Revis kini menempel di dinding dengan sikap bertahan. Tangan kanannya masih menggenggam erat pedang hitam besar yang bersinar redup dengan aura curse, sementara lengan kirinya mulai meregenerasi dengan perlahan. Meskipun tubuhnya terluka parah, senyuman menantang tetap terpampang di wajahnya, seakan mengejek Shirou untuk menyerang.
Shirou berdiri tegak dengan Monohoshi Zao di tangannya. Meski ia baru saja berhasil melukai Revis, ia tahu perbedaan kekuatan mereka tetaplah sangat jauh. Jari-jarinya meremas gagang nodachi panjang itu, dan pikirannya berpacu mencari cara untuk menghabisi lawan yang terpojok tanpa memberikan kesempatan bagi Revis untuk membalas.
"Apa yang kau tunggu, hah?" Revis mengejek dengan suara lantang, matanya berkilat penuh provokasi. "Cepat serang aku sebelum lenganku pulih kembali!" Seruan itu disertai tawa kecil yang penuh penghinaan.
Shirou mengambil ancang-ancang untuk menyerang, memfokuskan energi terakhirnya. Namun sebelum ia sempat melompat maju, suara gemuruh keras mengguncang ruangan. Mata Shirou membelalak ketika dinding Adamantium di belakang Revis tiba-tiba pecah, dihantam oleh sesuatu yang besar dan mengerikan.
Sebuah monster muncul dari balik reruntuhan dinding. Tubuhnya berbentuk banteng raksasa setinggi sepuluh meter, dengan bagian atas menyerupai tubuh wanita yang tersambung di atas tubuh hewan itu. Proporsinya timpang, seperti ciptaan yang salah oleh tangan yang tidak semestinya.
"Apa ini...?" gumam Shirou, mengenali sosok itu. Pikirannya kembali melayang ke pertempuran mereka melawan corrupted spirit di lantai 59 bersama Loki Familia. "Makhluk ini mirip... tapi berbeda. Apa ini juga ciptaan Evilus?"
Revis melompat menghindari serudukan monster tersebut dengan gesit, mendarat di sisi lain ruangan. Wajahnya berubah masam saat melihat makhluk itu mengamuk tanpa kendali. "Dasar bodoh! Siapa yang memutuskan untuk melepaskannya sekarang?" gumam Revis dengan nada frustrasi.
Shirou segera menyadari situasi baru ini. Dia mengurungkan niatnya untuk menyerang Revis. Setelah memudarkan Monohoshi Zao kembali menjadi prana, Shirou dengan cepat berlari menuju Aiz yang masih terluka di sudut ruangan. "Aiz, bertahanlah. Aku akan membawamu ke tempat aman," kata Shirou sambil menunduk memeriksa luka-luka Aiz.
Revis yang merasa pertarungannya dengan Shirou terganggu, melirik ke arah monster itu dengan cemoohan di wajahnya. "Sepertinya kita harus menunda duel kita, Shirou Emiya," katanya sambil mundur ke balik dinding yang hancur. "Tapi aku janji, kita akan menyelesaikan ini nanti." Revis menghilang ke kegelapan, meninggalkan Shirou dan Aiz berhadapan dengan monster yang mengamuk.
Monster itu meraung dengan suara yang menggetarkan, lalu menyerang dengan langkah berat yang menggetarkan lantai. Shirou memutuskan tak ada waktu untuk menunda. Ia segera mengangkat Aiz dengan princess carry, tangannya melingkar dengan hati-hati di sekitar tubuhnya yang lemah.
"Pegangan yang erat, Aiz," bisik Shirou, berlari menghindari kaki besar monster yang menghantam ke arah mereka. Sebuah injakan menghancurkan lantai hanya beberapa meter dari mereka, menyebabkan debu dan puing beterbangan.
Aiz membuka matanya perlahan dan melihat wajah Shirou yang penuh fokus. Dalam hati, meski tubuhnya lemah, ia merasa aman di pelukan pahlawannya. "Shirou..." katanya dengan suara lirih, sebelum kembali memejamkan mata dengan tenang.
Shirou berlari melalui koridor sempit, menggendong Aiz dengan hati-hati di pelukannya. Nafasnya stabil meski situasi semakin genting. Monster raksasa berbentuk banteng di belakang mereka terus merangsek maju, tubuhnya yang besar menghantam dan menghancurkan dinding yang menghalanginya untuk mengejar Shirou.
Setiap langkah berat monster itu mengguncang lantai, dan suara dentuman keras terdengar saat kakinya menendang dinding, membuka jalan dengan brutal. Tubuh wanita yang menyatu di atas tubuh banteng itu tertawa gila sambil berbicara dengan nada menyeramkan, "Mau lari ke mana kau, Aria? Takdirmu ada di sini!" Suara itu bergema di sepanjang lorong, membuat suasana semakin mencekam.
Mendengar nama 'Aria' disebut oleh corrupted spirit, Aiz tiba-tiba menggenggam erat Shirou. Jemarinya memegang baju Shirou dengan kekuatan yang tersisa, tubuhnya gemetar meski ia mencoba untuk tetap tenang.
Shirou menunduk sedikit, matanya menatap Aiz dengan penuh kelembutan. Dengan tangan kirinya, ia mengelus rambut pirang panjangnya, memberikan sentuhan yang menenangkan. "Jangan khawatir," katanya dengan nada yang dalam namun lembut. "Aku akan membawamu keluar dari sini dengan selamat. Percayalah padaku."
Aiz yang tadinya tegang perlahan mulai rileks. Pelukan tangannya pada Shirou sedikit melonggar, dan napasnya menjadi lebih tenang. "Aku percaya padamu, Shirou," katanya dengan suara pelan, hampir seperti bisikan.
Tiba-tiba, dari arah yang berlawanan, suara langkah kaki bergema di koridor. Dari berbagai arah, anggota Loki Familia mulai bermunculan. Mereka dipandu oleh angin yang Aiz lepaskan sebelumnya. Tiona, Tione, Lefiya, Bete, Gareth, dan beberapa anggota lain muncul, beberapa di antaranya terluka parah dan digendong oleh teman-teman mereka. Di antara mereka, Filvis dari Dionysus Familia terlihat berjalan di samping Lefiya, membantu memandu rombongan.
Ketika Lefiya melihat Aiz yang terluka di pelukan Shirou, wajahnya berubah panik. Dengan cepat, dia mengambil botol potion dari tas seorang supporter yang berada di dekatnya. "Baringkan Aiz di sini!" serunya. Shirou menuruti permintaannya, dengan hati-hati menurunkan Aiz dan membaringkannya di lantai.
Lefiya berlutut di samping Aiz, menuangkan potion tersebut ke luka-luka di tubuhnya sambil dengan lembut mengeluskan cairan itu ke kulit Aiz. Filvis berdiri di belakang Lefiya, memperhatikan situasi dengan cemas. Perlahan, luka-luka Aiz mulai menutup. Untung saja, luka itu tidak berasal dari serangan langsung pedang hitam Revis, sehingga potion berhasil bekerja dengan baik.
Gareth mendekati Shirou, menepuk pundaknya dengan tangan besarnya. "Terima kasih banyak, Shirou. Kau sudah menyelamatkan nyawa Aiz. Apa kau tahu di mana Finn sekarang?" tanyanya dengan nada serius.
Shirou menatap Gareth, mengangguk. "Finn terluka parah dan terkena curse. Tetapi dia sudah dibawa ke lantai atas oleh Raul dan yang lainnya. Mereka akan berusaha membawanya keluar dari Knossos secepat mungkin." Mendengar jawaban Shirou, Gareth menghela napas berat, tetapi ada sedikit kelegaan di matanya. "Bagus... setidaknya dia ada di tangan yang aman."
Suara gemuruh semakin mendekat dari arah belakang, disertai dengan dentuman keras saat corrupted spirit menghancurkan dinding demi dinding untuk membuka jalannya. Monster raksasa itu semakin dekat, mengancam semua orang yang berada di sana.
Gareth sebagai salah satu pemimpin Loki Familia, segera mengambil alih situasi. Wajahnya penuh ketenangan meski kondisi begitu genting. "Kita tak punya waktu banyak. Dengarkan baik-baik instruksiku," katanya dengan suara lantang, memastikan semua orang mendengarnya.
"Tiona, Tione, kalian ikut denganku," lanjut Gareth. "Kita akan menghadapi makhluk itu dan menghentikannya di sini. Bete, Lefiya, kalian bertugas memandu anggota lain keluar dari Knossos dan mencari mereka yang tersesat. Jangan tinggalkan siapa pun."
Tiona langsung mengepalkan tinjunya dengan penuh semangat. "Baiklah, ayo kita hajar monster besar itu!" katanya sambil tersenyum lebar. Tione mengangguk setuju, meskipun dia terlihat lebih serius. "Kita tidak boleh membiarkan monster ini mencapai orang-orang di luar," tambahnya.
Bete mendengus dengan nada kesal, tetapi bukan karena menolak tugasnya. "Kuserahkan monster itu padamu, Gareth. Aku akan membawa yang lain keluar dengan selamat," katanya sambil melirik Lefiya. Lefiya, meskipun terlihat gugup, mengangguk tegas. "Aku akan menggunakan sihir untuk membantu kita menavigasi jalan keluar," ujarnya dengan suara penuh tekad.
Gareth lalu mengalihkan pandangannya ke Shirou, yang berdiri dengan napas sedikit terengah setelah semua yang telah ia lalui. "Kau sudah melakukan banyak hal dalam ekspedisi ini, Shirou. Jika kau ingin beristirahat, kami mengerti," kata Gareth dengan nada lebih lembut.
Shirou terdiam sejenak, merasakan tubuhnya yang kelelahan. Energi sihirnya hampir habis, tetapi dia tidak ingin meninggalkan tanggung jawabnya. Mengambil mana potion dari salah satu tas, Shirou meminumnya dengan cepat, merasakan sedikit energi pulih kembali. Dengan tatapan tegas, dia menjawab, "Aku akan ikut melawan corrupted spirit. Kalian membutuhkan semua bantuan yang bisa didapatkan."
Gareth tersenyum kecil, seperti sudah menduga jawaban itu. "Aku sudah menduganya, anak muda. Kau memang luar biasa," katanya sambil menepuk bahu Shirou.
Aiz yang sebelumnya terbaring dan terlihat lemah, tiba-tiba mulai bangkit. Dengan pedang di tangannya, ia berkata dengan nada tegas, "Aku juga akan ikut. Aku tidak bisa hanya duduk diam sementara kalian melawan makhluk itu." Di dalam hatinya, Aiz ingin selalu berada di samping Shirou, pahlawannya.
Gareth menggelengkan kepalanya perlahan. "Aiz, kau belum pulih sepenuhnya. Jika kau memaksakan diri, kau hanya akan menjadi beban. Kau harus istirahat," kata Gareth dengan tegas.
"Tapi aku bisa bertarung," Aiz bersikeras, tatapannya menunjukkan tekad yang kuat. "Aku tidak akan menjadi beban." Dia menggenggam pedangnya erat, membuktikan kesungguhannya.
Gareth menghela napas berat, lalu akhirnya berkata, "Baiklah, kau boleh membantu, tapi kau tidak akan melawan corrupted spirit. Kau ikut dengan Lefiya dan Bete untuk memandu anggota lain keluar dan mencari mereka yang mungkin masih tersesat."
Aiz terdiam sejenak, merasa kecewa karena tidak diizinkan bertarung bersama Shirou. Namun, dia mengangguk dengan pelan, menerima instruksi itu. "Baiklah, aku akan melindungi mereka," katanya akhirnya, meski di hatinya ia ingin tetap berada di sisi Shirou.
Anggota Loki Familia bergerak cepat sesuai tugas masing-masing. Tiona dan Tione mempersiapkan senjata mereka, memutar-mutar bilah besar di tangan, sementara Bete dengan ekspresi serius menggiring anggota yang lebih lemah ke barisan belakang. Gareth berdiri tegap di depan kelompok, memberi arahan terakhir dengan tenang. Raungan corrupted spirit terus bergema di sepanjang lorong, menggetarkan dinding-dinding labirin.
"Aria... Aria...!!" suara wanita dari corrupted spirit terdengar menyeramkan, bercampur antara tangisan dan amarah. "Kembalikan... KEMBALIKAN!!"
Filvis tetap berdiri teguh di samping Lefiya, mengawasi setiap gerakan di sekitar mereka. Lefiya, meski gugup, tetap fokus memandu teman-temannya yang terluka untuk bergerak mundur.
Tiba-tiba, dua pasang langkah kaki terdengar mendekat dengan cepat dari arah lorong lain. Raul dan Aki muncul dari kegelapan, wajah mereka menunjukkan kelegaan dan semangat saat bertemu dengan anggota Loki Familia lain.
"Raul! Aki!" panggil Shirou yang langsung mengenali mereka. Ia mendekati keduanya, sementara Raul mengangkat kedua ibu jarinya ke udara dengan senyum lebar.
"Misi selesai!" serunya. "Kami berhasil membawa Finn ke Dian Cecht Familia. Mereka sekarang sedang merawatnya."
Aki menambahkan, suaranya lebih tenang namun tetap penuh keyakinan. "Kami juga membawa beberapa healer dari Dian Cecht Familia. Mereka sudah menunggu di pintu masuk Knossos. Jadi siapa pun yang terluka atau keracunan, mereka akan langsung ditangani."
Gareth yang mendengar kabar itu mengangguk puas. "Kalian melakukan tugas dengan sangat baik. Tapi aku penasaran, bagaimana kalian bisa bolak-balik ke sini dengan begitu cepat?"
Raul menyeringai dan menunjukkan kunci berbentuk bola yang digenggamnya. "Terima kasih pada Shirou! Dengan kunci ini, kami bisa menemukan jalan tercepat ke pintu keluar dan kembali lagi tanpa tersesat."
Aki menambahkan dengan senyum kecil, "Tanpa kunci ini, kami mungkin masih sibuk mencari jalan sampai sekarang. Terima kasih, Shirou."
Shirou hanya mengangguk sedikit malu, sebelum menyadari bahwa dia masih memiliki kemampuan untuk membuat lebih banyak kunci. "Tunggu sebentar," katanya sambil memproyeksikan beberapa salinan baru kunci bola tersebut. Dia lalu menyerahkannya kepada Bete, Aiz, dan Lefiya yang berada di kelompok yang akan mundur.
Bete mendengus, meskipun ada sedikit penghargaan di balik nada suaranya. "Hmph, setidaknya ini berguna. Jangan sampai aku terjebak di tempat ini lebih lama lagi."
Aiz menerima kunci itu dengan penuh perhatian, menatap Shirou sesaat sebelum berkata lembut, "Terima kasih. Aku akan menggunakannya dengan baik."
Lefiya menggenggam kunci itu dengan erat, menatap Shirou dengan senyuman lembut. "Kau selalu memikirkan orang lain, ya? Aku akan menjaga kelompok ini sampai keluar dengan selamat," janjinya.
Melihat semangat mereka semua, Shirou merasa lega. Namun, ia tetap waspada, mendengar suara monster di belakang mereka semakin mendekat. Dengan rencana yang sudah jelas, mereka semua bersiap melanjutkan tugas masing-masing.
Gareth memutar tubuhnya dengan tegas, menatap Aki dengan mata penuh keyakinan. "Aki, kau ikut dengan kelompok Bete. Gunakan kunci itu untuk memandu mereka ke jalan tercepat keluar dari Knossos. Pastikan semuanya, terutama yang terluka, sampai dengan selamat ke healer di pintu masuk," perintahnya dengan nada penuh otoritas.
Aki mengangguk mantap, menggenggam kunci berbentuk bola yang Shirou berikan. "Dimengerti, Gareth. Aku tidak akan mengecewakanmu," jawabnya. Dia segera bergabung dengan Bete, Lefiya, dan anggota lainnya yang bersiap untuk mundur.
Raul yang berdiri di sisi Gareth tampak ragu sejenak, namun akhirnya ia memberanikan diri melangkah maju. "Gareth, izinkan aku tinggal dan membantu melawan corrupted spirit," katanya, suaranya bergetar sedikit tetapi penuh tekad.
Gareth terdiam sejenak, matanya memandang Raul dengan penuh pertimbangan. Tawaran ini jelas mengejutkannya, mengingat Raul sering dianggap ragu-ragu dan kurang percaya diri. Namun, ia akhirnya mengangguk dengan senyuman kecil. "Baiklah, Raul. Jika kau yakin, aku tak akan menolak bantuanmu. Tapi ingat, kau tetap di belakang kami dan bertindak sebagai pendukung. Jangan gegabah."
Semangat Raul membara setelah mendengar persetujuan itu. "Terima kasih, Gareth. Aku tak akan mengecewakanmu," katanya dengan mantap.
Menyaksikan keberanian Raul, Narvi dan Cruz, dua anggota Loki Familia yang juga berlevel 4, melangkah maju. "Kami juga ingin membantu, Gareth," ujar Narvi sambil mengencangkan genggamannya pada senjatanya. Cruz mengangguk setuju, wajahnya menunjukkan kesungguhan yang sama. "Ya, biarkan kami ikut melawan corrupted spirit. Kami tak ingin hanya berdiri dan menonton."
Gareth tertawa pendek, senyum puas terpancar di wajahnya. "Baiklah, kalian bertiga boleh ikut. Tapi seperti Raul, kalian hanya menjadi supporter. Tidak ada yang nekat bertindak tanpa perintah. Mengerti?"
"Mengerti!" ketiganya menjawab serempak, suara mereka mantap meski sedikit gugup.
Gareth, Raul, Narvi, Cruz, Shirou,Tiona dan Tione bersiap menghadapi corrupted spirit yang terus mendekat. Dari kejauhan, suara raungan monster itu semakin jelas, dinding-dinding Adamantium bergetar karena pukulan dan tendangannya. Dua kelompok itu akhirnya terpisah, masing-masing dengan misi yang sama pentingnya—satu kelompok mundur membawa mereka yang terluka menuju keselamatan, dan kelompok lainnya berdiri menghadapi ancaman mengerikan yang ada di depan.
***
Aki memimpin jalan dengan cekatan, kunci berbentuk bola yang ia genggam membantunya membuka pintu-pintu yang sebelumnya tersegel. Ia sesekali menoleh ke belakang memastikan anggota yang terluka tetap aman diangkut oleh supporter dan anggota yang lebih sehat. "Sebentar lagi kita sampai di tangga ke atas. Hati-hati, tetap perhatikan langkah," ujar Aki sambil menunjuk ke depan.
Kelompok itu akhirnya tiba di tangga yang menjulang ke atas. Mereka berhenti sejenak, memastikan semua orang siap. Dengan penuh kehati-hatian, mereka mulai menaiki tangga sambil membantu mereka yang terluka agar tidak kehilangan keseimbangan.
Namun, di tengah perjalanan, Bete tiba-tiba berhenti dan mengendus udara sekitar. Wajahnya berubah seketika, ekspresi sebal mulai terlihat. "Aku mencium bau yang sangat familiar," gumamnya dengan nada jengkel.
Aiz yang berjalan di dekatnya menoleh, menatap Bete dengan heran. "Apa itu bau teman kita yang tersesat?" tanyanya, nada suaranya penuh perhatian.
Bete menggerutu sambil memutar matanya. "Siapa lagi kalau bukan mereka? Bau lemah ini terlalu khas untuk diabaikan."
Aki mendengar percakapan mereka dan segera memberikan arahan. "Percayakan pada kami untuk membawa mereka yang terluka ke lantai atas. Aiz, Bete, kalian berdua sebaiknya segera mencari anggota yang tersesat itu sebelum terjadi sesuatu pada mereka."
Lefiya, yang berdiri di dekat Aki, tampak gugup namun akhirnya menyuarakan dirinya. "Kami akan menjaga mereka dengan aman... jadi jangan khawatir," katanya sambil melirik Filvis yang berdiri tegak di sampingnya.
Filvis mengangguk singkat, menambahkan dengan suara tenang, "Kami akan memastikan mereka mencapai pintu masuk dengan selamat. Kalian fokus saja pada misi kalian."
Aiz menatap Lefiya dan Filvis sejenak sebelum tersenyum tipis. "Baiklah, hati-hati di perjalanan," ucapnya lembut sebelum memutar badan menuju lantai di mana aroma yang disebutkan Bete berasal.
Bete hanya menggeram pendek, lalu berkata dengan nada datar, "Ayo cepat sebelum aku menyesal mencium bau ini." Tanpa menunggu lebih lama, ia mengikuti Aiz, sementara Aki dan kelompoknya melanjutkan perjalanan ke atas dengan anggota yang terluka.
Aiz mengikuti langkah cepat Bete yang tampak tergesa-gesa. Meski sikapnya kasar, Aiz tahu bahwa Bete sebenarnya khawatir terhadap teman-teman yang mungkin tersesat. Namun, Aiz memilih untuk menyimpan pemikiran itu dalam hatinya, menghargai caranya menunjukkan kepedulian tanpa kata-kata lembut.
Di tengah perjalanan, beberapa bunga karnivora Violas muncul dari sudut gelap koridor, akar-akar mereka melilit dinding dan mencoba menyergap. Salah satu bunga mengeluarkan suara mencicit saat mengayunkan rahang runcingnya ke arah mereka.
Bete melompat dengan gesit, memberikan tendangan keras pada bunga itu hingga hancur berantakan. "Dasar gulma menjijikkan," gerutunya. Sementara itu, Aiz menggerakkan pedangnya dan memanggil kekuatan anginnya, menghancurkan bunga lainnya dengan hembusan kuat yang membuat kelopak-kelopaknya beterbangan seperti serpihan.
Setelah semua Violas berhasil dihancurkan, Aiz melambatkan langkahnya. Wajahnya pucat, napasnya tersengal, tanda bahwa ia belum pulih sepenuhnya dari pertarungan sebelumnya.
Bete, yang menyadari kondisi Aiz, berhenti dan menoleh dengan ekspresi kesal. "Kalau kau masih sakit, seharusnya kau nggak ikut, Aiz! Bukannya malah memberatkan," bentaknya.
Aiz menggeleng pelan, meski tubuhnya tampak gemetar. "Aku masih bisa bertarung," katanya dengan nada tegas, meskipun tatapannya terlihat lemah.
Bete mendecakkan lidah, jelas tak puas dengan jawaban Aiz. Tapi ia tidak mempermasalahkan lebih jauh dan kembali melanjutkan penciumannya yang tajam.
Setelah beberapa menit mengikuti jejak aroma itu, mereka tiba di depan sebuah pintu Orichalcum yang besar. Bete berhenti sejenak dan menyeringai sambil melirik pintu tersebut. "Si Shirou itu memang banyak gunanya," katanya sambil mengeluarkan kunci berbentuk bola dari sakunya. Ia mengaktifkan kunci tersebut ke arah mekanisme pintu, dan perlahan, pintu Orichalcum itu mulai terbuka, memperlihatkan apa yang ada di baliknya.
Di balik pintu Orichalcum yang terbuka, Aiz dan Bete melihat sekelompok anggota Loki Familia yang terlihat gugup dan waspada, bersiap menghadapi kemungkinan serangan musuh. Mereka menatap dengan tegang ke arah pintu sebelum akhirnya mengenali sosok yang muncul.
Linne berdiri di barisan depan, kacamata bulatnya kotor oleh debu, sementara tas supporter besar tergantung di punggungnya. Di sampingnya, Stark bertumpu pada tombaknya untuk menopang tubuhnya yang jelas kelelahan. Rooney, seorang demi-human berbadan kecil dengan telinga tikus, menatap dengan cemas, sementara Cynthia, seorang gadis Elf, tampak pucat dengan lingkar hitam di bawah matanya.
"Aiz! Bete!" Linne berseru lega, menghapus kacamata dengan lengan bajunya yang kotor. Wajahnya sedikit cerah melihat dua petarung tangguh itu, tetapi perasaan lega itu segera berubah menjadi ketegangan lagi saat Bete mengerutkan dahi dan menggeram.
"Apa-apaan kalian?! Terlalu lemah untuk sampai sini, ya?! Bagaimana bisa bertahan hidup kalau seperti ini?!" Bete berteriak keras, tangannya menunjuk ke arah mereka satu per satu.
Linne, alih-alih takut, justru tersenyum kecil. Dia tahu bahwa di balik teriakan dan wajah kesal Bete, ada kekhawatiran yang tulus. "Maaf, Bete" jawabnya sambil membetulkan posisi kacamatanya, tetap tenang di tengah kemarahan Bete.
Bete melipat tangan di dadanya dan menghela napas kasar. "Teri lemah, cepat ikut aku. Kita keluar dari sini sebelum ada monster lain yang muncul." Suaranya masih terdengar kasar, tetapi ada sedikit nada lega yang terselip.
Aiz melirik ke arah Linne, lalu mendekatinya. Dengan suara lembut, dia berbisik, "Aku rasa sekarang aku mengerti kenapa kau menyukai Bete."
Wajah Linne langsung merona. Dia menunduk malu, berusaha menyembunyikan ekspresinya yang memerah, sambil membenarkan tali tas supporternya. "Aiz... tidak perlu berkata seperti itu," gumamnya pelan, membuat Cynthia yang mendengar ikut tersenyum kecil.
Bete yang sudah mulai berjalan, menoleh ke belakang. "Cepat jalan! Aku nggak mau menggendong kalian kalau pingsan di tengah jalan!" katanya dengan nada marah, meskipun semua orang tahu itu caranya menyuruh mereka tetap dekat dengannya.
Mereka semua mulai bergerak, mengikuti langkah Aiz dan Bete yang berada di depan, meninggalkan lorong gelap itu menuju tangga menuju lantai atas.