput itu untuk latihan? Aku tahu ini mungkin melanggar aturan tentang menjaga kebersihan tempat ini," tanyanya dengan nada sedikit ragu.

Riveria, yang biasanya sangat menjunjung tinggi kebersihan dan keindahan alam, merasakan keraguan dalam dirinya. Namun, kali ini, demi pelajaran yang dipimpin oleh Shirou—pria yang diam-diam telah mencuri hatinya—ia mempertimbangkan untuk membuat pengecualian. Setelah berpikir sejenak, ide muncul di benaknya. "Kalau begitu, kenapa kita tidak menggunakan Projection saja?" usulnya dengan senyum halus. "Dengan begitu, kita tidak benar-benar merusak apa pun. Kau bisa memudarkan semuanya kembali menjadi prana setelah selesai."

Mendengar saran itu, Shirou tersenyum. "Itu ide yang bagus. Baiklah, aku akan memproyeksikan apa yang kita butuhkan." Dengan sedikit fokus, ia mengangkat tangannya. "Trace... on," gumamnya. Dalam sekejap, sebuah magic stone, kaleng cat metalik, dan sikat kuas muncul di depan mereka. Ia menyerahkannya kepada Riveria dengan anggukan kecil. "Silakan, kau bisa mencobanya."

Riveria mengambil barang-barang tersebut, merasa sedikit gugup tetapi juga bersemangat. "Baik, aku akan mencoba," katanya sambil berjalan ke tengah padang rumput. Ia berlutut, menyusun magic stone dalam formasi segitiga berbeda sedikit dengan yang diajarkan Shirou sebelumnya. Kemudian, dengan hati-hati, ia membuka kaleng cat metalik yang diproyeksikan, mencelupkan kuas, dan mulai menggambar garis yang menghubungkan setiap batu.

Shirou berdiri di dekatnya, memperhatikan setiap gerakan Riveria. "Bagus, pastikan garisnya tidak terputus. Aliran prana akan lebih stabil jika sambungannya sempurna," ia mengingatkan dengan suara lembut.

Riveria mengangguk, berkonsentrasi penuh pada tugasnya. Saat ia menyelesaikan garis terakhir, ia berdiri dan menyeka keringat dari dahinya. "Sudah selesai," katanya sambil memandang segitiga yang telah ia buat.

Shirou mendekat, menilai hasil kerja Riveria dengan senyum puas. "Kerja bagus. Sekarang, coba aktifkan dengan prana-mu dan rasakan alirannya," sarannya.

Riveria menutup matanya, memusatkan pikirannya, dan mulai mengalirkan prana ke dalam Bounded Field. Dalam beberapa detik, ia merasakan resonansi dari ketiga magic stone yang terhubung oleh cat metalik. "Aku bisa merasakannya," katanya dengan antusias. "Alirannya stabil, dan aku bisa mendeteksi batas dari Bounded Field ini."

Shirou mengangguk penuh kebanggaan. "Itu langkah awal yang sempurna. Kau semakin cepat belajar, Riveria."

Riveria tersenyum lembut, hatinya sedikit berdebar karena pujian dari Shirou. "Itu semua berkat bimbinganmu," balasnya dengan nada lembut.

Di kejauhan, Aiz yang sedang berlatih dengan pedangnya menghentikan gerakan terakhirnya dan menyarungkan senjatanya. Pandangannya tertuju pada padang rumput di dekat gudang, tempat ia melihat sesuatu yang tak biasa. Riveria, sosok yang selama ini ia anggap keibuan dan anggun, tampak jongkok di rumput, menggambar sesuatu dengan cat metalik. Pemandangan ini cukup aneh baginya, sehingga rasa penasaran mendorong Aiz untuk mendekat.

Langkahnya ringan dan cepat, seperti biasa, hingga ia berdiri di dekat Shirou dan Riveria. "Apa yang sedang kalian lakukan di sini?" tanyanya dengan nada datar, meskipun matanya menunjukkan rasa ingin tahu.

Shirou menoleh dan tersenyum tipis. "Aku sedang mengajarkan Riveria tentang magecraft, lebih tepatnya bagaimana membuat Bounded Field," jawabnya sambil menunjuk segitiga yang telah selesai dibuat di tanah.

Aiz terdiam sejenak, menyadari bahwa ia hampir salah paham. Meski wajahnya tetap tenang tanpa ekspresi, ia merasa sedikit malu telah berpikir bahwa Riveria hanya sembarangan mengotori padang rumput. "Oh, begitu," katanya pelan, lalu menambahkan, "Kalau begitu, aku akan pergi agar tidak mengganggu."

Namun, sebelum Aiz sempat melangkah pergi, Shirou memanggilnya. "Tunggu, Aiz," katanya, membuat Aiz berhenti. "Sebenarnya, kau bisa membantu Riveria belajar."

Aiz mengerutkan alisnya, bingung. "Aku? Tapi aku tidak mengerti tentang magecraft. Bagaimana aku bisa membantu?" tanyanya dengan nada ragu.

Riveria pun ikut penasaran. "Ya, bagaimana caranya Aiz bisa membantu? Bukankah ini lebih kepada penggunaan prana?" tanyanya sambil memandang Shirou.

Shirou mengangguk, senyumnya penuh keyakinan. "Kalian akan mengerti sebentar lagi. Riveria, duduklah di tengah Bounded Field dan fokus merasakan alirannya," pintanya.

Riveria patuh tanpa banyak bertanya. Ia duduk bersila di tengah segitiga yang telah dibuatnya, menutup matanya, dan mulai memusatkan konsentrasinya untuk merasakan energi di sekitarnya. "Apa yang harus kulakukan sekarang?" tanyanya dengan mata tetap terpejam.

Shirou kemudian menoleh ke Aiz. "Aku butuh kau untuk keluar-masuk dari batas segitiga ini. Lompatlah melewati garis cat itu beberapa kali. Tapi lakukan dengan gerakanmu yang biasa," jelasnya.

Meskipun masih agak bingung, Aiz menurut. Dengan langkah ringan, ia melompat keluar dari segitiga, lalu kembali masuk, melakukannya berulang kali tanpa suara berarti. Setiap gerakannya sangat terkontrol.

"Bagaimana, Riveria? Apa kau merasakan sesuatu?" tanya Shirou setelah beberapa saat.

Riveria membuka sedikit matanya, lalu kembali menutupnya, mencoba meresapi apa yang ia rasakan. "Ya," katanya pelan. "Aku merasakan suara berdesing setiap kali Aiz melangkah keluar atau masuk. Telinga Elf-ku berkedut setiap ada perubahan itu. Ini seperti gelombang energi yang terpantul."

Shirou tersenyum puas mendengar jawaban itu. "Bagus. Itu adalah salah satu indikasi Bounded Field yang aktif. Aku sendiri biasanya merasakan semacam sentruman kecil di tubuhku jika ada yang memasuki atau meninggalkan area Bounded Field-ku. Kau sudah melakukan langkah yang benar, Riveria," pujinya.

Aiz melirik Shirou dan Riveria, masih belum sepenuhnya memahami hal-hal teknis tentang magecraft, tetapi ia merasa senang bisa membantu. "Kalau begitu, apa lagi yang harus kulakukan?" tanyanya, siap untuk melanjutkan.

Shirou tersenyum kecil sambil menggelengkan kepala. "Kurasa tak ada lagi yang perlu dilakukan, sebenarnya. Latihan magecraft-mu sudah selesai, Riveria. Kau memahaminya dengan sangat cepat, dan itu luar biasa," ujarnya dengan nada puas.

Mendengar pujian itu, wajah Riveria memerah sedikit. Namun, di balik rasa senangnya, ia merasa enggan untuk mengakhiri waktu bersama Shirou. Ia mendongak dengan sedikit protes dalam suaranya. "Tapi masih ada waktu sebelum sarapan, bukan? Tidak bisakah kita melakukan sesuatu lagi? Kurasa pelajaran ini bisa diperluas."

Shirou tampak bingung, matanya menyiratkan rasa tidak tahu harus berbuat apa. "Ehm, kalau begitu... apa yang kau ingin lakukan?" tanyanya akhirnya, mencoba mencari jalan tengah.

Aiz, yang sejak tadi diam, tiba-tiba mengangkat tangannya seperti anak kecil yang meminta izin. "Kalau boleh," katanya dengan nada tenang namun penuh rasa ingin tahu, "mungkin Shirou bisa menunjukkan salah satu magecraft yang belum pernah kau perlihatkan sebelumnya?"

Riveria langsung mengangguk setuju, matanya berbinar. "Itu ide bagus. Tapi kalau bisa, tunjukkan sesuatu yang berkaitan dengan pelajaran kita hari ini," katanya sambil menunjuk kaleng cat metalik di dekat mereka.

Shirou menggaruk tengkuknya dengan canggung, ragu-ragu. "Sebenarnya, aku tidak yakin ini akan berhasil... atau bahkan berguna. Tapi, baiklah," katanya akhirnya. Ia meraih sikat kuas yang masih bersih, mencelupkannya ke dalam cat, dan berjalan menuju salah satu bagian kosong di padang rumput.

Dengan gerakan perlahan dan hati-hati, Shirou mulai menggambar sesuatu di tanah. Garis demi garis muncul, membentuk pola yang rumit. Lingkaran besar menjadi inti gambarnya, dihiasi dengan simbol-simbol dan tulisan yang tidak bisa dikenali oleh Riveria maupun Aiz. Ada sesuatu yang sangat kuno dan misterius dalam pola itu.

Riveria mengamati dengan rasa ingin tahu yang mendalam. "Apa ini? Sepertinya lebih rumit daripada Bounded Field," tanyanya sambil melangkah mendekat untuk melihat lebih jelas.

Shirou tersenyum tipis, tatapannya mengarah pada lingkaran yang hampir selesai ia buat. "Ini adalah Summoning Circle. Di duniaku dulu, lingkaran seperti ini digunakan untuk memanggil... sesuatu. Aku menemukan lingkaran ini di gudangku waktu itu," katanya, suaranya mengandung nada nostalgia. Kenangan tentang Saber muncul di pikirannya, membuat dadanya terasa hangat dan sedikit perih pada saat yang sama.

Aiz mendekat, berdiri di samping Riveria. "Memanggil sesuatu? Apa kau akan mencobanya sekarang?" tanyanya dengan suara datar, tetapi matanya menunjukkan rasa penasaran yang besar.

Shirou berhenti sejenak, menatap lingkaran itu dengan mata yang penuh perasaan. "Mungkin tidak. Aku tidak yakin apa yang bisa muncul di dunia ini. Lingkaran ini lebih kepada... kenangan. Sebuah cara untuk mengingat asal usulku," jawabnya pelan, suaranya penuh dengan makna yang sulit dijelaskan.