Chereads / Fate x Danmachi: The Sword Prince / Chapter 80 - Chapter 80

Chapter 80 - Chapter 80

Tiga hari setelah ekspedisi ke Knossos, ruang rapat Loki Familia dipenuhi oleh para eksekutif Familia. Selain mereka, Shirou, Lefiya, dan Loki sendiri juga hadir untuk membahas hasil ekspedisi tersebut. Suasana serius mengisi ruangan, tetapi ada rasa lega yang terasa di antara mereka.

Finn berdiri di ujung meja, memulai pembicaraan dengan suara tenang namun tegas. "Pertama-tama, aku ingin menyampaikan kabar baik," katanya sambil melihat sekeliling. "Berkat tindakan cepat kelompok Raul yang memanggil healer dari Dian Cecht Familia, semua anggota yang terluka parah, baik karena curse maupun keracunan, telah pulih sepenuhnya. Terutama Remilia."

Finn berhenti sejenak, menatap meja sebelum melanjutkan. "Remilia, yang hanya seorang level 3, sempat berada dalam kondisi yang sangat kritis. Jika bantuan datang terlambat, mungkin kita tidak akan melihatnya lagi di sini. Untungnya, para healer dari Dian Cecht Familia sangat sigap."

Beberapa anggota mengangguk pelan mendengar kabar itu. Finn lalu mengalihkan pandangannya ke arah Bete dan Aiz, ekspresinya penuh penghargaan. "Dan berkat kalian berdua, kelompok Linne yang tersesat berhasil ditemukan."

Aiz hanya mengangguk pelan, ekspresinya tetap datar tetapi matanya menunjukkan rasa lega. Sementara itu, Bete menyilangkan tangannya dengan ekspresi kesal, bergumam, "Orang lemah selalu bikin masalah."

Loki terkikik pelan mendengar komentar Bete, tetapi Finn tetap serius. "Walaupun ekspedisi ini penuh dengan bahaya," lanjutnya, "aku bersyukur kita berhasil keluar tanpa kehilangan satu pun nyawa. Itu pencapaian besar, mengingat apa yang kita hadapi di dalam Knossos."

Semua orang di ruangan mengangguk setuju, menyadari bahwa meski penuh risiko, kerja sama mereka membuahkan hasil yang baik.

Tetapi ekspedisi ke Knossos bukan tanpa hasil," lanjut Finn sambil menatap semua yang hadir. Ia meraih kunci berbentuk bola yang berada di meja di hadapannya. "Ini adalah kunci yang berhasil diimitasi oleh Shirou," katanya, mengangkatnya sedikit agar semua bisa melihat. "Dengan kunci ini, kita memiliki akses masuk ke Knossos kapan saja." Suaranya terdengar yakin, tetapi juga penuh kehati-hatian.

Semua yang hadir, kecuali Riveria dan Loki, sudah memahami fungsi dari kunci itu, jadi mereka hanya mengangguk pelan. Namun, Loki yang bersandar santai di kursinya melirik kunci itu dengan mata menyipit penuh rasa ingin tahu. "Menarik," katanya sambil menjulurkan tangannya. "Coba kulihat, Finn."

Finn menyerahkan kunci itu, dan Loki memutar-mutar benda bulat itu di tangannya. "Apa ini terbuat dari apa? Kenapa rasanya agak... menjijikkan?" tanyanya dengan nada bercanda, meskipun ekspresi penasaran tergambar di wajahnya.

Shirou yang duduk di ujung meja dengan tenang menjawab, "Kunci itu terbuat dari bola mata keturunan Daedalus. Itu sebabnya bentuknya bulat dan memiliki pola unik." Kata-katanya membuat semua orang di ruangan terdiam sejenak.

Loki yang biasanya jarang terkejut, langsung meletakkan kunci itu kembali ke meja dengan ekspresi ngeri. "Ewwww, bola mata? Serius? Ini benar-benar tingkat kegilaan baru!" katanya sambil mengibas-ngibaskan tangannya seolah ingin membersihkan sesuatu.

Aiz yang duduk di samping Loki mengangkat tangannya perlahan, menarik perhatian semua orang. "Aku melihat seseorang dengan mata seperti itu saat kami terpisah di Knossos," katanya tenang. Ia meletakkan telunjuknya di dagu, mencoba mengingat lebih jelas. "Lelaki itu memiliki rambut abu-abu dan berjenggot... mirip dengan orang yang ada di poster buronan kita."

Loki yang kini bersandar di kursi dengan tangan terlipat, berkata santai tetapi penuh makna, "Jadi dia orang yang menawarkan Violas pada Njord, ya?" Matanya menyipit, menandakan bahwa pikirannya mulai menyusun potongan informasi yang baru saja ia dengar.

Bete yang sebelumnya diam, mendengus dan ikut memberikan laporannya. "Aku juga bertemu seseorang dengan mata seperti itu," katanya dengan nada kesal. "Dia pakai goggle hitam waktu itu, tapi waktu dia buka pintu Orichalcum, aku bisa lihat pola yang mirip dengan kunci ini. Sialan itu juga punya kekuatan sihir aneh yang bikin orang-orang di belakangku jadi gila dan saling menyerang."

Finn yang mendengar semua laporan ini dengan seksama, akhirnya memberikan kesimpulan. "Dari semua informasi ini, bisa dipastikan bahwa mereka adalah keturunan Daedalus. Dan sekarang, mereka telah menjadi sekutu Evilus," katanya sambil menatap serius ke arah semua orang di ruangan.

Suasana rapat berubah lebih serius, dengan masing-masing orang merenungkan apa arti dari temuan ini untuk masa depan mereka.

Finn mengetukkan jarinya perlahan di meja, menarik perhatian semua orang di ruangan. "Sekarang, mari kita bahas lebih dalam tentang musuh kita, Evilus," katanya dengan nada serius. "Selain dua orang keturunan Daedalus yang sudah kita identifikasi, kita juga harus bersiap menghadapi Creature seperti Revis. Aku memprediksi bahwa kemungkinan besar ada Creature lain yang belum kita ketahui."

Riveria yang duduk di sisi Finn, angkat bicara. "Mungkin salah satunya adalah sosok bertopeng hitam yang dulu menghindari sihirku. Saat itu, dia berhasil meloloskan diri dengan cara yang aneh. Setelah terkena sihir esku, dia menghilang begitu saja, meninggalkan jubah dan topengnya." Suaranya terdengar penuh pertimbangan.

Gareth mengangguk setuju dari tempatnya duduk. "Aku juga merasa itu aneh. Biasanya, bahkan jika seseorang melarikan diri, pasti ada jejak yang ditinggalkan selain pakaian mereka. Tapi dia... seolah-olah dia lenyap begitu saja." Mata tajamnya memandang Finn, menunggu pendapatnya.

Finn, dengan sikap tenangnya, berkata, "Untungnya, Creature seperti itu tampaknya langka. Sejauh ini, kita hanya mengetahui keberadaan Olivas Act dan Revis sebagai Creature. Namun, aku juga berpikir..." Ia berhenti sejenak, membiarkan ketegangan merayap di ruangan. "Apakah mungkin Valletta akan hidup kembali sebagai Creature seperti Olivas Act?"

Semua orang terdiam, memikirkan kemungkinan mengerikan itu. Namun, Shirou memecahkan keheningan dengan nada dingin yang membuat udara terasa lebih berat. "Jika Valletta hidup kembali sebagai Creature, aku akan mengurusnya sekali lagi." Tatapan tajamnya terlihat penuh tekad, bahkan dari wajahnya yang biasanya tenang.

Finn tersenyum kecil mendengar keyakinan Shirou. "Tidak diragukan lagi," katanya. "Valletta selalu menjadi lawan yang merepotkan, bukan hanya karena kekuatannya, tetapi juga otaknya. Strateginya selama ini telah membuat kami harus berpikir lebih keras. Dia adalah musuh bebuyutanku dalam hal strategi." Nada bicaranya penuh penghargaan, meskipun ia membicarakan seseorang yang merupakan ancaman.

Gareth bersandar di kursinya, mengusap janggutnya yang tebal. "Jika Valletta kembali, kita harus bersiap menghadapi lebih banyak jebakan dan rencana licik. Dia bukan hanya petarung, tapi otak dari banyak serangan mereka."

Riveria mengangguk setuju. "Benar. Kita tidak bisa meremehkan siapa pun dari mereka, terutama jika Creature baru muncul di pihak mereka. Ini adalah pertarungan yang membutuhkan kesiapan total." Matanya menatap ke arah Finn, yang sekali lagi mengetukkan jarinya di meja, menandakan akhir dari diskusi topik itu.

Finn memulai kembali pembahasan dengan topik baru. "Mari kita lanjutkan ke pembahasan berikutnya: apa yang menjadi rencana Evilus dan dewa misterius Enyo untuk menghancurkan Orario," katanya dengan nada serius.

Lefiya yang duduk di sudut meja, mengangkat tangannya dengan ragu sebelum berbicara. "Saat aku bersama Filvis, kami bertemu dengan dewa Thanatos di Knossos. Dia mengatakan sesuatu yang menarik—dia mengaku bukan Enyo." Suaranya tenang, tetapi ada nada penasaran di dalamnya.

Loki mendengarkan dengan seksama sebelum bersandar di kursinya dan berkomentar, "Masuk akal kalau Enyo hanya menarik tali dari balik layar. Thanatos mungkin cuma salah satu bidaknya." Matanya yang berkilat tajam menunjukkan ia sudah memikirkan kemungkinan ini jauh sebelumnya.

Riveria kemudian angkat bicara, membawa diskusi ke arah yang lebih mendalam. "Aku sempat berdiskusi dengan Finn dan Gareth sebelumnya," katanya sambil melipat tangannya di meja. "Kami menduga bahwa salah satu rencana Enyo adalah memanfaatkan Knossos untuk membawa Corrupted Spirit langsung ke Orario. Jika mereka dibiarkan mengamuk di kota, dampaknya akan menghancurkan segalanya." Matanya menyapu ruangan, memastikan semua orang memahami skala ancaman ini.

Tione mendesah panjang, mengingat pertempuran melawan Corrupted Spirit sebelumnya. "Haaaah, melawan corrupted spirit itu benar-benar menyebalkan," katanya, menunduk lemas di kursinya. "Monster banteng itu saja sudah cukup merepotkan, bahkan dengan rantai yang mengikatnya." Wajahnya menunjukkan kelelahan meskipun suaranya mengandung kelakar.

Finn tersenyum tipis mendengar keluhan Tione, tetapi nada bicaranya tulus saat ia berkata, "Kalian semua telah bekerja keras. Tione, Tiona, Gareth, Shirou—kalian luar biasa dalam menghadapi corrupted spirit itu. Tanpa upaya kalian, mungkin kita takkan keluar hidup-hidup dari Knossos." Pujian itu diucapkan dengan tegas, membuat semua yang disebut merasa dihargai.

Tione yang duduk dengan malas, tiba-tiba duduk tegak setelah mendengar namanya disebut. Pipinya memerah saat ia berseru, "Aku akan melakukan apapun demi kamu, kapten!" Sorot matanya penuh antusiasme, membuat beberapa orang di ruangan menahan tawa kecil.

Tiona menggoda kembarannya sambil terkekeh. "Benar-benar, Tione. Kalau terus seperti ini, kau bisa membuat kapten kita takut, tahu."

Finn hanya tersenyum simpul, sementara Gareth menahan tawanya dengan tangan besar yang menutupi mulutnya. Suasana yang semula tegang sedikit melunak karena candaan ringan itu.

"Oh ya…" suara Lefiya terdengar, memecah suasana diskusi. Suaranya kecil tapi cukup untuk membuat semua orang di ruangan menoleh ke arahnya.

Lefiya terlihat memerah karena perhatian yang mendadak tertuju padanya. Dengan gugup, dia menundukkan kepala sedikit, tetapi Finn, dengan senyuman lembut, memberinya isyarat untuk melanjutkan. "Silakan, Lefiya. Ceritakan apa yang ada di pikiranmu."

Setelah mengambil napas dalam-dalam, Lefiya mulai berbicara. "Saat aku dan Filvis menjelajahi Knossos, kami menemukan mural kuno yang menarik perhatian kami. Mural itu menggambarkan enam wanita yang berdiri dalam lingkaran, dan di tengah mereka ada naga besar." Suaranya semakin tenang saat ia menjelaskan, meski wajahnya masih sedikit memerah. "Menurut dewa Thanatos, naga itu disebut Nidhogg."

Seketika suasana ruangan berubah. Nama "Nidhogg" menggantung di udara seperti sebuah misteri yang belum terpecahkan. Semua orang di ruangan, dari Riveria hingga Gareth, tampak saling pandang, mencari tahu apakah ada yang mengenal nama itu.

Akhirnya, Riveria angkat bicara dengan nada tenang namun serius. "Nidhogg…" katanya, mengulang nama itu dengan hati-hati. "Aku belum pernah mendengar nama ini sebelumnya. Tapi jika mural itu benar, maka kemungkinan besar enam wanita tersebut adalah Corrupted Spirit." Dia berhenti sejenak, memandang Finn dan Loki, lalu melanjutkan. "Mungkin tujuan mereka adalah menggunakan enam Corrupted Spirit untuk memanggil Nidhogg sebagai bagian dari ritual besar."

Finn mengetukkan jari di meja, matanya penuh pertimbangan. "Itu analisis yang masuk akal, Riveria," katanya. "Jika benar, maka rencana mereka jauh lebih besar daripada yang kita bayangkan. Kita perlu mencari tahu lebih banyak tentang naga ini dan bagaimana kaitannya dengan Enyo serta rencana mereka."

Loki yang tadinya diam memperhatikan, mendesah sambil melipat tangannya di belakang kepala. "Ah, jadi kita harus cari informasi lagi tentang naga yang entah dari mana asalnya ini, ya? Baiklah, aku akan tugaskan orang-orang di luar Familia untuk membantu menggali informasi ini."

Finn mengangguk. "Sementara itu, setiap informasi yang kita temui tentang Nidhogg harus segera dilaporkan." Dia mengakhiri rapat dengan nada tegas. "Kita punya tugas besar di depan."

Semua anggota mulai beranjak keluar ruangan, namun Finn menahan Shirou. "Shirou," panggilnya, membuat yang lain berhenti sesaat. "Aku ingin bicara denganmu sebentar. Tetaplah di sini."

Shirou mengangguk perlahan. Sementara anggota lainnya keluar, Finn menatap Shirou dengan mata yang serius, menandakan bahwa percakapan mereka berikutnya bukanlah hal yang ringan.

Finn berdiri di ujung meja dengan pandangan tajam namun penuh rasa terima kasih. "Aku ingin menyampaikan rasa terima kasihku pada Shirou atas semua yang telah ia lakukan selama ekspedisi di Knossos," katanya, memulai. Ia menatap Shirou langsung. "Kau telah masuk lebih dulu sebagai scout dan menghancurkan pengintai musuh, menyelamatkanku, Raul, dan kelompok kami dari Valletta. Kau bahkan menyelamatkan Aiz saat dia terdesak oleh Revis, dan yang paling mengesankan, kau membantu mengalahkan corrupted spirit bersama Gareth dan yang lainnya." Finn mengakhiri dengan senyuman kecil, tetapi tatapan matanya penuh makna.

Saat Finn menyebutkan satu per satu jasanya, Shirou merasa semakin tak nyaman. Dalam hatinya, ia berpikir bahwa semua itu bukanlah sesuatu yang layak dipuji. "Aku hanya melakukan apa yang memang seharusnya aku lakukan," gumam Shirou dalam hati. Bayangan janji yang ia buat kepada Kiritsugu—untuk menjadi pahlawan yang akan menyelamatkan semua orang—kembali menghantui benaknya. Baginya, itu bukan soal pujian, tetapi tentang kewajiban.

Shirou mengangkat tangannya dengan tenang, mencoba menghentikan Finn. "Tidak perlu berterima kasih. Aku hanya melakukan tugasku," katanya dengan nada rendah. Matanya, biasanya tenang, kini menunjukkan rasa ragu.

Finn menggeleng pelan sambil tersenyum tipis. "Tidak, Shirou. Apa yang kau lakukan bukan hanya sekadar tugas. Loki Familia berhutang banyak padamu. Ini bukan sesuatu yang bisa kami abaikan begitu saja." Nada suara Finn terdengar tegas.

Shirou menunduk sebentar, lalu mendesah perlahan. "Bukankah itu tujuan Familia?" katanya. "Untuk saling mendukung satu sama lain? Loki Familia telah menerimaku sebagai anggota. Itu sudah cukup. Aku hanya membalas kebaikan yang kalian tunjukkan padaku." Ia mencoba tersenyum, meskipun sedikit getir.

Saat berkata demikian, pikirannya melayang ke masa awal ia bergabung dengan Loki Familia. Shirou mengingat bagaimana Lefiya, meskipun kadang terlihat gugup, dengan sabar mengajarkan dasar-dasar menjadi seorang petualang. Dia bahkan ingat saat Lefiya membelikannya armor dan senjata untuk melindunginya, meskipun sebenarnya Shirou tak membutuhkan itu karena kemampuannya sendiri.

Wajah Shirou melunak saat ia menyelesaikan kalimatnya. "Kebaikan kalian sudah cukup bagiku. Kini adalah saatnya aku membalasnya." Ia tersenyum tipis, meskipun rasa syukur yang ia rasakan jauh lebih besar daripada yang bisa ia ungkapkan dengan kata-kata.

Finn menatap Shirou dengan penuh penghargaan. "Kalau begitu," katanya dengan nada lembut, "kami akan tetap menghargai setiap hal yang telah kau lakukan. Karena itu, kau bukan hanya anggota Loki Familia, Shirou. Kau juga seorang pahlawan."

Mendengar dirinya disebut pahlawan, Shirou tertegun. Wajahnya berubah serius, dan dia menunduk sejenak sebelum berbicara dengan nada rendah. "Aku belum pantas disebut pahlawan," katanya perlahan. "Aku masih berada di jalan untuk menjadi pahlawan seperti yang aku impikan."

Finn kemudian duduk dengan sikap santai namun penuh perhatian, menaikkan satu alis. "Seperti apa pahlawan yang kau impikan itu, Shirou?" tanyanya dengan nada ingin tahu. 

Shirou mengangkat kepalanya, matanya dipenuhi dengan tekad yang tak tergoyahkan. "Aku ingin menjadi pahlawan yang bisa menyelamatkan semua orang," katanya tegas. "Aku tidak ingin melihat ada orang menangis di depanku. Aku ingin mewujudkan impian ayahku untuk menjadi Seigi no Mikata, sekutu keadilan."

Finn mendengarkan dengan seksama. Dia mengangguk perlahan, tetapi di dalam hatinya, ia tahu bahwa impian Shirou, meskipun mulia, hampir mustahil untuk dicapai. Namun, ia memutuskan untuk menggali lebih dalam dan bertanya, "Apakah itu berarti kau ingin membasmi semua monster?"

Shirou mengangguk tanpa ragu. "Bukan hanya monster," jawabnya. "Tapi juga dewa-dewa jahat dan para Evilus yang mengancam kedamaian yang kita nikmati saat ini. Aku ingin memastikan tidak ada lagi ancaman seperti itu."

Finn memandang Shirou dengan penuh pertimbangan. Kata-kata Shirou begitu idealis, hampir seperti mimpi yang sulit dipahami. Dalam hati, Finn merenung, Apakah Shirou benar-benar menyadari betapa luasnya makna menyelamatkan semua orang? Apakah monster, dewa jahat, dan Evilus yang tidak lagi memberikan ancaman juga termasuk dalam misinya? Namun, Finn memilih untuk tidak mengungkapkan pemikirannya. Dia tahu bahwa tekad Shirou adalah kekuatan yang tidak bisa dianggap enteng.

"Kedengarannya seperti beban yang sangat besar," ujar Finn akhirnya, nada suaranya mencampurkan kekaguman dan kekhawatiran. "Tapi, jika ada seseorang yang bisa mencapainya, mungkin itu kau, Shirou."

Shirou hanya tersenyum tipis, tetapi matanya menunjukkan bahwa ia tidak akan mundur dari impiannya, tidak peduli betapa sulitnya itu.

Finn menghela napas perlahan sebelum memandang langsung ke Shirou, tatapannya serius dan dalam. "Shirou," kata Finn dengan nada tegas, "menurutmu... apakah aku pantas disebut seorang pahlawan?"

Shirou tampak terkejut dengan pertanyaan itu, tetapi dengan cepat ia menjawab, "Kapten Finn, menurutku Anda adalah seorang pemimpin yang bijaksana, seorang strategis yang tak tertandingi, dan seorang petarung yang luar biasa. Teknik tombak Anda menginspirasi, dan saya yakin Anda telah menyelamatkan banyak nyawa dengan kekuatan dan kecerdasan Anda. Jadi ya, saya setuju, Anda adalah seorang pahlawan."

Finn mendekati Shirou, berdiri di depannya. Walaupun tubuh Finn yang kecil dibandingkan tinggi Shirou, tatapan tegas Finn membuat Shirou merasakan kehadiran yang mendominasi. "Kau tidak tahu, Shirou," kata Finn pelan namun penuh tekanan. "Motivasi di balik semua tindakanku. Aku melakukan ini semua... demi pujian. Aku ingin namaku dikenal ke seluruh dunia. Bahkan sebagai pemimpin, aku memilih jalan untuk mengorbankan anggotaku demi tujuan lebih besar."

Kata-kata itu menusuk Shirou, yang terkejut mendengar pengakuan Finn. Namun, dia segera menjawab, "Kapten, menurutku niatmu tidak mengurangi dampak dari apa yang telah kau lakukan. Mungkin kau merasa tujuanmu egois, tapi banyak orang yang telah kau selamatkan. Banyak orang yang terinspirasi oleh ceritamu sebagai seorang pahlawan. Aku bukan komandan seperti dirimu, tapi aku tahu betapa sulitnya memilih keputusan yang harus mengorbankan sesuatu demi menyelamatkan lebih banyak orang."

Shirou berhenti sejenak sebelum melanjutkan dengan suara yang mantap, "Dan jika kau hidup di dunia asalku, aku yakin kau akan menjadi salah satu Heroic Spirit, seseorang yang diabadikan dalam sejarah untuk keberanian dan tekadmu."

Finn memandang Shirou sejenak, lalu tersenyum tipis, sedikit tersanjung oleh kata-kata itu. "Kau terlalu memuji, Shirou," katanya dengan suara pelan sambil berdehem, mencoba menutupi emosinya. "Tetapi kau tidak salah. Aku memang mencari pujian, namun bukan untuk diriku sendiri. Semua ini... semua tindakanku... aku lakukan untuk ras Pallum. Aku ingin menjadi kebanggaan mereka, untuk mengangkat mereka dari keterpurukan dan memberi mereka harapan."

Shirou tersenyum lebih lebar, merasa lega mendengar niat Finn yang sebenarnya. "Itu lebih mulia dari yang pernah saya bayangkan, Kapten Finn. Kamu tidak hanya mencari pujian, kamu menciptakan masa depan untuk bangsamu. Itu menurutku, adalah salah satu definisi dari seorang pahlawan."

Finn tertawa kecil, lalu kembali ke tempatnya di meja rapat. "Kau benar-benar punya cara untuk membuat orang merasa istimewa, Shirou. Mungkin aku harus lebih sering mendengarkanmu."

Finn bersandar di kursinya dan memandang Shirou dengan senyum tipis. "Shirou, kau boleh keluar sekarang," katanya dengan nada santai. Namun, sebelum Shirou sempat bergerak, Finn melanjutkan dengan nada yang lebih tegas, "Tapi, ada satu permintaan dariku, dan kau tidak boleh menolaknya."

Shirou berhenti sejenak, bingung dengan permintaan mendadak ini. "Permintaan apa, Kapten?" tanyanya sambil menatap Finn dengan rasa ingin tahu.

Finn melipat tangannya di meja. "Aku ingin kau mengambil jatah imbalanmu dari semua ekspedisi yang telah kau lakukan bersama Loki Familia. Imbalanmu sudah menumpuk, dan tempat mengambilnya ada di ruang bawah tanah markas. Biasanya, ada anggota yang sedang bertugas menjaga di sana."

Shirou menggaruk kepalanya, tampak ragu. "Kapten, aku rasa aku tidak memerlukan imbalan itu. Aku tidak butuh armor atau senjata, apalagi magic sword. Aku bisa memprojeksikan semua yang kubutuhkan." Wajahnya menunjukkan ketulusan, tapi juga keengganan.

Finn menatap Shirou dengan tajam, senyumnya memudar. "Shirou, ada hal yang lebih penting daripada apa yang kau butuhkan. Ini soal hak dan kewajiban. Kau sudah melaksanakan kewajibanmu dengan luar biasa. Sekarang, kau harus menerima hakmu. Terserah kau mau menggunakan imbalan itu untuk apa—bahkan jika kau ingin menolong orang lain dengan itu, aku tidak peduli. Tapi kau harus mengambilnya. Itu aturan."

Mendengar kata "menolong orang lain," wajah Shirou berubah. Matanya menunjukkan sedikit kilau tekad. "Baiklah, Kapten," katanya akhirnya dengan nada lebih serius. "Aku akan mengambilnya."

Finn mengangguk puas, lalu melambaikan tangan ke arah Shirou. "Kalau begitu, pergilah. Tapi jangan terlalu lama berdebat dengan penjaga di sana." Finn menyeringai kecil.

Shirou membungkuk hormat sebelum keluar dari ruangan. Pintu tertutup dengan lembut di belakangnya.

Finn memperhatikan Shirou meninggalkan ruangan, lalu menghela napas sambil menggelengkan kepala. "Dasar anak itu," gumamnya sambil tersenyum tipis. Setelah itu, Finn mengambil selembar kertas dari meja, bersiap untuk mencatat hasil rapat tadi